Penentuan Waktu Shubuh: Pengamatan dan Pengukuran Fajar di Labuan Bajo


T. Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN

Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama

Baca juga:

Pada 23-25 April 2018 dilaksanakan Temu Kerja Hisab Rukyat Kementerian Agama RI di Labuan Bajo, sekaligus dimanfaatkan untuk pengamatan fajar untuk penentuan waktu shubuh. Beberapa waktu sebelumnya ada kalangan yang meragukan waktu shubuh yang ada di jadwal shalat yang berlaku di Indonesia saat ini. Oleh karenanya Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama RI melakukan pengamatan fajar di daerah yang minim polusi cahaya. Labuan Bajo tergolong minim polusi cahaya karena cahaya lampu kota belum terlalu banyak, sehingga galaksi Bima Sakti (Milky Way) pun terlihat dengan jelas dengan mata telanjang.

Milky Way - Labuan Bajo - Ismail

Milky Way (Galaksi Bima Sakti) terlihat ketika polusi cahaya sangat minim. (Foto Ismail –Kemenag– di lokasi pengamatan fajar di Labuan Bajo)

Milky Way - Labuan Bajo-AR Sugeng

Milky Way (Galaksi Bima Sakti) terlihat ketika polusi cahaya sangat minim. (Foto AR Sugeng –CASA Assalam– di lokasi pengamatan di Labuan Bajo)

Tim melakukan pengukuran dengan menggunakan SQM (Sky Quality Meter), kamera, dan secara visual sebelum fajar sampai matahari terbit. Pengukuran SQM dilakukan oleh Hendro Setyanto (astronom pengelola Imah Nong) pada 24 April 2018 dan Rukman Nugraha (astronom BMKG) pada 25 April 2018. Pemotretan dengan kamera DSLR dilakukan AR Sugeng Riyadi (astronom amatir, Kepala Observatorium Assalam) dan diolah oleh Dr. Rinto Anugraha (Dosen Fisika UGM, Pengajar Falak di UIN Semarang). Saya melakukan pengamatan visual dan mendokumenasikan dengan kamera HP. Hasilnya, munculnya fajar pada saat ketinggian matahari -20 derajat mempunyai dukungan data pengamatan, jadi jadwal shalat yang dikeluarkan Kementerian Agama tidak terlalu cepat. Berikut rinciannya.

Pengukuran SQM oleh Hendro Setyanto (kurva biru) dan Rukman Nugraha (kurva coklat). Sumbu mendatar adalah waktu (WITa) dan sumbu tegak adalah ukuran kecerlangan langit dalam satuan MPSAS (Magnitude per Square Arc Second).

Kurva cahaya yang terukur dengan SQM menunjukkan bahwa penurunan magnitudo terjadi mulai pada pukul 04.46 WITa dan 04.44 WITa. Penurunan magnitudo mengindikasikan mulai munculnya cahaya fajar astronomi. Waktu tersebut bersesuaian dengan posisi matahari -19,5 dan -20 derajat.

Pemotretan dengan kamera DSLR yang disajikan mulai pukul 04.36 WITa (bersesuaian dengan ketinggian matahari -22 derajat) sampai pukul 05.00 WITa (bersesuaian dengan ketinggian matahari -16 derajat) dengan sudut pandang yang tetap dan waktu ekspos 25 detik. Citra foto kemudian diolah untuk menghilangkan gangguan polusi cahaya. Caranya, setiap citra dikurangi (proses substraksi) dengan citra pada posisi matahari -22 derajat saat sebelum fajar. Hasilnya kemudian ditingkatkan kontrasnya (enhanced). Hasilnya sebagai berikut:

Fajar belum tampak pada pukul 04.40 WITa ketika posisi matahari -21 derajat.

Cahaya mulai tampak pada pukul 04.44 WITa ketika posisi matahari -20 derajat (untuk melihat cahaya fajar secara jelas, klik gambar di atas untuk membesarkannya). Posisi pusat fajar bersesuaian dengan posisi titik matahari terbit. Cahaya ini benar fajar shadiq (fajar sesungguhnya), bukan fajar kadzib (fajar semu) karena melebar di ufuk.

