Wawancara Manusia Indonesia bisa disimak seputar penentuan awal Ramadhan dan hari raya pada rangkaian video berikut:
Filed under: 1. Astronomi & Antariksa | Leave a comment »
Wawancara Manusia Indonesia bisa disimak seputar penentuan awal Ramadhan dan hari raya pada rangkaian video berikut:
Filed under: 1. Astronomi & Antariksa | Leave a comment »
Majalah Sains Indonesia edisi 54, Juni 2016, memuat wawancara dengan Kepala LAPAN.
(Catatan: Sedikit koreksi salah kutip, “engineering” mestinya “engineers” alias peneliti dan perekayasa.)
Filed under: 1. Astronomi & Antariksa | 3 Comments »
T. Djamaluddin
Profesor Astronomi-Astrofisika, LAPAN
Kongres Kesatuan Kalender Hijri Internasional
International Hijri Calendar Unity Congress (Kongres Kesatuan Kalender Hijriyah Internasional) di Istambul Turki akhir Mei 2016 menjadi perhatian ummat Islam di Indonesia. Kabarnya peserta yang hadir berasal dari hampir 50 negara. Indonesia diwakili oleh Prof. Syamsul Anwar (dari Majelis Tarjih PP Muhammadiyah), Hendro Sentyanto, MSi, ( astronom dari Lajnah Falakiyah PBNU), dan KH Mahyudin Junaedi, MA (dari MUI).
Dua dari tiga Wakil Indonesia di Kongres Kesatuan Kalender Hijriyah Internasional di Istambul
Berdasarkan informasi dari Pak Hendro, agenda kongres terfokus pada dua pilihan sistem kalender Islam: (1) Kalender dua zona berbasis ijtimak (hisab murni) dan (2) Kalender tunggal berbasis imkan rukyat (visibilitas hilal).
Berikut pokok-pokok pikiran kalender dua zona dan kalender tunggal:
Pada akhir kongres kemudian diputuskan dengan cara voting dan terpilihkan sistem kalender tunggal (singular calendar).
Kesimpulan akhir dari kongres adalah direkomendasikannya sistem kelender global yang tunggal. Seluruh dunia mengawali awal bulan hijriyah pada hari yang sama (Ahad – Sabtu), misalnya awal Ramadhan jatuh Senin seragam di seluruh dunia. Lalu kriteria apa yang dipakai? Sistem kalender global menggunakan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal):
Awal bulan dimulai jika pada saat maghrib sebelum pukul 00.00 GMT di mana pun elongasi bulan (jarak bulan-matahari) lebih dari 8 derajat dan tinggi bulan lebih dari 5 derajat.
Dengan catatan awal bulan hijriyah terjadi jika imkan rukyat terjadi di mana pun di dunia, asalkan saat konjungsi (ijtimak) di Selandia Baru belum terbit fajar.
Catatan saya, sistem tunggal kalender global yang diusulkan ternyata menggunakan kriteria imkan rukyat yang sangat optimistis (posisi bulan cukup tinggi) yang memungkinkan hilal mudah terlihat. Keberlakuan secara global pada dasarnya mengikuti pendapat fikih keberlakuan wilayatul hukmi (satu wilayah hukum). Artinya sistem itu bisa diterapkan ketika seluruh dunia menyatu sebagai satu otoritas tunggal atau otoritas kolektif. Kalau sistem tunggal kalender ini bisa diterima, artinya persyaratan kalender Islam mapan bisa terwujud, yaitu:
Filed under: 2. Hisab-Rukyat | 16 Comments »