Lokakarya Kriteria Awal Bulan: Perwakilan Ormas Islam Bersepakat


T. Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi Astrofisika, LAPAN
Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama RI

Foto: Muthoha Arkanudin (RHI)

Alhamdulillah, langkah maju dicapai dalam “Lokakarya Mencari Kriteria Format Awal Bulan di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Kementerian  Agama RI di Hotel USSU, Cisarua, Bogor, 19 – 21 September 2011.  Lokakarya dihadiri sekitar 40 orang ahli hisab-rukyat dari ormas-ormas Islam, perorangan, dan dari instansi terkait berhasil menyepakati penggunaan kriteria imkan rukyat. Direncanakan sesudah lokakarya yang bersifat teknis ini akan dilanjutkan dengan musyawarah bersama para ulama, lalu disusul dengan musyawarah nasional ormas-ormas Islam. Tujuannya satu,  mempersatukan ummat Islam dalam penetapan kalender hijriyah, khususnya untuk bulan-bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah yang terkait dengan ibadah

Sebagai pembicara pertama, saya memaparkan presentasi “Menuju Kesepakatan Kriteria Awal Bulan Hijriyah”.  Lalu disusul pembicara dari wakil-wakil ormas Islam dan diskusi. Karena masalah utama adalah masih digunakannya kriteria hisab wujudul hilal, maka pemaparan saya juga memfokuskan pada perbandingan hisab wujudul hilal dan hisab imkan rukyat serta rinciannya sampai implementasinya pada membuatan kelender hijriyah global. Perlu diingat, hisab imkan rukyat bukan hanya kriteria ketinggian 2 derajat, tetapi banyak definisi lainnya. Tetapi, kita bisa memilih kriteria yang disepakati, dengan berbagai pertimbangan (bukan sekadar pertimbangan astronomis, tetapi juga aspek kemudahan aplikasinya oleh semua ormas Islam). Inilah perbandingan hisab wujudul hilal dan hisab imkan rukyat:

Wujudul Hilal Imkan Rukyat
Definisi Piringan atas bulan masih ada di atas ufuk saat maghrib, setelah terjadi ijtimak Bulan berada pada ketinggian tertentu dan syarat-syarat lainnya yang memungkinkan hilal dapat dirukyat
Dalil QS 36:40, tanpa hadits yang eksplisit QS. 2:185, 9:36, 10:5, 36:39, 2:189Dan banyak hadits
Model Fisis Sederhana,  mengabaikan faktor cahaya senja Lebih maju dengan memperhitungkan cahaya senja
Sifat Statis, cepat usang (obsolete) Dinamis, berkembang sesuai temuan baru
Akseptibilitas Kurang diterima, karena mengabaikan rukyat Mudah diterima karena merupakan titik temu hisab dan rukyat
Dampak Selalu terjadi perbedaan saat posisi bulan rendah Tidak terjadi perbedaan, karena hisab dan rukyat diselaraskan
Trend Internasional Mulai ditinggalkan, kecuali Ummul Quro Banyak digunakan dalam konsep kalender  global (e.g. IICP, UHC)
Potensi untuk kalender global Lemah, karena sudah usang Kuat, aplikastif untuk 2 zona, regional, wilayatul hukmi

Dari pemaparan dan diskusi peserta lokakarya lalu dirumuskan keputusan lokakarya. Sidang perumusan dipimpin oleh Prof. Dr. Susiknan (wakil dari Muhammadiyah) dan Dr. Izzuddin (Wakil dari Nahdlatul Ulama). Ada langkah maju dari lokakarya ini. Berbeda dengan pertemuan serupa pada 1998 (saat itu Muhammadiyah tidak bersepakat), walau diawali dengan diskusi yang cukup panas namun tetap dalam suasana ukhuwah akhirnya para lokakarya saat ini semua peserta menyepakati kriteria imkan rukyat.

Berikut ini isi kesepakatan itu:

Pertama              :

1. Memantapkan implementasi keputusan USSU Tahun 1998 dengan perubahan sebagai berikut:

a. Kriteria yang digunakan dalam penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia adalah posisi hilal yang menurut hisab hakiki bit-tahqiq memenuhi kriteria imkan rukyat.

b. Kriteria imkan rukyat yang dimaksud pada huruf a di atas adalah kriteria “Dua-Tiga/Delapan”, yaitu: pertama, tinggi hilal minimal 2 derajat dan, kedua, jarak sudut matahari dan bulan minimal 3 derajat atau umur bulan minimal 8 jam.

c. Khusus untuk penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah digunakan kriteria sebagaimana huruf a dan didukung bukti empirik terlihatnya hilal.

d. Istilah-istilah teknis hisab-rukyat dan definisi operasionalnya terkait penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia adalah sebagaimana terlampir.

2. Penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah dilakukan dalam sidang Isbat yang dipimpin oleh Menteri Agama RI.

3. Untuk mewujudkan kesatuan Kalender Hijriyah Indonesia perlu dilakukan langkah-langkah konkrit sebagai berikut:

a. Membentuk Tim Kerja Penyatuan Kalender Hijriyah Indonesia.

b. Mengkaji berbagai literatur yang berkembang dengan melibatkan para ahli yang terkait.

c. Melakukan kajian obsevasi hilal secara kontinyu.

d. Melakukan penyusunan naskah akademik dengan pendekatan interdisipliner.

e. Menyelenggarakan Muktamar Kalender Hijriyah Indonesia.

Kedua                :

Mengusulkan kepada Menteri Agama untuk membicarakan secara intensif keputusan lokakarya ini dengan pimpinan ormas tingkat pusat dan MUI Pusat.

Ketiga                :

Mengamanatkan kepada para peserta untuk menjadikan hasil-hasil Keputusan Lokakarya Mencari Kriteria Format Awal Bulan di Indonesia Tahun 2011 sebagai pedoman bersama dalam penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia.

Lengkapnya, silakan download: Keputusan Lokakarya Krietria Awal Bulan – Ditandatangani

168 Tanggapan

  1. Alhamdulillah, langkah yg bagus 🙂

  2. satu langkah besar…”kebersamaan” itu lebih indah daripada ‘perbedaan itu rahmat’…terus maju khazanah Falaqiyah/Astronomi…demi Ummat.

  3. alhamdulilah …
    semoga ijtihad ini menjadi sesuatu yang membawa Berkah

  4. Alhamdulillah satu langkah maju yg signifikan. salam, asz

  5. Alhamdulillah….langkah awal yang positif guna menyatukan penanggalan kalender Islam.

  6. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
    Semoga tidak ada yang menghalangi pada langkah yang akan datang آمِيّنْ.. آمِيّنْ.. يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْن..آللّهُمَ آمِيـّن

  7. Alhamdulillah… Semoga dpt menyatukan kaum muslimin dlm beribadah (berpuasa & berhari raya), aamiin..

  8. semoga terwujud kesatuan dan persatuan umat islam sebab keluar dari perselisihan adalah dicintai atau disunnahkan dari pada mengedepankan perbedaan, kita tunggu realisasinya……………

  9. Memang kalau kriteria wujudul hilal yang kita pakai, kita bisa menjadi sekuler, karena tidak perlu melakukan rukyat. Sering orang membandingkan dengan waktu-waktu shalat yang di jaman sekarang tidak perlu melihat matahari lagi, cukup dengan jam tangan. Akan tetapi orang lupa, bahwa hal itu bukannya tanpa kriteria falaki yang disepati berdasar dalil-dalil syar’i. Semoga dengan tercapainya kesepakatan kriteria di atas, tidak ada lagi perbedaan yang “meresahkan” umat. (Asal semua konsisten dengan hasil kesepakatan). Semoga.

  10. pak thomas, mohon izin untuk diposting di http://www.islamedia.web.id ya ?

    • Silakan di-share untuk membangun semangat persatuan.

      • semangat pemersatuan?? tolong prof. ajari saya, apakah tulisan dan pernyataan anda beberapa hari lalu dan juga yg sekarang, apakah bernada ajakan untuk bersatu atau bersatu dlm artian MELAWAN ormas tertentu??

        tulisan anda pun sangat berbeda dengan isi pemberitaan yang ada di republika tgl. 22/09/2011.

        Semoga kita semua dijauhi dari sikap angkuh dan sombong.

        ini copas dari orang yg sebut dlm tulisan anda saat ini:

        Susiknan Azhari commented :
        Aww. Pak Thomas Ysh, kenapa bapak tidak hati2 menyamtumkan nama seseorang. Saya merasa data bapak tidak akurat. Ketiika acara tersebut bapak hanya datang melempar persoalan setelah itu pergi dan tidak mengikuti acara sampai selesai. Padahal banyak hal yang ingin didiskusikan. Apalagi tulisan bapak di atas sangat memojokkan salah satu ormas. Tolong dibaca ulang notulensi lokakarya secara utuh agar tidak terjadi fitnah diantara kita. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab

      • Hal terpenting, bagian akhir keputusan lokakarya yang ditandatangani Prof. Susiknan itu berbunyi “Mengamanatkan kepada para peserta untuk menjadikan hasil-hasil Keputusan Lokakarya Mencari Kriteria Format Awal Bulan di Indonesia Tahun 2011 sebagai pedoman bersama dalam penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia”. Sebagai ketua Tim Perumus dan penandatangan dokumen, Pak Susiknan pasti sadar dengan apa yang dirumuskannya. Itu sangat baik bagi penyatuan ummat. Tidak mungkin penandatangan yang mengamanatkan lalu khianat dengan amanatnya. Saya tidak ingin adanya sifat “bila berjanji khianat”. Saya yakin, Pak Susiknan jauh dari sifat itu.

      • Lambang kerajaan & stempel kerajaan JAHIL Liyah koq tidak ada bos..kil bulusen soiro… Sikil bulusen digosok loro.

      • awalnya saya simpati sama pak thomas, sekarang tidak lagi.

  11. Alhamdulillah 🙂

  12. الحمد للّـــــــــــــــــــــــه ربّ العالمين…….
    Sejarah persatuan umat Islam telah dimulai.
    Dan Anda-lah penggeraknya, Prof!
    اللـــــه يبارك فيكم……

    Salam hormat dari penikmat tulisan-tulisan Bapak.

    Jauhar Alfatih, Tambakberas Jombang.

  13. alhamdulillah

  14. semoga dg adanya forum seperti ini, umat agama di indonesia,semakin harmonis dan teguh.

  15. alhamdulillah,kalau begini kan indahnya ukhuwah islamiyah itu

  16. Prof….tolong sebutkan banyak hadis (atau satu hadits saja) yg secara eksplisit mendasari metode imkan rukyat (misal 2 derajat) ..?

    • Hadits-hadits semacam “Shuumu li ru’yatih …” menjadi dasar untuk membuat kriteria imkan rukyat. Hadits itu dimaknai, kalau pun didasarkan pada hisab, hisabnya harus mendasarkan pada kemungkinan bisa dirukyat. Kriteria imkan rukyat adalah titik temu faham yang menginginkan rukyat dan faham yang membolehkan hisab. Soal pilihan kriteria 2 derajat atau lainnya, itu hanya masalah teknis kesepakatan batas bawahnya.

      • makasih Prof penjelasannya, meskipun saya termasuk orang yg blm bisa memahami hadits tsb secara EKSPILISIT dpt dipahami sebagai dasar imkanu rukyat. Berarti masih tergantung tafsir masing-masing.

      • Nama negara : Kerajaan JAHIL Liyah Ondesia
        Nama Raja: Yg dipertuan Agoeng Tan sri Dajjaludin bin Luciferuddin
        Hari kemerdekaan: Hari raya Imkanu rukyat, 2 syawal 1432H

      • saya paham sekali ini….sangat jelas…

  17. Alhamdu lillahi robbil ‘alamin

  18. Alhamdullilah, “Lokakarya Mencari Kriteria Format Awal Bulan di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI di Hotel USSU, Cisarua, Bogor, 19 – 21 September 2011. telah membuahkan hasil. Terlepas siapa yang salah dan benar, yang benar pasti hak Allah. Semoga umat Islam Indonesia bertambah pintar dan kritis. Amien.

    • Kita selalu berfikir, bukan mencari pihak yang salah dan yang benar, tetapi mencari solusi yang terbaik. Alhamdulillah, dalam diskusi yang dikemukakan adalah argumentasi untuk mencari yang terbaik. Kalau pun ada tanggapan yang bersifat pandangan organisasi, umumnya secara tidak langsung tetapi diskusi diarahkan untuk membahas dari aspek teknis hisab rukyat yang semestinya bersifat sama untuk semua ormas Islam. Aspek astronomis hisab rukyat yang termasuk rumpun keilmuan sains memang bersifat universal.

