Peneliti Sains Atmosfer LAPAN Analisis Kondisi Cuaca Saat Sukhoi Superjet 100 Jatuh di Gunung Salak


T. Djamaluddin

Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan,  LAPAN

Jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 pada 9 Mei 2012 sekitar pukul 14.33 WIB di Gunung Salak masih menjadi teka-teka, terutama informasi yang menyebutkan bahwa pesawat turun dari ketinggian 10.000 kaki (3 km) ke 6.000 kaki (1,8 km) sebelum jatuh. Banyak spekulasi yang berkembang dengan mengaitkan berbagai kemungkinan, termasuk faktor mistis. Peneliti sains atmosfer di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN mengkaji kemungkinan faktor cuaca buruk berdasarkan data satelit cuaca MTSAT.

Data MTSAT menunjukkan sekitar waktu kejadian, awan di sekitar Gunung Salak tampak  sangat rapat dengan liputan awan lebih dari 70% (gambar paling atas). Analisis indeks konveksi  (gambar ke dua) yang bisa menggambarkan ketinggian awan juga menunjukkan indeks sekitar 30 yang bermakna adanya awan Cb (Cumulo Nimbus) yang menjulang tinggi sampai sekitar 37.000 kaki (11,1 km). Data satelit itu memberi gambaran bahwa saat kejadian, pesawat dikepung awan tebal yang menjulang tinggi. Logika sederhananya, pilot akan mencari jalan keluar yang paling aman. Menaikkan pesawat untuk mengatasi awan mungkin dianggap terlalu tinggi, dari 10.000 kaki harus terbang melebihi 37.000 kaki. Pilihannya hanya mencari jalan ke kanan, kiri, atau bawah. Pilihan minta izin menurunkan ke 6.000 kaki, mungkin juga didasarkan pertimbangan ada sedikit celah yang terlihat di bawah, tetapi terlambat memperhitungkan risiko yang lebih fatal dengan topografi yang bergunung-gunung. [Lihat informasi updated di bawah yang mengkonfirmasi bahwa itu bukan awan Cb, tetapi awan tinggi biasa]. [Updated informasi dari laporan KNKT menyatakan bahwa yang dihadapi benar awan tebal yang digambarkan “dark cloud headed” walau alasan penurunan ke 6000 kaki bukan karena awan, tetapi karena alasan persiapan pendaratan, lihat pdf laporan akhir KNKT di bawah]

Analisis ini hanya berdasarkan data satelit cuaca, sekadar untuk memberi jawaban sementara berdasarkan data, bukan berdasarkan spekulasi yang tak berdasar. Analisis komprehensif tentang faktor lainnya tentu kita nantikan dari analisis rekamanan penerbangan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), walau tentu saja faktor cuaca tetap tak dapat dikesampingkan.

Catatan tambahan (updated):

Ada media massa yang menganggap informasi BMKG dan LAPAN berbeda. Sebenarnya sama, walau ada sedikit beda interpretasi rinciannya. Oleh karenanya, pada Senin 14 Mei diadakan diskusi LAPAN-BMKG untuk menyamakan persepsi tentang kondisi cuaca di sekitar Gunung Salak saat kejadian. Kesimpulannya, data yang digunakan LAPAN dan BMKG sama, yaitu data satelit MTSAT yang menunjukkan adanya liputan awan di sekitar Gunung Salak dan ada awan tinggi. Tentang interpretasi ada awan Cb atau tidak, akan dikaji lagi bersama, terutama bila KNKT sudah melakukan kajian atas data rekaman penerbangan. Untuk saat ini, cukuplah diketahui bersama bahwa ada awan yang meliputi wilayah Gunung Salak. Apakah awan itu yang jadi penyebabnya? Belum tentu. Kita tunggu saja hasil analisis KNKT berdasarkan data rekaman penerbangan.

Atasa dasar pertemuan LAPAN-BMKG pada Senin 14 Mei, peneliti LAPAN mengkaji ulang data pendukung lainnya untuk memastikan awan yang terdeteksi benar awan Cb atau bukan. Hasil analisis berikut ini menyimpulkan bahwa awan tersebut memang bukan awan Cb, tetapi hanya awan tinggi biasa. Jadi kesimpulannya sama dengan analisis terakhir BMKG. Semula LAPAN meyakini analisis awal karena sejalan dengan informasi awal BMKG yang dikutip media massa sebelumnya:

http://news.detik.com/read/2012/05/09/182455/1913366/10/bmkg-sudah-beri-peringatan-dini-cuaca-buruk-sekitar-bandara-halim-bogor

http://www.antaranews.com/berita/309899/cuaca-di-daerah-bogor-saat-sukhoi-hilang

Radar Bogor: “Lenyap Setelah Terobos Awan” http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=94976#

Berikut hasil analisis albedo (perbandingan radiasi yang dipancarkan awan dan yang diterimanya) di sekitar Gunung Salak pada 9 Mei pukul 15.00 WIB yang ternyata nilainya rendah, kurang dari 35%. Awan Cb semestinya memberikan nilai albedo lebih dari 90%.

