ASTRONOMI MEMBERI SOLUSI PENYATUAN UMMAT


Prof. Dr. Thomas Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi Astrofisika

Deputi Sains, Pengkajian,dan Informasi Kedirgantaraan

LAPAN

(Booklet ini diterbitkan LAPAN — Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional — sebagai kontribusi untuk menyelesaikan perbedaan hari raya dan menjadikan kalender Hijriyah sebagai kalender yang mapan dalam kehidupan masyarakat. Isi buku sama dengan link di bawah ini, dengan sedikit pengeditan format. Format PDF, silakan didownload di halaman bawah)

Kata Pengantar

            Perbedaan penentuan hari raya di Indonesia sudah sering terjadi dan berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat bila ada faktor pemicu lain yang muncul atau dimunculkan. Oleh karenanya ummat Islam berharap segera adanya solusi untuk menyatukannya. Benar, perbedaan pendapat adalah rahmat yang memacu penggalian pengetahuan secara komprehensif, tetapi penyatuan lebih menentramkan.

Penyelesaian perbedaan penentuan hari raya bukan dengan mendialogkan perbedaan dalil tentang rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan), karena itu terbukti tidak pernah tercapai kesepakatan. Kini yang perlu dilakukan adalah mencari titik temunya. Astronomi bisa digunakan untuk menemukan titik temu tersebut dengan tetap berpijak pada dalil-dalil syar’i.

LAPAN sebagai lembaga litbang pemerintah bidang keantariksaan yang mempunyai kompetensi astronomi tergerak untuk memberikan solusi terhadap masalah penyatuan ummat tersebut. Pendekatan astronomi digunakan untuk pemahaman dalil Al-Quran, keluar dari perdebatan pemaknaan hadits yang menjadi fokus sumber perbedaan. Kemudian astronomi juga dimanfaatakan untuk mencari titik temu antara faham rukyat dan hisab dengan konsep kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat).

Berdasarkan tawaran titik temu tersebut, kita semua diajak untuk membangun sistem kalender Hijriyah yang mapan yang setara dengan sistem kalender Masehi. Penyatuan di tingkat nasional akan menjadi contoh untuk memperluas di tingkat regional dan global.

 Jakarta, 8 Agustus 2011/8 Ramadhan 1432

Penulis

I

 Hisab dan Rukyat Setara:

Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang

Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/28/hisab-dan-rukyat-setara-astronomi-menguak-isyarat-lengkap-dalam-al-quran-tentang-penentuan-awal-ramadhan-syawal-dan-dzulhijjah/

II

 Analisis Visibilitas Hilal

Untuk Usulan Kriteria Tunggal Di Indonesia

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/28/2011/07/19/2010/08/02/analisis-visibilitas-hilal-untuk-usulan-kriteria-tunggal-di-indonesia/

III

Kalender Hijriyah bisa Memberi Kepastian

Setara dengan Kalender Masehi

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/28/2011/07/19/2011/01/06/kalender-hijriyah-bisa-memberi-kepastian-setara-dengan-kalender-masehi/

IV

Kita Bisa Bersatu

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/19/2010/08/10/menuju-kalender-islam-indonesia-pemersatu-ummat/

Tentang Penulis

 

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, lahir di Purwokerto, 23 Januari 1962. Lulus dari Astronomi ITB (1986) kemudian masuk LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Bandung menjadi peneliti antariksa. Dan tahun 1988 – 1994 mendapat kesempatan tugas belajar program S2 dan S3 ke Jepang di Department of Astronomy, Kyoto University. Saat ini bekerja di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional)  sebagai Peneliti Utama IVe (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika dan Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan. Sebelumnya pernah menjadi Kepala Unit Komputer Induk, Kepala Bidang Matahari dan Antariksa, dan Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN. Juga mengajar di Pascasarjana Ilmu Falak di IAIN Semarang. Terkait dengan kegiatan penelitiannya, saat ini ia menjadi anggota Himpunan Astronomi Indonesia (HAI), International Astronomical Union (IAU), dan  National Committee di Committee on Space Research (COSPAR), serta anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kemenag RI. Lebih dari 50 makalah ilmiah, lebih dari 100 tulisan populer, dan 5 buku tentang astronomi dan keislaman telah dipublikasikannya. Alhamdulillah, beberapa kegiatan internasional juga telah diikuti dalam bidang kedirgantaraan  (di Australia, RR China, Honduras, Iran, Brazil, Jordan, Jepang, Amerika Serikat, Slovakia, Uni Emirat Arab,  India, Vietnam, Swiss, dan Austria) dan dalam bidang keislaman (konferensi WAMY – World Assembly of Muslim Youth —  di Malaysia). Beristrikan Erni Riz Susilawati, saat ini dikaruniai tiga putra: Vega Isma Zakiah (lahir 1992), Gingga Ismu Muttaqin Hadiko (lahir 1996), dan Venus Hikaru Aisyah (lahir 1999).