      • Terima kasih Prof. pencerahaanya. Saya sependapat bukan mencari pihak mana. Saya masih perlu pencerahan dan belajar lebih banyak lagi dari Prof. , mana solusi yang BENAR, untuk beribadah (wajib/puasa). Cukupkah dari solusi terbaik menurut (sebagian) para ahli, atau suara tebanyak, untuk saya ikuti. Salam,

      • ini ada komentar pak Suksinan di FB menanggapi status pak akhmad syaikhu.. semoga kita terhindar dari kebohongan atau menyembunyikan sesuatu :
        Susiknan Azhari Kawan2 yang terhormat, khususnya akhi Akhmad Syaikhu tolong dicek ulang kutipan di atas “bahwasanya Taufik (Prof. Dr. Taufik Hidayat, astronom senior ITB)”, apakah ini sama dengan teks aslinya? agar tidak terjadi kesalah pahaman. Apalagi salah menyebut nama orang nanti akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Oh ya keputusan lokakarya tersebut harus dipahami secara utuh agar tidak terjadi kesalah pahaman. Pada awal rapat tim perumus memamahi bahwa acara tersebut tidak mungkin memutuskan tapi hanya merangkum apa yang terjadi dalam diskusi selama dua hari. Tim bersepakat 2 poin rumusan yang disepakati harus dilaksanakan secara bersama. Jadi bukan 2, 3, 8 yg pokok justeru poin kedua yaitu membangun Kalender Islam yang bisa diterima semua pihak. Kemudian hasil kerja tim disampaikan dalam pleno dengan berbagai perubahan. Muhammadiyah yang diwakili oleh Dr. H. Ma’rifat Iman tidak ikut menyetujui. Pada saat pleno saya menyampaikan jika keputusan ini nasibnya sama dengan keputusan 1998 hanya untuk kepentingan sesaat saya mohon “dissenting opinion” terhadap hasil tersebut. Saya sangat terkejut dengan artikel pak Thomas yang menjual nama saya atas nama Muhammadiyah. Padahal pak Thomas hanya hadir pada saat menyampaikan makalah setelah itu pergi. Jadi tidak memahami secara utuh. Yang menyedihkan beliau diminta panitia untuk menyampaikan kriteria awal bulan perspektif astronomi tapi malah banyak memasuki wilayah Muhammadiyah dan mengulang-ulang apa yang disampaikan. Para astronom yang hadir sangat menyayangkan. Kita harus menjunjung tinggi kejujuran akademik dan menghormati pihak lain. Marilah kita bangun kebersamaan dengan proses yang benar dan tidak harus menyakiti pihak lain. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

      • Tudak mungkin saya “menjual nama Pak Susiknan atas nama Muhammadiyah”. Ada dokumen tertulis yang ditandatangani Ketua Sidang dan Sekretaris yang bisa dibaca oleh siapa pun. Mengapa hal yang positif demi kesatuan ummat harus dibantah? Secara implisit, Pak Susiknan sebagai ketua Tim Perumus mewakili Muhammadiyah, karena pada saat sidang Pak Susiknan tidak melepaskan jabatan sebagai anggota majelis tarjih Muhammadiyah dan pendapat-pendapatnya pun mencerminkan pendapat Muhammadiyah, bukan pendapat sebagai ilmuwan yang independent. Siapa pun tahu pemilihan ketua dan sekretaris sidang dimaknai agar dua ormas besar tampak rukun menyepakati suatu keputusan penting. Dalam suatu musyawarah, keputusan yang ditetapkan menyatakan keputusan bersama, kalau pun bukan seluruhnya, tetapi sebagian besar menyetujuinya. Saya memang tidak mengikuti secara langsung diskusinya, tetapi saya mendapat informasi dari teman-teman yang ikut secara penuh.
        Hal terpenting, bagian akhir keputusan lokakarya yang ditandatangani Prof. Susiknan itu berbunyi “Mengamanatkan kepada para peserta untuk menjadikan hasil-hasil Keputusan Lokakarya Mencari Kriteria Format Awal Bulan di Indonesia Tahun 2011 sebagai pedoman bersama dalam penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia”. Sebagai ketua Tim Perumus dan penandatangan dokumen, Pak Susiknan pasti sadar dengan apa yang dirumuskannya. Itu sangat baik bagi penyatuan ummat. Tidak mungkin penandatangan yang mengamanatkan lalu khianat dengan amanatnya. Saya tidak ingin adanya sifat “bila berjanji khianat”. Saya yakin, Pak Susiknan jauh dari sifat itu.

  19. Betapapun besar rahmat yang kita dapatkan karena mengawali puasa dan melaksanakan shalat Idul Fithri maupun Idul Adha pada hari yang berbeda, barangkali akan lebih besar rahmat yang kita dapatkan apabila kita bisa mengawali dan mengakhiri puasa juga berhari raya pada hari-hari yang sama. Alhamdu lillah, meskipun tidak mudah langkah2 awal sudah terlampaui. Kabar gembira bagi bangsa..

  20. …semoga segera ada tajdid ulang di MTT PP M…

  21. Mestinya MD diwakili oleh Prof. Syamsul Anwar. shg, akan terjadi diskusi ilmiah yg baik antara konsep wujudl hilal & imkan rukyat.

    Kalau dpt mohon penjelasan dari Prof. Thomas bgmn istinbath hisab kalender dg dali2 ini : QS. 2:185, 9:36, 10:5, 36:39, 2:189 Dan banyak hadits. Shg, kita dpt mengetahui apakah masih ada ayat Al Quran yg ditinggalkan atau tdk? kalau semua ayat sdh dimasukkan, insyaAllah konsep yg dihasilkan telah kokoh. tapi…kalau belum, insyaAllah bakal roboh oleh yg memperhatikan AQ-Sunnah-Ijma-Sains scr holistik.

    • Utusan ormas-ormas Islam yang hadir adalah para ahli hisabnya, yang betul-betul faham aspek teknis hisab rukyat. Utusan ditentukan oleh ormas masing-masing. Terkait dengan ayat-ayat Quran yang saya sebutkan, saya hanya mencantumkan beberapa ayat kunci yang mewakili ayat-ayat yang serupa. Masih ada ayat-ayat lain yang semakna dengan itu.

      • Pak Thomas…mohon kalau ada penjelasan istinbat hisab kalender dg imkan rukyat bds ayat2 tsb & hadits, biar sy pelajari dahulu.

        Setahu sy jawaban ini

        “saya hanya mencantumkan beberapa ayat kunci yang mewakili ayat-ayat yang serupa. Masih ada ayat-ayat lain yang semakna dengan itu”

        bukanlah sebuah istinbat.

        Sy ingin melihat bgmn pemahaman thd makna tersurat dari setiap ayat, kmd bgmn menghubungkan satu ayat dg ayat yg lain, apakah dg deduksi, induksi, ataukah analogi.

  22. semoga segera ditindak lanjuti dengan pertemuan yang lebih besar lagi, terutama seluruh ketua dari seluruh ormas, sehingga dapat menemukan keputusan yang tepat bagi seluruh umat Islam di Indonesia

  23. Alhamdulillahirrobbil ‘alamin, bukan saya saja yang rindu kesepakatan ini. Berarti mulai1 Muharram 1433 H tahun ini diikuti dengan Hari Raya Islam yang lain, akan dirayakan serentak oleh umat Islam, minimal di negara kita ini, Aamiin

  24. Bapak Jamaludin yth..alhamdulillah sy pun ikut bersyukur langkah maju ini..moga mempersatukan umat. Ada pertanyaan dr sy pak, apabila posisi hilal lebih dari 2 derajat atau katakanlah 3 atau 4 derajat, dan pada waktu itu tidak terlihat hilalnya karena mendung dsb, maka apakah sudah tanggal satu atau digenapkan? karena menurut hadist itu digenapkan.terima kasih

    • Ada 2 kemungkinan. Pertama, diisitikmalkan, artinya bulan yang berjalan digenapkan jadi 30 hari. Kemungkinan kedua, kriteria imkan rukyat bisa digunakan untuk menetapkan bahwa besok sudah masuk tanggal. Kemungkian kedua ini didasrkan pada rukyat jangka panjang sebelumnya dan didukung fatwa MUI tahun 1981. Alternatif kedua ini yang saya usulkan untuk memberikan kepastian dalam penggunaan krietaria bersama. Inilah salah satu jalan tengah antar-ormas Islam. Satu sisi Muhammadiyah diminta mengubah krietria wujudul hilal menjadi kriteria imkan rukyat. Pada isis lain NU diminta bisa menerima kriteria imkan rukyat untuk menjadi dasar penetapan awal bulan berdasarkan rukyat jangka panjang yang sudah dinyatakan pada kriteria. Namun saya tidak terlalu khawatir dengan tentang hal itu, karena dalam prakteknya, kalau posisi bulan sudah di atas 2 derajat ada saja saksi yang melihatnya, walau seacar astronomi meragukan tetapi secara syar’i bisa diterima. Itu yang sering saya sebut sebagai “hilal syar’i”. Kriteria imkan rukyat memang baru sebatas kesepakatan, belum sepenuhnya berdasarkan kriteria visibilitas hilal secara astronomi. Kalau krietria 2 derajat ini bisa diteria, kita apresiasi saja sebagai jalan awal untuk persatuan. Nanati kriterianya akan disempurnakan lagi melalui dialog-dialog selanjutnya.

      • Pak Jamal, mengapa ada alternatif diisti’malkan?, kalau konsinten dgn imkanu rukyat 2 derajat seharusnya besoknya tgl baru. Jika tidak konsisten maka metode imkanu rukyat sama saja tidak bisa memberikan kepastian.
        Apakah betul NU sudah sepakat dengan imkanu rukyat?, krn setahu saya, metode hisab bagi NU hanya sebagai petunjuk awal, finalnya tetap tergantung rukyat.

      • Selama masih ada yang berpendapat Hilal harus terlihat mata… Sesempurna apapun kriteria… Akan percuma saja bila ada awan…

        Akan tetap saja ada orang yang berbeda Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha nya…

        Jadi kalo ternyata kemudian Muhammadiyah terkesan kukuh dengan pendapatnya… Sebaiknya yang lain memahaminya dengan lapang dada… Nggak usah diperuncing…

        Saya jadi heran Pak Thomas yang ahli astronomi bisa menerima Penglihatan Halusinasi yang dibungkus supaya bagus dengan istilah “Hilal Syar’i”…
        Apa itu bukan pembodohan Pak ?…

        Terus terang, saya menunggu kapankah Pemerintah dan Ormas selain Muhammadiyah mau mengumumkan Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha nya (dengan kriteria masing-masing) jauh-jauh hari sepertI Muhammadiyah…

        Kalo masing-masing sudah mau dan mampu mengumumkan Jauh-jauh hari… InsyaAlloh masyarakat tidak akan kacau seperti Idul Fitri 1432 kemarin…
        Masing-masing sudah memaklumi jadwal masing-masing…

    • Maksudnya hilal syar’i itu +/- hilal yang dilihat oleh orang yang mengaku melihat hilal, dan pengakuan ini diterima oleh Pemerintah, karena sudah diatas kriteria yang ditetapkan Pemerintah. Hilal ini bukan hilal astronomis, karena tiada astronom yang mampu melihat hilal jika ketinggian 2.xx derajat. Gitu maksudnya Pak Ivan…

      Hal yang kedua, kita tidak perlu khawatir, mengenai awan yang menutup. Karena dari sabang sampai merauke, probabilitas awan menutup seluruh wilayah indonesia saat bersamaan sangat kecil.

      • Walau seluruh indonesia tdk tertutup awan, dan hilal berhasil dilihat,
        Hasilnya tetap sj umat islam tdk memiliki kalender.

        Rukyat tdk mungkin dpt digunakan untuk membuat kalender, yg berisi 12 bulan bersifat prediktif.

        Rukyat hanya mampu menghasilkan kalender sebulan dg 29 hari di dlmnya…sebulan lg..sebulan lg…sebulan lg. Krn setiap bulan mesti merukay agar dpt ditentukan durasi sebulan kalendernya.
        Kalender macam ini tdk mungkin dpt memenuhi kebutuhan manusia jaman sekarang apalgi di masa yg akan datang.

        Kelemahan fundamental dari rukyat sdh disadari oleh para ahli kalender dunia, baik yg beragama islam maupun yg tdk.

        Sdh sangat jelas, peradaban islam tdk mungkin dibangun kalau rukyat masih ditempatkan sbg penentu awal bulan.

        Kembalilah pd Al Quran, yg di dlmnya tdp keterangan rinci mengenai pembuatan sistem waktu: jam & kalender.

        Al Quran – Sunnah Nabi – Ijma & Sains mesti selaras membentuk satu kesatuan sistem yg utuh.

      • Walau seluruh indonesia tdk tertutup awan, dan hilal berhasil dilihat,
        Hasilnya tetap sj umat islam tdk memiliki kalender.

        Rukyat tdk mungkin dpt digunakan untuk membuat kalender, yg berisi 12 bulan bersifat prediktif.

        Rukyat hanya mampu menghasilkan kalender sebulan dg 29 hari di dlmnya…sebulan lg..sebulan lg…sebulan lg. Krn setiap bulan mesti merukyat agar dpt ditentukan durasi sebulan kalendernya.
        Kalender macam ini tdk mungkin dpt memenuhi kebutuhan manusia jaman sekarang apalgi di masa yg akan datang.

        Kelemahan fundamental dari rukyat sdh disadari oleh para ahli kalender dunia, baik yg beragama islam maupun yg tdk.

        Sdh sangat jelas, peradaban islam tdk mungkin dibangun kalau rukyat masih ditempatkan sbg penentu awal bulan.

        Kembalilah pd Al Quran, yg di dlmnya tdp keterangan rinci mengenai pembuatan sistem waktu: jam & kalender.

        Al Quran – Sunnah Nabi – Ijma & Sains mesti selaras membentuk satu kesatuan sistem yg utuh.

