Wujudul Hilal yang Usang dan Jadi Pemecah Belah Ummat Harus Diperbarui.


T. Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN

Anggota Badan Hisab dan Rukyat, Kementerian Agama RI

Boleh jadi banyak orang tersinggung dengan ungkapan lugas bahwa kriteria hisab wujudul hilal itu usang dan jadi pemecah belah ummat. Tetapi saya tidak menemukan kata-kata yang lebih halus, tetapi tepat maknanya. Saya pun rela disebut “provokator” demi membangunkan kita semua bahwa “ada kerikil tajam” yang selalu mengganjal penyatuan ummat.

Mengapa wujudul hilal disebut usang? Ya, sebagai produk sains, suatu teori bisa saja usang karena digantikan oleh teori yang lebih baru, yang lebih canggih, dan lebih bermanfaat. Teori “geosentris” yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta sekarang dianggap usang, karena sudah banyak teori lain yang menjelaskan gerak benda-benda langit, antara lain teori gravitasi. Penafsiran QS 36:40 yang dimaknai sebagai “wujudul hilal” jelas merujuk pada konsep geosentris. Penafsiran modern atas QS 36:40 merujuk pada fisik orbit orbit matahari mengitari pusat galaksi yang berbeda dengan orbit bulan mengitari bumi, jadi tidak mungkin matahari mengejar bulan.

Ilmu hisab-rukyat (perhitungan dan pengamatan) dalam lingkup ilmu falak (terkait posisi dan gerak benda-benda langit) adalah ilmu multidisiplin yang digunakan untuk membantu pelaksanaan ibadah. Setidaknya ilmu hisab-rukyat merupakan gabungan syariah dan astronomi. Syariah membahas aspek dalilnya yang bersumber dari Al-Quran, Hadits, dan ijtihad ulama. Astronomi memformulasikan tafsiran dalil tersebut dalam rumusan matematis untuk digunakan dalam prakiraan waktu.

Rasulullah menyebut ummatnya “ummi” yang tidak pandai baca dan menghitung. Tetapi sesungguhnya pada zaman Rasul sudah diketahui bahwa rata-rata 1 bulan = 29,5 hari, sehingga ada hadits yang bermakna satu bulan kadang 29 dan kadang 30. Pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman empirik pengamatan (rukyat) hilal.

Pada zaman sahabat dikembangkan sistem kalender dengan hisab (perhitungan astronomi) sederhan yang disebut hisab Urfi (periodik) yang jumlah hari tiap bulan berselang-seling 30 dan 29 hari.Bulan ganjil 30 hari dan bulan genap 29 hari. Maka Ramadhan semestinya selalu 30 hari, tetapi rukyat tetap dilaksanakan untuk mengoreksinya. Dengan perkembangan ilmu hisab/astronomi, hisab urfi mulai ditinggalkan, kecuali oleh kelompok-kelompok kecil yang tak tersentuh perkembangan ilmu hisab, seperti kelompok Naqsabandiyah di Sumatera Barat dan beberapa kelompok di wilayah lain (termasuk di tengah kota Bandung — walau tidak terliput media massa).

Dari hisab Urfi berkembang hisab Taqribi (pendekatan dengan asumsi sederhana). Misalnya tinggi bulan hanya dihitung berdasarkan umurnya. Kalau umurnya 8 jam, maka tingginya 8/2 = 4 derajat, karena secara rata-rata bulan menjauh dari matahari 12 derajat per 24 jam. Termasuk kesaksian hilal dulu bukan didasarkan pada pengukuran tinggi, tetapi hanya dihitung waktunya sejak cahaya “hilal” (bisa jadi bukan hilal) tampak sampai terbenamnya. Misalnya, cahaya tampak sekitar 10 menit, maka dihitung tingginya 10/4=2,5 derajat, karena terbenamnya “hilal” disebabkan oleh gerak rotasi bumi 360 derajat per 24 jam atau 1 derajat per 4 menit. Hisab urfi pun sudah mulai ditinggalkan, kecuali oleh beberapa kelompok kecil, antara lain kelompok pengamat di Cakung yang dikenal masih menggunakan hisab taqribi sebagai pemandu rukyatnya.

Dari hisab taqribi berkembang hisab hakiki (menghitung posisi bulan sebenarnya) dengan kriteria sederhana wujudul hilal (asal bulan positif di atas ufuk). Prinsipnya pun sederhana (karena mendasarkan pada konsep geosentrik seolah bulan dan matahari mengelilingi bumi), cukup menghitung saat bulan dan matahari terbenam. Bila bulan lebih lambat terbenam, maka saat itulah dianggap wujud. Sampai tahap ini hisab dan rukyat sering berbeda keputusannya.Hisab wujudul hilal sering lebih dahulu daripada rukyat, karena memang tidak memperhitungkan faktor atmosfer. Masyarakat awam (setidaknya di Cirebon, tempat masa kecil saya tahun 1970-an) sudah maklum menyebut Muhammadiyah yang sering puasa atau berhari raya duluan, karena merekalah yang mengamalkan hisab wujudul hilal.

Mengapa kriteria wujudul hilal sebagai lompatan pertama hisab hakiki? Dalam sains dikenal penyederhanaan dalam model perhitungan. Untuk menghitung secara hakiki posisi bulan dan matahari bukan perkara mudah pada tahun 1970-an. Ahli hisab harus menghitung secara manual dengan berlembar-lembar kertas, kadang-kadang berhari-hari. Satu problem biasanya dihitung minimal oleh 2 orang. Kalau terjadi perbedaan, kedua orang itu harus saling mengoreksi. Itu tidak mudah. Tahun 1980-an kalkulator menjadi alat bantu utama. Kemudian tahun 1990-an komputer semakin mempermudah perhitungan.

Lalu berkembang hisab hakiki dengan kriteria imkan rukyat (kemungkian bisa dirukyat) yang memadukan hisab dan rukyat, sehingga antara kelender dan hasil hisab diupayakan sama. Itulah konsep penyatuan kalender Islam. Berdasarkan data rukyat di Indonesia sejak tahun 1960-an, ahli hisab di Indonesia pada awal 1990-an memformulasikan kriteria imkan rukyat: (1) ketinggian minimum 2 derajat, (2) jarak bulan-matahari minimum 3 derajat, dan (3) umur hilal minimum 8 jam. Kriteria tersebut kemudian diterima di tingkat regional daam forum MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Ormas-ormas Islam dalam kelompok Temu Kerja Badan Hisab Rukyat menyepakati penggunaan kriteria tersebut daam pembuatan kalender hijriyah di Indonesia, kecuali Muhammadiyah.