Blog: https://tdjamaluddin.wordpress.com/

Format PDF:

Astronomi-Memberi-Solusi-Penyatuan-Ummat-Lengkap

32 Tanggapan

  1. Terima kasih share bukunya. Barakallah.

  2. […] Prof. Dr. Thomas Djamaluddin Profesor Riset Astronomi Astrofisika Deputi Sains, Pengkajian,dan Informasi Kedirgantaraan LAPAN (Booklet ini diterbitkan LAPAN — Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional — sebagai kontribusi untuk menyelesaikan perbedaan hari raya dan menjadikan kalender Hijriyah sebagai kalender yang mapan dalam kehidupan masyarakat. Isi buku sama dengan link di bawah ini, dengan sedikit pengeditan format) Kata Pengantar         … Read More […]

  3. saya buat simple app untuk tentukan posisi bulan dan matahari dgn akurasi penuh sesuai JPL horizon punya.

    Bisa sy share ke bpk untuk di uji coba dan dikritisi. Sy bisa email ke mana? Trims

  4. terimakasih sharingnya semoga bermanfaat
    http://zonedine.wordpress.com/

  5. Pak, apakah buku ini d jual d pasaran,, maksud saya d toko2 buku besar. seperti d Gramedia?

  6. […] 10 Tulisan terbanyak dibaca 2 hari terakhir Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid HisabHisab dan Rukyat Setara: Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah1. T. Djamaluddin (Thomas Djamaluddin)Menuju Kalender Hijriyah Tunggal Pemersatu Ummat Idul Adha 1417 H Mengapa Berbeda Hari antara Indonesia dan Arab Saudi ANALISIS VISIBILITAS HILAL UNTUK USULAN KRITERIA TUNGGAL DI INDONESIA2. Jejak Perjalanan (45 kota di 21 negara di 5 benua)Garis Tanggal Ramadhan dan Syawal 1432Kalender Hijriyah bisa Memberi Kepastian Setara dengan Kalender MasehiASTRONOMI MEMBERI SOLUSI PENYATUAN UMMAT […]

  7. […] Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat […]

  8. Assalamu ‘alaikum

    Sebelumnya saya sampaikan terimakasih yang sedalam-salamnya atas semua tulisan yang telah Profesor buat.

    Kemudian, Apakah Profesor ada data lengkap ketetapan hari-hari raya idul fitri dan idul adha menurut muhammadiyah, Nu dan pemerintah.

    Demikian juga kalau ada Saudi arabiya.
    Minimalnya 10 th terakhir ini, yaitu th 2000 – 2011, syukur kalau yang sebelum itu.

    Kalau ada dengan mengharap saya memohon sebagai bahan kajian bagi saya.
    Saya ingin berpartisipasi membuat tulisan, semoga ada gunanya.

  9. oooo begitu ya Prof.terima kasih atas ilmu yang dibagikan..

  10. […] kalau kriteria imkan rukyat didasarkan pada data astronomi kesaksian hilal. Itulah sebabnya astronomi bisa memberikan solusi penyatuan ummat dengan tawaran kriteria visibilitas […]