      • Hilal yang sedang dibicarakan… tinggi nya di atas kriteria Pemerintah (2°) tapi belum sampai pada Hasil Minimal Tinggi Hilal para ahli astronomi dalam merukyat Hilal dengan menggunakan peralatan teropong dan kamera yang canggih (katanya di atas 4°)…

        Nah… dari tinggi 2° ~ 4° itu… kalo ada yang ngaku lihat hilal… seharusnya kalo konsekuen dengan Hilal harus terlihat mata… Pak Thomas dan ahli Astronomi lain harus menolak pengakuan ini…
        Jangan terus berlindung dari kata-kata indah “Hilal Syar’i”…

        Kalo mau menggunakan Kriteria Imkan Rukyat… Jangan dibatasi dengan laporan dari wilayah Indonesia saja…
        Dari seluruh penjuru dunia pun (terutama dari sebelah barat Indonesia)… Asal harinya sama… Informasi terlihatnya Hilal dengan kriteria imkan rukyat… Harus bisa Digunakan…

      • Betul Pak Pranoto, saya juga kurang sepakat, kalau membuat kalender harus menunggu ru’yat dulu…

      • wokeh Pak Ivan… berarti 2 s/d 4 derajat ini wilayah halusinasi, harusnya astronom menolak juga persaksian ini, bukan menerimanya sebagai “hilal syar-i”, begitu Pak?

        wokeh… wokeh…

  25. Kenapa ada methode yang simple, sederhana, mudah dan sudah pasti ( tidak imkan lagi) koq malah pilih yg belum pasti (masih kemungkinan) bukankah Agama itu mudah, gampang dan tidak memberatkan….?, apa karena “Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah ?” seperti dlm pelayanan lembaga pemerintah…?

    • Keputusan itu diambil oleh para ahli hisab rukyat yang sudah “kenyang dengan asam-garam” hisab rukyat. Hisab imkan rukyat juga segampang hisab wujudul hilal, ibaratnya hanya dengan beberapa klik tombol komputer, keluarlah hasilnya. Gak percaya? Ayo kita belajar hisab rukyat secara lebih mendalam, asyik koq.

      • Bapak mengatakan “Hisab imkan rukyat juga segampang hisab wujudul hilal, ibaratnya hanya dengan beberapa klik tombol komputer, keluarlah hasilnya”.
        Tapi dalam mempraktekkan hasilnya dlam penentuan awal bulan, ternyata tidak segampang wujudul hilal, terbukti dari jawaban bapak diatas (jawaban pertanyaan pak Harun) yg bapak tidak konsinten (ragu-ragu) menggunakan hasil hisab imkan rukyat dgn masih mnyodorkan pilihan isti’mal padahal sudah memenuhi kreteria imkan rukyat..

      • Kenapa ya, orang2 pada yakin banget wujudul hilal itu perhitungan “pasti”, dan imkanur ru’yah itu masih “mungkin”? Dan masih banyak yang megatakan wujudul hilal itu simple, imkanur ru’yah rumit???

        Lah wong keduanya pakai rumus dan software yg sama… Tinggal klik klik saja programnya…

      • @Nazaruddin Ilham: klo cara menghitungnya memang betul sama-sama mudah, tapi berbeda ketika hasil tersebut digunakan menentukan awal bulan, wujudul hilal lebih simpel dan pasti.

      • Pak Ismun, kalau simple dan pasti itu kan relatif terhadap acuan.

        Kalau acuan 0 derajat dianggap pasti, mengapa acuan 2 derajat tidak dapat dianggap pasti?

      • pak Nazar, yg lbih menjadi permasalahan adalah bagaimana konsistensi untuk mengaplikasikannya dlam penentuan awal bulan. Selama ini pemerintah katanya mengacu sistem imkan rukyat 2 derajat, tapi dalam prakteknya hasil perhitungan dari sistem tsb hanya dijadikan sebagai indikator awal, sedangkan finalnya tetap tergantung hasil rukyat. Itulah yg saya maksud tidak pasti, jadi bukan hitungannya yg tidak pasti tetapi konsistensi penerapannya yg tidak pasti..

      • wokeh Pak Ismun… understand… tararengkiu…

  26. Saya usul kajian ilmiah untuk kriteria Imkanurrukyah juga diagendakan dalam Komite/tim Kalender Islam Indonesia. Misalnya dengan program khusus dari Kemenag untuk membiayai tim-tim rukyatul hilal setiap bulan di beberapa titik di tanah air untuk mengamati secara ilmiah bulan baru, hilal, posisi dan penampakannya. Nantinya data ilmiah inilah yang dijadikan dasar sebagai penentu kriteria awal bulan. Jadi tidak berhenti di 2,3, 8 saja yang merupakan kriteria imkan yang ‘sangat optimis’ jika dibandingkan dengan hasil pengamatan hilal global yang terverifikasi.

    • Mohon sekiranya dpt berpikir jauh lbh maju.

      Targetnya adl satu kalender di bumi. Bukan kalender islam indonesia.
      Silakan dicek di Al Quran, targetnya adl seluruh waktu dpt dipetakan bilangan tahunnya Yunus 5 & Al Isra 12. Ini sangat ideal bagi peradaban manusia.

      Kalau hasil dari metode yg digunakan tdk menghasilkan satu kalender di bumi, pasti ada kesalahan dlm metode tsb.

      Salah satu sifat yg menghasilkan banyak kalender adl metode2 yg bersifat lokal. Jadi, metode lokal sdh pasti bukan solusinya.

  27. Mantap! Alhamdulillah…

  28. Alhamdulillah, semoga menjadi sarana untuk mempersatukan umat dan semua konsisten dengan hasil keputusan.

    Paak, Mohon ijin untuk saya posting di http://kaisnet.wordpress.com sekaligus menautkan Bloknya Bapak sebagai sumber belajar (Ilmu)

  29. […] : https://tdjamaluddin.wordpress.com Share this:TwitterFacebookEmailPrintGoogle SearchLike this:SukaBe the first to like this […]

  30. Alhamdulillah. Semoga perdebatan masalah kriteria ini segera menemukan titik temunya. Terima kasih atas usaha dari masing2 Ormas.

  31. Alhamdulillah, saya sangat bahagia mendengar/membaca berita ini. Apalagi Muhammadiyah (dimana keputusannya sering menjadi pathokan saya karena sifatnya yang “lebih pasti”) mulai memberi tanda untuk mengubah kriteria wujudul hilalnya ke imkan rukyat. Lokakarya ini jauh lebih baik daripada saat sidang isbat kemarin (yg disiarkan secara langsung oleh stasiun TV dan didalamnya terdapat “adegan” yang seharusnya tidak dipertunjukkan secara langsung)
    Namun masih banyak PR yang harus diselesaikan, terutama tentang kriteria di imkan rukyat itu sendiri (sudut, ketinggian, umur bulan dll). Dan hal inilah yang menjadi alasan (menurut yang saya pahami dari tanggapan resmi Muhammadiyah terkait perbedaan 1 Syawal) kenapa Muhammadiyah “belum bisa” mengikuti imkan rukyat pada saat itu (Idul Fitri 1432H)
    Kedepannya, semoga penetapan hari-hari besar Islam dapat mengayomi semua pihak. Apabila masih terjadi perbedaan, maka kedewasaan dalam menghadapi perbedaan itulah yang lebih diutamakan.
    Semangat terus Profesor dalam pengabdian pada dinullah melalui kompetensi anda (astromoni). Semoga anda selalu dalam lindungan dan rahmat-Nya. Mohon maaf yang sebesar-besarnya.

  32. Aww. Pak Thomas Ysh, kenapa bapak tidak hati2 menyamtumkan nama seseorang. Saya merasa data bapak tidak akurat. Ketiika acara tersebut bapak hanya datang melempar persoalan setelah itu pergi dan tidak mengikuti acara sampai selesai. Padahal banyak hal yang ingin didiskusikan. Apalagi tulisan bapak di atas sangat memojokkan salah satu ormas. Tolong dibaca ulang notulensi lokakarya secara utuh agar tidak terjadi fitnah diantara kita. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab

    • Adalah kesalahan mencantumkan nama orang? Mohon sebutkan bagian mana yang dipermasalahkan. Saya hanya mendasarkan pada hasil keputusan lokakarya yang ditandatangani oleh pimpinan sidang. Silakan baca file pdf dengan tanda tangannya.

      • Sy kira..kalau Pak Thomas tdk mengikuti sampai akhir, yg berarti memang tdk terjadi diskusi ilmiah, tdk boleh menyimpulkan MD sdh menyepakatinya.

        Bagi perwakilan MD, itu kesimpulan yg tdk punya dasar.
        bagi warga MD, tentu jadi pertanyaan besar..ini yg benar bgmn?

        Bagi sy sendiri….sangat aneh, krn saat ini MD sdg mengkaji 4 konsep kalender islam global, yg berarti scr pemikiran sdh lbh maju dari metode rukyat, imkan rukyat maupun wujudul hilal itu sendiri, kok dpt berbalik arah dg mudahnya?

        Solusi bagi problem ini hanyalah satu kalender di bumi. tdk ada yg lain.

        Metode rukyat sdh disadari tdk mungkin digunakan sbg metode pembuat kalender.

        Kalau mau menggunakan hisab, mesti didahului dg kajian ushul fiqh hisab kalender. Ini yg belum dilakukan dg cermat. Setelah itu baru bangunan sainsnya dibangun kembali.

      • Mohon klarifikasinya, jadi apakah benar Pak TJ tidak mengikuti seluruh rangkaian acara lokakarya tsb?

      • Saya sebagai narasumber sudah memaparkan sesuai dengan jadwal yang ada. Diskusi tidak harus saya ikuti. Hal yang terpenting yang saya rujuk adalah bukti keputusan yang ditandatangani Ketua Sidang Prof. Dr. Susiknan dan Sekretaris Sidang Dr. Izzuddin. Silakan didownload pdf di bagian bawah artikel tersebut. Mohon Prof. Dr. Susiknan jangan mengingkari hasil keputusan yang sudah ditandatangi. Saya kira tidak ada tekanan untuk menandatangani itu. Dalam dalam lokakarya, wakil Muhammadiyah pun bukan hanya Pak Susiknan. Hasil lokarkarya murni atas dasar pertimbangan hisab rukyat. Pakar hisab rukyat peserta sudah menyepakati atas dasar tanggungjawab akademik substansi keputusan yang dirumuskan. Soal keputusan organisasi yang berbeda, itu masalah lain.

      • Sy kira Pak Susiknan telah menjelaskan dg jelas perihal kesepakatan yg terjadi & soal wakil dari MD, yg sebenarnya tdk terwakili. walau Pak Susiknan jg dari MD, tp kedatangannya bukan atas nama MD. menurut sy cukup jelas ya….

        Kalau Pak Thomas tdk mau memahami sbgmn Pak Susiknan telah jelaskan kejadian yg sebenarnya, yg mesti dilakukan Pak Thomas adl klarifikasi pd peserta yg lain sbg saksi lain. Coba dicek ke bbrp saksi kunci yg hadir saat itu. bandingkan..analisis..& simpulkan.

        Kalau ternyata memang pernyataan Pak Susiknan terbukti, Pak Thomas tdk dpt lg berpendapat seperti itu. Mesti meralatnya.

        Ibarat baca ayat AQ, tapi asbabun nuzulnya diabaikan.
        Pak Thomas krn tdk mengikuti sampai akhir, sdh kehilangan informasi sebab2 yg membuat kesepakatan tsb terjadi.

        Dari sisi kebenaran sebuah informasi, Pak Susiknan memiliki saksi2 yg dpt menopang pernyataannya. shg, kebenaran informasinya kuat.
        sdkn, Pak Thomas hanya didasari atas penafsiran sendiri. perlu disadari kelemahan pendapat Pak Thomas ini.

      • Saya sudah konfirmasi kepada panitia sebelum acara dimulai, apakah wakil ormas yang diundang ditentukan oleh Kemenag? Jawabnya, tidak. Wakil ormas yang ditentukan oleh ormas masing-masing. Kalau pun ada ahli hisab rukyat yang diundang atas nama perorangan, pada diskusi saat saya sebagai narasumber, pendapatnya cenderung bias dengan faham ormasnya. Setahu saya wakil Muhammadiyah yang hadir antara lain: Dr. Ma’rifat (sekaligus menjadi narasumber, seperti foto di atas), Prof. Susiknan (menjadi ketua sidang perumusan hasil lokakarya), Pak Sriyatin, dan Pak Encup. Ketidakhadiran saya dalam diskusi secara lengkap ada hikmah juga, setidaknya untuk menghilangkan kesan seolah hasil keputusan didominasi pendapat saya. Sidang perumusan tanpa saya hadiri ternyata memutuskan untuk menggunakan kriteria imkan rukyat “2,3/8” seperti kriteria yang digunakan pada kesepakatan 1998 dengan beberapa penyempurnaan. Artinya, tanpa kehadiran saya pun, peserta lokakarya memang berkehendak menggunakan kriteria imkan rukyat. Saya tidak faham posisi Pak Susiknan. Di dokumen Keputusan yang dicantumkan di bawah artikel di atas Pak Susiknan menandatanganinya, tetapi terkesan kemudian dipermasalahkan sendiri. Silakan cermati dokumen otentik dengan tanda tangan Ketua dan Sekertatis sidang. Apa makna tandatangan itu? Hanya Pak Susiknan yang bisa menjelaskan. Tetapi saya memaknai, sebagai pakar hisab rukyat semua peserta bersepakat dengan keputusan itu. Itu suatu itikad baik demi persatuan ummat.