Wakil Muhammadiyah beralasan tinggi hilal 2 derajat tidak ilmiah. Mengapa tinggi hilal 2 derajat dianggap tidak ilmiah, tetapi tetap bertahan wujudul hilal yang artinya tinggi hilal minimum 0 derajat? Saya tidak tahu alasan penolakan yang sebenarnya. Tetapi memang hisab dengan kriteria imkan rukyat akan lebih rumit daripada hisab wujudul hilal. Tetapi, dalam perkembangan pemikiran astronomi, hisab  imkan rukyat dianggap lebih modern daripada hisab wujudul hilal. Faktor atmosfer yang menghamburkan cahaya matahari diperhitungkan. Hilal yang sangat rendah dan sangat tipis tidak mungkin mengalahkan cahaya senja di ufuk dan cahaya di sekitar matahari. Itulah sebabnya perlu adanya batas minimum ketinggian bulan dan jarak bulan-matahari.

Kriteria imkan rukyat terus berkembang. IICP (International Islamic Calendar Program) di Malaysia berupaya mengembangkan kriteria astronomis yang kini dikenal sebagai kriteria Ilyas.  LAPAN pun berdasarkan data rukyat di Indonesia 1962-1996 mengembangkan revisi kriteria imkan rukyat MABIMS, yang dikenal sebagai kriteria LAPAN (tahun 2000). Odeh dengan ICOP (International Crescent Observation Program) dengan menggunakan data internasional yang lebih banyak mengembangkan kriteria yang kini dikenal sebagai kriteria Odeh. Kelompok astronom amatir RHI (Rukyatul Hilal Indonesia) yang mengkompilasi data rukyat di Indonesia dan Australia juga menyusun kriteria imkan rukyat RHI. LAPAN (2010) juga mengusulkan kriteria baru berdasarkan data rukyat nasional dan internasional yang diberi nama Kriteria Hisab-Rukyat Indonesia.

Kriteria imkan rukyat yang inilah yang dijadikan dasar penyatuan kalender hijriyah. Dengan kalender berdasarkan hisab imkan rukyat, hasil hisab dalam bentuk kalender diharapkan akan sama dengan hasil hisab. Kalau masih terjadi perbedaan, penyelesaiannya dalam forum sidang itsbat. Lalu yang berbeda dari kriteria tersebut nanti bisa dijadikan dasar untuk merevisi kriteria imkan rukyat.  Memang begitulah kriteria imkan rukyat adalah kriteria dinamis yang bisa terus disempurnakan. Kuncinya, kriteria tersebut harus disepakati oleh semua pemangku kepentingan, terutama ormas-ormas Islam, MUI, dan Pemerintah.

Dari kronologis perkembangan pemikiran hisab seperti itu terlihat posisi hisab wujudul hilal sudah usang dan harus diperbarui. Hisab wujudul hilal pun bisa jadi pemecah belah ummat, karena hilal dengan ketinggian yang sangat rendah tidak mungkin teramati. Keputusan pengamal hisab wujudul hilal pasti akan berbeda dengan keputusan pengamal rukyat. Walau sebagian orang menganggapnya wajar saja terjadinya perbedaan, tetapi kebanyakan orang akan merasakan ketidaknyamanan. Perdebatan akan selalu muncul, yang tidak mungkin diredam sekadar imbauan “saling menghormati”.

Lebih dari sekadar masalah ketidaknyamanan (penghalusan dari keresahan) di masyarakat dan kenyataan ummat terpecah dalam beribadah massal (Ramadhan dan hari raya), dengan adanya perbedaan itu kita tidak akan pernah punya kalenedr hijriyah yang tunggal dan mapan. Dengan perbedaan kriteria yang diterapkan oleh ormas-ormas Islam, kalender hijriyah dikerdilkan hanya menjadi kalender ormas. Kalender Muhammadiyah akan menjadi kalender yang berbeda sendiri dari kalender ormas-ormas Islam lainnya di Indonesia. Walau kalender Ummul Quro Saudi Arabia sama masih menggunakan kriteria wujudul hilal, belum tentu wujudul hilal di Indonesia sama dengan di Arab Saudi.

Kalau ukhuwah yang dikedepankan, “mengalah demi ummat” yang dilakukan Muhammadiyah sangat besar dampaknya. Dengan meninggakan kriteria wujudul hilal yang usang, menuju kriteria yang lebih baik, kriteria imkan rukyat, insya-allah potensi perbedaan dapat dihilangkan. Toh, kriteria imkan rukyat pun adalah kriteria hisab, namun bisa diterapkan untuk mengkonfirmasi rukyat. Dengan kriteria imkan rukyat, kita pun bisa menghisab kalender sekian puluh atau sekian ratus tahun ke depan, selama kriterianya tidak diubah. Kriteria imkan rukyat juga menghilangkan perdebatan soal perbedaan hisab dan rukyat, karena kedua metode itu menjadi setara dan saling mengkonfirmasi.

359 Tanggapan

  1. Bravo Profesor,
    Penjelasan sejarah seperti yang disampaikan diatas menjadi lebih mudah bagi saya untuk memahami perbedaan.

    Saya bukan anggota Muhamadiyah. Tapi dalam kehidupan beragama sehari-hari banyak mereferensikan pendapat Muhamadiyah.

    Maju terus profesor.
    Semoga dengan diskusi ini semakin mencerdaskan kita ummat muslim di Indonesia dan dunia.
    Semoga dimasa yang akan datang tidak ada lagi pendapat berbeda mengenai awal puasa dan hari lebaran.

    Amin.

    • Tanggapan Prof, dinilai penuh kefanatikan, disisi lain Tanggapan Muhammadiyyah terhadap tulisan Prof juga penuh nuansa kefanatikan,

      Statement1: “Hal positif dimaksud adalah bahwa dalam kebijakan penetapan awal bulan Muhammadiyah itu terkandung suatu nilai edukasi bagi masyarakat luas bahwa suatu sistem penanggalan yang baik adalah suatu sistem kalender yang dapat memberikan penjadwalan waktu yang akurat dan pasti jauh ke depan sehingga bisa dipedomani jauh-jauh hari sebelumnya”

      Tanggapan:
      Kata “akurat” dan “pasti” itu dasar nya apa?

      Bagaimana kalau 3 syarat Muhammadiyyah terpenuhi, ijtimak sudah terjadi, matahari sudah lebih dulu terbenam dari bulan, dan bulan diatas ufuk 0.000001 derajat diatas ufuk. Apakah Muhammadiyyah berani meng-klaim besoknya PASTI Lebaran dan keputusan ini AKURAT?

      Dalam ilmu matematik kita kenal error perhitungan dan pembulatan. Dalam ilmu statistik saja kita kenal margin of error. Apakah 0.00001 derjat itu tidak memungkinkan bulan masih dibawah ufuk, karena kesalahan perhitungan, kesalahan pembulatan, dan margin of error lainnya???

      Statemen2: “Hisab imkanu rukyat, yang sering diklaim sebagai alternatif terbaik, bukannya tanpa masalah. Kreteria imkanu rukyat sendiri ada sebanyak pakar yang mengusulkannya. Akan tetapi ini mungkin bisa diatasi dengan dengan para pakar itu sendiri bersepakat. Tetapi bukan sekedar sepakat, melainkan berdasarkan hasil riset yang komprehensif”

      Tanggapan “:…. dapat diatasi dengan para pakar bersepakat” SETUJU…Justru itu Muhammadiyyah ahli-ahlinya mana, keluar dong… Duduk di meja perundingan, Sepakati kriterianya.

