ISRA’ MI’RAJ: Mu’jizat, Salah Tafsir, dan Makna Pentingnya

T.Djamaluddin, Dept. of Astronomy, Kyoto Univ., Japan (Ketika masih ambil program doktor)

(Dimuat di Republika, 14 Januari 1994)

Dalam memperingati isra’ dan mi’raj sering kita diajak oleh pembicara pengajian akbar melanglang buana sampai ke langit, dan kadang-kadang dibumbui dengan analisis yang nampaknya berdasar sains. Bagi saya, aspek astronomis sama sekali tidak ada dalam kajian isra’ mi’raj.

Tulisan ini saya maksudkan untuk mendudukkan masalah isra’ mi’raj sebagai mana adanya yang diceritakan di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih. Untuk itu pula akan saya ulas kesalahpahaman yang sering terjadi dalam mengaitkan isra’ mi’raj dengan kajian astronomi. Makna penting isra’ mi’raj yang mestinya kita tekankan.

Kisah dalam Al-Qur’an dan Hadits

Di dalam QS. Al-Isra’:1 Allah menjelaskan tentang isra’: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dan tentang mi’raj Allah menjelaskan dalam QS. An-Najm:13-18: “Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur’an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu.

Kejadian-kejadian sekitar isra’ dan mi’raj dijelaskan di dalam hadits-hadits nabi. Dari hadits-hadits yang sahih, didapati rangkaian kisah-kisah berikut. Suatu hari malaikat Jibril datang dan membawa Nabi, lalu dibedahnya dada Nabi dan dibersihkannya hatinya, diisinya dengan iman dan hikmah.

Kemudian didatangkan buraq, ‘binatang’ berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Dengan buraq itu Nabi melakukan isra’ dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Nabi SAW salat dua rakaat di Baitul Maqdis, lalu dibawakan oleh Jibril segelas khamr (minuman keras) dan segelas susu; Nabi SAW memilih susu. Kata malaikat Jibril, “Engkau dalam kesucian, sekiranya kau pilih khamr, sesatlah ummat engkau.”

Dengan buraq pula Nabi SAW melanjutkan perjalanan memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang dikanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu

Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya baitul Ma’mur, tempat 70.000 malaikat salat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.

Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam-kalam (‘pena’). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (dhahir) di dunia:  sungai Efrat dan sungai Nil. Lalu Jibril membawa tiga gelas berisi khamr, susu, dan madu, dipilihnya susu. Jibril pun berkomentar, “Itulah (perlambang) fitrah (kesucian) engkau dan ummat engkau.” Jibril mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An-Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya.

Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah salat wajib. Mulanya diwajibkan salat lima puluh kali sehari-semalam. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringan dan diberinya pengurangan sepuluh-sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi enggan meminta keringanan lagi, “Saya telah meminta keringan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah.” Maka Allah berfirman, “Itulah fardlu-Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba-Ku.”

Urutan kejadian sejak melihat Baitul Ma’mur sampai menerima perintah salat tidak sama dalam beberapa hadits, mungkin menunjukkan kejadian-kajadian itu serempak dialami Nabi. Dalam kisah itu, hal yang fisik (dzhahir) dan non-fisik (bathin) bersatu dan perlambang pun terdapat di dalamnya. Nabi SAW yang pergi dengan badan fisik hingga bisa salat di Masjidil Aqsha dan memilih susu yang ditawarkan Jibril, tetapi mengalami hal-hal non-fisik, seperti pertemuan dengan ruh para Nabi yang telah wafat jauh sebelum kelahiran Nabi SAW dan pergi sampai ke surga. Juga ditunjukkan dua sungai non-fisik di surga dan dua sungai fisik di dunia. Dijelaskannya makna perlambang pemilihan susu oleh Nabi Muhammad SAW, dan menolak khamr atau madu. Ini benar-benar ujian keimanan, bagi orang mu’min semua kejadian itu benar diyakini terjadinya. Allah Maha Kuasa atas segalanya.

“Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia”. Dan Kami tidak menjadikan pemandangan yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi  manusia….” (QS. 17:60).

“Ketika orang-orang Quraisy tak mempercayai saya (kata Nabi SAW), saya berdiri di Hijr (menjawab berbagai pertanyaan mereka). Lalu Allah menampakkan kepada saya Baitul Maqdis, saya dapatkan apa yang saya inginkan dan saya jelaskan kepada mereka tanda-tandanya, saya memperhatikannya….” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya).

Hakikat Tujuh Langit

Peristiwa isra’ mi’raj yang menyebut-nyebut tujuh langit mau tak mau mengusik keingintahuan kita akan hakikat langit, khususnya berkaitan dengan tujuh langit yang juga sering disebut-sebut dalam Al-Qur’an.  Bila kita dengar kata langit, yang terbayang adalah kubah biru yang melingkupi bumi kita. Benarkah yang dimaksud langit itu lapisan biru di atas sana dan berlapis-lapis sebanyak tujuh lapisan?