Jadi, kesimpulannya pada saat Sukhoi melintasi Gunung Salak, ada awan tebal dengan liputan lebih dari 70%, terutama terdiri dari awan tinggi yang mencapai ketinggian 37.000 kaki. Awan tersebut bukanlah bagian awan kumulo nimbus (Cb), tetapi awan tinggi biasa.

Catatan updated Desember 2012 berdasarkan laporan dari laporan KNKT, dilaporkan ada awan gelap di depan (“dark cloud headed”). Pada laporan itu disebutkan walaupun menurut data satelit itu awan tinggi bukan awan Cb, tetapi menurut pengamatan visual BMKG Darmaga, awan itu adalah Cumulonimbus (Cb) dengan ketinggian dasar 600 meter, artinya itu awan itu menjulang tinggi mulai 600 meter.  Memang alasan penurunan bukan karena menghindari awan Cb, tetapi karena memang untuk persiapan pendaratan. Namun yang jelas, faktor awan menjadi faktor penting kecelakaan tersebut. Kalau saja tak ada awan tebal, “salak segede gunung” pasti terlihat jelas dan pasti peringatan TAWS (sistem peringatan adanya tebing) tidak akan diabaikan begitu saja.

Laporan lengkap KNKT: Final Report_97004_Release-Sukhoi 100

Menjelang Sukhoi jatuh -awan tebal menghadang

Menjelang Sukhoi-100 jatuh, awan tebal menghadang (“Dark Cloud Ahead”)

42 Tanggapan

  1. Mari jelaskan fenomena yang sering dianggap masyarakat berhubungan dengan hal mistis dengan penjelasan ilmiah yang lebih logis 🙂

  2. saya tertarik dengan analisa citra MTSAT yang LAPAN buat. Kalo boleh saya tau kanal apa yang digunakan untuk melihat liputan awan pada gambar 1? dan legend di kanan gambar menunjukan nilai apa?

    • Chanel untuk analisis awan digunakan IR1. Legend di sebelah kanan untuk liputan awan adalah fraksi liputan awan (100% artinya dalam 1 pixel sepenuhnya awan), untuk indeks konveksi legend menunjukkan indeks yang berkorelasi dengan suhu puncak awan dan ketinggian awan.

      • Bagaimana bapak bisa justifikasi jenis awan kalau hanya menggunakan 1 chanel….karena dari visible terlihat hanya tipis sekali…suhu puncak awan cb itu sama dengan awan Ci….

  3. izin dishare pak.
    setidaknya untuk mengimbangi derasnya komentar2 sok ahli 😦

  4. informasi cuaca pastinya sudah diketahui oleh pilot karena mereka pasti minta data cuaca dan ramalan cuaca di daerah/rute terbang. apakah pilot sudah memperhitungkan dengan kondisi ramalan cuaca tersebut? berarti penyelidikannya bisa jadi melibatkan kantor peramal cuaca setempat.

    • Saya tidak tahu. Mestinya mereka sudah mendapat informasi prakiraan cuaca dari BMKG. Tetapi, cuaca yang cepat berubah di wilayah tropis (dilihat dari peta awan, perubahan jam-an cepat sekali) mungkin juga tidak sepenuhnya dipertimbangkan.

  5. 1. Sepertinya mustahil jika pilot dengan jam terbang tinggi menghindari CB (cumulonimbus) dalam jarak dekat, apalagi mencari celah di bawah awan CB. Seperti kita ketahui, di bawah awan CB adalah tempat jatuhnya hujan deras dan angin kencang yang jatuh ke bawah (downburst, microburst dan klo beruntung, bisa kita temui Puting beliung / tornado).

    2. Hal yang mendukung alasan pada no 1 adalah, apa mungkin SSJ 100 yang katanya canggih itu tidak dilengkapi fitur radar cuaca??? Sehingga pilot tidak bisa mendeteksi adanya CB dalam jarak jauh. Sedangkan radar cuaca sudah umum dilengkapi di pesawat2 modern. Jika tidak memiliki radar,,, sudah selayaknya tidak boleh terbang menembus awan,,, baik awan rendah menengah ataupun tinggi….. baik awan tipis ataupun tebal.

