Arah Kiblat Tidak Berubah


T. Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika LAPAN, Anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama RI

Arah kiblat tidak berubah. Anggapan bahwa arah kiblat yang seolah bergeser akibat gempa perlu segera diluruskan. Karena hal itu tidak berdasar logika ilmiah dan berpotensi meresahkan masyarakat. Pergeseran lempeng bumi hanya berpengaruh pada perubahan peta bumi dalam rentang waktu puluhan atau ratusan juta tahun, karenanya tidak akan berdampak signifikan pada perubahan arah kiblat di luar Mekkah dalam rentang peradaban manusia saat ini. Jadi, saat ini tidak ada pergeseran arah kiblat akibat pergeseran lempeng bumi atau gempa. Semua pihak (terutama Kementerian Agama dan MUI) jangan terbawa pada opini yang didasari pada informasi yang keliru.

Masalah ketidakakuratan arah kiblat yang terjadi pada banyak masjid, bukanlah masalah pergeseran arah kiblat, tetapi karena ketidakakuratan pengukuran pada awal pembangunannya. Itu bukan masalah serius dan mudah dikoreksi. Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama dan BHR Daerah serta kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa memberikan bantuan penyempurnaan arah kiblat tersebut. Bisa juga dilakukan koreksi massal dengan panduan bayangan matahari pada saat matahari berada di atas Mekkah atau dengan panduan arah kiblat berbasis internet Google Earth/Qiblalocator. Setelah arah kiblat diketahui, tidak harus bangunannya yang diubah, cukup arah shafnya. Kementerian Agama bersama MUI, BHR, BHRD, dan kelompok-kelompok peminat hisab rukyat bisa melakukan sosialisasi penyempurnaan arah kiblat tersebut.

Fatwa MUI No 3/2010 nomor 3 bahwa “Letak geografis Indonesia yang berada di bagian timur Ka’bah/Mekkah maka kiblat umat Islam Indonesia  adalah menghadap ke arah barat” perlu dipertimbangkan lagi karena menghadap arah kiblat yang benar bukan hal sulit dan penyempurnaan arah kiblat di banyak masjid juga tidak harus mengubah bangunannya.

Panduan langsung arah kiblat berbasis Google Earth dapat dilihat di http://www.qiblalocator.com/

Info saat posisi matahari berada di atas Mekkah dapat dilihat di blog saya: https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/15/menyempurnakan-arah-kiblat-dari-bayangan-matahari/

Namun mungkin masih ada yang bertanya, bukankah gempa juga mengubah rotasi bumi sehingga mungkin berpengaruh pada perhitungan posisi matahari saat berada di Mekkah? Pergeseran lempeng yang sebenarnya menyebabkan perubahan rotasi bumi itu, bukan gempanya. Gempa sekadar indikator pelepasan energi akibat pergeseran lempeng bumi. Karena ada pergeseran lempeng bumi, maka kesetimbangan “bola” bumi berubah. Tetapi efeknya sangat-sangat-sangat kecil, tidak terasa oleh manusia.

Akibat pergeseran lempeng kesetimbangan “gambar bumi” sedikit berubah karena titik massa kulit bumi bergesar. Akibatnya, poros “gambar bumi” bergeser. Untuk kasus gempa Chile 2010 pergeserannya sekitar 8 cm (sudutnya bergeser 2,7 mili detik busur =0,00000075 derajat). Dan untuk gempa Aceh 2004 pergeserannya 7 cm (sudutnya bergeser 2,32 mili detik busur = 0,00000064 derajat). Pergeseran itu terlalu kecil untuk dilihat. Akibat pergesaran kesetimbangan massa bumi, rotasi bumi dipercepat 1,26 mikro detik = 0,000000126 detik, juga manusia tidak mungkin merasakannya. Sebenarnya soal percepatan-perlambatan rotasi bumi, bukan hanya disebabkan oleh pergeseran lempeng. Efek pasang surut bulan juga menyebabkan rotasi bumi diperlambat 0,00002 detik per tahun, jauh lebih kuat efeknya daripada gempa (lihat blog saya ”Sinkronisasi Bumi-Bulan” di https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/28/sinkronisasi-bumi-bulan/ )

Kembali ke masalah penentuan arah kiblat. Apakah harus demikian akuratnya penentuan arah kiblat, sampai ketelitian menit busur? Saya kira perbedaan kurang dari 2 derajat masih dianggap tidak terlalu signifikan. Ibaratnya dua masjid berdampingan yang panjangnya 10 meter, perbedaan di ujungnya sekitar 35 cm. Jamaah di kedua masjid akan tampak tidak berbeda arahnya. Untuk jarak Indonesia-Mekkah, perbedaan 2 derajat di Mekkahnya hanya berbeda kurang dari 300 km, yang bila dilihat pada globe besar jaraik itu tidak terlalu signifikan.

Dalam penentuan arah kiblat kesalahan sampai 2 derajat masih bisa ditolerir mengingat kita sendiri tidak mungkin menjaga sikap tubuh kita benar-benar selalu tepat lurus ke arah kiblat. Arah jamaah shalat tidak akan terlihat berbeda, bila perbedaan antarjamaah hanya beberapa derajat. Sangat mungkin, dalam kondisi shaf yang sangat rapat (seperti sering terjadi di beberapa masjid), posisi bahu kadang agak miring, bahu kanan di depan jamaah sebelah kanan, bahu kiri di belakang jamaah sebelah kiri. Mungkin ada yang berpendapat, yang terpenting arah pandangan mata. Apakah  kita bisa betul-betul menempatkan arah pandangan mata dalam rentang plus minus kurang dari 2 derajat? Peralihan pandangan mata dari satu sudut sajadah ke sudut lainnya, kalau kita mau hitung secara cermat, sudah berarti pergeseran yang sangat besar, sekitar 20 derajat. Islam tidak menyulitkan seperti itu.

”dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui”. QS 2:115