Tonggak Penyatuan Kalender Hijriyah Telah Dipancangkan, Mari Kita Wujudkan


Pengantar: Ini hanya kompilasi dokumentasi bahwa sebenarnya tonggak-tonggak upaya penyatuan kalender hijriyah di Indonesia sudah dipancangkan. Ada upaya untuk bersatu. Astronomi hanyalah alat yang ditawarkan untuk mempersatukan kalender hijriyah, karena masalahnya adalah masalah teknis kriteria penentuan awal bulan. Fatwa MUI No. 2/2004 memberi jalan untuk mengupayakan penyatuan kriteria itu. Kemudian, atas prakarsa Wapres saat itu (Pak Jusuf Kalla), pada Ramadhan 1428 (2007) dilakukan pertemuan antara Ketua PBNU dan Ketua PP Muhammadiyah. Untuk bahan masukan bagi Wapres, Menteri Agama saat itu (Pak Maftuh Basuni) mengundang saya (T. Djamaluddin) pada 2 Ramadhan 1428 (14 September 2007) menanyakan penyatuan seperti apa yang bisa diupayakan antara Muhammadiyah (berdasarkan hisab) dan NU (berdasarkan rukyat). Saya sarankan untuk mengupayakan penyatuan kriteria hisab rukyat yang merupakan titik temu antara hisab dan rukyat yang juga sudah menjadi rekomendasi fatwa MUI nomor 2/2004. Pertemuan antara Wapres dengan Ketua PP Muhammadiyah dan Ketua PBNU terlaksana pada 24 September 2007 dan disepakati untuk menyamakan persepsi. Kemudian pertemuan itu ditindaklanjuti dengan dua kali pertemuan teknis antara Lajnah Falakiyah PBNU dan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Pertama di PBNU Jakarta dan kedua di PP Muhammadiyah Yogyakarta. Sayang pertemuan teknis ke-3 yang direncanakan di UIN Jakarta belum juga terwujud sehingga tonggak-tonggak yang sudah terpancang itu belum ada tindaklanjutnya. Kita semua bisa mendorong upaya mewujudkan penyatuan kalender hijriyah itu.

Berikut ini dokumentasi fatwa MUI nomor 2/2004 dan laporan situs Muhammadiyah dan NU tentang pertemuan bersama Wapres dan pertemuan teknis di PBNU dan di PP Muhammadiyah.

(Ulasan tentang Fatwa MUI bisa di baca di Fatwa MUI Membuka Jalan Penyatuan Hari Raya)

Wapres Bertemu PBNU dan Muhammadiyah, Upayakan Penyatuan Lebaran
Senin, 24 September 2007 14:54

Jakarta, NU Online
Wakil Presiden M Jusuf Kalla melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi dan Ketua Penguru Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin untuk membicarakan penetapan hari raya Idul Fitri.

Pertemuan dilakukan di Kantor Wapres Jakarta, Senin. Sebelumnya Wapres meminta PP Muhammadiyah dan PBNU bisa membicarakan bersama dan mencari titik temu dalam penetapan hari raya Idul Fitri.

Dalam pertemuan tersebut selain Wapres M Jusuf Kalla, juga hadir Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Menteri Agama Mahtuf Basyumi, Mensos Bachtiar Chamsyah serta Quraish Shihab.

Jusuf Kalla berharap agar keseragaman penetapan hari raya ini bisa dilaksanakan mulai Idul Fitri tahun depan karena pada Lebaran kali ini ada kemungkinan perbedaan. Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Syawal jatuh pada 12 Oktober 2007.

Perbedaan penetapan hari raya Idul Fitri antara NU dan Muhammadiyah yang terjadi selama ini dikarenakan perbedaan metode yang digunakan. NU menggunakan metode rukyat atau melihat bulan dengan mata telanjang sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dalam menentukan awal Ramadhan dan Syawal.

Muhammadiyah menggunakan metode hisab atau perhitungan matematis untuk menetapkan bulan baru tanpa perlu melakukan rukyat sehingga jauh-jauh hari sudah bisa menetapkan kapan lebaran akan tiba. (ant/mkf)

Muhammadiyah-NU Samakan Persepsi Penentuan 1 Syawal 1428 H                           

Miftachul Huda   (muhammadiyah.or.id)

Jakarta – Muhammadiyah dan NU sepakat untuk menyamakan persepsi dalam penentuan hari raya Idul Fitri 1428 H. Hal ini dilakukan dengan harapan agar tidak terjadi perbedaan dalam penetapan hari raya Idul Fitri 1428 H mendatang. ”Kita sepakat, untuk menyamakan persepsi dalam penentuan 1 Syawal agar tidak terjadi perbedaan,” kata Oman Faturrahman, salah seorang wakil dari PP Muhammadiyah. Komitmen ini sebagaimana tercermin dalam pertemuan antara Muhammadiyah-NU di Istana Wapres pagi ini (24/09/2007) di Jakarta.