      Statemen3: “Akan halnya imkanu rukyat 2 derajat sebagaimana diamalkan di Kemenag adalah kaidah kalender yang sama sekali tidak ada dasar syar’inya apalagi dasar astronomis. Semua astronom tentu sangat mengetahui hal ini. Para meter tunggal saja, yaitu ketinggian, adalah parameter yang buruk. Para astronom sudah hampir sepakat bahwa parameter imkanu rukyat yang baik haruslah sekurangnya ganda, misalnya ketinggian plus elongasi, atau ketinggian plus lebar permukaan bulan yang tersinari matahari yang menghadapi ke bumi, dan lain sebagainya. Parameter tunggal, seperti ketinggian saja, elongasi saja, umur bulan saja atau mukus hilal saja, sama sekali tidak akan dapat meramalkan visibilitas hilal secara lebih sahih”

      Tanggapan: Nah itu Muhammadiyyah paham. Kriteria “visibilitas bulan” itu tidak tunggal. hanya dengan ketinggian spt kriteria yang dipakai Muhammadiyyah selama ini. Sekarang. PERSIS saja yang juga pakai HISAB murni (tidak ru’yah) sudah memperbaharui kriterianya baca http://persis.or.id/?mod=content&cmd=news&berita_id=1377

      Statement4: “Apalagi kalau parameter tunggal itu cuma dengan ukuran ketinggian 2 derajat. Ini dalam kasus tertentu hanya akan membuat kita hidup dalam ilusi atau bahkan bisa juga dalam kepalsuan atau kebohongan”

      Tanggapan: Lah siapa yang pakai satu kriteria? Semua ormas sudah pakai multi-variable, lihat saja keputusan PERSIS di link diatas. PERSIS sudah berubah. Kapan Muhammadiyyah berubah? Ayo dong… kembali ke meja perundingan.

      Statement5: ” Salah seorang teman dosen pengajar ilmu falak mengatakan bahwa selama 7 tahun pengalamannya mengikuti rukyat belum pernah terjadi bahwa hilal dengan ketinggian di bawah 5 derajat dapat terukyat. Apa ini tidak berarti bahwa kita hidup dalam ilusi atau di bawah bayang-bayang kepalsuan. Kenapa kita tidak realistis saja? Kenapa kita mengambil sistem yang lebih sederhana, tidak berbiaya tinggi, tetapi dapat memberikan kepastian jadwal tanggal jauh ke depan sehingga memudahkan kehidupan kita? ”

      Tanggapan: Justru itu, biar tidak menjadi ilusi, mari sama sama kita defisinikan. Kriteria Hisab Imkanur ru’yah itu spt apa. Perdebatannya sudah bukan di area dalil, Karena yang pakai > 0 derajat, dan > 4 derajat semuanya pakai ayat dan hadist yang sama. Persoalannya, kenapa ada yang pakai kriteria > 0 merasa sudah tenang dengan kriterianya.

      Kalau Muhammadiyyah mengelu-elukan metodenya bisa membuat kalendera 100 th kedepan, sebenarnya metode HISAB imkanur ru’yah juga bisa membuat kalender 100 tahun ke depan, tanpa perlu melakukan ru’yah bif fi’li

      Kalau Muhammadiyyah mengelu-elukan metodenya bisa membuat kalendera 100 th kedepan berbiaya murah (karena tidak perlu ru’yah bil fi’li), sebenarnya metode HISAB imkanur ru’yah juga bisa membuat kalender 100 tahun ke depan berbiaya murah, tanpa perlu melakukan ru’yah bif fi’li.

      Sekali lagi: Metode HISAB Imkanur ru’yah (dengan atau tanpa ru’yah bil fi’li)
      1. DAPAT memberikan kepastian dan keakuratan
      2. Menghormati hadist Rasulullah untuk melihat bulan (walau tanpa melakukan ru’yah bil fi’li)
      3. DAPAT dibuat kalender yang bersifat jangka panjang.

    • ya tetap aja biar muhammadiyah mengalah demi ummat, tp kl pemerintah beda dengan arab saudi hati rasa nya ada kegalauan. krn gimanapun juga hati tak bisa dibohongi, tiap sholat 5 waktu kt menghadap kiblat bahkan sampai dikubur, masa giliran sholat ied nya beda 1 hari, itu yg saya rasakan tiap ada perbedaan lebaran antara indonesia dan arab saudi.

      • Kalau begitu, Saudi yang lebih mengandalkan rukyat hakiki itu juga harus diajak bicara. Jangan asal percaya perukyat, dan mengabaikan hitung-hitungan ilmu astronomi….

      • Selama ini Muhammadiyyah dapat kredit plus, karena diaggap sama dengan Saudi. Padahal Saudi juga sering mengeluarkan keputusan itsbat yg bertentangan dengan kalangan astromoni mereka sendiri.

        Bulan yang (secara astronomis) tidak mungkin dilihat orang, pengakuannya malah diterima. Ya jelaslah, efeknya sama dengan keputusan Muhammadiyyah.

        Sudah seharusnya Arab Saudi juga berubah. Jangan mau menerima pengakuan seseorang yang mengaku melihat hilal, padahal hilal baru nol koma sekian derajat diatas ufuk. Semua astromom, pasti tahu, gak ada alat yang secanggih apapun bisa melihat hilal, karena iluminasi matahari saat nol koma sekian diatas ufuk itu, mustahil terlihat cahaya hilal.

        Memang susah merubah tradisi, baik bagi Arab Saudi, maupun bagi Muhammadiyyah

      • ini namanya ga nyambung. klo shlt 5 wktu kan acuannya posisi matahari. ?? sedangkan ini kalender qomariyah jgnan urusan beginian, urusah akidah aja arab saudi itu blm bisa digunakan sbg acuan kita

      • @thulab : dihitung secara sederhana aja kalo begitu, pada saat tgl 29 agustus bulan sudah mengitari bumi secara penuh ( 1 bulan ) yang lebaran pada tgl 30 agustus jelas tidak salah karena sdh berpuasa satu bulan penuh.
        janganlah terjebak dengan penanggalan masehi yg jumlah hari dalam satu bulan harus 30 hari kecuali pebruari dan bulan yg berjumlah 31 hari.
        kalo pake hitungan professor jumlah hari dalam bulan ramadhan jadi nya akan 30 hari terus donk. sementara yg saya ketahui nabi mengalami 9 kali ramadhan dengan perhitungan 7 kali ramadhan 29 hari dan 2 kali 30 hari.
        harusnya secara ilmiah juga melakukan perhitungan kapan ramadhan berjumlah 29 hari dan kapan ramadhan berjumlah 30 hari secara ilmu astronomi nya. salam damai..

      • pengembara. Anda salah. Pakai hitungan Prof, belum tentu SELALU puasa 30. Sebagai contoh 2012, kemungkinan Muhammadiyyah AKAN LEBIH DAHULU MEMULAI PUASA, tapi yng non Muhammadiyyah akan LEBIH BELAKANGAN MEMULAI PUASA. Jadi 2012, Muhammadiyyah kemungkinan puasa 30 hari (20 Agustus 2012 sd 19 Agustus 2012), yang non muhammadiyyah kemungkinan puasa 29 hari (21 Agustus 2012 sd 19 Agustus 2012).

