CNN Meet the Geek: Thomas Djamaluddin, Mimpi Jadi Peneliti Berakhir di Astronomi


https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190902095525-199-426711/thomas-djamaludin-mimpi-jadi-peneliti-berakhir-di-astronomi

Jakarta, CNN Indonesia — Dunia astronomi dan keantariksaan seputar benda langit dan alam semesta menjadi misteri hingga memicu tanda tanya bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Teka-teki dan pertanyaan besar itu pula yang tersimpan dalam benak kepala LAPANThomas Djamaludin.

Ketertarikannya terhadap dunia astronomi tak dinyana justru membawanya ‘menembus semesta’ hingga mengantongi beasiswa untuk melanjutkan di bidang astronomi dari Universitas Kyoto, Jepang.

Kepada CNNIndonesia.com, Thomas menuturkan sejak kanak-kanak sebenarnya ia lebih tertarik terhadap dunia flora. Maka tak heran jika ditanya soal cita-cita, semasa duduk di SMP N 1 Cirebon Thomas dengan mantap mengatakan ingin menjadi peneliti. Sebuah cita-cita yang terdengar awam bagi sebagian mimpi untuk menjadi dokter, polisi, hingga pilot.

Tapi tidak demikian bagi sang pemilik mimpi. Thomas merasa menjadi peneliti sebagai hal mengasyikkan – kendati tidak tahu betul apa pekerjaannya. Ia mengaku sejak kecil tertarik mengamati proses dari biji-bijian hingga menjadi tanaman.

“Mulai kecil saya senang pertama tumbuh-tumbuhan, ingin mengulik terkait dengan bagaimana sih tumbuhan. Proses mulai dari biji sampai tumbuh besar terutama musim hujan paling senang,” ujar Thomas saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di kantor LAPAN di Jakarta Timur, Senin (19/8).

Pria yang menghabiskan masa kecilnya di Cirebon ini menuturkan ketika beranjak remaja ia kerap mengumpulkan biji rambutan hingga kedondong yang terdapat di sekitar rumahnya. Musim hujan menjadi saat yang paling ditunggu-tunggu Thomas, karena bisa melihat proses tumbuhan berkembang dari sebuah biji, keluar tunas, hingga muncul daun.

Kebun pisang yang terdapat di halaman belakang rumahnya tak luput menjadi objek pengamatan Thomas. Kala itu ia mendapati tunas pisang ternyata cukup kuat untuk mengangkat batu yang terdapat di sekitar pohon. Pengamatan ini pula yang kian membulatkan tekadnya untuk menjadi peneliti.

“Saya juga sering amati tunas pisang di kebun di belakang rumah, itu kekuatannya cukup juga kalau ada batu itu kadang batu bisa terangkat juga. Dari sana saya cita-cita jadi ingin peneliti,” ucapnya.

Menginjak remaja, ketertarikan Thomas terhadap tumbuh-tumbuhan justru beralih ke ranah astronomi. Ketika duduk di kursi kelas 3 SMP, ia banyak mendapat informasi mengenai astronomi saat membaca majalah Mekatronika.

Salah satu edisi majalah yang membahas piring terbang (UFO) dan keberadaan alien, makhluk lain di luar Bumi semakin membuatnya penasaran. Di titik inilah Thomas kemudian ‘banting stir’ dan berniat mempelajari astronomi lebih dalam.

Lepas SMP, pria kelahiran 23 Januari 1962 ini melanjutkan studnya di SMAN 2 Cirebon. Rasa penasarana terhadap teka-teki dunia luar angkasa semakin besar dalam benaknya.

Ditambah koleksi buku-buku di perpustakaan sekolah membuat rasa penasaran terhadap UFO dan alien semakin membuncah. Ia menuturkan beberapa kali meminjam buku dari perpustakaan yang kerap mendapat asupan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat.

“Jadi saat itu banyak ingin tahu juga, apalagi saya menemukan di perpustakaan buku yang menarik terkait pertanyaan apakah piramida lalu patung-patung di Pulau Ester itu buatan manusia atau itu mengarah bukan buatan manusia tapi buatan alien,” ucapnya.

Asupan informasi inilah yang kemudian memunculkan gagasan untuk membuat tulisan mengenai penjelasan UFO dari sudut pandang agama. Terlebih ia juga selama ini senang mempelajari seluk beluk Islam.