Kemarin, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengundang masing-masing pengurus Muhammadiyah dan NU untuk membicarakan penentuan 1 Syawal 1428 H. Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah telah mengeluarkan maklumat yang menetapkan bahwa 1 Syawal jatuh pada 12 Oktober 2007. Kemungkinan besar, keputusan Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab ini berbeda dengan keputusan NU yang memakai metode ru’yah.

Hadir dalam pertemuan tersebut para tokoh dari kedua belah pihak. Dari Muhammadiyah diantaranya, Din Syamsuddin, Oman Faturrahman, dan Syamsul Anwar. Sedang dari NU diantaranya, Hasyim Muzadi dan Ghazali Masruri.

Pertemuan tersebut merupakan pertemuan awal yang masih akan dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan selanjutnya. ”Kita masih akan mengadakan pertemuan kembali dari para alim-ulama dari Muhammadiyah dan NU secara bergulir. Pertama di kantor PB NU dan selanjutnya bergiliran di kantor PP Muhammadiyah,” tambah Oman. []

NU-Muhammadiyah Bertemu Samakan Penentuan Idul Fitri, Besok
Senin, 1 Oktober 2007 19:47

Jakarta, NU Online

Dua organisasi kemasyarakatan Islam besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah akan menggelar pertemuan untuk membahas penyamaan metode penentuan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri. Pertemuan yang bakal diikuti ulama falak (ahli ilmu kaji bintang) NU dan ulama hisab Muhmmadiyah itu digelar di Kantor Pengurus Besar NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (2/10) besok.
“Besok tanggal 2 ada pertemuan ulama falak NU dan ulama hisab Muhammadiyah di kantor PBNU untuk mendekatkan metodologi dalam menentukan awal bulan,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, di kantor Center for Dialogue and Corporation Among Civilization di Jl Kemiri, Jakarta, Senin (1/10).
Menurut Din, bila dalam pertemuan tersebut tidak terjadi kesepakatan, maka masyarakat harus saling menghormati satu sama lain. “Perbedaan Idul Fitri yang masih mungkin terjadi perlu diatasi dengan terus menerus mendekatkan metodologi. Namun, bila belum bisa disatukan, mari kita bertoleransi dalam perbedaan,” jelas Din.
Hal yang sama dikatakan Ketua Pengurus Pusat Lajnah Falakiyah NU, KH Ghozalie Masroerie. Menurutnya, pertemuan yang dijadwalkan akan dimulai pada pukul 10.00 WIB itu dilakukan guna menyamakan kriteria antara kedua ormas yang bisa dijadikan landasan bagi penentuan awal bulan Syawal.
Selain itu, katanya, pertemuan tersebut juga diharapkan dapat menghasilkan rumusan dan landasan baku yang disepakati kedua ormas yang bisa digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah untuk tahun berikutnya, agar tidak ada lagi perbedaan.

“Selama ini ‘kan kita berharap, misal, Ramadhan dan Lebaran harus sama. Tapi kriteria dan landasannya apa, kan tidak ada. Maka dari itu, pertemuan besok diharapkan tercipta sebuah kesepakatan mengenai kriteria dan landasannya itu,” terang Kiai Ghozalie, begitu panggilan akrabnya.

Kiai Ghozalie meminta umat Islam Indonesia, khususnya warga Nahdliyin (sebutan untuk warga NU) dan warga Muhammadiyah, bisa bersikap dewasa bila nantinya tidak tercapai kesepakatan tentang penyamaan Idul Fitri antara NU dan Muhammadiyah. “Disikapi secara dewasa. Tidak perlu jadi masalah,” pungkasnya.
Muhammadiyah, melalui metode hisab (perhitungan astronomi) menetapkan 1 Syawal jatuh pada Jumat 12 Oktober 2007. Sementara, NU masih akan menentukannya pada Kamis 11 Oktober 2007 setelah melalui proses rukyat (melihat bulan) dan sidang isbat (penentuan) yang digelar Departemen Agama. Bila pada Kamis itu proses rukyat tidak tercapai, maka NU akan mengikuti keputusan pemerintah. (rif/dtc)

NU dan Muhammadiyah Bersepakat

Macchendra Setyo Atmaja   (muhammadiyah.or.id)

Jakarta- Walaupun dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri tidak bersepakat, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam pertemuan silturahmi di Gedung PBNU Jakarta, menyepakati tentang pentingnya rumusan Kalender Hijriyah nasional yang terpisah dengan Kalender Masehi yang ada, hal ini disampaikan wakil sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Susiknan Azhari saat dihubungi muhammadiyah.or.id, Selasa (02/10/2007).