Citra fajar pada pukul 04.48 WITa (posisi matahari -19 derajat).

Citra fajar pada pukul 04.52 WITa (posisi matahari -18 derajat).

Citra fajar pada pukul 04.56 WITa (posisi matahari -17 derajat).

Citra fajar pada pukul 05.00 WITa (posisi matahari -16 derajat).

Tiga foto asli oleh AR Sugeng Riyadi (sebelum diolah) yang menggambarkan kondisi polusi cahaya (ada cahaya lampu di ufuk Timur), fajar yang sudah cukup terang, dan titik posisi matahari terbit.

Pengamatan visual yang saya lakukan secara umum menggambarkan karakteristik fajar astronomi sebagai awal shubuh, fajar nautika, dan fajar sipil.

1. Fajar astronomi tampak di ufuk Timur dalam kondisi masih gelap. Galaksi Bima Sakti di atas kepala masih terlihat dan kita belum bisa mengenali orang di sekitar kita. Itu sesuai dengan ungkapan dalam hadits Aisyah, bahwa sesudah shalat bersama Rasul para wanita pulang tidak saling mengenal. Juga sesuai dengan isyarat di dalam QS Ath-Thur (52):49 “Dan bertasbihlah kepada-Nya pada sebagian malam dan ketika bintang-bintang meredup”. Munculnya fajar shadiq (fajar sesungguhnya, fajar astronomi) ditandai dengan meredupnya bintang-bintang di ufuk timur karena mulai munculnya cahaya akibat hamburan cahaya matahari oleh atmosfer. Itulah awal waktu shubuh.

2. Fajar nautika ditandainya dengan mulai makin terangnya ufuk timur. Itu ditandainya dengan garis batas ufuk mulai terlihat dengan jelas. Di Labuan Bajo ufuk timur ada bukit. Cahaya fajar di latar belakang yang makin terang mulai menampakkan bentuk bukit yang lebih jelas. Orang di samping kita masih terlihat remang-remang, wajahnya belum tampak jelas.

Fajar nautika saya foto dengan kamera hp. Bukit di ufuk timur mulai terlihat jelas batasnya.

3. Fajar sipil ditandai dengan makin terangnya kondisi di sekitar kita, sebelum matahari terbit. Warna fajar mulai agak memerah di bagian bawahnya. Wajah orang sudah bisa kita kenali dengan baik.

Fajar sipil ditandai dengan fajar yang mulai memerah.

Akhir fajar adalah terbitnya matahari.

Baca juga:

26 Tanggapan

  1. salam.
    Pak, apakah wajib punya alat pengamatan SQM itu untk pengamatan fajar? apa ada metode dengan alat lain yg mudah didapat oleh masyarakat awam?
    tempat kerja saya gelap di hutan, dan saya rasa ini tepat untuk observasi waktu fajar.
    Jazakallahu khairan

    • SQM bisa mengukur perubahan cahaya, jadi sangat membantu untuk pengamatan fajar. Cara lain lebih rumit, dengan menggunakan kamera dan pemroses citranya.

      • 1. Jadi pengamatan tanpa alat sqm itu bisa menjadikan kesimpulan kita tidak akurat?
        2. Apakah daerah hutan lindung, dengan sedikit pemukiman penduduk bisa dijadikan tempat pemantauan waktu shubuh dan isya?
        3. saran saya ada baiknya dibuat beberapa titik pantau waktu shubuh dan isya ini di sepanjang Indonesia,sehingga daerah yang sulit pengamatan cahaya langitnya bisa didekati di titik-titik pantau itu. Diharapkan bagai siapa yang mau ikut tim tersebut demi menambah khazanah waktu shalat kita.

