Komet-komet Penyebab Hujan Meteor


Thomas Djamaluddin

Peneliti Matahari dan  Antariksa, LAPAN Bandung

(Dimuat di Pikiran Rakyat,  7 Agustus 1995)

Penelitian tentang komet dapat memberikan kontribusi penting dalam mempelajari dampak lingkungan antariksa terhadap atmosfer bumi. Salah satu dampak yang ditimbulkan komet yang melintas dekat bumi adalah hujan meteor akibat masuknya debu-debu komet ke atmosfer bumi. Setiap tanggal 7 – 15 Agustus Bumi kita biasa dihujani oleh debu-debu komet Swift-Tuttle yang menyebabkan hujan meteor besar yang dikenal sebagai hujan meteor Perseid. Di samping itu banyak lagi hujan meteor yang berasosiasi dengan komet-komet yang melintas dekat Bumi.

Hujan Meteor

Komet yang mendekat matahari selalu melepaskan gas dan debu yang tampak sebagai ekor komet. Debu-debu komet itu yang tertinggal di sepanjang lintasan orbitnya merupakan gugusan meteoroid yang bisa menyebabkan hujan meteor di bumi bila bumi melintasi lintasan komet tersebut. Dampak hujan meteor terhadap bumi antara lain berupa ionisasi di ionosfer dan penumpukan aerosol di stratosfer.

Menurut penelitian, gugusan meteoroid itu sifatnya berbeda-beda tergantung umurnya. Ada yang masih padat tetapi terkonsentrasi di sekitar inti komet sehingga hanya akan menyebabkan hujan meteor periodik, sesuai dengan waktu kehadiran komet mendekat bumi. Golongan ini diwakili oleh hujan meteor Draconids (pada awal Oktober) tahun 1933, 1946 dan 1985 yang disebabkan oleh komet Giacobini-Zinner.

Golongan ke dua gugusan meteoroid tipis di sepanjang lintasannya, tetapi di dekat kometnya kerapatannya tinggi, misalnya gugusan meteoroid Leonids (penyebab hujan meteor 14-19 November) yang disebabkan oleh komet Tempel-Tuttle. Golongan ke tiga adalah gugusan meteoroid yang tersebar merata di sepanjang lintasannya yang menyebabkan hujan meteor yang hampir seragam intensitasnya setiap tahun, misalnya hujan meteor Geminids (11-16 Desember) yang disebabkan oleh komet yang telah mati, asteroid Phaethon. Makin tua umurnya gugusan meteorid itu makin tipis dan akhirnya tidak menunjukkan lagi gejala hujan meteor.

Beberapa hujan meteor telah diidentifikasikan berkaitan dengan komet yang masih aktif, seperti hujan meteor Eta Aquarids (3-10  Mei) dan Perseids (7-15 Agustus) yang masing-masing disebabkan oleh komet Halley dan Swift-Tuttle. Beberapa lainnya dikaitkan dengan komet yang telah hancur, seperti hujan meteor Andromedids (5-23 November) akibat komet Biela yang telah hancur, atau komet yang telah mati, seperti hujan meteor Geminids yang diakibatkan oleh komet mati yang tinggal intinya berupa asteroid Phaethon. Dan beberapa hujan meteor lainnya belum diketahui komet-komet penyebabnya seperti hujan meteor Quadrantids 2 – 5 Januari.

Orbit Komet

Untuk mengetahui komet-komet penyebab hujan meteor maka orbit (lintasan) komet-komet periodik dianalisis dan dicari yang mempunyai kemungkinan menyebabkan hujan meteor di bumi. Ini kemudian dibandingkan dengan hujan meteor yang terdeteksi oleh Meteor Wind Radar (MWR) di Serpong (dioperasikan secara kerjasama antara LAPAN, BPPT, dan Universitas Kyoto). Pendekatan yang dilakukan agak berbeda dari yang biasa dilakukan para peneliti sebelumnya yang mengkaji elemen orbit meteoroid dan membandingkannya dengan elemen orbit komet. Cara seperti itu rumit dan memerlukan data pengamatan hujan meteor secara visual, fotografi, atau pemantauan TV untuk menentukan arah datangnya meteor. Cara itu tidak mungkin dilakukan bila hanya menggunakan data MWR.

Dengan pendekatan itu dapat didentifikasikan kembali hujan meteor utama yang memang telah diketahui komet penyebabnya. Maka dengan pendekatan serupa itu pula hujan-hujan meteor lainnya yang terdeteksi MWR di Serpong diidentifikasi dan dikaitkan dengan komet yang mungkin menyebabkannya.

Karakteristik orbit benda-benda langit mengitari matahari dinyatakan oleh elemen-elemen orbitnya yang menyatakan secara spesifik bentuk kelonjongan orbit, posisi terdekat dan terjauh terhadap matahari, kemiringan bidang orbitnya terhadap bidang ekliptika (bidang orbit bumi), dan posisi titik perpotongan orbitnya pada bidang ekliptika. Dengan menganalisis elemen-elemen orbit komet dapat ditentukan komet-komet apa saja lintasannya dekat dengan orbit bumi. Demikian juga dapat ditentukan kapan akan terjadi hujan meteor bila bumi melintasi orbit komet tersebut. Dari analisis itu diketahui bahwa antara 1 Januari dan 1 April bumi paling sedikit bertemu dengan lintasan komet, sedangkan antara 1 Oktober – 1 Desember terbanyak.