Susiknan Azhari yang ikut dalam rombongan acara silaturahmi ke Gedung PBNU mengungkapkan adanya kesepahaman antara NU dan Muhammadiyah akan pentingnya Kalender Hijriyah, “Dalam pertemuan tadi (kemarin) kita bersepakat mengenai pentingnya Kalender Hijriyah Nasional, dan mungkin hal tersebut akan kita bahas lagi pada pertemuan lanjutan sesudah Lebaran nanti,” ungkap Siknan. Lebih lanjut menurut Susiknan, pada prinsipnya NU dan Muhammadiyah punya itikad untuk menyatukan perbedaan, hanya saja menurutnya, perbedaan Madzhab menjadi hal yang mempunyai porsi yang banyak untuk dibicarakan. “Untuk mendekatkan perbedaan yang ada, Muhammadiyah dan NU juga bersepakat akan terus megadakan dialog sebagai upaya penyatuan tadi, dan saya kira ini adalah sinyal positif,” ungkap Siknan.

Pada pertemuan silturahmi antara NU dan Muhammdiyah kemarin menurut Siknan, berlangsung dalam suasanan yang cair, NU dan Muhammadiyah saling bertukar informasi mengenai metode yang dipakai masing-masing. “Pak Maftuh (Menteri Agama RI) juga mengapresiasi pertemuan ini, menurut beliau pertemuan ini merupakan langkah maju dan beliau bangga terhadap hal ini,” ungkap Siknan (mac)

Syamsul: “Perlu Mengalah Untuk Ummat”                                 

 Machhendra Setyo Atmaja   (muhammadiyah.or.id)

 

Majlelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dan Lajnah Falakiyah Nadhatul Ulama berfoto bersama setelah acara

Yogyakarta– Sudah saatnya NU dan Muhammadiyah mengalah untuk ummat, sehingga harus ada kesepakatan bersama agar ummat tidak lagi bingung akibat keputusan yang dihasilkan, perlu ada penyatuan kalender Hijriyah yang dapat jadi pedoman seluruh ummat Islam dunia, demikian disampaikan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) muhammadiyah Syamsul Anwar, di sesi akhir acara Pertemuan Pembahasan Awal Bulan Qomariyah PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama di Gedung PP Muhammadiyah jln Cik Di Tiro, Yogyakarta, Kamis (06/12/2007).

Syamsul mengungkapkan, sangat penting untuk mempunyai Kalender bersama yang berlaku secara Internasional, “Ummat Islam telah sekitar 14 abad eksis di dunia, tetapi sampai setua itu tidak pernah mempunyai kesamaan Kalender yang diterapkan secara Internasional, untuk itu sudah saatnya kini kita memikirkan ummat secara keseluruhan dengan membikin Kalender Bersama yang berlaku secara Internasional,” ungkapnya. Lebih lanjut menurut Syamsul, dalam penentuan metode untuk menyusul Kalender bersama memang paling mudah menggunakan metode hisab, karena apabila menggunakan rukyat, harus menunggu dalam melihat hilal satu hari atau dua hari sebelum hari H. Tetapi menurut Syamsul, perlu dipelajari lagi untuk mendekatkan metode hisab dan rukyat, sehingga mungkin ada jalan kompromi di dalamnya. Sedangkan dari pihak NU melalui Slamet Hambali mengatakan, sudah bukan saatnya lagi NU dan Muhammadiyah bertahan pada argumentasinya masing-masing, menurutnya apabila semuanya bertahan pada argumentasi masing-masing, maka tidak akan pernah ketemu pada satu jalan, “Pada dasarnya NU juga menerima perubahan, inni hal yang cukup menarik, walaupun belum satu kata,” ungkapnya.

 Menurut Symsul Anwar, pada pertemuan ini disepakati untuk mengadakan pertemuan lanjutan yang akan lebih dalam mengulas masalah penyatuan Kalender  yang rencananya diadakan di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. “Dengan pertemuan ini dan selanjutnya saya harap dapat lebih dalam membahas metode, dan tentu saja di sisi lain mungkin juga membahas masalah-masalah lain, sehingga dengan demikian isu tentang NU dan Muhammadiyah yang tidak bisa bertemu tidak diperdebatkan lagi,” terangnya. (mac)

NU-Muhammadiyah Kembali Bahas Penyatuan Awal Bulan Hijriyah

Kam, 6 Desember 2007 | 06:16 WIB

Yogyakarta, NU Online

Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah hari ini, Kamis (6/12), kembali mengadakan pertemuan untuk membahas penyatuan dalam penentuan awal bulan Hijriyah, terutama untuk penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal dan Dzulhijjah. Pertemuan sebelumnya diadakan di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta, pada awal Oktober lalu menjelang hari raya Idul fitri 1 Syawal.

Pertemuan menjelang hari raya Idul Adha kali ini diadakan di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Cik Ditoro, Yogyakarta. Dari NU diwakili oleh Lajnah Falakiyah PBNU, sementara Muhammadiyah diwakili oleh Majelis Tarjih yang keduanya membidangi persoalan penentuan awal bulan Hijriyah. Pertemuan difasilitasi oleh Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Departemen Agama RI.