  11. Assalamualaikum
    Prof, kalau menentukan pergantian bulan saja perlu dalil agama, tidak akan ketemu bahkan akan memicu terjadinya perbedaan;
    Penentuan pergantian bulan sistem qomariyah domain ilmu pengetahuan yang telah diserahkan oleh nabi kepada kita (antum a’lamu biumuri dunyakum);
    Hadits nabi “shumuu…” itu sebagai sikap pembenaran nabi atas kebenaran ilmiyah saat itu yaitu pergantian bulan (Sya’ban ke Ramadlan) ditandai dengan dapatnya merukyat hilal. Keneran ilmiyah tersebut pada era digital saat ini perlu ditinjau dan diperbaharuai.
    Saat ini kita sudah menemukan ilmu hisab dan telah diterima masyarakat banya. Contohnya penerimaan kita pada Jadwal Imsakiyah dan penetapan pergantian bulan selain Ramadlan dan Syawwal; Tetapi mengapa sebagian kita tidak pecaya pada kalender saat menemukan Ramadlan dan Syawwal ?
    Dari itu saya mengambil kesimpulan bahwa penetapan 1 Ramadlan dan 1 Syawwal adalah ta’abbudi karena sudah ada dalilnya (hadits shaheh), kalau sudah demikian tidak diperlukan lagi hisab, kita tekstualis saja.
    Kalau 2 sistem (hisab dan rukyat) sama-sama kita pakai, maka saat ketinggian hilal kritis, memicu perbedaan. Dari itu satu-satunya jalan adalah memakai hisab saja.
    Pilih buku/sistem yang dianggap paling tok cer;
    Pakai Ijtima’ sebagai kriteria pergantian awal/akhir bulan;
    Daerah yang maghribnya 1 detik sebelum saat Ijtima’ adalah bulan lama, daerah-daerah yang maghribnya 1 detik setelah saat Ijtima’ adalah sudah masuk bulan baru
    Untuk meyakinkan gagasan ini kalau profesor yang mengatakan, akan banyak diiukuti orang;
    Mengabaikan hadits Shumuu,,, tidak kafir atau ingkarus-sunnah hanya tidak tepat jika dipedomani untuk saat ini, itu kebenaran ilmiyah dahulu sebelum masyarakat mengenal ilmu hisab.
    Banyak masalah-masalah yang tidak perlu dalil agama : Contoh; Bagaimanakah membagi waris, jika pewaris hanya meninggalkan satu jenis anak laki-laki saja sebanyak 10 orang, kejadian ini tidak ada dalilnya. tapi hakim agama akan memutuskan bahwa harta warisannya akan dibagi rata pada mereka.
    Lagi :
    Bagaimanakah jika Pewaris hanya meninggalkan 10 anak perempuan saja ?
    Dalam kasus ini dari orang yang bergelar proffesor yang bukan ahli hukum islam dan tukang becak yang tidak bersekolah akan dapat mengatakan bahwa bagian yang adil adalah dibagi sama rata. Itu tidak perlu ayat Al-Qur-an dan tidak perlu hadits;
    Menentukan 1 Ramadlan dan 1 Syawwal tugas ilmuwan, bukan tugas risalah.
    Puasa adalah ibadah, menentukan tanggal 1 bukan ibadah, hanya perlu syarat-syarat logis dan ilmiyah;
    Kalau Prof masih menoleh hadits, selamanya akan bingung.
    Semoga kita semua diberi petunjuk untuk menyatukan ummat islam
    Wassalam wr. wb

    • Sains memudahkan kita dalam memahami hadits tentang penentuan awal Ramadhan. Jangan dikira produk sains adalah hisab yang menjauhkan dari rukyat. Astronomi memandang hisab dan rukyat setara. Salah besar kalau mengira astronomi hanya mementingkan hisab. Astronomi mengembangkan hisab dengan tetap memperhatikan dalil, maka munculllah usulan kriteria visibilitas hilal atau imkan rukyat. Hanya orang yang tak faham astronomi yang menghendaki hisab mengabaikan rukyat.

      • Penentuan awal Ramadlan itu tidak ada haditsnya, sama halnya dengan 1 Muharram, 1 Safar dan 1 Rabiulawal.
        Hadist “shumuu liru’yatihi …. sebagai sikap nabi yang membenarkan tradisi orang arab saat itu yang menandai masuknya bulan baru incasu Ramadlan dengan termelihatnya hilal. maka nabi mengajak puasa, dan melanjutkan penjelasan, begitu juga nanti kalau kalian telah melihat hilal maka berarti telah masuk 1 Syawwal, maka berbukalah.
        Tidak tepat juga hadist tersebut jika dijadikan dasarkan puasa itu kalau telah melihat hilal, maka bagi daera-daerah yang tidak pernah melihat hilal sama sekali tidak akan dapat memulai puasa. Kalau kita menetapkan penanggalan dengan hisab saja, maka mereka tinggal mengakses kalender.
        Munculnya usulan kriteria visibilitas hilal itu, karena terinspirasi hadits ru’yahtihi tersebut.
        Berpegangan dengan hisab dengan menggunakan paradigma ijtima sebagai titik kulminasi awal/akhir bulan akan banyak kelebihannya daripada menggunakan imkanurrukyat/wujudul hilal dan lain-lain

      • Dengan hisab imkan rukyat pun, semua wilayah bisa tinggal mengakses garis tanggalnya. Salah satunya di http://www.icoproject.org/res.html