        Jadi ASUMSI Anda salah, jika mengatakan hitungan Prof selalu menghasilkan puasa 30 hari…. Justru 2012 Muhammadiyyah lah (kemungkinan besar) yg puasa 30 hari. Silahkan Anda konfirmasi ke Majelis Tarjih Muhammadiyyah, apakah betul 2012 mereka akan puasa 30 hari? Saya yakin jawabnya iya.,,, Jika iya, sebaiknya Anda ikut yng puasa 29 hari. Kan anda ikut Hadist Rasul saw…. Bethuuullll???

      • pengembara, maksud saya 20 Juli sd 19 Agustus 2012. Dan itu 30 hari. Jadi kemungkinan besar sekali, muhammadiyyah akan puasa selama 30 hari… Coba tanyakan ke majelis tarjih nya. Kan Muhammadiyyah selalu berbangga bisa menentukan puasa 100 tahun ke depan…

      • Mas, kalau selalu mengacu ke Arab Saudi, berarti di Saudi Lebaran dulu baru kita, jangan kita dulu baru saudi?? kan gitu ya??? Kalau di Saudi Hari raya Sholat ied nya jam 07.00 waktu saudi, berarti mas sholat ied nya setelah atau bersamaan denga Arab Saudi, jatuh nya di Indonesia jam 13.00 Wib hari yang sama, berarti Sholat Ied nya mas apa boleh jam 13.00 WIB itu??? Wallahu alam bis sawab

      • perbedaan hari itu tergantung pada IDL (garis tanggal internasional). itu konsekwensi bumi itu bulat. Saya ingin bertanya pada pengembara, mengapa kita sholat jum’at lebih dulu dari makkah? Mengapa tidak tidak setelah makkah? itu karena IDL ada di timur Indonesia, coba bayangkan jika IDL ada di barat Indonesia. melihat itu sebenarnya tidak ada waktu bersamaan sedunia. Lha umat islam juga belum punya garis tanggal kok….

      • Menurut sebagian pengamat, pada 2012, 2013, dan 2014, sangat kuat kemungkinan Muhammadiyyah akan puasa 30 hari, dan yang selain muhammadiyyah akan puasa 29 hari.

        Tapi ini perlu analisis dari para pakar seperti dari Prof Thomas.

        Jika benar ini terjadi, berarti tidak benar asumsi, bahwa hisab dengan kriteria imkaanur ru’yah kecenderungan akan menghasilkan puasa selalu 30 hari

      • @nazar : menurut makkah kalendar jumlah hari dalam bulan ramadhan untuk 10tahun ke depan sudah bisa di prediksi.
        2012M/1433H Ramadhan 30 hari
        2013M/1434H Ramadhan 29 hari
        2014M/1435H Ramadhan 29 hari
        2015M/1436h Ramadhan 29 hari
        2016M/1437H Ramadhan 30 hari
        2017M/1438H Ramadhan 29 hari
        2018M/1439H Ramadhan 29 hari
        2019M/1440H Ramadhan 30 hari
        2020M/1441H Ramadhan 30hari
        2021M/1442H Ramadhan 30hari
        terlihat bahwa perhitungan hisab berkesesuaian dengan Hadist Rasulullah yg menerangkan bahwa jumlah hari dalam ramadhan adalah 29 hari dan 30 hari.
        mari kita minta pak prof untuk melakukan perhitungan astronomis sesuai dengan ilmu nya untuk memprediksi 1 syawal untuk 10tahun ke depan.
        tolong di ingat pada saat memasuki 1 Ramadhan 1432 semua muslim sedunia mayoritas sama berpuasa pada tanggal 1 agustus 2011 hanya saja pada saat penentuan 1 syawal terletak perbedaan nya ada yg 29 hari dan ada yg 30 hari.

      • Emang….. anda tau gak sich… indonesia ama arab tu Beda brapa Jam???? logika nya aja, kalau di Saudi Arabia sana Shalat subuh, apakah Anda Shalat subuh jg di Indonesia/di tempat Anda??? Patokannya bukan arabnya mas.. tapi Alqur’an dan Hadist…. 🙂

      • @nazar : berikut disampaikan sebagai perbandingan menurut kalendar jawa jumlah hari dalam bulan ramadhan untuk 9tahun ke depan sudah bisa di prediksi.
        2012M/1433H Ramadhan 29 hari
        2013M/1434H Ramadhan 30 hari
        2014M/1435H Ramadhan 30 hari
        2015M/1436h Ramadhan 30 hari
        2016M/1437H Ramadhan 30 hari
        2017M/1438H Ramadhan 30 hari
        2018M/1439H Ramadhan 30 hari
        2019M/1440H Ramadhan 30 hari
        2020M/1441H Ramadhan 39 hari
        terlihat akan ada perbedaan jumlah hari bulan ramadhan antara kalender mekkah dengan kalender jawa pada saat idul fitri 2012, jika statement anda yg menjelaskan bahwa menurut sebagian pengamat bahwa muhammadiyah pd th 2012 akan berpuasa 30 hari jika di asumsikan muhammadiyah merujuk ke perhitungan hisab dan menganut rukyah global ada kemungkinan itu benar.
        Jadi pd th 2012 ada 2 kemungkinan yg akan terjadi lagi jika 1 ramadhan nya bareng dengan arab saudi maka lebaran nya ada yg mendahului arab saudi, atau kalo terbalik ada yg 1 ramadhan nya puasa nya mendahului arab saudi tetapi lebaran nya bareng.
        salam damai

      • @hasan : anda benar sekali, kalo sholat itu ukuran nya sudah jelas peredaran matahari, misalnya waktu sholat dzuhur dimulai dengan tergelincirnya matahari. yg saya ketengahkan diatas khan sholat jadikan ka’bah sebagai persatuan.
        ingatlah waktu sholat semua mengacu pada peredaran matahari dan dibuat perhitungannya hingga menjadi suatu tabel berdasarkan peredaran matahari kondisi setempat, waktu maghrib dijakarta pasti beda dengan di semarang, denpasar dan papua tetapi semua mengacu keadaan alam setempat. dan ini dihitung berdasarkan ilmu HISAB bayangkan jadinya gimana jika tidak ada ilmu HISAB setiap kita mau sholat pasti akan melihat keadaan matahari, bagaimana jika pd saat anda mau sholat langit cuaca mendung.
        bayangkan jadwal puasa jika tidak mengikuti ilmu HISAB gimana tiap individu berpatokan memulai puasa yg waktunya dimulai dr subuh sampai maghrib, apakah setiap mau berbuka puasa mesti melihat ke langit dulu menunggu.
        adzan maghrib di TV sebagai penentu waktu berbuka puasa yang menjadi acara favorit pada saat Ramadhan didasari pada perhitungan hisab, apakah selama ini ada keraguan tentang ketepatan waktu adzan maghrib tsb?, adakah individu yg menyangsikan keabsahan perhitungan adzan maghrib yg ada di TV tsb.