Warna biru hanyalah semu, yang dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh partikel-partikel atmosfer. Langit (samaa’ atau samawat) berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak ada.

Bilangan ‘tujuh’ sendiri dalam beberapa hal di Al-Qur’an  tidak  selalu menyatakan  hitungan  eksak  dalam  sistem desimal. Di dalam Al-Qur’an ungkapan ‘tujuh’ atau ‘tujuh  puluh’ sering mengacu  pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al-Baqarah:261 Allah menjanjikan: “Siapa  yang  menafkahkan  hartanya di  jalan  Allah  ibarat  menanam  sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH  tangkai  yang masing-masingnya     berbuah    seratus    butir. Allah  MELIPATGANDAKAN pahala orang-orang yang dikehendakinya….” Juga di dalam Q.S. Luqman:27: “Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai  pena dan  lautan  menjadi tintanya dan  ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah….” Jadi  ‘tujuh langit’ lebih mengena bila  difahamkan  sebagai  tatanan  benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit.

Lalu, apa hakikatnya langit dunia, langit ke dua, langit ke tiga, … sampai langit ke tujuh dalam kisah isra’ mi’raj?  Mungkin ada orang mengada-ada penafsiran, mengaitkan dengan astronomi. Para penafsir dulu ada yang berpendapat bulan di langit pertama,  matahari di langit ke empat, dan planet-planet lain di lapisan lainnya. Kini ada sembilan planet yang sudah diketahui, lebih dari tujuh. Tetapi, mungkin masih ada orang yang ingin mereka-reka. Kebetulan, dari jumlah planet yang sampai saat ini kita ketahui, dua planet dekat matahari (Merkurius dan Venus), tujuh lainnya –termasuk bumi– mengorbit jauh dari matahari.

Nah, orang mungkin akan berfikir langit dunia itulah orbit bumi, langit ke dua orbit Mars, ke tiga orbit Jupiter, ke empat orbit Saturnus, ke lima Uranus, ke enam Neptunus, dan ke tujuh Pluto. Kok, klop ya. Kalau begitu, Masjidil Aqsha yang berarti masjid terjauh dalam QS. 17:1, ada di planet Pluto.  Dan Sidratul Muntaha adalah planet ke sepuluh yang tak mungkin terlampaui. Jadilah, isra’ mi’raj dibayangkan seperti kisah Science Fiction, perjalanan antar planet dalam satu malam. Na’udzu billah mindzalik.

Saya berpendapat, pengertian langit dalam kisah isra’ mi’raj bukanlah  pengertian langit secara fisik. Karena, fenomena yang diceritakan Nabi pun bukan fenomena fisik, seperti perjumpaan dengan ruh para Nabi. Langit dan Sidratul Muntaha dalam kisah isra’ mi’raj adalah alam ghaib yang tak bisa kita ketahui hakikatnya dengan keterbatasan ilmu manusia. Hanya Rasulullah SAW yang berkesempatan mengetahuinya. Isra’ mi’raj adalah mu’jizat yang hanya diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

Makna pentingnya

Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan hakikat perjalanan isra’ mi’raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa isra’ mi’raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rupanya, begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra:60) dan menyampaikan perintah salat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW.

Makna penting isra’ mi’raj bagi ummat Islam ada pada keistimewaan penyampaian perintah salat wajib lima waktu. Ini menunjukkan kekhususan salat sebagai ibadah utama dalam Islam. Salat mesti dilakukan oleh setiap Muslim, baik dia kaya maupun miskin, dia sehat maupun sakit. Ini berbeda dari ibadah zakat yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi, atau puasa bagi yang kuat fisiknya, atau haji bagi yang sehat badannya dan mampu keuangannya.

Salat lima kali sehari semalam yang didistribusikan di sela-sela kesibukan aktivitas kehidupan, mestinya mampu membersihkan diri dan jiwa setiap Muslim. Allah mengingatkan: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab  (Al  Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat  Allah  (shalat) adalah  lebih  besar  (keutamaannya  dari  ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut:45).

Aktivitas Matahari, El Nino, dan Kekeringan 1997

T. Djamaluddin, Peneliti Matahari dan  Antariks, LAPAN Bandung

(Dimuat Republika, 14 September 1997)

Apakah ada kaitan aktivitas matahari, El Nino, dan kekeringan yang terjadi tahun ini? El Nino berdampak pada kekeringan di Indonesia telah lama diketahui. Tetapi, bagaimana peranan aktivitas matahari dalam memperkuat atau memperlemah dampak El Nino itu? Hal ini menarik untuk dikaji berkaitan dengan El Nino 1997 yang menyebabkan kekeringan melanda Indonesia saat ini.