Dirjen Bimas Islam KH Nasaruddin Umar saat membuka acara menyatakan, pertemuan dua organisasi besar itu tidak terburu-buru berorientasi pada penyatuan penentuan awal bulan Hijriyah. Menurutnya, target utama pertemuan itu adalah saling bermuwajahah atau bertemu dan menyampaikan gagasan masing-masing, sembari mencari kemungkinan-kemungkinan adanya penyatuan kriterian penentuan awal bulan.

“Kita tidak berorientasi pada hasil. Kita sedang mencari solusi yang terbaik, dan segala sesuatu tidak perlu diwujudkan dari atas (pemerintah, red), karena kalau itu terjadi maka hasilnya tidak akan permanen,” katanya. Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas yang memandu jalannya pertemuan itu mengatakan, umat Islam di Indonesia sangat berharap masing-masing organisasi Islam bisa menjalankan ibadah puasa dan hari raya secara bersamaan. Menurutnya, perbedaan penentuan awal bulan Hijriyah difahami sebagai konflik.

“Bagi kalangan pemimpin organisasi perbedaan itu mungkin hal yang biasa. Namun bagi masyarakat perbedaan berarti tidak ada ukhuwah Islamiah (persaudaraan). Kalau didialogkan, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin,” kata Ketua PP MUhammadiyah yang membidangi MNajelis Tarjih itu. Hingga berita ini diturunkan, pertemuan itu belum selesai. Masing-masing organisasi menyampaikan pemikirannya mengenai metode penentuan awal bulan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits Nabi beserta argumentasi ilmiyahnya. Dari PBNU penyampaian pertama diwakili oleh Ketua Lajnah Falakiyah KH Ghazali Masroeri dan sementara dari Muhammadiyah diwakili oleh Ketua Majelis Tarjih Syamsul Anwar. Pertemuan dihentikan sementara waktu untuk menjalankan shalat dhuhur. (nam)

29 Tanggapan

  1. Saya setuju dengan Pak Syamsul Anwar, bahwa kita bicara penyatuan kalender hijriyah yang berlaku internasional. Kalau lokal, regional lalu internasional tentu energi yang dikeluarkan akan lebih banyak. Padahal permasalahannya baik lokal maupun internasional (hampir) sama saja. Ini barangkali karena wilayah Indonesia yang demikian panjang (seperdelapan muka bumi), sehingga membicarakan Indonesia (hampir) sama membicarakan regional/internasional.

  2. Asswrwb. Utk menyusun kalender hijriyah global memang hrs menggunakan METODHA HISAB GLOBAL tapi hrs yg BERLANDASKAN AL QUR’AN DAN HADIST dan disusun atas dasar WAWASAN ASTRONOMI GLOBAL. Oleh krn itu dibutuhkan PERSEPSI YG SAMA atas pemahaman astronomi global mengenai PENAMPAKAN HILAL s.d. hal yg sekecil2nya misalnya ttg rahasia keDINAMISANan GRS PERUBAHAN HARI/TGL BLN HIJRIYAH yg tdk lain = GRS PENAMPAKAN HILAL. Selain itu hrs tdk berada dibawah bayang2 metode kalender syamsiyah+IDLnya. Wasswrwb.

    • Pak Bambang,
      Kita itu hidup di alam nyata…. bukan alam wacana…

      Sebaiknya ketika kita membicarakan Kalender Global, yang Dipikirkan itu adalah :

      “Bagaimana bila diaplikasikan menjadi Kalender sehari-hari untuk semua keperluan hidup”…

      .

      Kalender Hijriyah Global yang Garis Tanggal Internasional nya berubah-ubah berdasarkan Garis Penampakan Hilal… Sementara GARIS HARI Internasional TETAP DI 180° GARIS BUJUR Planet Bumi…

      ===> Hasilnya adalah :
      Kekacauan Administrasi !!…

      .

      Ini BUKAN karena BAYANG-BAYANG Kalender Syamsiah + IDL nya…

      TAPI Ini karena KONSEKUENSI dari TETAP nya Garis HARI Internasional !!…

      Sekali lagi saya katakan (mudah-mudahan mengerti):

      KARENA TETAPNYA GARIS HARI Di Planet Bumi, Di Tempat Bertemunya Antara :
      – Orang yang Mengelilingi Bumi ke Arah Timur Dengan
      – Orang yang Mengelilingi Bumi ke Arah Barat…
      Dari Posisi Tempat Awal Manusia (Adam as)… yaitu daerah Ka’bah Mekah…

      Sekali saya katakan (mudah-mudahan lebih mengerti) :

      KARENA TETAPNYA GARIS HARI DUNIA Di Sekitar Lautan Pacifik !!…

      .