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190902095525-199-426711/thomas-djamaludin-mimpi-jadi-peneliti-berakhir-di-astronomi/2

Debut riset pustaka astronomi membawa ke Jepang

Tak cukup hanya lewat studi literatur, Thomas mengenang awal mula ketertarikannya di dunia astronomi mendorongnya untuk membuat riset pustaka sederhana mengenai antariksa.

Dalam debut pertamanya, ia memberanikan diri untuk mengirim tulisan ke redaksi majalah. Tak dinyana, tulisannya mengenai astronomi justru berhasil dimuat di majalah.

“Di situ mulai minat terhadap astronomi, jadi yang tadi dari tumbuhan dan keantariksaan secara umum kemudian lebih fokus ke astronomi. Dan waktu itu tulisannya jadi dimuat di majalah, saya tidak tahu penulis redaksinya apakah dia tahu penulisnya anak SMA kelas 1,” kenang Thomas sambil tertawa.

Usai dinyatakan lulus dari SMAN 2 Cirebon, di tahun 1981 Thomas melanjutkan studi Strata 1 di Institut Teknologi Bandung jurusan astronomi melalui jalur PP II (Proyek Perintis II) — sejenis PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan).

Disela perkenalan mahasiswa baru, pria berkacamata ini mengenang saat itu hanya ada lima mahasiswa astronomi. Ketika ditanya soal motivasi memilih jurusan astronomi, dengan mantap ia mengatakan ingin membuktikan ayat dalam Alquran yang menjelaskan alam semesta.

“Motivasi utama saya selain minat karena ada ayat Al-Quran yang terkait dengan alam semesta itu menarik misal surat An-Nur. Artinya, Allah itu cahaya bagi langit dan Bumi, belakangan saya mengetahui makna ayat itu jadi Allah memberi cahaya pada langit dan Bumi maka kita mengetahui objek yang jauh, bintang secara fisis,” terangnya.

Ayat Alquran yang memuat penjelasan terkait alam semesta pula yang mendorong Thomas untuk mengimplementasikan ilmu astronomi untuk menghitung awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Selain melakuan perhitungan berdasarkan ilmu astronomi, ia juga mengatakan berguru ke salah satu dosen di Universitas Islam Bandung untuk mempelajari korelasi antara ilmu astronomi dan agama yang dianutnya.

Thomas mengenang hal menarik lain yang diterimanya saat tengah merampungkan studi akhir. Seorang temannya yang bekerja sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) di LAPAN menginformasikan lowongan pekerjaan yang tengah dibuka.

Kendati sempat ragu, Thomas tak mau melewatkan kesempatan begitu saja. Ia akhirnya mencoba melamar pekerjaan tersebut. Tak diduga, ia justru mendapat respons positif dari kepala LAPAN saat itu.

“Jadi ditawarin tapi saya belum lulus sudah ditawarin masuk ke LAPAN dan waktu itu langsung diajak menghadap kepala LAPAN di Bandung. Saya katakan “Saya belum lulus, saya masih mengerjakan skripsi” kata beliau, “Sudah anggap lulus saja”,” ucapnya.

Tanpa berpikir panjang, dia langsung menerima tawaran itu dan mengikuti tes CPNS LAPAN. Setelah melalui serangkaian tes hingga akhirnya dinyatakan lulus sebagai CPNS. Tak lama ia kemudian menghadap dosen pembimbing di ITB untuk memberi tahukan kabar baik tersebut.

Hanya saja bukan respons baik yang diterimanya, dosen pembimbingnya itu justru tak menyukai kabar gembira tersebut. Ia bahan sempat diminta untuk menghentikan bimbingan skripsi dengan sang dosen lantaran telah dinyatakan diterima di LAPAN. Thomas kemudian mengetahui jika sebenarnya ia hendak dipromosikan menjadi dosen astronomi usai dinyatakan lulus dari ITB.

“Saya baru tahu bahwa pembimbing saya mau mengusulkan saya jadi dosen di astronomi ITB. Pembimbing saya bilang, “Berhenti saja lah bimbingannya,” saya jadi bingung juga sudah diterima di LAPAN kalau tidak lulus ya percuma. Tapi akhirnya di rapatkan ditingkat jurusan kemudian dosen-dosen yang lain bisa memahami,” ucapnya.