Matahari adalah sebuah bintang yang menjadi sumber energi bagi bumi. Dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya di alam semesta, Matahari tergolong bintang yang kecil dengan suhu permukaan sedang, sekitar 6000 derajat. Energinya berasal dari reaksi nuklir di intinya yang panasnya sekitar 20 juta derajat. Energi yang dihasilkan dipancarkan dalam berbagai panjang gelombang: radio, inframerah (yang menghangatkan Bumi), cahaya tampak (yang menyebabkan siang menjadi terang), ultraviolet (yang bisa menyebabkan kulit terbakar bila berjemur lama), sinar-x, dan sinar gamma.

El Nino adalah suatu gejala anomali suhu permukaan laut yang ditandai dengan makin tingginya suhu bagian timur samudra Pasifik di sekitar ekuator yang diikuti perubahan cuaca di banyak negara. Hal ini berdampak kekeringan di Indonesia, Australia, Amerika tengah, dan daerah laut Karibia. Di kepulauan di Pasifik tengah, Amerika Serikat bagian selatan, Chile, Argentina, Uruguay, dan Brazil justru mengalami lebih banyak hujan. Pengamatan satelit Tiros-N (NOAA) sejak 1979 juga menunjukkan bahwa El Nino berdampak pada peningkatan suhu troposfer secara global.

Di Indonesia, dampak El Nino biasanya terjadi antara bulan Juni – November, yang berarti mempanjang musim kemarau. Berkurangnya hujan dan meningkatnya suhu udara menyebabkan makin parahnya kekeringan di Indonesia pada saat terjadi El Nino. Wilayah Indonesia yang selamat dari dampak El Nino hanya Sumatra bagian Utara.

Aktivitas Matahari

Sebagai bola gas panas, permukaan Matahari selalu bergolak. Kadang-kadang di permukaannya muncul ledakan besar yang disebut flare yang energinya setara dengan 10 juta ledakan bom atom. Di samping itu juga di permukaan Matahari kadang-kadang tampak adanya bintik-bintik hitam yang disebut bintik Matahari.

Flare dan bintik Matahari menjadi indikasi aktivitas Matahari. Dari hasil pengamatan sejak abad ke-16 diketahui bahwa aktivitas Matahari tidak konstan: ada masa aktif dan tenang. Siklusnya sekitar 9,5 – 12 tahun. Pada saat aktif banyak terjadi flare dan bintik Matahari.

Masa aktif terakhir tercatat pada tahun 1979 dan 1989. Sedangkan masa tenang terakhir terjadi pada tahun 1976, 1986, dan 1996. Sesuai dengan siklus matahari, tahun ini aktivitas matahari mulai menaik. Jumlah bintik matahari mulai bertambah banyak. Maksimumnya diduga akan terjadi pada 2001.

Mekanisme terjadinya siklus aktivitas matahari itu sendiri belum diketahui secara pasti. Saat ini dinamika di matahari masih terus dipelajari, di antaranya dengan menggunakan satelit SOHO (Solar and Heliospheric Observatory) yang dioperasikan oleh ESA dan NASA.

Penemuan terbaru yang diumumkan baru-baru ini oleh NASA adalah hasil pengamatan SOHO selama setahun yang menemukan aliran plasma (gas bermuatan listrik yang sangat panas) di bawah permukaan matahari. Penemuan ini bisa memberikan sumbangan penting dalam mempelajari mekanisme siklus aktivitas matahari itu.

Aliran itu ibarat smukaan matahari kecepatan aliran plasma tidak seragam, tergantung pada lintangnya. Ada daerah yang kecepatannya berbeda dari sekitarnya yang bergerak ke arah ekuator matahari. Pengukuran SOHO menunjukkan fenomena itu ternyata bukan hanya di permukaan, tetapi terjadi sampai jauh di bawah permukaan.

Aliran plasma ini diduga berkaitan juga dengan perpindahan lokasi bintik matahari yang makin mendekati ekuator selama siklus 11 tahunannya. Perbedaan kecepatan plasma diduga menghasilkan medan magnetik matahari secara periodik yang pada akhirnya tampak pada peningkatan bintik matahari yang periodik pula. Bintik matahari sendiri sebenarnya adalah daerah gelap di permukaan matahari akibat adanya medan magnetik yang kuat.

Dampak Matahari

Masa aktif Matahari bukan hanya menyebabkan bertambahnya jumlah bintik matahari, tetapi juga pancaran radiasinya menunjukkan peningkatan. Naik turunnya aktivitas Matahari sudah diketahui sejak lama sangat berpengaruh pada kehidupan manusia di Bumi. Masa minimum Maunder yang terjadi sejak 1645 sampai 1715, dikenal sebagai masa aktivitas Matahari sangat tenang. Tujuh tahun diantaranya sama sekali tidak ditemukan bintik Matahari. Ini berkaitan dengan buruknya musim dingin di belahan Bumi utara yang dikenal sebagai “zaman es kecil”.