      • Satu catatan lagi: Hal terpenting, bagian akhir keputusan lokakarya yang ditandatangani Prof. Susiknan itu berbunyi “Mengamanatkan kepada para peserta untuk menjadikan hasil-hasil Keputusan Lokakarya Mencari Kriteria Format Awal Bulan di Indonesia Tahun 2011 sebagai pedoman bersama dalam penyusunan Kalender Hijriyah Indonesia”. Sebagai ketua Tim Perumus dan penandatangan dokumen, Pak Susiknan pasti sadar dengan apa yang dirumuskannya. Itu sangat baik bagi penyatuan ummat. Tidak mungkin penandatangan yang mengamanatkan lalu khianat dengan amanatnya. Saya tidak ingin adanya sifat “bila berjanji khianat”. Saya yakin, Pak Susiknan jauh dari sifat itu.

      • Stempel/materai dr kerajaan JAHIL liyah mana booss?

  33. Ijin share, Pak. Bulan purnama di bulan Syawal itu sempat menampakkan diri di teras saya, sangat besar,sangat terang. Lalu hari-hari berikutnya saya ikuti hingga lenyap. Jadi ingin melihat rekaman atau dokumentasi bulan. mustikah saya ke Bandung, Prof.?

    • Duh… Kok bisa yah sesama Muhammadiyah berbeda pendapat? Prof. Dr. Susiknan Azhari MA yang ketua sidangnya ini bukan dari Muhammadiyah ya?

      • Eh bener ternyata, Prof Susiknan itu Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah… tapi pendapatnya kok berbeda dengan ketuanya yah (Prof Syamsul Anwar)

      • Pak Nazaruddin, coba baca komentar Pak Susinan di atas…

        Susiknan Azhari, on 28 September 2011 at 07:24 said:
        Aww. Pak Thomas Ysh, kenapa bapak tidak hati2 menyamtumkan nama seseorang. Saya merasa data bapak tidak akurat. Ketiika acara tersebut bapak hanya datang melempar persoalan setelah itu pergi dan tidak mengikuti acara sampai selesai. Padahal banyak hal yang ingin didiskusikan. Apalagi tulisan bapak di atas sangat memojokkan salah satu ormas. Tolong dibaca ulang notulensi lokakarya secara utuh agar tidak terjadi fitnah diantara kita. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab

      • pak Nazar, sudah baca 2 tanggapan dari pak Susiknan Azahari?, beliau ikut acara tsb sebagai utusan UIN Sunan Kalijaga Jogja, bukan mewakili Muhammadiyah sperti yg diklaim oleh Prof. T.Djamaluddin.

      • Ooo… begitu ya Pak Ismun… Wokelah… makasih infonya…

      • Tidak mungkin dilepaskan jabatan sebagai Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Dan sebagai hasil keputusan lokakarya yang perumusannya dibahas bersama semua peserta sidang (di dalamnya banyak juga wakil Muhammadiyah), keputusan itu dinilai sebagai keputusan bersama. Soal Muhammadiyah secara organisasi berbeda pendapat, itu masalah lain.

      • Bagi yang belum kenal Muhammadiyah, silakan banyak membaca tentang Muhammadiyah. Di Muhammadiyah perbedaan antar anggota sangat lazim terjadi dan bukan sesuatu yang dilarang. Sering sekali perdebatan terjadi karena perbedaan itu. Namun, semua itu hanya terjadi dalam forum-forum musyawarah atau rapat. Di luar rapat suasana tetap cair penuh persaudaraan. Di Muhammadiyah, perbedaan pendapat sangat dihargai, sangat wajar terjadi. Mudah-mudahan di organisasi lain pun demikian. Hanya memang, keputusan final tetap pada forum musyawarah. Pendapat pribadi tidak bisa mewakili organisasi.
        Muhammadiyah juga tidak melarang anggotanya mewakili institusi lain, terlebih institusi tempat seseorang bekerja seperti halnya Prof. Susiknan. Memang, sangat sulit posisi Prof. Susiknan menghadapi kondisi demikian. Di satu sisi beliau ber-faham Muhammadiyah, di sisi lain beliau seorang akademisi yang harus bisa bersikap netral secara keilmuan. Namun, alhamdu lillah beliau berhasil mengatasi itu.
        Sayang, justru Thomas Djamaluddin yang bersikap arogan, mau menang sendiri, menganggap sama saja walau Pak Susiknan diutus mana pun tetapi tetap saja beliau orang Muhammadiyah. Nah, ini sikap yang sangat tidak bijaksana, kekanak-kanakan, penuh rasa putus asa, dan jauh dari etika akademik maupun sosial.

      • Untuk Thomas Djamaluddin, mungkin benar beberapa orang yang hadir itu adalah orang Muhammadiyah. Tetapi, apakah kau tahu, mereka diundang atas nama siapa? Kalau atas nama Muhammadiyah, pasti mereka mengantongi surat tugas dari PP Muhammadiyah. Kalau tidak, tentu mereka diundang atas nama lembaga lain atau perseorangan. Jika demikian, mereka tidak bisa dikatakan wakil dari Muhammadiyah dalam forum itu.

      • ini ada komentar pak Prof. suksinan, menanggapi status ustaz Akhmad Syaikhu, Susiknan Azhar:i Kawan2 yang terhormat, khususnya akhi Akhmad Syaikhu tolong dicek ulang kutipan di atas “bahwasanya Taufik (Prof. Dr. Taufik Hidayat, astronom senior ITB)”, apakah ini sama dengan teks aslinya? agar tidak terjadi kesalah pahaman. Apalagi salah menyebut nama orang nanti akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Oh ya keputusan lokakarya tersebut harus dipahami secara utuh agar tidak terjadi kesalah pahaman. Pada awal rapat tim perumus memamahi bahwa acara tersebut tidak mungkin memutuskan tapi hanya merangkum apa yang terjadi dalam diskusi selama dua hari. Tim bersepakat 2 poin rumusan yang disepakati harus dilaksanakan secara bersama. Jadi bukan 2, 3, 8 yg pokok justeru poin kedua yaitu membangun Kalender Islam yang bisa diterima semua pihak. Kemudian hasil kerja tim disampaikan dalam pleno dengan berbagai perubahan. Muhammadiyah yang diwakili oleh Dr. H. Ma’rifat Iman tidak ikut menyetujui. Pada saat pleno saya menyampaikan jika keputusan ini nasibnya sama dengan keputusan 1998 hanya untuk kepentingan sesaat saya mohon “dissenting opinion” terhadap hasil tersebut. Saya sangat terkejut dengan artikel pak Thomas yang menjual nama saya atas nama Muhammadiyah. Padahal pak Thomas hanya hadir pada saat menyampaikan makalah setelah itu pergi. Jadi tidak memahami secara utuh. Yang menyedihkan beliau diminta panitia untuk menyampaikan kriteria awal bulan perspektif astronomi tapi malah banyak memasuki wilayah Muhammadiyah dan mengulang-ulang apa yang disampaikan. Para astronom yang hadir sangat menyayangkan. Kita harus menjunjung tinggi kejujuran akademik dan menghormati pihak lain. Marilah kita bangun kebersamaan dengan proses yang benar dan tidak harus menyakiti pihak lain. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

      • ini balasan dari prof susiknan, plus beliau menyertakan file Undangan dari depag. Jadi Muhammadiyah tidak pecah 🙂
        http://www.facebook.com/notes/susiknan-azhari/hak-jawab-atas-artikel-thomas-djamaluddin-astronomi-islam-21/282736648420953

      • Dalam menilai posisi atau sikap sesuatu, kita mengenal istilah “de facto” (berdasar fakta) dan “de jure” (berdasar hukum). Secara de jure, hanya nara sumber Pak Ma’rifat yang mewakili Muhammadiyah. Tetapi secara de facto, semua peserta lokakarya dan anggota BHR tahu siapa saja yang mewakili ormas-ormas itu, walau yang disebut afiliasi institusi akademiknya. Saya menulis berdasar de facto. Saya akan mencabut pernyataan atas dasar de facto kalau ada surat dari Muhammadiyah yang menyatakan bahwa Pak Susiknan saat itu bukan anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Keberatan atas tulisan saya, faktor utamanya karena Pak Susiknan membela pandangan Muhammadiyah, bukan membela wujudul hilalnya yang saya timbang dengan imkan rukyat secara aplikasi astronomi.

    • Dalam hal ini, seharusnya anda memahami posisi anda. Bagaimana mungkin anda menulis berdasar “de facto”, padahal “faktanya”, anda sudah pulang duluan di acara itu dan tidak sampai selesai?
      Di mana-mana juga yang diakui itu “de yure”, bukan “de facto” boss ….

  34. Fase2 Penentuan Bulan Baru oleh Muhammadiyah:
    1. Fase KH. Ahmad Dahlan,
    2. Fase Imkanur Rukyat (1927),
    3. Fase Ijtimak Qabla al-Ghurub (1937),
    4. Fase Wujudul Hilal (1969), dan…..
    5. Fase Imkanur ru’yah (2011) 🙂

    • he he…., boleh juga humornya….
      kayaknya pak Nazar ini cocok klo jadi jubirnya (jurubicara) pak T.Djamaluddin he he….,canda aja pak Nazar..peace..peace….

    • oh begitu ya sejarahnya…kok selama saya ngaji di Muhammadiyah tingkat daerah tidak pernah dikasih tahu ya…

    • Fase Imkanurrukyat (2001) pada Muhammadiyah kayak’a ngak mungkin deh… karena menurut Muhammadiyah Imkanurrukyat itu sudah usang dan sudah ditinggalkan, hanya dipake tahun 1927-1937 (menurut versi anda)…. Disaat Muhammadiyah sudah lama meninggalkan imkanurrukyat dan sudah menjadi usang, sekarang baju usang Muhammadiyah itu di pakai oleh pemerintah dan dianggap trend oleh Prof. TJ. Pada tahun mendatang ketika Muhammadiyah memutuskan wujudulhilal sudah usang dan beralih ke metode baru, maka pemerintah dan Prof. TJ akan menggunakan wujudulhilal dan mengatakan wujudulhilal sedang trend…… Begitu prediksi saya….

  35. Ini seperti Peribahasa : “Gajah berjuang sama Gajah, Pelanduk mati disana sini” (kalau di tengah tengah pelanduknya hanya sedikit), Gajahnya hanya beberapa ekor, pelanduknya berjuta juta, saya termasuk pelanduknya, tragis

  36. Yang menjadi obyek dari Topik ini adalah BULAN, mari bersama sama kita mundur ke belakang untuk bahan pertimbangan para akhli dalam bidang ini. Bukankah dahulu ekplorasi antariksa dgn awak pesawat oleh manusia (awalnya oleh monyet) sangat ditabukan oleh banyak ulama di Indonesia sampai2 menjadi Dogma?, ketika para Astronot Amerika berhasil “hinggap” di BULAN dianggap nonsen kah, melawan kodrat kah, murtad kah dsb, tidak mau menerima kenyataan ilmiah di depan mata. Bukankah pada Al Qur’an tersirat dan tersurat ALLOH SWT menantang makhluknya untuk “memahami” jagat raya dengan SULTHON????, sayangnya yg mempunyai SULTHON untuk ekplorasi jagat raya adalah KAFIRIN bukan MUSLIMIN.
    Mengacu dan mengaca pada hal tersebut di atas, kita akan tetap “keukeuh” memegang tradisi untuk menentukan BULAN BARU? padahal sekarang kondisi fisik Jagat Raya sudah berubah, Jika setiap tradisi awal harus selalu dipegang teguh, Rakyat Indonesia yang muslim tidak akan ada yang menunaikan ibadah Rukun Islam yang ke 5, karena perjalanan kesana memakai UNTA. Wallohu

  37. Dari pemaparan dan diskusi peserta lokakarya lalu dirumuskan keputusan lokakarya. Sidang perumusan dipimpin oleh Prof. Dr. Susiknan (wakil dari Muhammadiyah) dan Dr. Izzuddin (Wakil dari Nahdlatul Ulama). Ada langkah maju dari lokakarya ini. Berbeda dengan pertemuan serupa pada 1998 (saat itu Muhammadiyah tidak bersepakat), walau diawali dengan diskusi yang cukup panas namun tetap dalam suasana ukhuwah akhirnya para lokakarya saat ini semua peserta menyepakati kriteria imkan rukyat.
    Saya mendapat undangan mewakili kampus tercinta UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan pada saat pembahasan draft saya sampaikan jangan sampai dipolitisir karena wakil Muhammadiyah tidak ada yang ikut dalam keputusan. Pak Thomas boleh tanya kepada semua tim perumus bahwa poin satu dan dua sifatnya “darurat”. Yang harus dilakukan sekarang adalah semua keputusan segera ditindaklanjuti. Jika hal itu tidak dilakukan jangan salahkan pihak lain. Disinilah kejujuran akademik harus dijunjung bersama. Sebetulnya kalau pak Thomas mengikuti hingga akhir tentu persoalannya lebih jelas dan memahami apa yang terjadi di lapangan. Keputusan dibuat ada latar belakangnya. Kalau yang dibaca hanya normatif akibatnya kesalahan memahami sangat dimungkinkan. Oleh karena itu marilah kita bangun kebersamaan dengan penuh kejujuran. Insya Allah kalau kita mulai dengan tulus ikhlas tanpa memojokkan pihak lain. Kalender Islam yang bisa diterima semua pihak segera terwujud. Amin

    • poin satu dan dua sifatnya “darurat” apa maksudnya pak? apa ada tekanan penyelenggara supaya itu dicantumkan? kalau begitu apa artinya pertemuan itu? hanya untuk menghjabiskan anggaran atau untuk menipu diri sendiri?

    • hmmm…makin jelas, prof.Thomas Djamaludin memang profesor dalam hal provokasi ummat.
      Di harian Republika pun tidak disebutkan adanya kesepakatan spt yang anda sebutkan.

