Pancaran Inframerah: Menguak Struktur Alam Semesta


T. Djamaluddin, Peneliti Matahari dan Antariksa, LAPAN Bandung

(Dimuat di Pikiran Rakyat, 2 Oktober 1995)

Komponen terkecil alam semesta dalam tinjauan skala besar adalah galaksi. Galaksi sendiri sebenarnya adalah kumpulan milyaran bintang. Tetapi dalam skala besar alam semesta, galaksi-galaksi itu hanya dipandang sebagai titik-titik yang tersebar di dalam ruang yang amat besar. Dari pengamatan jarak dan sebaran galaksi-galaksi diketahui bahwa galaksi-galaksi itu berkelompok membentuk gugusan galaksi (Cluster). Daerah kosong yang tidak mengandung galaksi disebut kehampaan (void). Tetapi ternyata tidak semua daerah langit berhasil dipetakan. Ada zona gelap yang masih merupakan wilayah kabur yang belum banyak diketahui struktur sebaran galaksi pada arah itu. Ini menantang astronom untuk berusaha menembusnya, diantaranya dengan mendeteksi pancaran sinar inframerah dari galaksi-galaksi luar.

Gugusan Galaksi

Bila kita melihat foto langit hasil pemotretan dengan teleskop besar, misalnya foto survai langit oleh observatorium Palomar (Palomar Observatory Sky Survey, POSS), yang terlihat adalah titik-titik putih. Itu adalah bintang-bintang yang berada di galaksi kita. Kalau kita teliti lebih cermat dengan menggunakan lup (kaca pembesar), pada daerah-daerah tertentu ada titik-titik yang bentuknya bukan seperti titik biasanya, melainkan berbentuk agak lonjong atau bahkan disertai bentuk “S” yang kabur. Objek-objek seperti itu adalah galaksi yang sangat jauh. Karena jaraknya yang amat jauh, ratusan milyar bintang pada galaksi itu hanya tampak sebagai satu noktah terang. Di beberapa daerah langit kita bisa menjumpai adanya kumpulan galaksi di sela-sela titik-titik bintang.

Dengan mempelajari spektrum cahaya galaksi-galaksi itu, astronom bisa menentukan jaraknya. Ternyata galaksi-galaksi itu berkelompok. Kelompok terkecil menempati ruang dalam skala tiga juta tc (tc : tahun cahaya, jarak yang ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun dengan kecepatan 300.000 km/detik; 9,5 trilyun km), misalnya yang disebut grup lokal yang berisi 21 galaksi, termasuk galaksi kita (galaksi Bima Sakti). Kelompok-kelompok kecil itu membentuk kelompok yang lebih besar yang disebut gugus raksasa (supercluster). Gugus raksasa itu menempati ruang berskala 60 juta tc atau lebih.

Menurut hasil penelitian dalam dasa warsa terakhir ini, diketahui bahwa struktur alam semesta terdiri dari gugus raksasa yang membentuk seperti pita (filamen) atau bidang dan void (kehampaan) yang besar. Void didefinisikan sebagai ruang alam semesta yang tidak mengandung galaksi dalam rentang 90 juta tc.

Sebagian besar gugus galaksi itu berkumpul dalam gugus raksasa yang berbentuk seperti bidang yang disebut bidang super galaktik. Gugus raksasa lainnya yang telah diketahui berbentuk filamen, misalnya filamen Hydra (melalui rasi Hydra) dan filamen Puppis (melalui rasi Puppis).

Struktur gugus raksasa itu kini terus dipelajari untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang struktur alam semesta kita. Tetapi para astronom mendapat kendala karena ada langit yang tidak transparan, sehinggga di daerah itu sedikit sekali galaksi luar yang terlihat. Daerah itu disebut zona langka galaksi atau zona gelap (zone of avoidance), yang struktur sebaran galaksinya tidak banyak kita ketahui.

Zona Gelap

Galaksi kita, galaksi Bima Sakti, sebenarnya bukan hanya terdiri dari bintang-bintang, tetapi juga awan gas dan debu yang biasanya disebut awan molekul. Seperti halnya awan di angkasa bumi menghalangi pengamatan bintang, awan molekul menghalangi pengamatan galaksi-galaksi luar yang lebih jauh dari bintang-bintang yang biasa kita lihat. Akibat serapan cahaya oleh kumpulan awan molekul di hampir seluruh bidang galaksi kita itu, menyebabkan daerah langit yang dilalui Bima Sakti sebagai zona gelap. Hanya sebagian kecil saja yang sedikit mengandung awan molekul yang dikenal sebagai jendela galaksi, misalnya di sekitar Puppis. Di daerah Puppis ini jumlah galaksi luar yang teramati relatif banyak dibandingkan dengan di daerah bidang galaksi lainnya.

Untuk mengetahui lebih jelas struktur alam semesta dalam skala besar, telaah sebaran galaksi-galaksi di zona gelap ini sangat diperlukan. Tetapi bagaimana?

Galaksi-galaksi luar itu memancarkan sinar infra merah yang cukup kuat. Sifat sinar infra merah yang utama adalah kemampuannya menembus halangan awan molekul. Sehingga kalau kita menggunakan kamera yang peka menangkap pancaran sinar infra merah dari galaksi-galaksi luar itu, kita akan melihat lebih banyak galaksi luar di zona gelap itu.

Maka pencarian galaksi di zona gelap itu dilakukan terutama dengan memanfaatkan hasil survai langit yang mendeteksi pancaran sinar infra merah. Pencarian ini dapat dilakukan dengan memanfaatklan data IRAS (Infrared Astronomical Satelite) yang dikonfirmasikan secara visual pada foto langit (paper print) POSS (Palomar Observatory Sky Survey) dan atlas inframerah UK Schmidt.

Dari hasil pencarian itu diperoleh ribuan galaksi di zona gelap itu. Setelah dianalisis, struktur sebarannya menunjukkan adanya kesinambungan gugus galaksi raksasa yang membentuk filamen Hydra dan Puppis dan beberapa filamen lainnya. Sebelumnya struktur yang “terpenggal” oleh zona gelap masih merupakan teka-teki, apakah struktur itu bersambung atau memang terpenggal.

Dengan telaah sinar infra merah yang dipancarkan galaksi-galaksi luar teka-teki itu terjawab. Tetapi masih diperlukan telaah lebih mendalam untuk mempelajari struktur alam semesta yang lebih lengkap lagi. Kini dengan teleskop pendeteksi sinar infra merah yang lebih canggih yang berada di satelit di luar angkasa usaha itu masih diteruskan. Semakin jauh kita menembus kedalaman langit menguak struktur alam semesta, kita akan makin tahu kekecilan galaksi kita, apalagi bumi dan diri kita sendiri.