Walaupun penelitian jangka panjang menyatakan yang lebih berperanan pada naik-turunnya suhu itu adalah panjang-pendeknya periode siklus yang bervariasi antara 9,5 – 12 tahun, tetapi ada juga kecenderungan keterkaitannya dengan naik-turunnya aktivitas matahari. Berkurangnya turun salju pada tahun 1989 di belahan bumi utara berkaitan dengan aktivitas matahari yang maksimum. Dan buruknya musim dingin di belahan utara tahun 1995/1996 sangat mungkin berkaitan dengan aktivitas matahari minimum.

Pengamatan suhu global oleh satelit Tiros-N (NOAA) 1979 – 1992 mengindikasikan adanya pengaruh aktivitas matahari di samping fenomena El Nino/La Nina (kebalikan El Nino). Suhu cenderung meningkat pada saat aktivitas matahari maksimum atau adanya El Nino dan cenderung minimum pada saat aktivitas matahari minimum atau adanya La Nina. Suhu rata-rata pada musim kering di dua kota di Indonesia yang dianalisis (Padang dan Jakarta) juga menunjukkan pola perubahan mirip dengan suhu global tersebut.

Apa pengaruhnya pada kekeringan akibat El Nino 1997? Melihat kecenderungan kenaikan suhu permukaan laut di Pasifik, NOAA (lembaga pelitian atmosfer dan lautan AS) menyatakan bahwa El Nino 1997 ini mirip dengan El Nino 1982, fenomena El Nino paling kuat pada pertengahan abad ini.

Pada saat El Nino 1982 aktivitas matahari masih tergolong aktif. Tahun ini aktivitas matahari masih kurang aktif. Bila memperhatikan kecenderungan tersebut di atas, diharapkan pemanasan yang ditimbulkan El Nino 1997 tidak akan separah bila terjadi pada saat aktivitas matahari aktif.

El Nino – Matahari

Apakah kejadian El Nino dipengaruhi aktivitas Matahari? Sampai saat ini belum jelas diketahui. El Nino tidak mempunyai periodisitas yang tetap, tetapi berkisar antara 2 – 7 tahun. Aktivitas matahari pun periodenya sebenarnya tidak konstan, berkisar antara 9,5 – 12 tahun, dengan rata-rata 11 tahun.  Tetapi bukti-bukti empirik menunjukkan bahwa frekuensi kejadian El Nino lebih banyak pada saat aktivitas matahari minimum daripada pada saat aktivitas matahari maksimum.

Dalam seabad terakhir ini ada sebelas kejadian El Nino (1877, 1891, 1902, 1913, 1923, 1932, 1953, 1963, 1976, 1986, dan 1997) pada saat aktivitas matahari sekitar minimum. Ini hampir dua kali lipat dibandingkan dengan enam kejadian (1884, 1905, 1918, 1946, 1957, dan 1969) pada saat aktivitas matahari maksimum. Apakah ini suatu kebetulan? Para peneliti sampai saat ini belum bisa menjawabnya dengan pasti.

Saat ini para peneliti El Nino memprediksi kejadian El Nino dengan memasukkan model hubungan laut-atmosfer dan mengamati beberapa parameter terkait: tekanan di permukaan laut, angin permukaan, suhu permukaan laut, suhu udara permukaan, dan fraksi liputan awan. Secara sepintas El Nino sama sekali tidak berhubungan dengan aktivitas matahari.

Ada beberapa mata rantai yang dapat menjadi penghubung dalam menyusun suatu mekanisme fisis kejadian El Nino yang mungkin akan melibatkan faktor aktivitas matahari. Suhu udara permukaan telah diketahui berkaitan dengan aktivitas matahari. Variasi aktivitas 11 tahunan tampak pada analisis variasi suhu udara permukaan 20 tahun terakhir ini. Tetapi untuk data jangka panjang, variasi suhu udara permukaan lebih tampak jelas dipengaruhi oleh variasi panjangnya siklus aktivitas matahari, antara 9,5 – 12 tahun.

Variasi anomali suhu permukaan laut global yang mempunyai periode sekitar 83 tahun ternyata juga berkaitan dengan variasi jangka panjang aktivitas matahari yang berperiode 80 – 90 tahun yang disebut siklus Gleissberg.

Matahari sebagai sumber utama energi bagi bumi langsung atau tidak langsung aktivitasnya berpengaruh pada iklim global. Seberapa besar pengaruhnya dan bagaimana mekanisme keterkaitannya, itulah yang sedang dipelajari oleh para peneliti, termasuk di LAPAN.