      Dengan tidak sama nya Garis Tanggal Hijriyah Internasional dengan Garis Hari Dunia… Hasilnya adalah :
      Tidak akan pernah ada 1 Kalender Hijriyah !!!…

      Sebab akan ada saja suatu Tanggal dengan Hari yang Berbeda…
      Misalnya tgl 1 suatu bulan, di negara A = Senin, di negara B = Selasa…

      Kalau Kalender seperti ini (suatu tgl beda hari) DIPAKSAKAN menjadi Kalender Global… AKAN SUSAH !!!…

      Kalau tidak percaya… Silahkan saja Kalender Usulan Pak Bambang disetujui oleh Umat Islam Dunia… DAN GUNAKAN…
      Insya Alloh, Administrasi Dunia yang mengandalkan Kalender Hijriyah yang seperti itu akan Kacau balau…

      .

      Menurut saya, ketika Tonggak Penyatuan Kalender Hijriyah ini telah Dipancangkan…

      Harapan nya adalah :

      Masing-masing Ormas dan Instansi baik Dalam / Luar Negeri…
      Masing-masing Bisa memberikan Solusi Bagaimana Kalender Hijriyah Global itu seharusnya…

      Kalender Hijriyah Global yang tidaknya Hanya bisa digunakan untuk Ibadah saja… Tetapi bisa digunakan untuk keperluan Administrasi Dunia…

      Kemudian setelah masing-masing Solusi dari tiap Ormas / Instansi itu ada…
      Pada pertemuan ulama dan ahli falak sedunia yang akan datang, Bisa dibedah bersama-sama… Mudah-mudahan ada Satu Solusi Kalender Hijriyah Global yang Benar-benar bisa digunakan…
      Bukan cuma “Manis di Atas Kertas” tapi bikin Sengsara di Lapangan…

      Allah swt itu menghendaki kemudahan bagi kita, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kita…

      Wassalam

  3. Asswrwb. Pak Ivan, Grs Hari Internasional itu sama dg IDL yg merupakan bag tak terpisahkan dr kalender syamsiyah yg hanya memperhitungkan kombinasi gerak matahari dan bumi saja. Sedangkan utk kalender hijriyah memperhitungkan kombinasi gerak matahari, bumi dan bulan yg salah satunya menghasilkan PENAMPAKAN HILAL sebagai tanda masuknya awal bln hijriyah. Jadi Grs penampakan hilal sebagai Garis perubahan HARI/TANGGAL bln hijriyah adalah bag yg tak terpisahkan dr kalender hijriyah. Wassww.

  4. Asswrwb. Pergantian HARI beserta TANGGALnya berdasarkan kalender syamsiyah+IDLnya terjadi saat TENGAH MALAM, sedangkan pergantian HARI beserta TANGGALnya berdasarkan kalender hijriyah+Grs penampakan hilal terjadi saat MAGRIB. Oleh krn itu dg mengabaikan metodha kalender syamsiyah+IDLnya maka hanya akan ada SATU HARI saja dlm SATU TANGGAL HIJRIYAH krn HARI dan TANGGAL berganti bersama2 saat MAGRIB. Jadi adanya dua hari dlm satu tgl hijriyah krn pergantian hari masih dibawah bayang2 IDL. Wasswrwb.

  5. Asswrwb. Grs perubahan hr/tgl yg TETAP dg grs bujur 0° melintasi KA’BAH, tdk bisa digunakan sebagai dasar penyusunan KALENDER KOMARIAH melainkan hanya bisa digunakan sebagai dasar penyusunan KALENDER SYAMSIAH TANDINGAN utk menggeser kalender masehi. Agar kalender syamsiah tandingan tsb sejalan dg kalender komariah (hijriyah) maka PERGANTIAN HARI/TANGGAL hrs ditetapkan saat MAGRIB, dan hanya dibagi dr tgl 1 s.d. tgl 365(366 utk kabisat), tdk perlu dibagi 12bln krn tdk relevan dg gerak bulan. Wass

    • Kalender Syamsiah itu untuk Kalender Musim pak…

      Planet Bumi itu punya 4 musim sebagai patokan… :
      Musim Semi, Panas, Gugur dan Dingin

  6. Pak Bambang, Saya ingin tanya… Pertanyaan nya adalah :
    mengenai HARI (Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu)… BUKAN TANGGAL !…

    Garis Batas Hari Dunia… yang bisa dikatakan :
    Sebuah Garis Bujur Planet Bumi yang :
    – sebelah KIRI nya (pada globe) adalah Hari AHAD (misalnya)
    – sebelah KANAN nya adalah SABTU…

    Itu akibat dari apa sih, apakah akibat dari kalender syamsiah ??…

    .