      Ada yang menarik, pada point C keputusan Lokakarya berbunyi (COPAS) :
      c. Khusus untuk penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah digunakan kriteria sebagaimana huruf a dan didukung bukti empirik terlihatnya hilal. (minimal saksil yang adil)

      Di sana tertulis SAKSI yang ADIL, itu artinya tidak boleh mengabaikan saksi yang adil jika ia meyakini melihat hilal meski itu dibawah 2 derajat.

      quote:
      “Saya mendapat undangan mewakili kampus tercinta UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”

      T.Djamaludin:
      Sidang perumusan dipimpin oleh Prof. Dr. Susiknan (wakil dari Muhammadiyah)

      Jika anda orang yang tawadhu, sebaiknya anda minta maaf atas kelalaian anda prof, dan tolong anda postingkan “KEPUTUSAN LOKAKARYA MENCARI FORMAT KRITERIA AWAL BULAN HIJRIYAH DI INDONESIA TAHUN 2011” secara utuh di blog anda ini.

  38. ooo, gitu tho,alhamdulillah sudah prof susiknan jelaskan,hal ini perlu dijelaskan biar orang yang nggak mengerti duduk persoalan kayak nazaruddin ilham nggak asal ngomong, saya yakin muhammadiyah tetap istiqomah pake wujudul hilal

    • Sy berharap & berdoa agar MD tdk istiqamah,melainkan terus mencari kebenarannya. Kalau tetap pd posisi ini, belum menyelesaikan persoalan umat islam.

      Kaji terus konsep kalender global.

      Kalender harus dg hisab & global, hasilnya satu kalender di bumi.
      InsyaAllah baru persoalan selesai.

      • saya berharap dan berdoa agar muhammadiyah tetap istiqomah dengan kebenaran yang diyakininya yaitu: wujudul hilal

      • Pak Ari silakan dicek sendiri di MD. skr sdg mengkaji 4 konsep kalender global. bahkan kalau tdk salah, IDL jg sdh disadari harus digunakan.

        Semangat dlm mengikuti suatu prinsip mesti disertai keterbukaan untuk menerima argumentasi & bukti2 dari yg lain.
        Kalau ternyata pihak lain yg benar, mengapa ditolak?

        Kalau MD benar, sy jg akan mengikutinya.
        Bgmn membuktikan metode yg benar?

        Syaratnya menghasilkan satu kalender di bumi. mari kita buktikan scr syar’i & saintifik.

    • kalau istiqomah dengan hasil tarjih yang masih bersifat zhanny…terus dimana tajdidnya……..?????

  39. Saya senang dan bangga akhirnya bisa dicapai kata sepakat. Setelah kesepakatan ini tentu harus ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan lain sehingga kesepakatan benar-benar bisa dijalankan. Insya Allah.
    Kalau Indonesia yang wilayah hukumnya luas dan penduduk muslimnya sangat besar (terbesar?) sudah bersepakat, semoga bisa mendorong atau memotivasi tercapainya kesepakatn internasional mengenai penetapan awal bulan hijriyah ini. Insya Allah.
    Mudah-mudahan di abad ke-15 hijriyah ini kesepakatn internasional bisa terwujud.
    Persatuan dan kesatuan ummat Islam memang suatu keniscayaan yang mesti diwujudkan.

  40. Assalamu’alaikum wr wb. Dari sudut pandang orang awam, sebenarnya persoalannya sederhana saja: masalah kalender yg terkait dengan muamalah dan masalah puasa yg terkait dengan ibadah khos. Kaidah fikih mengatakan: Untuk perkara muamalah hukum asalnya adalah boleh, kecuali ada dalil yng kuat untuk melarangnya. Sementara untuk perkara ibadah hukum asalnya adalah terlarang kecuali ada dalil kuat yng memerintahkannya. Untuk Yth Bpk Pranoto HR, tampaknya diskusi di atas rancu akan kaitan dua perkara pokok tersebut: kalender yg sifatnya muamalah dan awal/akhir puasa yg sifatnya ibadah khos. Harusnya kita mampu mendefinisikan dengan jelas topik permasalahannya:
    1. Dalil mana yang dapat dipergunakan untuk memulai dan mengakhiri puasa romadhon. [ mohon baca: bukan mengawali bulan romadhon/kalender].
    2. Dalil yang rojih tanpa interpretasi adalah: Berpuasalah dengan melihat hilal dan berbukalah dengan melihat hilal, jika terhalang maka kira-kirakanlah atau dlam riwayat lain genapkanlah.
    3. Selanjutnya kita harus mendefinisikan apakah hilal itu? apakah awal bulan? dan apakah bulan baru? itu. Yang jelas hilal adalah isim, berupa lengkung tipis cahaya yang terlihat pada ‘awal bulan’ setelah ‘bulan baru’. Catat: objeknya adalah hilal bukan kriteria…
    4. Baru ketika bicara ‘kira-kirakanlah’ kita masuk pada kriteria. Ini yg perlu didiskusikan lebih lanjut. Tentu kriteria yang dapat untuk memperkirakan terlihatnya objek hilal. Ini kaitannya perkara ibadah bukan muamalah
    5. Kalau mau dipakai wujudul hilal, untuk kalender ya ndak masalah sama sekali selama dalam konteks muamalah bukan ibadah.
    5.

    • Pak Abu ysh..wa alaikum salam

      Perintah puasa mrp perintah dari Allah, yg diungkapkan dlm QS 2:185
      ….Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…….

      Dari ayat di atas, dpt diketahui syarat berpuasa adl keberadaan seseorang dlm bulan ramadhan. Kata syahru dlm ayat di atas menunjukkan bulan dlm kalender, bukan bulan di langit.

      Bgmn cara seseorang mengetahui masuknya bulan ramadhan?
      ya dg melihat kalender, bukan dg melihat hilal di langit.
      Harus ada para ahli, yg membuat satu kalender sbg acuan umat islam sedunia.

      Kata2 yg seakar dg syahru dlm AQ ada 17 ayat, semuanya mengungkapkan aktivitas dg kalender, bukan dlm rangka melihat hilal.
      Salah satu ayat tsb adl 9:36 inna ‘iddatasy syuhuuri…..sesungguhnya bilangan bulan2 di sisi Allah adl 12 bulan.

      Ayat ini turun dlm rangka mengembalikan sistem kalender ke lunar murni, yg tadinya lunisolar. tdk boleh lg ada interkalasi.

      Jelas sekali AQ ‘berbicara’ pada tingkat kalender, yg pembuatannya dilakukan dg petunjuk dari Yunus 5 & Al Isra 12, yg turun di Mekkah, jauh sblm hadits rukyatul hilal muncul. Kalau konsisten mengikuti petunjuk Allah dlm AQ, umat islam akan memiliki kalender, tdk terjebak pd problem penentuan awal bulan.

      Scr ushul fiqh, ayat2 AQ tsb tdk dpt dinasakh oleh hadits rukyatul hilal.
      Dg alasan apa dalil syar’i hisab kalender dlm AQ dpt digantikan oleh dalil penentuan awal bulan dg rukyatul hilal?

      Ibadah sholat, shaum, haji, adl ibadah pokok, yg langsung terkait dg Allah.
      Sdkn, beraktivitas..bekerja…selintas terkait dg kehidupan fisik manusia sj. Namun, itu jg mrp kodrat manusia agar dpt hidup, mengenal Allah dg fisik yg baik, membuat kehidupan dunia lbh baik. itu jg ibadah kpd Allah.
      51:56..Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

      AQ memberikan informasi mengenai pembuatan sistem waktu (Jam & Kalender) dlm Yunus 5 & Al Isra 12 agar dpt digunakan sbg acuan aktivitas manusia, baik ibadah pokok maupun muamalah. Satu kalender di dunia untuk seluruh aktivitas manusia. 2:189…hiya mawaqitu linnas wal hajj.

      Perintah hisab kalender tsb didukung dg perintah rukyat dlm luqman 29
      Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

      Dg rukyat dari luqman 29, umat islam akan memperoleh sains terkait siang-malam, gerakan mthr & bulan, sbg dasar bagi pemodelan gerak mthr & bulan, yg diperlukan dlm hisab kalender.

      Inilah bukti di mana agama & sains menyatu dlm ajaran islam. Saling mengisi membentuk kesatuan pemahaman, dg 2 tujuan: mengenal Tuhan & membentuk kehidupan yg bds wahyu Tuhan di dunia. Ajaran tauhid tdk memisahkan antara ibadah mahdoh & muamalah, semua dlm rangka menuju pd Allah.

      Dari AQ & sains dpt dibuktikan rukyatul hilal sbg penentu awal bulan memiliki kelemahan mendasar, krn targetnya adl satu kalender di bumi.

      Dlm pembuatan kalender, Rukyat fungsinya bukan sbg penentu awal bulan.
      Penempatan yg salah tsb menjadikan umat islam tdk punya kalender.
      Ini mesti dikoreksi scr mendasar.

      Mohon koreksinya.

      • Yth Bpk Pranoto HR,

        QS 2:185: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda . Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan , maka , sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
        Secara sederhana, tanpa perlu penafsiran–‘berpuasa pada bulan itu’– memberikan informasi kepada kita bahwa syariat puasa berada pada bulan Ramadhan. Tidak menunjukkan kapan meng-awalinya. Sebagaimana –‘Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya’– tidak menunjukkan kapan mengakhirinya. Mengawali dan mengakhiri Puasa yang dilakukan pada bulan Ramadhan itu, diterangkan oleh Rasulullah SAW, “Berpuasalah dg melihat hilal dan berbukalah dg melihat hilal”.
        Ini sederhana, dan jelas.

      • Pak Abu ysh…

        mau menjawab lg kok sdh tdk ada tempatnya. Kelihatannya blog ini tdk dirancang buat diskusi yg panjang.
        Apalagi ini di blognya Pak TJ. apa kita dpt diskusi di blog lain yg lbh tepat buat diskusi?

        salam

      • Sy sepakat dari 2:185 tsb memang tdk disebutkan kapan dimulai & diakhiri puasa. Nah disinilah terjadi perbedaan yg mendasar.

        Pak Abu langsung dikaitkan dg hadits, sdgkn sy tetap dg ayat2 AQ penjelasannya.

        Ini kalau diskusi bakal panjang, menyangkut ushul fiqh & sains kalender.

        Enaknya di blog lain sj atau di milis, krn sdh di luar konteks “lokakarya”.

    • Yth. Bpak Pranoto Hr,
      “Ini kalau diskusi bakal panjang, menyangkut ushul fiqh & sains kalender”. Inilah point yg seharusnya dibedakan: Urusan Fiqh Puasa bab mengawali puasa, dengan urusan sains penentuan kalender. Untuk penentuan kalender dalil2 Quran yang bapak sampaikan sangat tepat, dimana Al Quran mengisyaratkan peredaran matahari dan bulan digunakan sebagai perhitungan kalender. Sementara untuk mengawali puasa seharusnya kita menyandarkan kepada dalil2 yang tauqifi. Sekali lagi ranah kalender lebih dekat kepada muamalah, sementara awal puasa adalah ranah ibadah khos.
      Saya khawatir, kalau masih dicampur aduk nantinya akan terjebak meninggalkan hadis shohih, sementara untuk mendukung ‘tafsir kita sendiri’ terhadap ayat. Mungkin lebih lanjut bisa via email: yuliantara@gmail.com. Mohon maaf jk bahasa saya tdk tertata.

      • Fiqh puasa dikeluarkan bds pd ushul fiqh. kita mesti sepakat dulu kaidah2 ushul fiqhnya.

        Kita lanjut via email sj.

  41. Inilah orang yang terlalu bangga dengan Ilmunya, yang terlalu mementingkan nafsunya, kok selalu menjelek2an orang/ormas yang ga sepaham dengan dia , agar kelihatan dia yang lebih hebat, toh kalo benar Muhammadiyah setuju dengan Pemerintah, untungnya Apa bagi Anda, Agar anda mendapat sanjungan dari Orang yang setuju dengan Anda, wah Prof anu emang Hebat??gitu??
    saya bukan orang Muhammadiyah, tapi dari yang saya lihat Muhammadiyah telah banyak memberikan konstribusi yang Positif ke Bangsa ini, dari pada Anda yang katanya bergelar Prof.
    Mohon Maaf apabila terlalu Kasar, tapi itulah kenyataan, anda orang yang terlalu Arogan…

  42. tidak ada orang yang tidak pernah salah, orang yang baik adalah ketika ia bersalah maka ia meminta maaf meskipun ia seorang professor

  43. Hmmm…ternya Pak Thomas TIDAK IKUT acara sampai selasai ya….???!!! Kokbisa-bisanya seorang yang bergelar prof. sangat gegabah dan memalukan dunia akdemis. Dengan membaca ini saja,berarti Pak Thomas lah pemecah Ummat yang sesungguhnya? Dan bukankah inisudah kategori fitnah?

    • Secara hitam diatas putih, justru yg sudah tanda tangan itu yg harus menjelaskan. Kok kesannya, ngak ikhlas gitu yah tandatangan?

      • Bukankah Prof Susiknan sudah menjelaskan? Sampeyan ni mbaca endak sih …

      • pak nazar, yg jadi masalah adalah menyebut orang yg tanda tangan sebagai wakil sebuah ormas padahal sebenarnya wakil UIN Jogja. Ketika disebut mewakili ormas mempunyai konsekuensi yg sangat berbeda, seakan-akan ormas tsb sepakat padahal tidak demikian. Mengapa pak Nazar masih melihat secara normatif (hitam-putih) padahal yg tanda tangan telah menjelaskan “asbabun nuzulnya”?.