  2. Assalamualaikum, apakah ini juga berarti bahwa Isya’ di Indonesia terlalu cepat (8-10 menit) karena menggunakan ketinggian matahari -18 derajat, sedangkan cahaya senja/fajar masih dapat terlihat hingga -20 derajat? Jazakallah

  3. Pak, fajar astronomi itu fajar kazib. Kenapa anda menyatakan sebagai fajar sadiq. Awal waktu subuh itu adalah munculnya fajar sadiq, fajar nautika. Berarti posisi matahari -16 derajat. jadi kira2 64 menit sebelum terbit matahari. Data departemen agama kira kira kira 80 menit. Apa tidak kepagian. Sampai saat ini saya nggak percaya sama data departemen agama. Jadi saya sholat subuh sendiri di rumah.

    • Fajar kadzib adalah cahaya zodiak, hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antar-planet. Fajar shadiq adalah twilight, hamburan cahaya matahari oleh atmosfer bumi. Twilight diawali astronomical twilight.
      Ibadah didasai pada keyakinan. Silakan ikuti waktu yang diyakini.

  4. Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.

    Fajar Shadiq adalah sebuah cahaya yang terlihat pada waktu subuh sebagai batas antara akhir malam dengan permulaan pagi.[1] Terbit fajar sadik merupakan tanda awal waktu bagi salat subuh.[1] Demikian pula sebagai tanda awal waktu pelaksanaan puasa, baik puasa wajib maupun puasa sunah.[1]

    Sedangkan Fajar Kazib adalah sebuah cahaya yang agak terang yang terlihat memanjang dan mengarah ke atas di tengah-tengah langit, berbentuk seperti ekor serigala.[2] Meskipun,Fajar Kazib telah berakhir, kita belum bisa melaksanakan Shalat Subuh karena cahaya putih (Fajar Sadik) belum menyebar di ufuk Timur.[2]

  5. Pak, hasil observasi tersebut tetap belum meyakinkan saya, karena tidak mensertakan kemunculan Fajar Kidzib-nya. Saya usul, supaya mensertakan data hasil observasi kemunculan fajar kidzib, yang muncul sebelum fajar shidiq. Itu satu.
    Ke dua, berarti kesimpulan Bapak Prof yang ini mementahkan Pendapat Pak Prof sebelumnya, yang menyatakan :
    “Dalam hadits disebutkan bahwa waktu Shubuh adalah sejak terbit fajar shidiq (sebenarnya) sampai terbitnya matahari. Di dalam Al-Qur’an secara tak langsung disebutkan sejak meredupnya bintang-bintang (QS: 50.40). Maka secara astronomy fajar shidiq difahami sebagai awal astronomical Twilight (Fajar Astronomi), mulai munculnya cahaya di ufuq timur menjelang terbit matahari pada saat matahari berada pada kira-kira 18 derajat di bawah horizon (jarak zenit z = 108°). Sa’duddin Jambek mengambil pendapat bahwa Fajar Shidiq bila z = 110°, yang juga digunakan oleh Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI. Fajar shidiq itu disebabkan oleh hamburan cahaya matahari di atmosfer atas. Ini berbeda dengan apa yang disebutFajar Kidzib (semu) — dalam istilah astronomy disebut cahaya zodiak — yang disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet.”

    • – Fajar kidzib sangat redup, tidak bisa terekam oleh SQM. Itu tidak menjadi fokus pengamatan.
      – Kesimpulan tinggi matahari awal shubuh -20 derajat tidak mementahkan pendapat sebelumnya. Di tulisan saya sebelumnya, https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/19/matahari-dan-penentuan-jadwal-shalat/, diungkapkan kriteria astronomi secara umum bahwa fajar astronomi mulai saat tinggi matahari -18 derajat (z=108 derajat) dengan menyebutkan pendapat bahwa di Indonesia menggunakan tinggi matahari -20 derajat (z = 110 derajat). Pengamatan di Labuan Bajo menguatkan pendapat yang selama ini digunakan di Indonesia, ketinggian matahari untuk awal fajar -20 derajat. Alasan tinggi matahari berbeda dengan kriteria astronomi secara umum (-18 derajat) karena atmosfer Indonesia di ekuator lebih tebal daripada wilayah lain. https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/15/waktu-shubuh-ditinjau-secara-astronomi-dan-syari/