      • Lho sekarang anda kok bicara hisab, padahal arab itu memakai rukyat dalam penentuan idul fitri. Ini bukan masalah hisab versus rukyat. Dan itulah masalahnya, jika memakai rukyat seharusnya idul fitri jatuh pada 31. Mohon untuk lebih mendalami masalah ini sekali lagi sebelum membuat pernyataan. Kesimpulan yang perlu digaris bawahi adalah hasil hisab itu semestinya sama dengan rukyat dan sebaliknya. BACALAH dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan….. banyak sumber yang dapat kita pelajari dalam masalah ini.

      • Berikut prediksi untuk 2012

        Arab Saudi:
        1 Ramadhan : 20 July
        1 Syawwal : 19 Agustus
        Ramadhan : 30 hari

        Indonesia Muhammadiyyah:
        1 Ramadhan : 20 July
        1 Syawwal : 19 Agustus
        Ramadhan: 30 hari

        Indonesia MUI + Ormas + Pemerintah :
        1 Ramadhan : 21 July
        1 Syawwal: 19 Agustus
        Ramadhan : 29 hari

        Berikut prediksi untuk 2013

        Arab Saudi:
        1 Ramadhan : 10 July
        1 Syawwal : 8 Agustus
        Ramadhan : 29hari

        Indonesia Muhammadiyyah:
        1 Ramadhan : 9 July
        1 Syawwal : 8 Agustus
        Ramadhan: 30 hari

        Indonesia MUI + Ormas + Pemerintah :
        1 Ramadhan : 10 July
        1 Syawwal: 8 Agustus
        Ramadhan : 29 hari

        Kesimpulan: Arab Saudi tidak bisa jadi patokan. Kadang sama dengan Muhammadiyyah, kadang sama degan non Muhammadiyyah

      • @hasan: khan dah di bilang kalo perhitungan makkah kalender mengacu pada rukyat global. gitu aja koq dibuat repot.
        salam damai…

      • jika makkah pakai rukyat global, atas dasar rukyat di manakah menetapkan idul fitri kemarin? di makkah kan hilal tidak terlihat…

      • @mas hasan: di daerah sebagian benua amerika bagian selatan bisa dilihat dengan mata kepala telanjang, disebagian berikutnya tergantung keadaan cuaca untuk benua afrika bagian selatan hanya bisa dilihat dgn bantuan teleskop.
        silahkan di klik mas hasan. salam damai

        http://www.makkahcalendar.org/en/visibilityCurves.php

      • @Hasan : sekedar sharing, ini tambahan sumber hukum yang menjelaskan tentang metode hisab.

        “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.” (Yunus, 10:5)

        “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang (matahari) itu terang benderang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan waktu. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”. (Qs. al-Isra’: 12)

        Surat Al-Anam 96:
        Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

        Surat At-Taubah 36 :
        Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan
        Awal dari tiap tiap bulan itu ditandai dengan keluarnya bulan sabit

        Surat Al-Baqarah 189:
        Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.

        Dalam ayat2 tersebut menganjurkan kepada umat Islam mempelajari peredaran matahari dan bulan sebagai dasar penghitungan waktu dan tahun (li’ta’lamu ‘adad al sinina wa al hisab). Ayat inilah yang menjadi pijakan lahirnya Ilmu Hisab (Falaq). Ilmu ini digunakan secara sangat luas untuk menentukan waktu salat dan kalender Hijriyah, awal akhir bulan, hari raya (Idul Fitri – Idul Adha), wukuf di Arafah dan ibadah lainnya.

        Mengenai Rukyah :

        Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

        “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbuka (tidak berpuasa) karena melihatnya pula. Dan jika awan (mendung) menutupi kalian, maka sempurnakanlah hitungan bulan Syaâban menjadi tiga puluh hari.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/24) dan Shahiih Muslim (III/122))

        Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebut Ramadhan, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

        “Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) dan jangan pula kalian berbuka (tidak berpuasa) sampai kalian melihatnya (bulan Syawwal). Jika awan menyelimuti kalian maka perkirakanlah untuknya.”

        Perhatikan hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

        “Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf, tidak dapat menulis dan tidak pernah menghisab, jumlah hari-hari dalam sebulan adalah begini dan begini (sambil memberi isyarat dengan kedua tangannya).” (Diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/24) dan Shahiih Muslim (III/122))

        Yakni, terkadang 29 dan terkadang 30 hari. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahih al-Bukhari (III/25) dan Shahiih Muslim (III/124))

        tradisi melihat hilal yang dilakukan oleh Rasulullah dan sahabat hanyalah merupakan “cara” yang dilakukan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, umat Islam bisa menggunakan “cara” lain yang diisyaratkan oleh Alquran. Di antaranya dengan cara ilmiah melalui penghitungan Falaq/ Hisab/Perhitungan. Ilmu ini baru berkembang pada masa Bani Abbasiyah (abad ke-8 M). Pada masa Rasulullah belum ditemukan alat teropong bintang dan belum berkembang ilmu falaq/ astronomi (Armahedi Mahzar dan Yuliani Liputo, 2002: 249).

        kesimpulan saya :
        Keputusan pemerintah berbeda dengan suara minoritas Muslim selama ini (MU), karena keputusan pemerintah masih diartikan sebagai keputusan mutlak benar dan harus ditaati oleh rakyat Indonesia.

        Padahal sejak dimulainya berpuasa Ramadhan, sejak tahun ke-2 Hijriyah, selama diMadinah, Rasulullah lebih sering berpuasa 29 hari, dan hanya sekali saja berpuasa genap 30 hari, karena gagal melihat al hilal.

        Sedangkan, di Kerajaan Saudi, berpuasa 29 hari bukanlah hal aneh. Mereka biasa berpuasa seperti itu, dan lebih jarang berpuasa 30 hari. Artinya, usaha melihat al hilal juga lebih banyak suksesnya, daripada gagalnya.

        Tapi di Indonesia lain lagi. Mayoritas puasa di negeri kita 30 hari, jarang sekali 29 hari. Padahal panjang wilayah Indonesia jauh lebih panjang daripada Kerajaan Saudi. Ini menjadi pertanyaan yang penuh misteri.

      • Tentang hisab dan rukyat saya tidak mepermasalahkan. sampai saat ini saya pribadi juga cenderung pada hisab, tetapi tetap dengan syarat visibiltasnya. Tentang puasa 30 hari/29 hari banyak faktor penyebabnya salah satunya pada “kapan memulai puasa”. Saya sendiri belum membaca sendiri penelitian tentang puasa Rasul meski seringkali dijadikan tameng oleh teman2 Muhammadiyah. Tentang visibiltas sebetulnya kita bisa menghitung sendiri dengan software yang ada, salah satunya Accurate Times. Kurva visibilitas makkahcalendar hanya meyadur dari http://www.moonsighting.org yang menggunakan kriterianya Syaukat.