      • Wokelah Pak Ismun… Bukan wakil organisasi… Berarti pendapat Pribadi yah Pak… Kalau begbeghittu… ada (sedikit) kesalahan di artikel Prof TDj yg menyebut wakil Ormas… Apapun itu Pak Prof Susiknan kan menjawab jabatan yg bergengsi Sekjen malis Tarjih/Tajdid toh? Wokelah,,,pendapat pribadi kalau begitu… Alhamdu…lillah…. ternyata deep in his heart, dia setuju dengan imkanur ru’yah (buktinya ada tanda tangan hitam diatas putih), walau organisasinya gak setuju… Oooo… jelas sekarang siapa2 di MD yg sudah menerima hisab IR… semoga anggota lainnya, bahkan ketuanya bisa menerima, sebagaimana Prof Susiknan telah menerimanya secara tertulis 🙂

  44. Assalamualaikum,

    Hemm, aneh juga, kalo kita mw mengkritisi,

    saya tidak akan komentar ‘sepakat’ atau ‘tidak sepakat’, tapi lebih pada kejanggalan2 dalam pemberitaan :
    1) Jika memang sudah sepakat secara resmi, kenapa kok hanya sekedar Thomas Djamaluddin yang memberitakan ? Mhn infonya jika ada sumber yang valid, daripada sekedar blog seseorang yg terkesan memaksakan kehendak.
    2) Sepengatahuan kami, LOKAKARYA itu bukan ajang utk mencari kesepakatan, tapi terlebih pada forum diskusi (In case, memang kadang menghasilkan sebuah kesepakatan, tapi belum tentu menjadi sebuah kesepakatan yang mengikat). Terlebih jika hanya diikuti sebagian orang serta tidak transparan dan tidak diikuti keputusan yang memiliki kekuatan hukum.
    3) Kalo jeli mengikuti setiap pemberitaan, saya banyak membaca dr bbrpa sumber bahwa dari lokakarya tsb blm lah dicapai kesepakatan.

    So, marilah kita belajar jujur,objektif dan tidak ambisius (maaf sy tidak menyebut utk seseorang). Sebaliknya sy ingin menasehati diri sendiri terlebih dahulu.

    Salam ukhuwah dari Eropa,

    • Pak Rasid,

      1. Sepakat secara resmi… Baca risalah rapat yg ditandatangani Prof Susiknan. Kalau tidak sepakat, yah jangan tanda tangan dong harusnya… Atau kalaupun mau tanda-tangan, silahkan masukkan nota keberatan di risalah rapat tsb, baru tanda-tangan.

      2. Lokakarya memang tidak menghasilkan kesepakatan yg mengikat. Tapi kan sekarang jelas Sekertaris Majlis Tarjih/Tajdid – secara pribadi – sepakat untuk menggunakan hisab IR

      3. Mana yang lebih shahih secara hukum, berita dari mulut kemulut, atau dokumen yang di tanda tangani?

      Salam ukhuwah dari dalam negri…

      • komentar pak Prof. suksinan, menanggapi status ustaz Akhmad Syaikhu, Susiknan Azhar:i Kawan2 yang terhormat, khususnya akhi Akhmad Syaikhu tolong dicek ulang kutipan di atas “bahwasanya Taufik (Prof. Dr. Taufik Hidayat, astronom senior ITB)”, apakah ini sama dengan teks aslinya? agar tidak terjadi kesalah pahaman. Apalagi salah menyebut nama orang nanti akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Oh ya keputusan lokakarya tersebut harus dipahami secara utuh agar tidak terjadi kesalah pahaman. Pada awal rapat tim perumus memamahi bahwa acara tersebut tidak mungkin memutuskan tapi hanya merangkum apa yang terjadi dalam diskusi selama dua hari. Tim bersepakat 2 poin rumusan yang disepakati harus dilaksanakan secara bersama. Jadi bukan 2, 3, 8 yg pokok justeru poin kedua yaitu membangun Kalender Islam yang bisa diterima semua pihak. Kemudian hasil kerja tim disampaikan dalam pleno dengan berbagai perubahan. Muhammadiyah yang diwakili oleh Dr. H. Ma’rifat Iman tidak ikut menyetujui. Pada saat pleno saya menyampaikan jika keputusan ini nasibnya sama dengan keputusan 1998 hanya untuk kepentingan sesaat saya mohon “dissenting opinion” terhadap hasil tersebut. Saya sangat terkejut dengan artikel pak Thomas yang menjual nama saya atas nama Muhammadiyah. Padahal pak Thomas hanya hadir pada saat menyampaikan makalah setelah itu pergi. Jadi tidak memahami secara utuh. Yang menyedihkan beliau diminta panitia untuk menyampaikan kriteria awal bulan perspektif astronomi tapi malah banyak memasuki wilayah Muhammadiyah dan mengulang-ulang apa yang disampaikan. Para astronom yang hadir sangat menyayangkan. Kita harus menjunjung tinggi kejujuran akademik dan menghormati pihak lain. Marilah kita bangun kebersamaan dengan proses yang benar dan tidak harus menyakiti pihak lain. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

  45. Baca Republika edisi tanggal 22 September 2011 halaman 12, Kemenag menyatakan belum terjadi kesepakatan. Percaya sama Kemenag dan Republika atau sama Thomas Djamaluddin?

  46. Kawan-kawan ysh khususnya Pak Isngadi keputusan lokakarya tersebut harus dipahami secara utuh agar tidak terjadi kesalah pahaman. Pada awal rapat tim perumus memamahi bahwa acara tersebut tidak mungkin memutuskan tapi hanya merangkum apa yang terjadi dalam diskusi selama dua hari. Tim bersepakat 2 poin rumusan yang disepakati harus dilaksanakan secara bersama. Jadi bukan 2, 3, 8 yg pokok justeru poin kedua yaitu membangun Kalender Islam yang bisa diterima semua pihak. Kemudian hasil kerja tim disampaikan dalam pleno yang dipimpin bpk Muhyiddin (pihak pemerintah) dengan berbagai perubahan. Muhammadiyah yang diwakili oleh Dr. H. Ma’rifat Iman tidak ikut menyetujui. Pada saat pleno saya menyampaikan jika keputusan ini nasibnya sama dengan keputusan 1998 hanya untuk kepentingan sesaat saya mohon “dissenting opinion” terhadap hasil tersebut. Saya sangat terkejut dengan artikel pak Thomas di atas yang menjual nama saya atas nama Muhammadiyah. Padahal pak Thomas hanya hadir pada saat menyampaikan makalah setelah itu pergi. Jadi tidak memahami secara utuh. Yang menyedihkan beliau diminta panitia untuk menyampaikan kriteria awal bulan perspektif astronomi tapi malah banyak memasuki wilayah Muhammadiyah dan mengulang-ulang apa yang disampaikan. Para astronom yang hadir sangat menyayangkan. Kita harus menjunjung tinggi kejujuran akademik dan menghormati pihak lain. Marilah kita bangun kebersamaan dengan proses yang benar dan tidak harus menyakiti pihak lain. Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

    • oh begini kejadiannya… Okelah saya jadi lebih mengerti… Mohon maaf atas komentar2 saya sebelumnya terhadap Bapak… Tapi jujur Pak, next time kalau masih ada ganjalan di hati, mohon semua yang bersifat tertulis di berikan/dituliskan “dissenting opinion” nya. Agar tidak misleading…

      Sekali lagi mohon maaf yah Pak Prof Susiknan… salam hormat…

      • Nah gitu donk pak Nazar, klo memang salah gak usah gengsi tuk minta maaf…….,peace..peace

      • Alhamdulillah, saya mengapresiasi pak nazaruddin ilham yg bersedia utk tabayyun & mengakui missinformasi terkait kabar burung dari blog pak thomas, tampaknya andalah yang lebih pantas dapat gelar professor ketimbang P. Thomas. Semakin tinggi ilmu seseorang seyogyanya seperti padi, semakin tua semakin merunduk, semakin berisi semakin menunduk….

        Kenapa kita harus gengsi menyatakan maaf jika memang ada khilaf dan salah…yah mungkin udah budaya kita ucapan “mhn maaf lahir batin” hnya jada ucapan seremonial tahunan di awal bulan syawal,hakikatnya tidaklah dari hati…..
        Berdepat dgn logis dan rasional itu memang keharusan, tp bukan berarti tidak mau merasa salah, ingat diatas langit ada langit, walo status kita ilmuwan senior bukan berarti kita tidak ada kekurangan!.

        Apalagi orang seperti P.thomas yang bisanya hanya menyalahkan (bukan mengkritik), seolah2 dia yang paling pinter dan benar (maaf sengaja agak kasar, toh bagi dia kalimat2 kasar udah biasa).

        Ada sebuah hikmah, bahwa “balaslah kesombongan dengan kesombongan”….hemmm,tampaknya hal ini yg perlu dilayangkan bwt si thomas….

        wassalam

      • Seribu jempol tegak untuk Pak Nazaruddin Ilham, dan seribu jempol terbalik untuk Thomas Djamaluddin

  47. Buat pak Thomas ysh, jika boleh saya menyarankan setiap pemikiran memiliki kelebihan dan kelemahan. Alangkah indahnya jika pak Thomas menyampaikan pandangan dan kritik secara utuh kepada semua pihak didukung data yang memadai sesuai otoritas keilmuan yang bapak miliki. Agar usaha penyatuan ini tidak hanya sekedar kepentingan sesaat. Allahumma alhimni rusydi waaidzni min syarri nafsi. Amin.

    • Saya sudah menyampaikan pokok-pokok pikiran saya secara utuh di blog saya. Kalau ada pendapat yang berbeda, silakan berikan komentar pada bagian yang dianggap bertentangan dengan pendapat pembaca. Bagi saya, usulan penyatuan kalender Hijriyah bukan demi kepentingan sesaat. Saya mengusulkan untuk penyatuan global, sesuai dengan karakteristik kalender hijriyah, bukan sekadar konsep hipotetik “satu hari satu tanggal” yang cenderung mengadopsi sistem kalender syamsiyah-Masehi. Saya mengusulkan langkah rasional dan strategis dengan pentahapan. Mulailah penyatuan secara lokal-nasional, karena itu langkah yang paling mudah yang paling jelas dampak langsungnya. Lalu penyatuan regional dan global dengan menyepakati kriteria imkan rukyatnya.
      Bermimpi dengan kriteria wujudul hilal tidak mungkin, karena itu jelas sudah memisahkan diri dari saudara-saudara kita yang menghendaki rukyat. Sampai kapan pun wujudul hilal tidak mungkin diterima oleh saudara-saudara kita yang menghendaki adanya bukti rukyat. Kalau kita kembali pada konsep Muhammadiyah, intinya kan hisab. Nah, hisab itu masih bisa disesuaikan kriterianya dengan kriteria imkan rukyat, seperti dulu digunakan Muhammadiyah. Mengapa saudara-saudara kita di Muhammadiyah memilihi jalan memisahkan diri dengan menjauhi rukyat?

      • dari pendapat prof di atas “Bermimpi dengan kriteria wujudul hilal tidak mungkin, karena itu jelas sudah memisahkan diri dari saudara-saudara kita yang menghendaki rukyat. Sampai kapan pun wujudul hilal tidak mungkin diterima oleh saudara-saudara kita yang menghendaki adanya bukti rukyat”, kenapa selalu menyalahkan muhammadiyah, kehendak tidak bisa selalu diterima dan dipaksakan prof,kalo begitu kita juga bisa menyatakan kenapa mereka juga tidak mau menerima wujudul hilal, sekali lagi prof muhammadiyah tidak menuntut penganut rukyat menerima wujudul hilal,kenapa sekarang muhammadiyah dipaksa menerima kriteria rukyat inikan namanya diktator mayoritas

      • Hisab imkan rukyat itu bukan hal asing bagi Muhammadiyah. Muhammadiyah pun pernah mengamalkannya. Toh intinya masih berdasarkan hisab yang menjadi pokok pendapat Muhammadiyah. Saya hanya mengajak Muhammadiyah untuk kembali menggunakan kriteria imkan rukyat dalam hisabnya, dengan batasan yang disepakati bersama. Kalau ada jalan untuk bersatu, mengapa selalu berupaya ingin beda? Tidak ada keunggulan wujudul hilal dari imkan rukyat. Secara astronomi wujudul hilal dianggap usang. Di dunia ini hanya kalender Ummul Quro Arab Saudi yang menggunakannya, tetapi dalam praktek penentuan untuk kepentingan ibadah, Arab Saudi tetap mendasarkan pada rukyat. Artinya, secara praktis untuk ibadah tidak ada lagi sistem kalender yang menggunakan wujudul hilal di dunia ini kecuali Muhammadiyah. Masih ingin bertahan dengan kriteria usang yang sudah ditinggalkan dunia internasional?

      • jawab dulu yang ini ProV….?!!

        Ada yang menarik, pada point C keputusan Lokakarya berbunyi (COPAS) :
        c. Khusus untuk penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah digunakan kriteria sebagaimana huruf a dan didukung bukti empirik terlihatnya hilal. (minimal saksil yang adil)

        Di sana tertulis SAKSI yang ADIL, itu artinya tidak boleh mengabaikan saksi yang adil jika ia meyakini melihat hilal meski itu dibawah 2 derajat.

        quote:
        “Saya mendapat undangan mewakili kampus tercinta UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”

        T.Djamaludin:
        Sidang perumusan dipimpin oleh Prof. Dr. Susiknan (wakil dari Muhammadiyah)

        Jika anda orang yang tawadhu, sebaiknya anda minta maaf atas kelalaian anda prof, dan tolong anda postingkan “KEPUTUSAN LOKAKARYA MENCARI FORMAT KRITERIA AWAL BULAN HIJRIYAH DI INDONESIA TAHUN 2011″ secara utuh di blog anda ini.