      • Assalamualaikum. Mohon maaf pak. Kl boleh tau sbnrnya brp kali standar pengecekan waktu subuh yg harus nya dilakukan pemerintah untuk mendapatkan waktu yang tepat. Krn bukankah kl hanya 1/2x itu datanya msh terlalu dini untuk menyimpulkan? Dan apakah kementerian agama/lapan ad standar pengecekan di banyak lokasi di Indonesia spt halnya melihat hilal saat penentuan idul fitri/adha.
        Dan kl boleh sy tau dimana sy bs dapat penjelasan ttg penentuan/penelitian angka DIP – 20 yg dimiliki kemenag pak. Terima kasih. Barakallahu fiik

      • Penentuan ibadah berbeda dengan penentuan data untuk karya ilmiah. Ibadah didasarkan pada keyakinan. Ulama dahulu sdh menentukan waktu shubuh di Indonesia pada h = 20 derajat. Dan itu jadi keyakinan yang sudah lama dipegang oleh masyarakat. Ketika ada yang meragukan, Kemenag lalu melakukan pengamatan di Labuan Bajo. Diperoleh data bahwa pada h=-20 derajat fajar sudah terlihat. Cukuplah satu data itu untuk memberikan keyakinan bahwa pada h=-20 derajat fajar terbukti terlihat. Kalau masih ada yang meragukan, silakan ikuti yang mereka yakini.

  6. Prof Thomas, dan para Bapak yang kami hormati. Dalam hal ini izinkan saya memberi tanggapan sebagai berikut:
    Sebenarnya sangat mudah ajaran Allah untuk dikenali dan diamalkan. Perhatikan Imam Nasai dalam al-Sunan (4/148, dishahihkan oleh Al-Albani) menulis bab “Bagaimana fajar itu?”
    Beliau meriwayatkan hadits Samurah ra, Rasulullah ﷺ bersabda:
    «لَا يَغُرَّنَّكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ، وَلَا هَذَا الْبَيَاضُ حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا – يَعْنِي مُعْتَرِضًا -» قَالَ أَبُو دَاوُدَ: «وَبَسَطَ بِيَدَيْهِ يَمِينًا وَشِمَالًا مَادًّا يَدَيْهِ»
    “Janganlah kalian terkecoh oleh adzan Bilal, juga oleh cahaya putih ini hingga memancar (meledak) fajar itu begini dan begini, maksudnya membentang.“ Abu Daud berkata: “Dan ia membentangkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri.“
    Rasulullah r berkata kepada Bilal:
    “يَا بِلَالُ، إِنَّكَ لَتُؤَذِّنُ إِذَا كَانَ الصُّبْحُ سَاطِعًا فِي السَّمَاءِ، وَلَيْسَ ذَلِكَ الصُّبْحَ، إِنَّمَا الصُّبْحُ هَكَذَا مُعْتَرِضًا ” ثُمَّ دَعَا بِسَحُورٍ فَتَسَحَّرَ
    “Wahai Bilal engkau adzan bila subuh (fajar) mencuat ke atas (ke langit), dan itu bukan subuh, sesungguhnya subuh itu adalah yang begini membentang (mendatar di ufuq). Kemudian Nabi meminta sahurnya lalu makan sahur.” (HR. Ahmad dari Abu Dzar ra. No. 21503, Sanadnya dilemahkan oleh Syuaib al Arnauth, dan dihasankan oleh Hamzah Ahmad al-Zain dalam takhrij Musnad Ahmad 15/549, hadits no 21390.)
    Dalam hadits Qais bin Thalq dari ayahnya Thalq ibn Ali:
    «كُلُوا وَاشْرَبُوا، وَلَا يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الْأَحْمَرُ»
    “Makan dan minumlah, dan jangan menghalangi kalian (dari makan sahur) cahaya terang yang mencuat ke langit. Makan dan minumlah hingga membentang fajar kemerahan untuk kalian.“ (HR. Abu Dawud no. 2348; At-Turmudzi dan Ibn Khuzaimah, dan ibn Abi Syaibah. Hadits hasan shahih)
    Salah satu redaksi hadits Thalq bin Ali dalam musnad imam Ahmad:
    ” لَيْسَ الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيلَ فِي الْأُفُقِ وَلَكِنَّهُ الْمُعْتَرِضُ الْأَحْمَرُ
    “Bukanlah fajar itu yang meninggi di ufuk akan tetapi yang membentang kemerahan (di ufuk). (hadits Hasan)
    Imam Turmudzi bersaksi: “Prakteknya (pengamalannya) berdasarkan ini di kalangan para ahli ilmu; yaitu tidak haram atas orang yang berpuasa makan dan minum hingga fajar kemerahan membentang. Ini dikatakan oleh segenap ulama.“ (Hadits 705)
    Begitu gamblang melihat fajar shadiq menurut Islam, dan rakteknya menurut para sahabat Nabi ﷺ dan para ulama.
    Oleh karena itu ayo kembali kepada kriteria ulama ahlihadits bukan kepada ucapan yang menyelisihi para ulama pewaris para Nabi ﷺ.
    Jadi dalam hal ibadah keyakinan saja tidak cukup, harus sesuai dengan ilmu dan kriteria yang diajarkan dan dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ.
    Pertanyaan yang wajib dijawab oleh masing-masing kita: fajar dalam kriteria hadits-hadits Nabi ﷺ di atas itu muncul kapan?
    Kalau dikaitkan dengan hasil observasi di Labuan bajo, di pukul berapakah dan di sudut berapakah fajar shadiq membentang itu tampak oleh kita?
    Disinilah kita semua memerlukan adanya foto-foto lengkap dari sebelum sudut -20 derajat hingga matahari terbit. Agar kita semua bisa menilai.
    Semoga hadits-hadits Nabi di atas bermanfaat bagi kita.