Kalender Masehi: Milenium dalam Perspektif Matematis Astronomis

T. Djamaluddin, Peneliti LAPAN Bandung

(Dimuat di Pikiran Rakyat, 30 Desember 1999)

Memasuki tahun 2000 demam milenium melanda kehidupan kita sehari-hari. Tak terkecuali penamaan suatu produk yang sering dikaitkan dengan milenium. Ada warna milenium, ada model milenium, dan lainnya. Istilah milenium secara harfiah berasal dari bahasa Latin mille (seribu) dan annum (tahun). Jadi itu berarti seribu tahun. Sebenarnya tidak terlalu istimewa, kecuali bila dikaitkan dengan tahun kejadiannya: tahun 2000 atau 2001.

Ada juga yang mengaitkan istilah itu dengan sebagian teologi Kristiani (terutama pada masa lalu), bahwa Yesus Kristus akan kembali ke bumi dan memerintah sebelum kiamat selama seribu tahun. Tetapi, tampaknya hal itu sama sekali tidak berkaitan dengan kedatangan tahun 2000. Sebab, tak seorang pun (baik yang mempercayai teologi itu, apalagi yang tidak) yang mengetahui kapan peristiwa itu akan terjadi.

Bila kita perhatikan, istilah milenium baru populer ketika muncul kekhawatiran masalah komputer millenium bug. Makna sebenarnya millenium bug adalah “kegagalan [mesin/program akibat] milenium”, bukan “kutu milenium” seperti yang banyak ditulis media massa. Kini istilah populer itu beralih sebutan menjadi masalah Y2K (year 2 kilo, tahun 2000) atau MKT 2000 (masalah komputer tahun 2000).

Milenium kini telah menjadi kosa kata baru yang populer di masyarakat kita. Sebelumnya, ketika kita menyambut tahun 2000 kita hanya menyebutkan menyambut abad 21. Tidak banyak yang mempermasalahkan sebutan abad 21 untuk tahun 2000. Setidaknya kita sudah punya pengalaman ketika mencanangkan tahun 1400 Hijriyah sebagai awal abad ke-15, abad kebangkitan Islam.

Saat ini muncul perbedaan pendapat tentang sebutan milenium. Padahal, bila teliti, masalahnya sama: tepatkah 1 Januari 2000 sebagai awal abad 21 atau awal milenium ke tiga? Tampaknya sebutan milemiun yang datangnya seribu tahun sekali lebih menarik perhatian dan keingintahuan banyak orang.

Apakah pangkal semua persoalan perbedaan pendapat ini? Saya berpendapat, pangkal masalah adalah angka nol (0).

Nol

Para perancang komputer tidak mengantisipasi angka nol ketika mendefinisikan tahun dengan dua bilangan terakhir. Pada sistem yang lama tersebut, misalnya tahun 1999 hanya ditulis 99. Menjelang tahun 2000 baru disadari bahwa sistem lama masih terpakai dan bisa berakibat fatal salah interpretasi data bila tahun 2000 hanya tertulis 00. Program-program yang menggunakan tanggal dari komputer akan menafsirkan tahun 00 itu sebagai tahun 1900, bukan tahun 2000. Tentu bisa mengacaukan data-data dan aktivitas yang terkait dengan tanggal dalam sistem komputer.

Lain soal dengan penetapan kelender. Orang dahulu menetapkan tahun untuk kalender, baik syamsiah (berdasarkan matahari) maupun qamariyah (berdasarkan bulan), bermula dari angka 1. Hari pertama kalender Masehi adalah Sabtu, 1 Januari 1. Kalender Hijriyah pun demikian, diawali 1 Muharram 1. Sampai pertengahan abad 9 orang belum mengenal angka nol. Jadi, bukan karena melupakan angka nol, melainkan karena memang saat itu belum tahu.

Tidak diketahui sejak kapan angka nol ditemukan. Tetapi, dokumen sejarah mencatat naskah tertua yang menuliskan bilangan nol berasal dari India yang ditulis pada tahun 876. Tetapi yang berjasa memperkenalkan angka nol dalam makna ilmiah adalah para ilmuwan Islam Arab yang mewarnai Eropa pada abad 12. Salah satu buktinya adalah penggunaan sebutan zero dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Arab shifr yang berarti kosong.

Penggunaan angka nol telah dianggap sebagai salah satu penemuan cemerlang dalam sejarah matematika yang berpengaruh luas dalam kebudayaan modern. Sebagian pakar berpendapat bahwa hambatan serius yang dihadapi ahli matematika Yunani dan Romawi kuno dalam perkembangan ilmiahnya adalah ketiadaan simbol nol.