Dari 153 komet periodik yang saya pelajari, diketahui bahwa 33 komet mempunyai orbit yang melintas dekat orbit bumi. Kemudian dengan menganalisis jarak terdekat ke-33 orbit komet itu, disimpulkan bahwa secara teoritik komet yang menyebabkan atau berpotensi menyebabkan hujan meteor sebanyak 21 komet dengan kemungkinan menyebabkan 30 kali hujan meteor setiap tahun.

Penyebab Hujan Meteor

Menurut pengamatan radar meteor di Serpong diketahui bahwa jumlah meteor yang memasuki bumi secara umum naik turun secara periodik (sinusoidal). Pola umum itu diduga kuat disebabkan oleh meteor sporadik akibat masuknya debu-debu antarplanet (meteoroid) yang bervariasi akibat perubahan lintang bumi pada kedudukan “haluan” sepanjang orbit bumi. “Haluan” bumi dalam hal ini adalah titik terdepan pada bola bumi selama beredar di orbitnya yang terletak pada bidang ekliptika. Perubahan lintang “haluan” bumi disebabkan oleh kemiringan equator 23,5o terhadap ekliptika.

Di samping pola umum itu di dapati juga ada kenaikan jumlah meteor secara mendadak pada waktu-waktu tertentu. Kenaikan mendadak itu disebabkan oleh hujan meteor, terutama akibat masuknya debu-debu komet ke atmosfer Bumi. Setidaknya dijumpai adanya 25 kali hujan meteor dalam satu tahun, sebagian diantaranya “baru” (belum/tidak terkenal). Dari identifikasi hujan meteor tersebut, 18 titik lintasan komet yang menyebabkan 19 kali hujan meteor. Sekali hujan meteor mungkin disebabkan oleh lebih dari satu lintasan komet yang berdekatan. Demikian juga sebuah komet mungkin menyebabkan dua kali hujan meteor.

Hujan meteor utama yang telah lama diketahui komet penyebabnya juga terlihat jelas pada pada data MWR: Hujan meteor Eta Aquarids (oleh komet Halley) tampak pada tanggal 2 – 9 Mei. Hujan meteor Perseids (oleh komet Swift-Tuttle) tampak pada tanggal 7 – 15 Agustus. Hujan Meteor Taurids (komet Encke) tampak pada tanggal 3 – 9 November.

Pada tanggal 6 Mei bumi melintasi orbit komet Halley yang lintasannya berada pada jarak 10,5 juta km di “bawah” (selatan) bidang ekliptika (bidang orbit bumi). Karena sebaran debu-debu komet itu melebar, bumi akan merasakan hujan meteor sebelum tanggal 6 Mei dan beberapa hari sesudahnya. Hujan meteor Eta Aquarids memang biasa terjadi pada tanggal 3 – 10 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 – 5 Mei. Dan data MWR menunjukkan bahwa hujan meteor itu terjadi antara tanggal 2 – 9 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 mei.

Data pengamatan hujan meteor menunjukkan adanya beberapa puncak pada hujan meteor Eta Aquarids ini dan juga Orionids. Variasi jumlah meteor itu menunjukkan bahwa distribusi debu-debu komet Halley itu tidak merata.

Lintasan komet Swift-Tuttle (yang diduga akan menabrak bumi pada tahun 2026) merupakan yang terdekat dengan bumi dan nyaris tepat memotong orbit bumi. Lintasannya berada di belahan utara (“atas”) orbit bumi pada jarak sekitar 2 juta km. Bumi memotong lintasan komet Swift-Tuttle pada tanggal 13 Agustus. Ini akan menyebabkan bumi mengalami hujan meteor sekitar tanggal 13 Agustus. Memang, hujan meteor Perseids biasanya terjadi antara tanggal 7 – 15 Agustus dengan puncaknya pada tanggal 12 – 13 Agustus. Data MWR menunjukkan adanya hujan meteor pada tanggal 7 – 15 Agustus dengan dua puncak utama, tanggal 10 dan 15 Agustus. Menurut Lindblad & Porubcan (1994) adanya dua puncak hujan meteor Perseid bisa disebabkan karena orbit gugus meteoroid lama bergeser dari orbit gugus meteoroid baru.

Pada tanggal 1 November bumi melintasi orbit komet Encke yang berada pada ketinggian 29 juta km di “atas” orbit bumi. Ini menyebabkan hujan meteor yang dihasilkannya terutama terjadi sesudah tanggal 1 November ketika bumi melintas di dekat gugusan meteoroidnya. Hujan meteor yang terdeteksi oleh MWR terjadi pada tanggal 3 – 9 November. Biasanya hujan meteor Taurids memang teramati antara tanggal 23 Oktober dan 20 November dengan puncaknya pada tanggal 4 – 7 November.

Hal yang menarik, komet Hartley juga mempunyai kemungkinan besar memberikan kontribusi hujan meteor 3 – 9 November itu. Jarak lintasannya ke orbit bumi lebih dekat (5,5 juta km) dari pada lintasan komet Encke (28 juta km). Melihat jarak terdekatnya terjadi pada tanggal 5 November, komet ini menyebabkan hujan meteor terutama sesudah tanggal 5 November. Jadi, hujan meteor 3 – 9 November yang terdeteksi MWR disebabkan oleh dua komet: Encke dan Hartley.