  12. Prof. “Imkanur rukyat” tidak ada landasan qoth’iy. Walaupun shaheh tidak tepat kalau hadits “shumuu lirukyatihi…” itu dijadikan dasar penentuan pergantian bulan untuk saat ini. Hadits itu hanya pembenaran nabi saat masyarakat tidak memahami ilmu hisab. masalah pergantian bulan itu domain ilmu pengetahuan yang urusannya diserahkan kepada kita. Kita tidak jadi kafir atau murtad karena tidak menggunakan hadits tersebut untuk pedoman penetuan pergantian bulan.
    Fenomena IJTIMA’ sebagai dasar penentu batas awal dan akhir bulan, memiliki kelebihan-kelebihan dari pada paradigma lainnya;

    • Iptek tak harus meninggalkan dalil syar’i. Kalau iptek bisa membantu menjelaskan dalil syar’i, mengapa harus dipisahkan? Sebagai bandingan, jadwal shalat dibuat atas dasar interpretasi astronomi tentang fenomena batas awal waktu shalat. Itu imkan rukyat fenomena matahari yang dikaitkan dengan jadwal shalat. Mengapa harus mencari parameter lain, semacam ijtimak, kalau parameter imkan rukyat awal bulan yang merupakan tafsir kuantitas dalil syar’i bisa dilakukan secara astronomis? Kini banyak pakar astronomi belajar fikih untuk bisa menerapkan ilmu astronomi dalam penentuan waktu ibadah. Mengapa yang sudah “makan asam garam” soal hukum Islam akan meninggalkan dalil syar’i hanya karena melihat kemudahan hisab astronomi? Astronomi dan fikih bisa diselaraskan, jangan dipertentangkan.

      • Sama sekali tidak bermaksud mempertentangkan ilmu pengetahuan dengan dalil syar’i apalagi Astronomi. Hanya saja kalau astronomi juga mengkretiriakan adanya visibilitas hilal sebagai pergantian bulan, menurut hemat saya tidak terlalu tepat. Fenomena IJTIMA’ itulah yang lebih rasionil sebagai batas pergantian bulan qomariyah, saatnya hanya satu di seluruh dunia terjadi sebulan sekali, setahun 12 kali.
        Dengan berpedoman saat IJTIMAK sebagai batas awal dan akhir bulan qomariyah, maka saat kita membuat garis tanggal, ibarat orang membuat lin/garis lapangan tennes, maka garis yang kita bikin tipis sekali, sehingga tidak banyak bola mati yang jatuh di lin/garis tersebut. bahkan kita dapat menggunakan hitungan detik. Kota-kota yang terpaut satu detik saja sebelum dan sesudah Ijtima’ sudah dapat kita bedakan hukumnya.

      • Menjadikan ijimak sebagai penentu awal bulan sudah menjadi wacana sejak lama (baik ijtimak qabla ghurub maupun ijtimak qabla fajr), tetapi akan menimbulkan masalah karena itu meninggalkan rukyat yang masih banyak dianut sebagian besar ummat Islam.

  13. Reblogged this on Naneyan's Blog.

  14. […] J: Jurnal astronomi yang menawarkan kriteria imkan rukyat atau visibilitas hilal selalu merujuk pada data kesaksian hilal seluruh dunia. Contohnya, makalah Odeh berikut ini berisi tabel kesaksian hilal yang sahih secara astronomi ( http://www.icoproject.org/pdf/2006_cri.pdf ). Namun kriteria Odeh yang mensyaratkan tebal sabit kurang dikenal oleh ahli falak Indonesia. Maka dengan menggabungkan kriteria yang ditawarkan beberapa peneliti lain, saya menawarkan kriteria baru yang mempertimbangkan praktek hisab rukyat di Indonesia. Syarat minimal ketampakan hilal (berdasarkan data-data astronomis): (a) Beda tinggi bulan-matahari minimal 4 derajat dan (2) jarak bulan-matahari minimal 6,4 derajat. (Lihat di https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/19/astronomi-memberi-solusi-penyatuan-ummat/ ) […]

  15. […] Silakan sahabat Mawar Merah berkunjung berbagi ilmu untuk pencerahan dan inspirasi di blog T. Djamaluddin […]

  16. […] https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/19/astronomi-memberi-solusi-penyatuan-ummat/ dan yang terkait di dalamnya.. (jika ingin lihat perdebatan antara imkanur rukyat dan wujudul hilal […]

Tinggalkan komentar