Angka Romawi tidak mengenal angka nol. Bilangan dimulai dengan satu yang dituliskan I. Sepuluh ditulis X, 50 dilambangkan dengan L, 100 dengan C, 500 dengan D, dan 1000 dengan M. Suatu bilangan besar dinyatakan sebagai penambahan (diletakkan disebelah kanannya) atau pengurangan (diletakkan disebelah kirinya) lambang-lambang tersebut. Jadi 1999 dituliskan sebagai 1000 + 900 + 90 + 9 sebagai M+CM+XC+IX menjadi MCMXCIX. Memang tidak praktis, kecuali untuk bilangan kelipatan sederhana lambang-lambang tersebut, seperti 2000 yang cukup dituliskan MM.

Kebudayaan Barat yang belum tersentuh budaya Islam menggunakan angka Romawi tersebut sampai abad 14. Sedangkan Spanyol dan wilayah Eropa lainnya yang bersinggungan dengan budaya Islam sejak abad 12 telah secara luas menggunakan sistem angka Arab (seperti yang kita kenal sekarang: 0, 1, 2,…).

Sejarah

Angka nol menjadi masalah juga dalam menelusuri sejarah masa lampau. Ada keterputusan ungkapan tahun sebelum masehi dan sesudah masehi karena tidak dikenalnya tahun nol. Urutan tahun di sekitar pergantian sistem kalender masehi adalah tahun 2 SM (sebelum Masehi), 1 SM, 1 M, 2 M, dan seterusnya. Penulis sejarah matematika, dengan menggunakan notasi matematis menuliskan urutan tahun tersebut sebagai tahun -2, -1, 1, 2, dan seterusnya.

Astronomi sebagai ilmu yang berperan menelusur waktu kejadian di masa lampau tidak menggunakan notasi metematis seperti itu. Secara astronomi, tahun 1 SM dianggap sebagai tahun 0 untuk memudahkan perhitungan waktu dalam penelusuran balik kejadian masa lampau.

Kalender Masehi berakar dari kalender qamariyah Romawi yang semula mempunyai 10 bulan. Kalender Romawi ini berawal pada Maret dengan bulan ke tujuh, delapan, sembilan, dan sepuluh disebut September, Oktober, November, dan Desember. Penambahan bulan Januari dan Februari sebagai bulan ke-11 dan ke-12 terjadi sekitar tahun 700 SM.

Kemudian terjadi lagi perubahan dari sistem qamariyah menjadi syamsiah seperti yang kita kenal sekarang, dengan jumlah hari setiap bulan 30 atau 31 hari, kecuali Februari 28 hari. Hari pertama setiap bulan disebut Kalendae (inilah asal mula sebutan “kalender”). Belum dikenal nama-nama 7 hari dalam sepekan.

Perubahan sistem qamariyah ke syamsiah tidak dilakukan mendadak. Penyesuaiannya menggunakan sistem campuran dengan penambahan hari untuk penyesuaian dengan musim. Penambahan itu tidak beraturan. Kadang-kadang Kaisar memperpanjang atau memperpendek kalender semaunya. Masa itulah yang dikenal sebagai masa yang membingungkan untuk menelusur sejarah masa lampau.

Untuk menghilangkan kebingungan itu, Kaisar Julius melakukan reformasi kalender atas saran penasihatnya astronom Sosigense pada tahun 46 SM. Reformasi itu menetapkan tiga hal. Pertama, vernal equinox (awal musim semi, saat malam dan siang sama panjangnya) ditetapkan 25 Maret dengan menjadikan tahun 46 SM lebih panjang 85 hari. Kedua, awal tahun ditetapkan 1 Januari 45 SM. Ke tiga, menetapkan jumlah hari dalam satu tahun 365 hari, kecuali setiap tahun ke empat menjadi tahun kabisat dengan penambahan hari pada bulan Februari.

Penetapan awal musim semi 25 Maret ini berdampak juga pada penetapan 25 Desember sebagai titik balik utara. Pada saat itu posisi matahari berbalik dari titik paling utara menuju selatan. Maka 25 Desember dirayakan masyarakat Romawi sebagai hari Dies Natalis Solis Invicti (hari kelahiran Matahari yang tak terkalahkan). Tanggal inilah yang kemudian dianggap sebagai tanggal kelahiran Yesus Kristus (hari Natal), karena memang tak ada catatan sejarah tanggal pastinya kelahiran Nabi Isa tersebut.     Penetapan tahun Masehi baru dilakukan pada tahun 532 M atas usulan rahib Denys le Petit. Berdasarkan penelitiannya, dia menyimpulkan tahun kelahiran Nabi Isa bertepatan dengan tahun Romawi 753. Maka tahun Romawi 753 tersebut ditetapkan sebagai tahun 1 Masehi. Walaupun belakangan kalangan gereja menemukan bukti lain bahwa kelahiran Nabi Isa sebenarnya beberapa tahun sebelum itu, berdasarkan naskah-naskah tentang kematian Herod (penguasa Palestina pada Zaman Nabi Isa).