    terima kasih Prof. bisa bersilaturrahim di sini.

  7. Citra fajar pada pukul 04.52 WITa (posisi matahari -18 derajat).

    Insyaallah itu waktu yang tepat menunaikan shalat subuh. Wallahualam.

  8. ikut menyimak

  9. Lihat juga foto2 nya.

    Kalo dilihat dg mata telanjang maka yg dia sebut mulai terbit fajar Shodiq itu masih gelap. Blm terlihat dg mata telanjang sebagaiman djamal akui sendiri.
    Kesimpulan nya berarti ya blm masuk subuh. Krn waktu subuh itu dimulai ketika fajar Shodiq nampak, bisa dilihat dg mata telanjang tanpa bantuan kamera maupun teropong sebagaimana nabi dan para sahabat juga dulu melihatnya dg mata telanjang

  10. izin bertanya?…berapa intensitas cahaya untuk dapat membedakan warna benang??

    • Maksud QS 2:187 “… hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam” dijelaskan “yaitu fajar”. Maksudnya, jelas perbedaan gelap malam dan munculnya cahaya putih di ufuk. Jadi bukan diukur intensitasnya, tetapi diamati atau diukur perubahan cahaya ufuk dari cahaya gelap malam menuju cahaya fajar yang makin terang.

  11. […] Penentuan Waktu Shubuh: Pengamatan dan Pengukuran Fajar di Labuan Bajo, 2018. [Online]. Available: https://tdjamaluddin.wordpress.com/2018/04/30/penentuan-waktu-shubuh-pengamatan-dan-pengukuran-fajar… [Diakses: 15 Juli […]

  12. […] pengamatan awal fajar di lokasi yang jauh dari polusi cahaya. Sensor SQM diarahkan ke ufuk timur. Pertama, pada 24 – 25 April 2018 di Labuang Bajo. Pengamatan ke dua di kawasan Observatorium Nasional Timau, Kupang pada 29 Agustus 2022. Semuanya […]

Tinggalkan Balasan ke tdjamaluddin Batalkan balasan