    Apakah GARIS PENAMPAKAN HILAL yang berubah-ubah setiap bulan itu MEMPENGARUHI LETAK Garis Batas Hari Dunia ini ?…

    Apakah kalau Garis Penampakan Hilal suatu bulan dimulai dari Mauritania Afrika… Garis Batas Hari Dunia pun berubah posisi nya menjadi dari Mauritania juga, bukan di Kiribati / Samoa ??…

  7. Asswrwb. Pak Ivan, kalender syamsiah memang sesuai dg EMPAT MUSIM krn disusun atas dasar gerak bumi mengelilingi matahari (revolusi bumi) dr satu posisi hingga kembali pd posisi itu lagi. Satu revolusi bumi disebut SATU TAHUN = 365 HARI lebii sedikit shg tiap 4th (kabisat) hrs disesuaikan menjadi 366hr, Sedangkan 1 HARI adalah dr posisi jam 00.00 hingga kembali keposisi itu pd jam 24.00 akibat putaran bumi pd porosnya (rotasi bumi). Bumi berrevolusi dg posisi POROS MIRING spt pd GLOBE. Wasswrwb.

  8. Asswrwb. Selama berrevolusi poros bumi yg miring tdk selalu condong ke matahari tapi pd posisi yg tetap shg terjadi 4 posisi yg menyebabkan adanya 4 musim. Saat poros bumi condong kearah matahari, belahan bumi selatan musim dingin. Ketika 1/4 revolusi, belahan bumi selatan musim semi. Ketika 1/2 revolusi, poros bumi codong membelakangi matahari, belahan bumi selatan musim panas. Dan ketika 3/4 revolusi, belahan bumi selatan musim gugur. Belahan bumi utara sebaliknya. Demikian setiap thn. Wasswrwb

  9. Asswrwb. Mengenai Grs batas hari HARI dunia itu SAMA DGN IDL(International Date Line = Grs TANGGAL Internasional) yg ditetapkan atas dasar KONVENSI INTERNASIONAL utk melengkapi metodha penyusunan kalender masehi(syamsiah), yg merupakan tempat dimulainya HARI dan TANGGAL secara bersamaan pd jam 00.00. Dan mengenai Grs penampakan hilal yg berubah setiap bulan, OTOMATIS akan menjadi Grs HARI dan TANGGAL tempat dimulainya HARI dan TANGGAL bln hijriyah secara bersamaan saat MAGRIB. Wasswrwb.

  10. Asswrwb. Bila penampakan hilal terjadi di Mauritania maka HARI dan TANGGAL awal bln hijriyah berkenaan dimulai di tempat itu saat magrib diikuti wilayah2 disebelah baratnya secara berturut2 memasuki HARI dan TANGGAL awal bln hijriyah pd saat magrib diwilayah masing2. Dgn demikian grs hari dunia(=IDL) di bujur 180° (Kiribati/Samoa) + kalender masehi yg merupakan satu kesatuan hrs diabaikan. Wasswrwb.

  11. Pak Bambang….kalau garis tanggal berdasarkan kenampakan hilal, maka kita harus menetapkan batas tanggal yang banyak sekali dan sangat rumit. Misalnya hilal bulan Muharam terlihat pertama kali di Indonesia, maka kita akan menetapkan garis tanggal yang membelah wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Terpaksa kita akan membuat garis tanggal yang berbelok-belok mengikuti batas negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur. Penetapan negara2 mana yang memasuki tanggal dan negara2 mana yang belum memasuki tanggal, adalah teramat sulit. Karena batas negara itu bukan lurus utara selatan. Kalau lurus utara selatan mah…no problem. Ini baru satu bulan (Muharam).

    Kita misalkann lagi, bulan Safar, hilal pertama kali terlihat di India, maka untuk bulan Safar, kawasan India memasuki tanggal terlebih dahulu. Terpaksa kita juga harus menetapkan negara2 mana yang memasuki tanggal lebih dahulu dan negara2 mana yang memasuki tanggal menyusul. Ini sangat rumit karena negara2 di Asia Selatan (India dan sekitarnya) batas2nya juga tidak lurus utara selatan. Bagaimana jika ada negara yang berada di sebelah utara India tetapi wilayahnya memanjang dari barat ke timur? Apakah harus dibelah tanggalnya?

    Demikian seterusnya, kita akan mengalami kesulitan yang tak terpecahkan.