Milenium

Astronom sebenarnya tidak peduli dengan istilah milenium. Karena dalam astronomi kronologi kejadian umumnya dinyatakan dalam hari Julian (Julian day) yang didefinisikan bermula dari tengah hari 1 Januari 4713 SM. Penetapan awal periode ini pun sebenarnya tidak punya arti astronomis, tetapi sekadar memenuhi siklus dalam sistem kalender lama: siklus metonik (19 tahunan) serta siklus dalam kalender Romawi indiksi (15 tahun) dan dominis (28 tahun).

Siklus metonic berasal dari sistem kalender Yunani dan Arab kuno (Babilonia dan sekitarnya) bahwa 19 tahun syamsiah sama dengan 235 bulan qamariyah. Sedangkan siklus dominis 28 tahun, tampaknya berasal dari keberulangan kalender Julian dengan susunan hari yang sama. Pembagian sepekan menjadi tujuh hari baru masuk Eropa sekitar abad ke-3, diadopsi dari tradisi Yahudi dan Arab kuno. Jumlah hari dalam 28 tahun itu (28 x 365,25 hari) sama dengan 1461 pekan. Belum diketahui alasan siklus indiksi.

Dengan menggunakan hari Julian tersebut 1 Januari tahun 1 dinyatakan sebagai hari ke 1.721.423,5. Sedangkan 1 Januari 2000 adalah hari ke 2.451.544,5. Jadi kalender Masehi sampai saat tahun baru 2000 telah menjalani 730.121 hari. Itu berarti, andaikan sejak awal menggunakan sistem kalender Gregorian seperti yang saat ini berlaku, 1 Januari 2000 semestinya baru tanggal 2 Januari 1999.

Sepanjang sejarah kalender Masehi telah terjadi dua kali reformasi. Pertama, tahun 325 M ketika vernal equinox ternyata telah bergeser dari 25 Maret menjadi 21 Maret. Tetapi, tidak terjadi pergeseran hari, hanya ditetapkan tanggal baru untuk vernal equinox, yaitu 21 Maret. Ini berpengaruh pada penetapan hari besar Kristiani. Paskah ditentukan setiap hari Minggu pertama setelah purnama pada atau sesudah vernal equinox. Itu berarti berpengaruh juga pada penetapan hari Wafat Isa Almasih dan hari Kenaikan Isa Almasih.

Reformasi ke dua pada 1582 disebut reformasi Gregorian. Karena satu tahun syamsiah rata-rata 365,2422 hari, sedangkan kalender Julian menetapkan rata-rata 365,25 hari, awal musim semi saat itu diketahui telah bergeser jauh menjadi tanggal 11 Maret. Maka dilakukan reformasi dalam dua hal agar awal musim semi kembali menjadi tanggal 21 Maret.

Reformasi Gregorian pertama menghapuskan 10 hari dari tahun 1582 dengan menetapkan hari Kamis 4 Oktober langsung menjadi hari Jumat 15 Oktober.  Ke dua, rata-rata satu tahun ditetapkan 365,2425 hari. Caranya, tahun kabisat didefinisikan sebagai tahun yang bilangannya habis dibagi empat, kecuali untuk tahun yang angkanya kelipatan 100 harus habis dibagi 400. Dengan aturan tersebut tahun 1700, 1800, dan 1900 bukan lagi dianggap sebagai tahun kabisat. Tahun 2000 adalah tahun kabisat.

Ketika istilah milenium yang berawal dari masalah komputer mulai memasyarakat, orang mulai bertanya, tepatkah 1 Januari 2000 disebut sebagai awal Milenium ke tiga. Para astronom yang ditanya tentu akan mengacu pada sejarah. Karena milenium berarti kurun waktu seribu tahun, sedangkan milenium pertama dimulai 1 Januari tahun 1, maka milenium ke-3 semestinya 1 Januari 2001.

Tetapi, di masyarakat terlanjur menggunakan istilah milenium dalam konteks seperti millenium bug, sekadar melihat angkanya. Kalau demikian lupakan sejarah, lihatlah pada angka tahunnya. Astronom pun kemudian ditanya, mengapa angka 2000 sudah dianggap sebagai milenium ke-3 atau abad 21. Secara astronomi hal itu masih dapat dibenarkan.

Dalam astronomi suatu tanggal lazim dituliskan sebagai fraksi tahun. Pukul 00:00 1 Januari 2000 bila ditulis dengan desimal menjadi tahun 2000,0. Sedangkan pukul 00:00 23 Januari 2000 dapat dinyatakan sebagai tahun 2000,06284 (dari 2000,0 + 23/366, karena tahun 2000 berjumlah 366 hari). Karenanya setiap tanggal sesudah 1 Januari 2000 dapat dinyatakan dengan angka yang lebih besar dari 2000. Itu berarti tidak termasuk lagi sebagai abad 20 atau milenium 3. Jadi, mestinya sudah boleh dinyatakan sebagai bagian dari abad 21 atau milenium 3. Kalau demikian, beralasan juga untuk menetapkan 1 Januari 2000 sebagai awal abad 21 atau milenium 3.