Selang sebulan setelah dinyatakan lulus Strata 1 pada 1 Oktober 1986, Thomas mengabdi untuk LAPAN dengan menyandang status sebagai ASN. Lima bulan berselang, ia mendapat tawaran beasiswa melanjutkan studi master astronomi di Universitas Kyoto. Tanpa pikir panjang, ia langsung menerima tawaran tersebut.

Di tengah studinya selama dua tahun di Jepang, ia kembali menerima tawaran untuk melanjutkan studi S3 dari universitas yang sama. Ia kembali mengiyakan tawaran tersebut untuk memperdalam ilmu yang sejak lama disukainya itu.

“Saya selesaikan Master dua tahun lalu pembimbing saya mengatakan, “Mau lanjutkan gak ke Doktor?” Wah saya senang sekali dan langsung saya terima tawaran itu,” ucapnya.

Semasa melanjutkan studi di Jepang Thomas mengenang sempat membuat jadwal salat untuk dijadikan pedoman saat beribadah. Kala itu ia mengatakan penentuan jadwal salat hanya tersedia untuk daerah Kobe dan Tokyo. Ia kemudian menghitung dan membuat program jadwal salat untuk semua provinsi di Jepang. (evn)

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190902095525-199-426711/thomas-djamaludin-mimpi-jadi-peneliti-berakhir-di-astronomi/3

Meneropong masa depan studi antariksa Indonesia

Sejak 7 Februari 2014, Thomas didaulat menjadi nakhoda untuk lembaga tempatnya mengabdi selama 32 tahun. Selama itu pula sejumlah mimpi dan harapan disimpan Thomas untuk masa depan dunia antariksa Indonesia.

Dalam kurun 25 tahun kedepan, ia mengatakan Indonesia harusnya bisa membuat satelit dengan roket yang dibuat sendiri. Berkaca pada kesuksesan NASA, Thomas mengatakan sebagai tahap awal Indonesia bisa memulai peluncuran roket untuk mengirim satelit ke orbit Bumi.

“Mimpi kita dalam rencana induk keantariksaan 25 tahun mulai 2016 sampai dengan 2040, Indonesia harus mampu membuat satelit kemudian meluncurkan satelit dengan roket sendiri dan dari Bumi Indonesia sendiri,” jelasnya.

Untuk mewujudkan mimpi terebut, Thomas mengatakan LAPAN tengah mengembangkan Bandara Antariksa mulai dari skala kecil yang targetnya kelak bisa bermitra dengan pihak luar. Menyoal roket, ia menyebut tren ukurannya saat ini tidak harus besar tapi bisa dimulai dari yang kecil.

 

Satelit pun dibuat agak kecil sebab dari segi biaya lebih murah dan persiapan untuk meluncurkan satelit ini lebih pendek.

“Nanti juga [proyek peluncuran sateli] bisa bermitra dengan swasta atau badan usaha udalam pengoperasian bandara antariksa mulai dari skala mkecil kemitraan nasional, skala besar kemitraan internasional,” ucapnya.

Ia mengatakan untuk keberlangsungan misi antariksa maka frekuensi peluncurannya harus memadai, karena biaya yang dikeluarkan sangat mahal.

“Itu [peluncuran satelit dan bandara antariksa] kira-kira mimpi kita 25 tahun ke depan,” pungkasnya.

Astronomi dan kehidupan pribadi

Kecintaannya yang dalam terhadap dunia astronomi juga terbawa hingga ke kehidupan pribadi. Ia mengadopsi nama-nama planet, bulan, hingga galaksi bima sakti untuk ketiga anaknya.

Thomas menuturkan anak pertamanya yang bernama Vega Isma Zakiah diambil dari nama bintang rujukan pada fotometri (Vega) dan Isma yang merupakan insterstelar meter.

Sementara anak keduanya yang lahir di Bandung diberi nama Gingga Ismo merupakan gabungan Gingag yang berarti galaksi bima sakti dan Ismo yang merupakan interstelar medium.

“Anak kedua saya mengambil nama Gingga dari bahasa Jepang yang berarti sungai perak, galaksi bima sakti (milky way). Sementara Ismo yang berarti insterstelar medium juga menjadi topik penelitian studi S3 saya,” jelasnya.

Keberadaan planet ‘tetangga’ Bumi, Venus menjadi sumber inspirasi untuk anak ketiganya. Thomas menggunakan anma Venus Hiakaru Aisyah untuk anak ketiganya yang juga lahir di Bandung. (evn)

Tinggalkan komentar