      • indonesia arab ya beda..selisih jam to za

      • Hasan, benar makkahcalendar.org menggunakan kurva dari http://moonsighting.com/1432shw.html, TAPI be carefull brother:

        A. Makkahcalendar menggunakan metode penetapan bulan baru, dihitung dari FAJAR (subuh)

        B. Dengan demikian algoritma yang mereka gunakan adalah:
        1. melihat bulan masuk pada maghrib, apakah visible (melihat kurva moonsighting.com diatas), Jika Mekkah masuk ke kurva visible (warna Abu-abu) maka besoknya (setelah Subuh) sudah masuk bulan baru.

        2. jika magrib Mekkah tidak masuk kurva visibilitas, maka mereka susuri lagi ke arah barat. Batas maksimal penyusurannya sampai di Mekkah telah Subuh (misalkan 5.45 am waktu Makkah), mereka sebut Limiting Horizon (LH). Dari waktu 5.45am ini mereka buat kembali grafik visibilitas menggunakan algoritma yg sama dengan moonsighting, lalu mereka lihat lagi apakah Mekkah sudah masuk kurva visibilitas (warna Abu-Abu). Jika iya, maka besok (Subuh) itu dianggal awal bulan baru. Jika Mekkah masih tidak masuk wilayah kurva visibilitas, maka bulan menjadi 30 (istikmal).

        Jadi, makkahcalendar.org menawarkan satu konsep (metode) sendiri, yang berbeda dengan yg dipakai oleh banyak negara. Perbedaan ini bukan dari model perhitungan, lebih kepada KRITERIA yg mereka pakai yaitu : BULAN BARU dihitung DARI FAJAR (Subuh).

        Jelas terlihat, ada metode hisab lain yang ditawarkan. Kalau dilihat dari penggagasnya kurang dipercaya: Dr. Abdelhamid Bentchikou, ahli pertanian, Dr. Moiz Rasiwala, ahli Fisika bidang solid state, Amit Patel, ahli IT… ah sama sekali kurang credible… Lebih baik Anda percaya kepada Pakarnya seperti Prof Thomas, pakar astronomi Indonesia… Atau Prof Prof Astronomi lain dari negara kita, atau negara lainnya… Itu baru layak dipercaya…

      • @nazar: jika mengikuti kalender yg sdh banyak beredar di tahun ini, akan ada kesesuaian lagi pada saat penentuan hari arafah dan sholat iedul adha tahun ini, di kalender yg saya lihat iedul adha jatuh pd tgl 6 november hari minggu, sementara jika mengikuti perhitungan prof yg menurut saya identik dengan kalender lunar versi jawa, iedul adha semestinya jatuh pd tgl 7 november hari senin.
        apakah pemerintah akan mengoreksi tanggal libur tsb? atau akan melakukan rukyatul hilal 1 zulhijah 1342.
        tolong di ingat kegaduhan penentuan 1 syawal khusus tahun ini terjadi karena adanya masalah dengan penentuan 1 syawal yg sudah tercetak di kalender yg sudah beredar di masyarakat.

    • yup… saya idem… dukung… semoga islam di indonesia (tetep ) bisa bersatu

    • Kilas Berita:

      Artikel Muhammadiyyah :

      Berjudul: “Melihat Bulan Malam Ini, Susah Rasanya Mempercayai Kebenaran 1 Syawal Versi Pemerintah: Tahun Depan Takbiran di Hari Kemerdekaan”

      di di http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=38828

      dan baca Kritik/Bantahan saya terhadap artikel Muhammadiyyah tsb di: http://nazaruddinilham.wordpress.com/2011/09/12/kecerobohan-mustofa-b-nahrawardaya/

      Berjudul: “Kecerobohan Mustofa B. Nahrawardaya”

    • jangan kita kedepankan akal, kalau sudah jelas dari Rosul, bukankah jika terdapat perswelisihan kembalikan kepada Alloh dan Rosulnya, imankan saja hadits Rosul, yang sudah sorih (gamblang),
      jangan kita mengedepankan kelompok atau golongan

    • Said Sungkar,
      pelaku syariat itu dapat dikelompokan menjadi 3
      1. Mempercayai pahala amal ibadah itu untuk diri sendiri, tidak bisa dikirim kepada orang yang sudah mati.
      2. tidah punya pendapat
      3. pahala amal ibadah itu untuk sendiri dan orang lain, bisa dikirim kepada orang yang sudah mati.

      sekarang jaman email, apabila kita membuat sebuah email dapat dikirim kebanyak email address, email tersebut sampai tanpa mengurangi email yg kita buat.
      betapa letoe ilmu agama kalau tidak bisa melampaui ilmu pengetahuan.

      lain kali merujuk ke NU saja yaa

    • Sepanjang umat Islam tidak mengetahui pusat bumi adalah Kabah, maka akan terjadi selisih. Padahal sudah dibuktikan dengan ilmiah kabah adalah pusat bumi, sedangkan sekarang waktu didasarkan pada waktu Internasional GreenWich. Kalo waktu perhitungan didasarkan keputusan di Mekkah. maka dimanapun akan menjalani hari raya Idul Fitri dan puasa akan bersamaan.

      Jaman Nabi tidak ada selisih untuk hal seperti ini. Karena pusatnya mekkah. Jadi harusnya umat Islam menyadari mekkah bukan hanya tempat arah Sholat, tapi waktu dunia berawal dari Mekkah. Karena pusat dunia adalah Mekkah.

      Jadi untuk menentukan datangnya bulan puasa, tiap negara tidak membutuhkan dana yang banyak untuk penelitian datangnya hilal. Karena hanya merujuk waktu di Mekkah, kapan mulai puasa maka negara lain tidak perlu mengadakan penelitian datangnya hilal. Tinggal jadi makmum di Mekkah saja.

      Dan Mekkah adalah tempat yang dijaga oleh Allah, bahkan Dajjal tidak bisa memasuki Mekkah. Dajjal membuat perselisihan diantara umat untuk membuat kebingungan dan memecah persatuan.

      Harusnya yang pernah berhaji menyadari, perbedaan akan menyatu di tempat suci ini. Dan masalah awal puasa dan Idul Fitri juga dimulai di tempat suci ini, Mekkah.

      Kesimpulan :
      1. Mekkah adalah pusat dunia.
      2. Waktu dunia berawal dari Mekkah
      3. Awal puasa dan Idul Fitri tinggal menunggu keputusan dari Mekkah.
      4. Tinggalkan waktu Greenwich (London) sebagai pusat waktu, karena Inggris hanya karena jajahannya paling banyak maka semua negara menyesuaikan waktu Inggris.
      5. Sekarang waktunya umat Islam bersatu.

      Ya. Allah, pengetahuanku sudah saya sebarkan. Mohon kalo di akhirat tidak ditanya tentang pengetahuanku ini. Kalo hal ini benar maka kebenaran datangnya dari Allah, kalo salah maka semata-mata kebodohan saya.