    3. Awan CB sudah bisa dilihat dalam jarak 100 km sekalipun jika tidak ada yang menghalangi pandangan. Jadi jika pesawat idak terbang dalam liputan awan rendah dan menengah (Sc, Cu, Ac, As) yang tergolong masih aman untuk penerbangan (tidak seperti CB yang berbahaya) , maka dengan mata telanjang sudah terlihat dari kejauhan.

    4. Saya kira jika pilot menemukan tanda2 awan CB, kemungkinan besar akan menghindar jauh sebelum mendekati.

    5. Spekulasi :

    gambaran lapisan awan:

    ketinggian 3000m adalah ketinggian di antara lapisan awan rendah dan menengah, dimana awan pada lapisan ini memang tidak terlalu tebal seperti CB, Akan tetapi bisa mencakup area yang luas, seperti kalau terlihat dari bawah terlihat merata, sementara sinar matahari masih bisa menerangi meskipun matahari sudah tak terlihat. Kondisi ini bisa menghalangi pandangan ke lapisan atas dan bawah. Jadi pilot tidak melihat di atasnya dan bawahnya terjadi apa, karena masuk ke liputan awan. Kalaupun ada CB juga tidak bisa melihat. Sekali lagi pertanyaan? apa mungkin SSJ100 yang katanya modern tidak memiliki radar cuaca???

    • Adakah kelengkapan radar cuaca dan apa yang sesungguhnya mendasari keputusan pilot meminta turun ke 6.000 kaki diharapkan terungkap dari rekaman penerbangan di kota hitam.

      • Ada atau tidaknya radar cuaca saya juga kurang tahu,,, namun secara logika awam saya,,, seharusnya ada,,, atau mungkin alat pendeteksi obstacle,,,, jika tidak ada,,,, selayaknya tidak menembus awan,,,, meskipun berupa kabut saja,,, karena pesawat terbang dalam posisi rendah di daerah pegunungan,,,,

        Mari kita tunggu saja hasil investigasinya pak,,, biar tidak ada spekulasi lagi 🙂

  6. Saya masih blom mengerti kenapa bapak menggunakan data satelit cuaca MTST 09 Mei 2012 15.00 WIB ?
    Sementara terjadinya kecelakaan 09 Mei 2012 14.33 WIB.

  7. Beginilah jadinya kalau sang pilot lagi mabuk, overdosis dan berhalusinasi (apalagi berhalusinasi 3 derajat) segalanya bisa terjadi..
    Sudah jelas bahwa sang gunung sudah mewujud, dihisab pakai metoda apapun baik gps, radar maupun satelit ya tetap mewujud.. Ini pilot mabuk maunya pingin merukyat langsung sang gunung yg lagi tertutup awan.. Yg jadi korban warga Indonesia lagi. Tdk bisa lagi berhari raya MEKKAH dan dunia..
    Jadi tdk ada yang aneh, mistis dan misterius disini.
    – Letak sang gunung yg bergunung-gunung jelas mewujud meski tertutup awan tebal.
    – performance pesawat “bolehlah”, krn terbukti sdh singgah di beberapa negara sebelumnya. Meski ELTnya Jadul ada safety2 instrumen fly by ware yg melindunginya.
    – Latar belakang sang pilot sarat pengalaman baik dgn teknologi dan penerbangan.
    Lantas apalagi yg hrs dianalisis kalau bukan sang pilot yg lagi mabuk, overdosis dan berhalusinasi yg kebetulan suka merukyat gunung walau tertutup awan tebal…
    Kalau bukan itu??? Berarti sang pilot sakit jiwa dan hampir gila..

  8. Tadi pagi tgl 16 mei 2012 ada live di TV One…yg disampaikan oleh BMKG menyatakan tdk ada awan CB dilokasi dg data dukung yg lengkap…dan sesuai dg uu BMKG dan UU Penerbangan…adalah tgs BMKG yg menginfokan secara operasional…..

    • Sudahlah pak Thomas Djamaludin…bapak sesuai dengan tupoksi mengadakan riset saja…kumpulin data yg lengkap baru ngomong…apa sih Tupoksi LAPAN….perlu di ingat ada UU BMKG ada UU Penerbangan…..itu akan lebih baik ….