Sinkronisasi Bumi-Bulan

T. Djamaluddin

(Dimuat di Republika — Hikmah, 22 Juni 2001, + beberapa tambahan)

Sebaik-baik pemimpinmu adalah yang kamu cintai dan dia mencintai kamu, kamu doakan dan dia mendoakan kamu. Dan seburuk-buruk pemimpin kamu adalah yang kamu benci dan dia membenci kamu, kamu hujat dan dia menghujat kamu. (HR Muslim)

Sinkronisasi rotasi bumi-bulan menyebabkab periode revolusi bulan sama dengan periode rotasinya, yaitu 27,3 hari, sehingga wajah purnama tak pernah berubah. Selain itu, rotasi bumi diperlambat sehingga hari makin panjang 0.002 detik dalam seabad dan bulan menjauh sekitar 3,5 cm per tahun. Kelak, 500 milyar  tahun mendatang rotasi bumi pun menjadi sinkron dengan rotasi dan revolusi bulan, yaitu satu hari sama dengan satu bulan, sekitar 48 hari menurut ukuran sekarang (walau diprakirakan tidak akan terjadi, karena jauh sebelum itu pada 5 milyar tahun mendatang bumi dan bulan bersama-sama masuk dalam bola matahari yang menjadi raksasa merah).

Bumi mengerem rotasi bulan dan bulan pun mengerem rotasi bumi yang menyebabkan sinkronisasi. Inilah pelajaran dari alam bagi pemimpin dan yang dipimpin. Ada upaya saling memahami dan saling menyesuaikan. Sama seperti bulan, yang dipimpin biasanya lebih cepat menyesuaikan diri, karena pengaruh pemimpin biasanya sangat kuat. Kemudian, pemimpin pun harus secepatnya menyesuaikan dirinya. Hanya pemimpin yang otoriter yang menghendaki kesetiaan sepihak.

Namun, tidak setiap kehendak harus dipenuhi, perlu dialog. Dalam lingkup keluarga, Allah mengingatkan istri dan anak-anak bisa membawa kebinasaan bila segala kehendaknya dituruti (QS 64:14-15). Pemimpin ummat pun diperintahkan tidak menuruti segala kemauan orang (QS 42:15).  Ada aturan-aturan yang tetap harus dipatuhi.

Bulan bisa hancur bila terlalu dekat bumi. Sedikit menjauh diperlukan untuk mencapai kesetimbangan yang lebih harmonis. Demikian juga bila pemimpin dan pengikutnya terlalu dekat bisa merusakkan, menyuburkan kolusi dan nepotisme, mengkultuskan, atau menciptakan ikatan taklid yang kotraproduktif. Menjaga jarak diperlukan untuk saling mengoreksi secara wajar dan terbuka yang memunculkan sikap saling mencintai dan menghormati. Bila mulai muncul saling menghujat dan saling membenci, itu tanda buruknya kepemimpinan.

Keluarga sama pentingnya dengan profesi

Profesi dan keluarga sama pentingnya. “Special day” perlu saya tuliskan dalam dokumentasi saya ini. Hari ini 28 April 2010 adalah 19 tahun pernikahan saya dan 45 tahun ultah istri saya Erni Riz Susilawati. Inilah sekadar dokumentasi beberapa catatan historis keluarga.

Awal Ramadhan 1407 (5 Mei 1987) menjelang rencana keberangkatan sekolah ke LN, saya ’tembak langsung’ menulis surat via pos (padahal setiap pekan bertemu di masjid Salman ITB) kepada seorang pembina (Mentor) Karisma (Keluarga Remaja Islam Masjid Salman ITB) yang sebelumnya saya bina di Grup F (calon mentor), untuk ”melanjutkan pembinaan”.  Hampir sebulan baru ada jawaban positif menerima via pos (kalau zaman sekarang, mungkin SMS lebih cepat sebagai komunikasi tanpa tatap muka yang saya hindari – karena saya sangat pemalu). Itulah foto pertama calon istri yang saya peroleh.

Seusai menyelesaikan Master of Science (MSc) di Universitas Kyoto, Jepang, saya pulang untuk menikah pada 28 April 1991, hari ultah Erni ke 26.

Saat berdua di Jepang.

Vega, anak pertama lahir di Kyoto (1992).

Gingga, anak kedua lahir di Bandung (1996).

Venus, anak ke tiga lahir di Bandung (1999).


Saat Venus 8 tahun bertepatan Idul Fitri 1428 (2007).