    • Tenang aja pak Susiknan.., itu bukan utk negara yg kita cintai pak, NKRI. Lihat tuh kagak ada lambang garuda dan stempel resmi negara!
      Mungkin utk negara NK NURI, negara baru yg masih dlm lamunan doang..
      Tapi yg pasti utk kepentingan kerajaan JAHIL Liyah Ondesia yg diperintah oleh Yg dipertuan Agoeng Tan sri Thomas Dajjaluddin bin Luciferuddin binti gerandonguddin(menulis nama raja hrs lengkap termasuk nama pak’e dan simbok’e)

  48. “Ibadah didasarkan pada keyakinan. Keyakinan harus didasarkan pada ilmu. Silakan pilih mana yang diyakini berdasarkan ilmu yang dimiliki” tulisan tersebut adalah pendapat prof thomas djamaludin pada tanggal 4 sept pukul 14.49 pada tulisan tentang wujudul hilal mematikan tajdid muhammadiyah, silahkan pembaca nilai sendiri apakah tulisan prof thomas djamaludin sudah sesuai dengan tindakannya

  49. saya nggak paham tentang ilmu astronomi,yang saya ingin tahu sebenarnya secara astronomis yang disepakati secara internasional (baik astronom muslim maupun non muslim) apakah bulan baru harus selalu ditandai dengan terlihatnya hilal,ataukah cukup dengan kriteria wujudul hilal,soalnya kalo kita baca di website NASA kayaknya definisi new moonnya pake wujudul hilal,mohon pencerahannya prof?

    • Website NASA atau hasil software astronomi memang mencantumkan New Moon. Tetapi yang dimaksud newmoon adalah saat ketika bulan dan matahari segaris bujur, bukan dalam arti bulan baru kalender. Juga tidak berarti wujudul hilal, karena bisa saja bulan wujud sebelum new moon yang dalam bahasa ilmu falak disebut ijtimak (berkumpulnya bulan dan matahari). Di kalangan internasional yang dikehendaki adalah terlihatnya hilal (obervable crescent). Silakan baca situs http://www.icoproject.org/ atau http://moonsighting.com/.

      • bagaimana dengan yang ini Prov…?!!

        Ada yang menarik, pada point C keputusan Lokakarya berbunyi (COPAS) :
        c. Khusus untuk penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah digunakan kriteria sebagaimana huruf a dan didukung bukti empirik terlihatnya hilal. (minimal saksil yang adil)

        Di sana tertulis SAKSI yang ADIL, itu artinya tidak boleh mengabaikan saksi yang adil jika ia meyakini melihat hilal meski itu dibawah 2 derajat.

        quote:
        “Saya mendapat undangan mewakili kampus tercinta UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”

        T.Djamaludin:
        Sidang perumusan dipimpin oleh Prof. Dr. Susiknan (wakil dari Muhammadiyah)

        Jika anda orang yang tawadhu, sebaiknya anda minta maaf atas kelalaian anda prof, dan tolong anda postingkan “KEPUTUSAN LOKAKARYA MENCARI FORMAT KRITERIA AWAL BULAN HIJRIYAH DI INDONESIA TAHUN 2011″ secara utuh di blog anda ini.

  50. Imkanur-rukyat itu metode yang bukan-bukan. Banci, ambigu. Hisab bukan, rukyat juga bukan. Menggunakan hisab, tetapi masih menunggu konfirmasi hasil rukyat. Menggunakan rukyat, tetapi kalau di bawah 2 derajat kesaksian rukyat tidak diterima, walau sumpah dengan menyebut asma Allah sekalipun. Lah, di mana ada nash yang sharih lagi shahih yang menyebutkan kriteria 2 derajat itu? Bagaimana pula dengan pelanggaran terhadap hadis dan sunnah Nabi saw yang menerima laporan rukyat walau hanya 2 orang yang berhasil? Inginnya menyatukan, tetapi malah memecah belah, memperkeruh suasana.

  51. Mr. Thomas…..kok jadi mengaburkan masalah ya….??!!!!
    Sdh jelas anda gegabah mencantumkan nama, bukannya minta maaf tapi mengajak berpolemik dengan tetap membenturkan persoalan. Seharusnya sewaktu lokakarya wacananya diperdebatkan atau dipertarungkan, karena telah berkumpul para pakar hisab se Indonesia. Anda terlihat hanya sebagai pecundang, karena tidak ikut acara sampai selesai.

  52. Waduuuhhh…koq jadi begini ya? Sebenarnya saya sudah males hadir di lapak pak Thomas ini. Tapi karena diberi info dari temen ada pemlintiran tulisan, saya jadi ingin ikut andil bicara.

    Penjelasan Pak Susiknan sudah sangat gamblang, tapi pak Thomas tetap tidak mau mengakui kekeliruannya. Adalah sangat aneh untuk orang setingkat prof Thomas. Mengakui kekeliruan tidak berarti kalah. Inilah yang suka kurang dipahami.

    Kemudian, soal lokakarya. Dimanapun yang namanya lokakarya hanyalah untuk mencari masukan terhadap suatu persoalan. Tidak ada lokakarya yang menghasilkan sebuah KEPUTUSAN. Inilah kekeliruan lokakarya yang dilakukan tersebut. Memang lokakarya itu suatu lembaga yang memiliki otoritas mengambil keputusan yang wajib ditaati? TIDAK. Ia tidak bisa mengeluarkan suatu keputusan. Dasar hukumnya apa? yang bisa dihasilkan dari suatu lokakarya adalah hanyalah RUMUSAN atau REKOMENDASI. Tidak lebih dari itu. Kalau ingin menghasilkan keputusan yang mengikat semua kalangan (katakanlah ormas islam), maka bentuknya adalah Rapat Bersama Ormas Islam (meski masing-masing ormas islam cukup diwakili oleh Tim, dan tidak mungkin perorangan). Ini baru lembaga resmi yang bisa menghasilkan keputusan yang mengikat. Saya rasa ini patut menjadi pelajaran ke depan.

    • Lokakarya hanya akal-akalan saja. Saya kira wujudul hilal lebih rasional untuk era modern saat ini, karena lebaran bisa ditentukan jauh hari sebelum hari H. Ini kalau kalau dikontekskan untuk masyarakat sekarang yang menuntut kepastian, lebih-lebih masyarakat barat. Karena orang Islam di Barat untuk berlebaran harus mengajukan izin ke pada pemerintah 6 bulan sebelum hari pelaksanaanya. bagaimana mungkin mereka bisa lebaran, kalau penentuan waktunya saja sehari sebelum hari. Inilah kekonyolan yang konyol, ulama buta pada realitas.

      Anehnya lagi, pada saat sidang isbat, masyarakat Islam di Indonesia di tipu habis-habisan oleh departemen agama. pada saat sidang isbat diumumkan kalau negera2 asian (Malaysia, Brunai, Singapura) berlebaran pada hari rabu, padahal realitasnya negara2 asian berlebaran hari selasa. Inilah penipuan, walaupun sehari kemudian Kementrian agama minta maaf di harian republika. Mentalitas yang begini kok masih dipertahankan, saking pingin berlebaran hari rabu, harus menipu umat islam….weleh-weleh…agama kok dijadikan mafia untuk menipu…gila..gila…!

  53. […] Tulisan terbanyak dibaca 2 hari terakhir Lokakarya Kriteria Awal Bulan: Perwakilan Ormas Islam BersepakatMuhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid HisabWujudul Hilal yang […]

  54. Yang namanya lokakarya itu sesungguhnya hanya menggali pemikiran dari seluruh peserta untuk disumbangkan dalam memecahkan suatu persoalan. Jadi peserta dari ormas islam tertentu itu tidak semata-mata menjadi corong organisasi yang diwakilinya, tetapi ia juga mewakili dirinya sendiri karena kepakarannya atau keulamaannya. Jadi apa yang disampaikan oleh peserta tidak otomatis merupakan kebijakan atau keputusan organisasi yang diwakilinya. Kalau mau membuat keputusan yang mewakili organisasi, katakanlah untuk soal yang cukup prinsipil seperti kriteria bulan baru qomariah, tentulah dilakukan oleh perangkat organisasi yang resmi (semisal di Muhammadiyah diwakili oleh Majlis Tarjih dan Tajdid, dan bukan oleh ketua majlis seorang diri, karena ini menyangkut soal yang prinsip dan harus didiskusikan intern majlis itu sendiri). Sebab keputusan organisasi itu kolektif kolegial. Soal para peserta sepakat itu boleh saja, tapi itu tidak mengikat sama sekali bagi organisasi yang diwakilinya. Berbeda halnya dengan Keputusan Bersama Ormas Islam Indonesia, misalnya, tentang Kriteria Bulan Baru Qomariah. Kalau yang ini otomatis keputusannya mengikat.

    Kemudian soal format keputusan (harap dipahami, untuk lokakarya bukan keputusan!). Lihat keputusan yang dihasilkan lokakarya tsb….bentuknya PRODUK HUKUM yang mempunyai konsekuensi yuridis. Ini sangat keliru besar. Saya yakin ini format disiapkan oleh Kemenag dan para peserta tinggal tanda tangan, tetapi mereka tidak menyadari implikasinya. Bagaimana mungkin peserta lokakarya menghasilkan produk hukum yang mempunyai konsekuensi yuridis? Lihat kalimat….MEMUTUSKAN :….. Lagi pula, memakai landasan hukum MENGINGAT…..Undang-undang….dst. Lokakarya menghasilkan sebuah keputusan yang mempunyai konsekuensi yuridis??? Ini kekeliruan yang SANGAT FATAL. Siapa pihak yang berada di balik rancangan format keputusan itu? Patut ditelusuri.

  55. makasih prof atas penjelasannya,tapi kalo menurut wikipedia “The Islamic calendar has retained an observational definition of the new moon, marking the new month when the first crescent moon is actually seen, and making it impossible to be certain in advance of when a specific month will begin (in particular, the exact date on which Ramadan will begin is not known in advance” artinya kalo awal bulan ditandai dengan terlihatnya bulan sabit awal (hilal) maka tidak mungkin umat islam bisa menentukan permulaan bulan di awal karena harus melihat hilal dulu

  56. Saya yakin para pakar atau utusan organisasi islam/lembaga/institusi yang hadir tersebut (yang ikut menandatangani keputusan) telah ‘tertelikung’ oleh keputusan yang ditandatanganinya sendiri. Dengan menandatangani keputusan tersebut, mereka telah terperangkap dengan keputusannya sendiri sehingga keputusan itu mau tidak mau ‘harus diakui’ sebagai keputusan organisasi/lembaga/institusi yang diwakilinya, padahal saya yakin mereka TIDAK MENDAPATKAN MANDAT untuk membuat keputusan, kecuali hanya sumbang saran/pendapat. Apalagi salah satu diktum keputusan tersebut ”mengamanatkan” kepada peserta (baca : organisasi) untuk mempedomani keputusan itu. Memangnya para peserta lokakarya itu mempunyai kewenangan atas nama Undang-Undang untuk ‘memaksa’ sebuah organisasi/lembaga/institusi untuk tunduk kepada keputusan lokakarya?

    Saya benar-benar tidak habis pikir bahwa para pakar yang hadir bisa terperangkap dalam keputusan itu. Sebab setahu saya, hasil lokakarya barulah merupakan bahan awal bagi setiap organisasi yang diwakilinya untuk dikaji lebih lanjut. Dan tentunya, untuk menetapkan keputusan bersama perlu diagendakan dalam rapat khusus antar organisasi yang khusus membicarakan kriteria penetapan bulan baru qomariah. Yang namanya keputusan bersama organisasi juga harus distempel/dicap organisasi yang ikut menetapkan keputusan. Tetapi ini langsung dibuat mengikat (meskipun saya menilai keputusan itu batal demi hukum karena dibuat oleh bukan pemegang mandat organisasi/lembaga/institusi). Apalagi saya yakin, peserta ada yang tidak mewakili organisasi/lembaga/institusi, tetapi mewakili individu. Bahwa mereka diutus organisasi untuk mengikuti lokakarya, iya benar. Tapi tentunya organisasi tidak memberikan mandat untuk membuat keputusan yang sangat prinsipil seperti itu. Saya tidak tahu, sepertinya para pakar yang menandatangani keputusan tersebut terbuai sesuatu, sehingga mereka lupa telah membuat keputusan yang seharusnya bukan kewenangannya.

    Saya sebenarnya sangat bahagia ada kemajuan kesepakatan di antara para tokoh ormas islam. Tetapi menjadi tersentak ketika membaca keputusan yang melampaui mandat yang diberikan. Persoalan menjadi semakin simpang-siur karena Pak Thomas selalu mengatakan, bahwa Pak Susiknan mewakili Muhammadiyah, padahal beliau mewakili UIN Sunan Kalijaga.