    Oleh karena itu, kalender hijriyah pun harus ditetapkan garis batas tanggal yang tetap. Idealnya memang di wilayah yang kosong penduduknya seperti Samudera Pasifik. Ini bukan tidak mungkin. Anggaplah mulai dari Afrika hingga kepulauan Hawai itu merupakan satu belahan bumi dan Eropa – Amerika merupakan belahan bumi lainnya. Dari situ kita lihat, hilal terlihat (atau wujud) di belahan mana? Kalau kita perhatikan, sepertinya kemunculan hilal itu berada pada belahan bumi (bukan negara) yang tetap, dan belahan bumi itu timur. Nah…dari sinilah kita bisa tetapkan. Perkara masih ada sebagian negara (khususnya di lintang tinggi) yang hilalnya masih di bawah ufuk, itu tdk masalah karena dalam memaknai perintah rukyat itu harus merefer ”tempat”. Dan tempat itu adalah Mekkah dan Madinah. Atau bisa kita perlebar yaitu kawasan tropis, sebagaimana posisi Mekkah Medinah yang masih kategori daerah Tropis. Jadi sesungguhnya ummat islam seperti di Beijing atau di Norwegia, mereka tidak wajib rukyat, tetapi cukup merefer negara2 di wilayah tropis dalam belahan bumi yang sama. Beijing bisa merefer Indonesia, Negara2 Skandinavia bisa merefer Afrika bagian tengah, dst. Jika negara2 Skandinavia harus merukyat, maka mereka bisa terlambat puasa beberapa hari dibandingkan negara2 di kawasan tropis.

  12. Pak Djamal bilang kalau ada yang berpendapat bahwa Ka’bah itu dulunya kutub utara….dianggap pseudosains. Tapi kalau ada ahli yg bilang bahwa matahari itu tersusun gas helium dan suhu di pusat matahari itu 6000 derajat celcius, pak Djamal bilang itu ilmiah. Padahal keduanya sama….hanya DUGAAN semata. Oke…matahari ada fakta2nya yang mendukung. Sesungguhnya, Ka’bah sbg mantan kutub utara juga banyak fakta yang mendukung.

    Lalu, kenapa garis visibilitas hilal atau wujudul hilal itu serong ke kiri atas? Ini adalah pengaruh tilt bumi. Makanya, garis batas tanggal qomariah itu layak (seharusnya) dibelokkan ke Selat Bering (jangan memotong Alaska). Mungkin ini tidak pernah dikaji para astronom, sama halnya astronom tidak ada yang pernah mengkaji Ka’bah sebagai eks kutub utara bumi (atau center of earth). Mengapa? Jika mereka mengkaji ini, otomatis nama islam akan tersohor.

    Ini hampir sama dengan nama Masjidil Aqsha dalam kisah Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw. Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud Masjidil Aqsha dalam ayat Isra Mi’raj itu masjid yang di Palestina. Tapi kalau kita baca sejarah, pada saat Nabi Muhammad saw melakukan Isra Mi’raj, masjid yang di Palestina (yang kini dikenal dg Masjidil Aqsha) itu dikuasai oleh bangsa Romawi dan saat itu difungsikan sebagai gereja. Pertanyaannya, mungkinkah Nabi Muhammad berjalan ke sana dan (ini yang menjadi tanda tanya besar) melakukan sholat di sana? Saya tak paham sejarah, oleh karena itu silakan dipelajari ulang, benarkah saat itu masjid di Palestina difungsikan sebagai gereja? Jika benar, mungkinkah Nabi saw sholat di sana? Bolehkah kita sholat pada suatu tempat yang saat itu berfungsi sbg gereja?

    Lalu, di akhir ayat Isra Mi’raj ada kalimat ”baraqna haulahu”. Saya pengen mendapatkan kejelasan dari ahli tata bahasa arab, sebenarnya yang diberkati sekelilingnya itu ”masjid” atau ”Nabi” sih? Soalnya keduanya mempunyai implikasi yang berbeda lho. Terimakasih jika ada yg bersedia menjelaskan.

    • Untuk bisa membedakan sains dan pseudosains, memang harus belajar dulu sains. Tanpa pemahaman itu, kita mudah menerima suatu informasi seolah sains, sesungguhnya itu pseudosains. Hal yang membedakan, sains diperoleh dengan serangkaian metode saintifik yang bisa diuji oleh saintis lainnya.

      Gari tanggal bisa miring ke kiri atau ke kanan atau agak tegak, tergantung posisi bulan dan matahari, bukan karena kemiringan sumbu rotasi bumi.

      OK, dengan diskusi ini, kita didorong untuk belajar lagi tentang sains, khususnya astronomi. Kondisi yang paling berbahaya bila orang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu yang bisa menyesatkan dirinya dan orang lain. Yang lebih baik bila orang tahu bahwa dirinya tidak tahu sehingga terus belajar.

      • Нaнaɑº°˚нaнaɑº°º°˚нaнaɑº°
        Yang saya tahu, sampeyan tahu dan orang lain tahu kalau sampeyan tukang menyesatkan orang..
        Mau tahu?

      • Wani piro?

  13. Asswrwb. Pak Prasojo, Grs perubahan hari/tanggal yg TETAP itu hanya utk dasar penyusunan kalender syamsiah. Agar saya tdk mengulang komentar saya, silahkan baca postingan2 saya pd artikel “Kesepakatan grs tgl mutlak diperlukan utk mewujudkan kalender global”.Wasswrwb.

