T. Djamaluddin
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN
Anggota Tima Falakiyah, Kemenag RI

Wacana Kalender Islam Global (KIG) mengemuka saat Muktamar Muhammadiyah di Makassar 2015 dan ditindaklanjuti dengan membuat KIG 1442 H dengan menggunakan kriteria Turki 2016. Sementara Seminar Internasional Fikih Falak 2017 juga mewacanakan KIG dengan rumusan berupa Rekomendasi Jakarta 2017.
Tidak ada satu pun konsep kalender Hijriyah dan kriterianya yang sempurna. Masing-masing ada plus-minusnya. Hal yang perlu diupayakan adalah memilih konsep kalender dan kriteria yang bisa disepakati bersama berdasarkan analisis plus-minusnya.
Kalender 1442 H (rangkumannya tercantum di atas) dijadikan contoh perbandingan kriteria-kriteria yang saat ini berlaku atau diusulkan untuk diberlakukan di Indonesia. Pada tulisan ini dibahas plus-minus KIG kriteria Turki 2016 dan KIG kriteria Rekomendasi Jakarta 2017.
Kriteria dan Wilayah Rujukan
KIG Turki 2016 menggunakan kriteria tinggi bulan minimal 5 derajat dan elongasi 8 derajat pada saat maghrib di mana pun sebelum pukul 00.00 GMT, asalkan saat terjadi ijtimak di Selandia Baru belum terbit fajar. KIG Rekomendasi Jakarta 2017 menggunakan kriteria tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat pada saat maghrib di kawasan barat Asia Tenggara. Secara skematik, garis tanggal kedua kriteria ditunjukkan pada gambar berikut ini. Garis agak mendatar menunjukkan ketinggian bulan dan garis agak tegak menunjukkan elongasi bulan pada saat maghrib.

Kedua kriteria tersebut ada plus-minusnya. Kriteria Turki 2016 merupakan kriteria optimistik, karena posisi bulan cukup tinggi (5 derajat) dan relatif jauh dari matahari (elongasi 8 derajat). Tetapi dalam tinjauan global, ketika kriteria itu terpenuhi di kawasan benua Amerika, di kawasan Indonesia dan Asia Tenggara saat maghrib bulan sudah berada di bawah ufuk. Seperti terjadi pada Shafar, Sya’ban, dan Dzuqaidah 1442 H. Hal ini tentu akan menjadi masalah di Indonesia yang sudah terbiasa dengan prasyarat saat maghrib bulan sudah berada di atas ufuk, baik kriteria Wujudul Hilal maupun kriteria tinggi bulan 2 derajat. Artinya, kriteria Turki 2016 tidak bisa menjadi titik temu pengamal hisab dan pengamal rukyat, karena bulan yang sudah berada di bawah ufuk tidak mungkin bisa dirukyat.


Sementara kriteria Rekomendasi Jakarta 2017 merupakan kriteria optimalistik, karena menggunakan batas minimal ketinggian bulan (3 derajat) dan batas minimum jarak sudut bulan-matahari (elongasi 6,4 derajat) untuk terlihatnya hilal. Wilayah rujukan kawasan barat Asia tenggara juga menjamin bulan sudah di atas ufuk pada saat magrib di wilayah paling timur. Seperti terjadi pada Syawal 1442 H.


Kompleksitas Perhitungan


KIG Turki 2016 selain mensyaratkan kriteria tinggi dan elongasi bulan, juga mensyaratkan “maghrib sebelum pukul 00.00 GMT” dan “asalkan saat ijtimak belum terbit fajar di Selandia Baru”. Perhitungan KIG Turki 2016 untuk Dzulqaidah 1442 (contoh di atas) menunjukkan kerancuan. Imkan rukyat yang dihitung sudah melewati pukul 00:00 GMT (tercatat pukul 03:59:22 GMT), saat maghrib di kawasan benua Amerika. Artinya prinsip kalender menjadi tidak konsisten. Lalu ditambah harus memeriksa saat ijtimak menurut waktu Selandia Baru. Ijtimak pukul 10:52:35 GMT = pukul 22:52:35 Waktu Selandia Baru. Itu menjelang tengah malam, jadi belum terbit fajar.


Bandingkan KIG Rekomendasi Jakarta 2017 yang tidak memberikan syarat tambahan selain kriteria tinggi dan elongasi bulan. Pada contoh garis tanggal Dzuqaidah 1442 H, terlihat di kawasan barat Asia tenggara, saat maghrib 10 Juni 2021 posisi bulan belum memenuhi kriteria. Jadi awal Dzulqaidah 1442 H ditetapkan pada saat maghrib hari berikutnya dan 1 Dzulqaidah 1442 = 12 Mei 2021.
Prospek Implementasi Menyatukan Ummat
Bagaimana dengan prospek implementasinya? Sistem kalender global mensyaratkan penerimaan di tingkat pemerintah negara-negara Islam, bukan di tingkat organisasi kemasyarakatan. Sampai saat ini hanya Turki yang mengimplementasikan KIG Turki 2016. Arab Saudi pun tidak terikat dengan kalender Turki. Padahal ada yang berharap KIG bisa menyeragamkan hari Arafah di seluruh dunia. Di Arab Saudi, penentuan hari wukuf tidak berdasarkan kalender, melainkan berdasarkan rukyat. Jadi KIG Turki 2016 tidak mungkin menjadi rujukan penentuan hari Arafah.

KIG Rekomendasi Jakarta 2017 dirumuskan bersama para pakar ilmu falak dari kawasan Asia Tenggara, khususnya negara-negara yang menjadi anggota forum MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Pada Pertemuan Pakar Falak MABIMS 2019 di Yogyakarta, direkomendasikan lagi penggunaan kriteria Rekomendasi Jakarta 2017, yaitu tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi bulan minimal 6,4 derajat. Artinya, bila kriteria tersebut disepakati untuk diadopsi, kita akan mempunyai KIG setidaknya secara regional dulu di kawasan Asia Tenggara. Hal itu bermakna, penyatuan ummat secara regional bisa tercapai.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis plus-minus konsep KIG Turki 2016 dan KIG Rekomendasi Jakarta 2017, konsep KIG Rekomendasi Jakarta 2017 mempunyai prospek lebih baik untuk diimplementasikan di Indonesia. Dari segi konsepnya lebih sederhana dan dari segi jumlah negara yang segera mengimplementasikan lebih banyak. Konsep KIG segera bisa terwujud di tingkat regional. Rekomendasi Jakarta 2017 juga merekomendasikan agar OKI (Organisasi Kerjasama Islam) bisa menjadi otoritas kolektif dalam implementasi KIG. Diharapkan implementasi di tingkat regional Asia Tenggara bisa disusul dengan implementasi di banyak negara-negara OKI.
Filed under: 2. Hisab-Rukyat |
[…] pilihan KIG sudah berjalan pada pertemuan yang difasilitasi Kemenag atau secara informal di WAG. Di blog ini juga pernah dibahas prospek KIG ala Turki dan KIG RJ2017 dari sudut pandang lain. Berikut ini pendapat saya tentang pilihan KIG ala Turki atau KIG ala MABIMS/RJ2017 dari sudut […]
[…] KIG ala Turki adalah “di mana saja, asalkan di Selandia Baru belum terbit fajar”. Bisa terjadi di benua Amerika sudah memenuhi kriteria, namun saat maghrib di Asia Tenggara bulan mas…. Kondisi itu tentu saja tidak bisa diterima oleh pengamal rukyat di Indonesia dan di kawasan Asia […]