    • Kalau ada yang mengatakan begini ( apa jawaban Profesor?) : Berapa pun derajatnya hilal di atas ufuk, kalau sudah di atas ufuk berarti kan sudah ganti bulan, benarkan? (mohon dibalas…

  2. Kami nasehatkan agar kaum muslimin tetap berpegang teguh dengan jama’ah (pemerintah dan mayoritas manusia).

    • yang mayoritas belum tentu benar…
      sudah kah dihitung di seluruh dunia berapa negara, dan berapa orang perkiraan yang sholat ied hari selasa dan hari rabu? mana yang mayoritas? jgn terjebak dalam hadist palsu perbedaan adalah rahmat, dan jangan appriori muhammadiyah emang beda dan menjadikan anda ashhobiyah. kenapa kita tidak berfikir untuk bersatu dengan dunia islam, misalnya satu penetapan syawal, satu rukyat, global hilal, global rukyat…Makkah!

      • tidak mesti indonesia harus sama dengan negara-negara lain, karena sudah masuk wilayah ikhtilaful mathla’ (hadits kuraib)..

      • Setuju, nyatanya metoda hisab muhammadiyah yang dihujat sudah usang dan perlu diganti malah yang benar. most of muslim countries lebaran hari selasa, 30 agustus. Jadi pak professor ini yang perlu koreksi diri…

      • Sjafruddin, kalau mau ikut hadist Rasul saw, untuk melihat hilal, maka tanyakan kepada pakarnya hilal bisa terlihat pada ketinggian berapa? Jangan spt Muhammadiyyah, belum belum sudah netapin > 0 derajat. Apakah kalau hilal 0.000001 derajat Muhammadiyyah berani mengatakan besoknya Idul Fitri?

        al-khawarizmi, ucapan Prof di sidang itsbat itu PERLU, untuk menyadarkan Muhammadiyyah yang saat ini masih arogan, memberhalakan metode yg sudah jadi tradisi dipakai di Muhammadiyyah. Metode ini sudah mulai ditinggalkan dan sudah diganti dengan metode yang lebih mutakhir dengan penggunaan beberapa kriteria visibilitas bulan (tinggi, elongasi, faksi iluminasi, dan umur bulan).

        Sangat disayangkan dari zaman baheula, Muhammadiyyah masih dengan kriteria tinggi thock… Lihat saja isi analisa majelis tarjih nya, mana pernah elongasi dibahas, fraksi iluminasi dibahas, umur bulan dibahas. Isinya sangat simple: BULAN sudah diatas ufuk. Titik. Perkara berapa derjat diatas ufuk, yang penting positif. Perkara elongasi, terserah, Fraksi ilumimasi berapa, egp, umur bulan, terserah dah….hik hik… Sederhada sekali yak????

    • betul dan mayoritas lebaran di bumi hari selasa 30/8/2011. ilmu pengetahuan memang selalu berkembang, tapi apakah dengan kemampuan kita memfungsikan otak yang cuma 12% lantas kita menganggap metode kita lebih maju dan modern sementara metode lain sudah usang dan ketinggalan zaman ? saya menjadi saksi hidup apa yg disampakan oleh pak thomas jamaluddin ketika berbicara di sidang isbat penentuan 1 syawal 1432 H, sejujurnya ucapan profesor thomas amat arogan dan tak pantas diperlihatkan dimuka umum dan media. saya tidak smpatik dgn anda prof.

      • BACALAH dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan…… Telusurilah atas dasar apakah makkah menetapkan 1 syawal dan bulan2 lain… apakah sudah sesuai dengan keyakinan anda… jika sudah itu adalah hak anda. Masing2 punya keyakinan. Belajarlah astronomi sesuai dengan nama anda saudaraku…. Bacalah dan bacalah… sebelum menentukan kata untuk merendahkan orang lain..

    • ya betul, kita harus berjama’ah pada kota mekkah, karena disanalah tempat ka’bah kiblat ummat muslim sedunia.

      • @pengembara : kmu tuh ngawur.

      • @brocal8: sorga dan neraka tidak di kotak2an berdasarkan ormas atau negara bung. jadi mbok ya berfikir secara global.
        Arab saudi itu penganut rukyat secara global, dimana di belahan dunia lain Hilal sdh terlihat bagi arab saudi itulah bulan baru. gitu aja koq repot.

      • 1. yg mengotak2-an tu siapa?? klo sdra ni liat postingan pak prof ini scr jeli, anda akan liat bhwa kaidah yg simpaikan pak prof ini justru lbh global .
        2. mslh kiblat, anda ini blm paham benar yg dimaksut kiblat dlm arti apa. apa yg terjadi di mekkah ga semua bs kita jadikan kiblat patokan bung… ( sekalian maaf lhr bathin yaaa) hehehe

  3. Sekarang PR kita bagaimana caranya mengajak muhammadiyah kembali kemeja perundingan (Musyawarah)!

    • Otoritas dan Kaidah Matematis: Refleksi Atas Perayaan Idulfitri 1432 H (Tanggapan Atas Kritik Thomas Djamaluddin)
      Silahkan dibaca dengan jelas.
      http://www.facebook.com/notes/persyarikatan-muhammadiyah/otoritas-dan-kaidah-matematis-refleksi-atas-perayaan-idulfitri-1432-h-tanggapan-/10150272022161695
      Balas

      • Tidak ada yang baru yang dibahas dalam Pembelaan Muhammadiyyyah… Isinya lebih kepada apology (bukan saya yang mengatakan, tapi penulisnya sendiri yang mengatakan ini). Mencoba menguatkan pendapat sendiri, melemahkan pendapat lawan. Padahal dari isi bantahan tsb, justru semakin memperlihatkan bahwa metode yg digunakan Muhammadiyyah itu patut direformasi

        Memang dikemas dalam bahasa santun, sehingga menyihir pembacanya. Tapi bagi yang mengerti masalah, pembelaan itu tidak ada maknanya.

    • PR kita juga kenapa indonesia sering tidak sama penentuan 1 syawal nya dengan mekkah, ka’bah kiblat ummat islam tempatkan ka’bah sbg pemersatu hati ummat. buatlah simple, andaikata pemerintah otoriter dengan memberlakukan ketentuan penentuan 1 syawal mengikuti arab saudi gak akan seperti ini. khusus tahun ini kegaduhan nya yg paling berat terjadi karena tidak sesuai dengan tanggal merah yg sdh banyak beredar di masyarakat.

      • bagaimana kalau menurut saya, makkah itu salah? apakah harus saya ikuti? sama dengan persoalan sholat tarawih maupun gunut… apakah anda ikut makkah atau ikut ormas anda… wallahu a’lam.

      • @hasan : maaf saya bukan anggota dari ormas tertentu, di sekitar wilayah tempat saya tinggal ada mesjid NU, ada mesjid Muhammadiyah dan ada juga mesjid Persis, buat saya mesjid2 tsb semua Rumah Allah tempat kita menyembah Allah, sholat tarawih hanyalah sholat sunnah Allah tidak mewajibkan untuk melakukannya dan itu dicontohkan oleh nabi.
        ma’af jika menurut anda makkah itu salah dan Indonesia yang benar, sekali lagi ini masalah keyakinan individu, dan tiap individu pasti akan meyakini kebenaran yang diyakini asal tetap bersumber dari alqur’an dan hadist.