    • yup, pertanyaan saya yang ini saja ga ditanggapin ProV. TJ

      Ada yang menarik, pada point C keputusan Lokakarya berbunyi (COPAS) :
      c. Khusus untuk penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah digunakan kriteria sebagaimana huruf a dan didukung bukti empirik terlihatnya hilal. (minimal saksil yang adil)

      Di sana tertulis SAKSI yang ADIL, itu artinya tidak boleh mengabaikan saksi yang adil jika ia meyakini melihat hilal meski itu dibawah 2 derajat.

      quote:
      “Saya mendapat undangan mewakili kampus tercinta UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”

      T.Djamaludin:
      Sidang perumusan dipimpin oleh Prof. Dr. Susiknan (wakil dari Muhammadiyah)

      Jika anda orang yang tawadhu, sebaiknya anda minta maaf atas kelalaian anda prof, dan tolong anda postingkan “KEPUTUSAN LOKAKARYA MENCARI FORMAT KRITERIA AWAL BULAN HIJRIYAH DI INDONESIA TAHUN 2011″ secara utuh di blog anda ini.

  57. Saya sebagai manusia biasa yang hanya bisa “Copy –>Paste” dari pihak lain yang juga pasti hanya “Copy –> Paste”, sebab hanya dan hanya ALLOH SWT saja yang tidak pernah Copy–>Paste. Merasa bahwa apa yang mesti saya “copy” dari perdebatan para ‘pakar’ yang berlarut larut ini, belum bisa di “Paste” oleh siapapun. Daripada tidak ada titik temu, batalkan saja seperti tahun lalu, kembali ke masa lalu biar nanti 1 Ramadhan dan 1 Syawwal bisa terjadi seminggu bahkan 2 minggu bahkan 3 minggu berturut turut (ekstrimnya), sesuai dengn pendapat masing masing ormas Islam.
    Ya ALLOH kalau boleh hamba mengharap, hamba tidak ingin mengalami pada jaman dimana terjadi 1 Ramadhan, 1 Syawwal, 1 Muharram dsb, terjadi berhari hari lebih dari seminggu, sesuai dengan pendapat pendapat mereka yang “sakral” katanya, Non Muslim pasti tertawa terbahak bahak melihat fenomena ini

  58. Hari Rabu 31/8 2011 bulan sudah tinggi. Masyarakat nggak percaya kalau saat itu baru tanggal 1 syawal. Terus argumen apa lagi untuk mengusangkan metode wujudul hilal Muhammadiyah??. Prof Thomas telah menyesatkan ummat. Demikian juga peserta sidang is bad yang memaksakan hukum agama dengan voting. Kelihatan lucu, menggelitik, dan masyarakat tidak mempercayai anda lagi. Sorry ya saya lebih percaya kepada keputusan Muhammadiyah. Demikian juga masyarakat yang lainnya….

  59. Saya menghargai kesepakatan yang diambil peserta lokakarya. Ini suatu berkah dan rahmat bagi kelompok2 ummat islam di Indonesia. Tapi saya harus mengatakan bahwa lokakarya tersebut bukan forum resmi yang bisa mengambil keputusan resmi (yuridis) dan mengikat organisasi yang diwakilinya. Lokakarya tsb meski diadakan/diinisiasi oleh Kementerian Agama dan dihadiri oleh wakil2 ormas islam, tapi tidak bisa menghasilkan keputusan yang bersifat yuridis, dan mengatasnamakan Undang-undang. Sejak kapan peserta lokakarya dan juga lokakarya itu sendiri mendapat amanat undang-undang untuk membuat keputusan?

    Kalau saya boleh mengumpamakan (maaf, saya terpaksa menggunakan terminologi ini sebagaimana prof. Thomas memakai istilah usang untuk wujudul hilal), lokakarya itu ibarat diskusi warung kopi atau diskusi kaki lima (meskipun skalanya nasional) dan oleh karenanya tidak bisa menghasilkan sebuah keputusan yang bersifat yuridis. Mestinya, lokakarya itu menghasilkan rumusan atau kesepakatan, dan hasil lokakarya tersebut ”dapat” dipakai oleh Kementerian Agama untuk bahan rujukan dalam menerbitkan Keputusan Menteri Agama tentang Pedoman Penyusunan Kalender Hijriyah dan Penetapan Hari-hari Ibadah Ummat Islam, misalnya, atau menjadi bahan masukan bagi Ormas-ormas Islam untuk koreksi metode/kriteria penyusunan kalender hijriyah dan penetapan hari-hari ibadah ummat islam. Kalau di antara ormas2 islam sudah sama persepinya, barulah Kementerian Agama atau Majelis Ulama Indonesia bisa saja mengundang ormas2 islam untuk mengadakan rapat bersama membahas masalah tersebut. Jika telah terjadi kesepakatan, barulah dikeluarkan Keputusan Bersama Ormas Islam Indonesia tentang Pedoman Penyusunan Kalender Hijriyah dan Penetapan Hari-hari Ibadah Ummat Islam. Sejak saat itulah, keputusan berlaku dan mengikat semua pihak.

    Sekarang timbul persoalan. Apakah Keputusan Lokakarya kemarin dapat dijadikan sebagai landasan hukum bagi Kementerian Agama atau ormas islam untuk mengambil keputusan tingkat selanjutnya? Sesuatu yang ”batal demi hukum” atau ”cacat hukum” tentunya tidak dapat dijadikan sebagai landasan hukum, meskipun isi (content, materi)dari keputusan itu sesungguhnya benar. Inilah problemnya. Berbeda jika hasil lokakarya itu isinya ‘rumusan’ atau ‘kesepakatan bersama’, hal ini secara formal justru dapat dijadikan sebagai rujukan.

    Mungkin sebagai contoh perbandingan, dalam penyusunan Undang-undang atau peraturan daerah, terlebih dahulu harus dilakukan penyusunan Naskah Akademik. Nah, dalam konteks bahasan di atas, Rumusan Lokakarya atau Kesepakatan Bersama kedudukannya setara dengan Naskah Akademik.

    • Pak Pras ini loyer yah… bahasanya undang2 euy… beratz… Gini aja deh Pak Pras, hasil lokakarya tsb sebenarnya Pak Pras ndukung gak seh???

      • Jelas mendukung laayaaaaw, demi kemaslahatan umat JAHIL Liyah termasuk para tukang jahil, pakar jahil, kyai jahil, jubir jahil…

      • bung Nazar, makanya jangan asal ngotot kayak tokoh anda (Prov. TJ), untuk menetapkan hari libur saja perlu ada UU yang kuat apalagi hal yang sangat prinsip seperti ini.
        Soal dukung – mendukung itu urusan 100000…. dst, yang penting kudu ada ketetapan legal yang kuat.

        Lah wong Menteri Agamanya aja belum berani mengatakan KESEPAKATAN lah ketua LAPAN dah coba JAHIL memasuki wilayah yang bukan miliknya.

        tolong dong tanyain proV. TJ, pertanyaan saya ini dijelasin dong, ini prinsip loh 🙂

        Ada yang menarik, pada point C keputusan Lokakarya berbunyi (COPAS) :
        c. Khusus untuk penetapan awal bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah digunakan kriteria sebagaimana huruf a dan didukung bukti empirik terlihatnya hilal. (minimal saksil yang adil)

        Di sana tertulis SAKSI yang ADIL, itu artinya tidak boleh mengabaikan saksi yang adil jika ia meyakini melihat hilal meski itu dibawah 2 derajat.

        quote:
        “Saya mendapat undangan mewakili kampus tercinta UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”

        T.Djamaludin:
        Sidang perumusan dipimpin oleh Prof. Dr. Susiknan (wakil dari Muhammadiyah)

        Jika anda orang yang tawadhu, sebaiknya anda minta maaf atas kelalaian anda prof, dan tolong anda postingkan “KEPUTUSAN LOKAKARYA MENCARI FORMAT KRITERIA AWAL BULAN HIJRIYAH DI INDONESIA TAHUN 2011″ secara utuh di blog anda ini.

  60. Pak Nazar….kesepakatan ttg penetapan hari2 ibadah ummat islam dan penyusunan kalender qomariah tentunya menjadi dambaan setiap muslim. Saya sangat mendukung itu terjadi. Tapi perlu saya jelaskan, bahwa keputusan yang tujuannya baik dan isinya pun baik, tapi kalau keputusan itu dikeluarkan oleh orang atau kelompok orang yang tidak berhak mengeluarkan keputusan, maka keputusan itu batal demi hukum. Atau, tujuannya baik dan isinya baik, tapi proses penetapannya menyalahi prosedur (misalnya orang cuma disodori lembar tanda tangan, tanpa disertakan rumusan naskahnya seperti disampaikan pak Susiknan), juga batal demi hukum. Apalagi, lokakarya adalah forum yang tidak berhak dan tidak berwenang mengeluarkan keputusan yang bersifat yuridis dan mengatasnamakan undang-undang. Ini kategori ‘abuse of power’. Makanya, keputusan lokakarya itu meskipun menghabiskan dana yang besar dan menyita pemikiran yang cukup berat dari para pakar yang hadir, tapi tidak dapat dijadikan sebagai landasan hukum atau pedoman bagi siapapun. Kecuali kita memang sengaja tidak mau tunduk kepada sistem peraturan perundang-undangan yang ada di negeri ini ya….monggo saja.

    • Bung Nazar n ProV. TJ ini semurid seilmu, jadi percuma aja, bagi mereka yang ormas lain tunduk, takluk, terkapar, terkubur dan mereka MENANG, kalimat PERSATUAN itu tidak semakna dengan UKHUWAH tapi, bersatu MENGALAHKAN wujudulu hilal 😀

  61. […] Format Awal Bulan di Indonesia di sini. Dan untuk informasi selengkapanya, anda bisa mengunjungi halaman Lokakarya Kriteria Awal Bulan: Perwakilan Ormas Islam Bersepakat.Kemudian bagaimana sikap kita semestinya dalam menyikapi perbedaan awal bulan Hijriah seperti awal […]

  62. Kalau utk penyatuan kalender Indonesia, dg imkamurrukyat, saya yakin bisa. Tapi utk umat Islam sedunia, saya masih pesimis. “Sesungguhnya quran diturunkan sbg rahmat bg bangsa Indonesia (saja) ?”

  63. Saya pikir, jalan tengah yang fair adalah hisab imkanur rukyah. Karena rukyah sudah diwakili oleh kriterianya, seharusnya poin 1.c. dan poin 2 tidak lagi diperlukan. Kalau 2 poin itu masih diadakan, artinya pihak penganut rukyah masih belum mau berkompromi!

    • Nanti kalau kriteria imkan rukyat sudah benar-benar disepakati, butir 2 dicantumkan atau tidak, bukan masalah karena hisab akan sama dengan rukyat. Kalau pun rukyat tidak berhasil pada saat posisi bulan sudah cukup untuk bisa dirukyat, dengan kriteria imkan rukyat keputusan bisa diambil (ada fatwa MUI tahun 1981) karena krietria itu juga pada dasarnya dibuat atas dasar data rukyat jangka panjang.

  64. […] saat ini, kriteria yang kita gunakan hanya berdasarkan kesepakatan yang belum sepenuhnya mengikuti kriteria astronomi. Akibatnya, hasil rukyat bisa saja berbeda […]

  65. SUNGGUH HERAN SAYA!
    Di saat da seorang yang dengan semangat ingin mempersatukan umat malah dicaci. Saya justru melihat orang-orang yang menyerang prof Djamaluddin adalah mereka yang MEMECAH BELAH UMAT.
    Isi tulisan disini tujuannya agar kita bersatu, LOH KOK yang dipermasalahkan masalah yang bukan substansinya?
    Kalau kita berpikir positif pada postingan prof INTINYA ALHAMDULILLAH kita bisa bersatu!

    • Begini lho……kita semua merasa sbg orang2 yg tahu dan pinter. akan sulit menyatukan kalau satu pihak tidak mampu memahami cara pikir dan pemahaman pihak lainnya. apalg lantas ditambahi dg bumbu2 Bid’ah, usang, pseudosceince, dsb.

      Mari kita tanggalkan dulu ungkapan2 yg memojokkan, untuk kembali pd diskusi yg saling menghargai untuk saling memahami dulu.

      Apakah Prof. Djamal yakin sdh memahami dg benar konsep Rukyatul hilal?
      apakah benar2 sdh memahami wujudul hilal?

      sy lihat kok belum tho.

      Tanpa pemahaman yg benar atas kedua konsep itu, ya tdk akan mungkin ada kesepakatan bersama.

  66. […] Kementerian Agama sudah tercapai. Kesepakatan pertama tahun 1998 dan yang terakhir 2011 (https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/09/26/lokakarya-kriteria-awal-bulan-perwakilan-ormas-islam-be…). Tetapi Muhammadiyah selalu memisahkan diri dari kesepakatan. Muhammadiyah memilih tafarruq, […]

  67. […] rukyat jangka panjang, sehingga hasil hisab IR dapat setara dengan rukyat. Kriteria yang saat ini disepakati, bukanlah kriteria astronomis, sehingga bisa jadi saat posisi hilal sudah memenuhi kriteria hilal […]

  68. […] Indonesia secara umum hisab sudah diterima oleh semua ormas Islam. Oleh karenanya mereka pun bersepakat untuk menggunakan kriteria IR “2-3-8″ dalam pembuatan kalendernya dan dalam menevaluasi hisil rukyat. Kriteria IR digunakan pada hisab […]

  69. […] usang dengan ego organisasi yang kuat menjadikan dialog tidak pernah beranjak lebih dari 10 tahun, sejak awal 2011 ketika semua ormas Islam bersepakat menggunakan kriteria imkan rukyat, Muhammadiyah …. Ketika NU dan Persis sudah bergerak menuju titik temu, Muhammadiyah masih enggan menuju titik […]

Tinggalkan komentar