      • Ada wilayah yang beririsan antara fungsi BMKG sebagai lembaga operasional dan LAPAN sebagai lembaga litbang, yaitu menyampaikan informasi publik terkait dengan dinamika atmosfer. LAPAN mempunyai Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer yang juga mengkaji cuaca dan iklim. Ketika ada kejadian yang menjadi perhatian publik dan minim sekali informasi yang ingin diketahui publik terkait dengan cuaca saat Sukhoi jatuh, BMKG dirujuk media massa dengan informasi bahwa ada awan disekitar Gunung Salak:
        http://news.detik.com/read/2012/05/09/182455/1913366/10/bmkg-sudah-beri-peringatan-dini-cuaca-buruk-sekitar-bandara-halim-bogor
        http://www.antaranews.com/berita/309899/cuaca-di-daerah-bogor-saat-sukhoi-hilang
        Radar Bogor: “Lenyap Setelah Terobos Awan” http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=94976#

        LAPAN yang juga mempunyai data MTSAT lalu memvisualisasikan untuk publik kondisi liputan awan tsb. Karena tergesa-gesa untuk segera berbagi informasi kepada publik, peneliti tidak melakukan kajian komprehensif karena merasa sudah sejalan dengan informasi BMKG yang dikutip media massa tersebut di atas. Belakangan diketahui bahwa BMKG mempunyai interpretasi yang berbeda. Menyadari ada perbedaan, kami segera mendiskusikan dengan teman-teman BMKG lalu kami melakukan kaji ulang. Beda interpretasi wajar saja. Sebagai sesama lembaga pemerintah, LAPAN dan BMKG sama-sama melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan senantiasa berkoordinasi dalam memberikan layanan informasi kepada publik. Kalau terjadi perbedaan, kami segera koordinasikan.

  9. Sebaiknya antar sesama lembaga negara kembali ke tugas dan wewenang masing-masing agar tidak tumpang tindih dan berdampak membingungkan masyarakat awam…..

    • Tidak ada yang salah. LAPAN dan BMKG sedang menjalankan tugas-fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku. Ini bagian edukasi masyarakat bahwa lembaga operasional dan lembaga litbang punya peran yang sama dalam memberikan informasi yang menjelaskan suatu kejadian sesuai kompetensi masing-masing.

  10. betul.. semua sudah ada TUPOKSI masing2.. kalo pun mau membuat statement, konfirmasi dulu sama instansi terkait..

    • LAPAN dan BMKG selalu berkoordinasi karena ada beberapa kesamaan dalam lingkup kerjanya terkait dengan atmosfer. Soal beda interpretasi wajar saja yang kemudian dikaji bersama.

      • BMKG sudah ada UU …disitu jelas Tupoksinya…apakah LAPAN punya UU pak….

      • BMKG dan LAPAN menjalankan fungsi pemerintahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak berarti suatu UU membatasi fungsi pemerintahan lembaga lain yang juga punya peran yang bersinggungan dan dilindungi dengan UU terkait yang seharusnya bersinergi. UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) mendorong badan publik, termasuk instansi pemerintah, untuk memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat untuk “mencerdaskan kehidupanan bangsa’ (pasal 3) terkait dengan kegiatan dan kinerja badan publik tersebut (pasal 9). Lembaga litbang mempunyai fungsi untuk memberikan informasi kepada publik dalam kerangka “mencerdaskan, menjelaskan, dan mengingatkan” publik/masyarakat.

      • itu ngeles aja beda nterpretasi pak… hanya cari sensasi aja. ckckck

      • LAPAN sebagai lembaga litbang tidak berkepentingan dengan sensasi. Layanan informasi adalah bagian dari edukasi masyarakat, bahwa interpretasi bisa saja berbeda. Ilmuwan tidak boleh berbohong dengan data dan interpretasinya. Kalau kemudian ada interpretasi lain berdasarkan data pendukung yang lebih komprehensif, hal yang wajar juga untuk menyempurnakan interpretasi. Itu semua harus diungkap secara jujur. Blog ini dan diskusi di dalamnya juga dimaksudkan untuk edukasi tentang kejujuran intelektual yang harus dijunjung lembaga litbang.

    • yang penting terkenal dulu.. kalo ada masalah baru koordinasi.

  11. UU No 31 Tahun 2009 :
    Pasal 70 Ayat 3 :
    Lembaga penelitian dan pengembangan,
    perguruan tinggi, badan hukum Indonesia,
    dan/atau warga negara Indonesia sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan hasil
    penelitian yang sensitif dan berdampak luas
    kepada Badan.
    Pasal 97 :
    Setiap orang yang tidak melaporkan hasil
    penelitian yang sensitif dan berdampak luas
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3)
    dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
    (lima) tahun atau denda paling banyak
    Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    • Apakah Lapan sebagai lembaga peneliti sudah melaporkan penelitiannya ke BMKG sebelum mempublikasikannya ke media? Jawabanya tidak.
      Sya memahami maksud Pak Thomas agar alasan-alasan mistis tidak meracuni masyarakat. Sya harap Pak Thomas mengakui ini sebagai kesalahan akibat dari analisis yang “kuno” dimana menginterpretasi jenis awan CB hanya dengan 2 channel Satelit MTSAT seperti Pak Thomas mengatakan metode wujudul hilal Muhammadiyah adalah kuno.