  14. Pak Djamal, andaikata posisi bumi tidak miring, maka terbit dan terbenamnya matahari dan bulan terletak pada titik lintang yang sama. Gimana sih? Makanya, dengan kemiringan bumi, bumi jadi mengalami 4 musim. Inilah ketetapan Allah yang haq. Soal perbedaan pendapat, itu mah biasa. Ahli2 astronomi juga berbeda pendapat. Adanya WH dan IR itu menunjukkan bahwa pemahaman manusia tdk sama. Janganlah mengatakan ”tdk tau kalau dirinya tidak tau”. Wah….seolah dikau menjadi Tuhan lagi. Biarlah dengan perbedaan pandangan, manusia jadi berfikir. Menngapa yang satu begini yang lain begitu. Takut menyesatkan? Selagi masih berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasul, manusia tdk akan sesat. Berkeyakinan kalau Ka’bah itu sebagai center of earth atau eks kutub utara itu tidak menyesatkan, karena ini bukan rukun iman. Pak Djamal harus bisa membedakan. Oh soal Masjidil Aqsa? Silakan pak Djamal baca sejarah, tanah Palestina saat kenabian Muhammad tidak dikuasai kaum muslimin tapi sedang dikuasai bangsa Romawi yang notabene nasrani. (Lha wong justru Nabi Muhammad sedang menyampaikan risalah di Mekkah dan Madinah koq).

    • Harap maklum ya mas Pras, nak Djamal tidak hanya LOLA tapi sudah menjurus ke LOL-LI grade 12…
      !!..Ṁ̭̥̈̅̄ṁ̭̥̈̅̄н☀(‘.._..’)☀нṁ̭̥̈̅̄Ṁ̭̥̈̅̄ ..!!…

  15. Asswrwb. Pak Prasojo, semua umat muslim pasti berkehendak agar KA’BAH menjadi pusat segalanya, tapi hrs dipertimbanhkan utk bidang apa saja yg dpt dipertanggungjawabkan. Grs perubahan hr/tgl adalah tempat dimana hr/tgl DIMULAI, dan utk kalender syamriah bisa kapan dan dimana saja termasuk Ka’bah (krn hanya berpatokan pd gerak semu matahari). Sedangkan utk kalender hijriyah juga bepatokan pd KAPAN dan DIMANA hilal pertama kali dpt dilihat yaitu di Grr penampakan hilal saat MAGRIB. Wasswrwb.

  16. Pak Bambang…saya bukannya tak setuju dengan perubahan garis penampakan hilal. Tapi kalau ini yang jadi pegangan mutlak, maka kita tidak akan pernah bisa menyusun kalender hijriyah global. Kita tetap akan seperti sekarang ini, Indonesia membuat kalender sendiri, Malaysia begitu juga dan seterusnya. Ini masalahnya. Kalender global harus didasarkan pada garis tanggal yang tetap. Kesepakatan garis tanggal yang tetap itulah yang belum dapat dicapai sekarang ini,

  17. kenapa orang islam dominan mengikuti kalender masehi daripada kalender hijriyah?

    • Di negara-negara Arab (terutama Arab Saudi) dominan digunakan kalender Hijriyah. Di Indonesia, pengaruh penjajahan Belanda menjadikan penggunaan kalender Masehi lebih dominan. Tetapi, di banyak daerah di Indonesia (seperti di kampung saya di Cirebon) banyak orang tua yang lebih faham kalender Hijriyah daripada kalender Masehi. Mengapa? Kalender hijriyah mudah dikenali tanggalnya dari bentuk-bentuk bulan. Sedangkan kalender Masehi lebih unggul untuk mengenali musim, sulit untuk mengenali tanggal.

  18. Assalamualaikum, P Djamaluddin, saya baru aja membaca tentang International Lunar Date Line, yang terkait dengan visibilitas bulan yang berubah-ubah setiap saat. Karena itu saya menanyakan hal berikut :
    adakah pola visibitas bulan yang relatif tetap dalam jangka waktu tertentu. Kalau misalnya pola itu ada sepertinya dapat dijadikan acuan untuk menentukan International Lunar Date Line. yang tentukan International Lunar Date Line selalu berubah lokasinya sesuai pola yang ada. Terima kasih Pak, mohon tanggapan dari Bapak.
    Wassalamalaikum Wr. Wb.

    • Polanya ditentukan oleh posisi bulan dan matahari. Saya belum mengkajinya secara rinci, tetapi sifat umum pola terkait dengan posisi bulan dan matahari akan bersiklus sekitar 19 tahun, seperti halnya jalur gerhana yang disebut seri Saros.

  19. […] menyelesaikan masalah perbedaan hisab rukyat, meskipun pertemuan sudah dilakukan beberapa kali: https://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/01/20/tonggak-penyatuan-kalender-hijriyah-telah-dipancangkan-…. Karena, masalahnya memang bukan sekedar pada komitmen untuk bersatu, melainkan juga harus […]

Tinggalkan komentar