  12. Lapan belajar jenis2 awan gak sih ?
    Makanya jangan tergesa bikin statemen hanya karna pengen terkenal

    • Ilmuwan tidak berhak mengklaim dirinya mengetahui segala sesuatu, termasuk soal awan yang sekilas tampak sederhana. Kita semua harus belajar. Layanan informasi oleh lembaga litbang adalah bagian dari proses edukasi.

      • kalo sudh tahu bgtu, tolong jngn tergesa2 utk menarik sebuah kesimpulan pak, biar gak crash sama yg berwenang mengenai informasi tsb….

      • Sudah saya jelaskan di atas. BMKG dan LAPAN sama-sama lembaga pemerintah, jadi terus berkoordinasi. Beda interpretasi hal yang wajar, namun segera dikoordinasikan untuk menyamakan persepsi.

      • maksud bpak memang sudah benar, tapi alangkah sebaiknya koordinasikan dulu untuk menyamakan persepsi baru di publikasikan bukan sebaliknya, publikasikan dulu baru dikoordinasikan utk menyamakan persepsi,…

  13. Ada pertanyaan:
    @defisa: “BMKG sudah ada UU …disitu jelas
    Tupoksinya…apakah LAPAN punya UU pak…”.

    Lalu dijawab:
    “Bla.. Bla..bla.., TIDAK BERARTI suatu UU membatasi fungsi pemerintahan lembaga lain yang juga punya peran yang bersinggungan dan dilindungi dengan UU terkait yang seharusnya bersinergi. Bla.. Bla..bla”
    Pertanyaanya: siapakah yg berhak menginterpretasikan suatu UU???? Pakar hukum tatanegarakah? Seorang yg “hanya” penelitikah?? Seorang IGNORANkah??!? Atau apa kiranya????

  14. Analis yang bagus Pak, tapi tetap untuk analisis Awan CB atau cuaca ekstrim menurut saya perlu banyak data yang diperlukan bukan hanya intepretasi citra satelit, verifikasi dari ligtning detector BMKG punya saya rasa yang paling mewakili. 🙂

  15. Barusan baca ini..
    http://www.setkab.go.id/berita-4173-swasta-dan-perorangan-kini-bisa-kelola-data-metereologi-klimatologi-dan-geofisika.html

    Di paragraf paling bawah tertulis “Stasiun pengamatan yang didirikan oleh selain BMKG dilarang mempublikasikannya,” tegas Pasal 41 PP ini. (Pusdatin, ES).

    Kira2 LAPAN termasuk dalam “stasiun pengamatan” seperti yg dimaksud di atas nggak yah? Kan “katanya” LAPAN jg melakukan pengamatan/penelitian thd data satelit MTSAT?

    • LAPAN dan BMKG sama-sama lembaga pemerintah, sudah semestinya saling berkoordinasi untuk pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing yang saling bersinggungan agar bersinergi. Data satelit dan radar terkait kondisi atmosfer sama-sama dikaji oleh LAPAN dan BMKG, keduanya saling berkoordinasi.

  16. Dari cara menjawab pertanyaan” pak Thomas memang hebat. Bapak lebih cocok jadi politisi yang nongkrong di Senayan dari pada jadi Deputi pak. Ntar 2014 Pemilu pak, bole daftar jadi caleg tuh.

    Ngelesnya hebat bener.
    BMKG : Tidak ada CB
    Lapan : Ada CB

    Dimana kesamaannya pak ?
    Kemudian bapak bilang ternyata emang gak ada CB, harus dipublikasi secara jujur pak, seperti staf bapak yang dengan yakin menyatakan ada CB.
    Jangan membingungkan masyarakat bodoh seperti saya pak.
    Kalau ternyata statemenya emg salah, tolong dilakukan publikasi yang sama seperti ketika statemen pertama.

    Setau saya ilmuwan eksak tuh gk ada ngelesnya,
    2+2 yah = 4.
    Jangan ikut”n para politisi pak. Atao kalo bapak emang kebelet jadi anggota DPR yah lanjutkan koar”nya pak

Tinggalkan komentar