      • saya sepakat dengan anda bahwa dalam hal ini tidak bisa kita menilai mana salah dan benar. tetapi saya hanya mengkoreksi pernyataan anda bahwa seolah2 arab itu selalu benar. Tahukah anda bahwa arab itu menganut rukyat murni dalam menentukan idul fitri, dan tahukah anda bahwa dengan data hilal kemarin peluang rukyat itu adalah mustahil. atas dasar apakah arab menetapkan lebaran tgl 30 agt?… Saya tidak menyalahkan Muhammadiyah yang lebaran selasa karena kriterianya memang mengharuskan lebaran 30 agt. Tengoklah persis yang sama2 menggunakan hisab murni tapi menetapkan hari raya 31 agt. Itu terjadi karena kriteria yang berbeda… Telusurilah lagi atas dasar apakah negara2 di dunia menetapkan idul fitri.. semoga menjadi pencerahan bagi kita semua.

      • @mas hasan : maaf saya bukan pro arab, dan bukan pula yg meyakini arab saudi selalu benar dan yg lain salah, beda nya arab saudi dan Indonesia adalah karena disana ada kota mekkah tempat nya ka’bah sebagai kiblat pemersatu ummat dalah hal melaksanakan sholat untuk menghadap kesana.
        rukyatul hilal juga mesti di definisikan apakah rukyat global atau rukyat secara lokal. makkah kalender menganut rukyat global, terlihat dari data yg disajikan pada makkah kalender. salam damai

        http://www.makkahcalendar.org

      • jika merujuk pada makkahcalendar.org, sepertinya Indonesia tidak termasuk yang berhari raya 30 agustus… coba simak kata2 ini: “The countries to the east of Dhaka: Australia, Indonesia, Malaysia, etc will have no valid visibility zone within their limiting horizons and have to be excluded from the list”. atau saya yang salah tafsir, mohon koreksi. Coba baca seluruh penjelasan pada situs tsb, mungkin ada hal yang baru yang bisa didapat.

      • @mas hasan : betul sekali, makanya di list tsb daftar negara Indonesia tidak ada, tapi pada kolom kesimpulan dijelaskan.

        General conclusion: The concept of extended visibility is a very powerful one for an Islamic calendar based both on both scientific evidence of the visibility of the new moon and Islamic law. This concept essentially means the following: if the crescent is not visible in any given location, it is legitimate to look for it to the west of the location, before the morning prayer in the location. This is the concept that has allowed us to establish a scientific calendar for Makkah decades in advance. This concept is now applied to other regions of the globe, thus establishing a valid calendar for large parts of the world.

        jika diwilayah tertentu tidak melihat hilal di sahkan untuk mencarinya ke arah barat, konsep inilah yg sekarang sedang berjalan dan mulai diterapkan diberbagai negara di dunia. salam damai

      • dari seluruh tulisan yang saya baca ternyata Pengembara ini orang paling o-on…!

      • Pengembara, perhatikan penjelasan bagaimana kriteria bulan baru yg dibuat oleh http://www.makkahcalendar.org/en/when-is-shawwal-Aid-El-Fitr-1432-2011-islamiccalendar-dates.php

        Paragraf ke-2
        “This concept is all the more valid since the Islamic day starts at fajr and not at sunset (maghrib)”

        Disini mereka menyatakan bulan baru dihitung DARI FAJAR.

        Padangan ini (dihitung DARI FAJAR) agak berbeda dengan pandangan yang dipakai di negara lain. MUI, NU, PERSIS, LAPAN, PEMERINTAH menganut paham bulan baru dihitung DARI MAGHRIB.

        Muhammadiyyah jg demikian, bulan baru dihitung DARI MAGHRIB (bukan DARI FAJAR). Silahkan baca PEDOMAN HISAB MUHAMMADIYYAH

        Klik untuk mengakses panduan_Hisab_Muhammadiyah.PDF

        halaman 81:

        “Saat pergantian siang ke malam atau saat terbenamnya matahari itu dalam fikih, menurut pandangan jumhur fukaha, dijadikan sebagai batas hari yang satu dengan hari berikutnya. Artinya hari menurut konsep fikih, sebagaimana dianut oleh jumhur fukaha, adalah jangka waktu sejak terbenamnya matahari hingga terbenamnya matahari berikut. Jadi gurub (terbenamnya matahari) menandai berakhirnya hari sebelumnya dan mulainya hari berikutnya. Apabila itu adalah pada hari terakhir dari suatu bulan, maka terbenamnya matahari sekaligus menandai berakhirnya bulan lama dan mulainya bulan baru.”

        Jadi Anda mau berpatokan yang mana? Mau DARI FAJAR atau DARI MAGHRIB?

        Itu dulu deh, mohon dijawab… Jangan loncat, loncat, ambil patokan ke yang lain, tapi yang lain tsb bukan aliran mainstream (mainstream itu DARI MAGRIB)

      • pengembara “jika diwilayah tertentu tidak melihat hilal di sahkan untuk mencarinya ke arah barat, konsep inilah yg sekarang sedang berjalan dan mulai diterapkan diberbagai negara di dunia”

        ho ho ho… serius mas??? ini metode apaan nih? Dalil astronomis + Dalil Syar’i ya opo mas???

      • @kelana 2 : hahaha jd ketawa sama kelakuan ente tiba2 lsg bilang ane o’on itulah karakter mayoritas bangsa ini, lebih baik o’on TAPI berani adu argument dari pada ente gak pandai berargumen sekalinya tulis comment lsg ngatain o’on, derajat seseorang bukan ditentukan oleh kepandaian nya tapi ketakwaan nya kepada Allah.

      • @nazar: kalo anda berpedoman pada hadist Rasulullah, justru seharusnya anda tidak perlu berdebat atau membela prof secara membabi buta dengan ilmu2 utak atik gathuk yg anda pakai, keyakinan anda sudah jelas rukyatul hilal (penampakan bulan sabit), bukankah tidak perlu gelar profesor hanya untuk melihat bulan sabit di langit?.
        untuk mengetahui posisi bulan, umur bulan, kapan bulan baru dll gak perlu gelar professor koq, banyak software yg sudah beredar. sekedar untuk sharing silahkan donlot software homeplanet di link yg saya lampirkan.

        http://www.fourmilab.ch/homeplanet/

        setelah anda donlot silahkan anda melakukan analisa sendiri kejadian pada saat tgl 29 agustus dan 30 agustus berdasarkan software tsb.
        anda bisa setting tgl, waktu serta tempat observasi, setting tempat observasi dimulai dari ujung paling barat wilayah indonesia yaitu kota sabang sampai ujung paling timur wilayah indonesia.

        jika jakarta belum melihat hilal sementara sodara kita di ujung paling barat yaitu kota sabang sudah melihat hilal, gimana menurut anda?
        apakah berlaku rukyat global khusus Negara Indonesia atau rukyat lokal berdasarkan daerah yg melihat.

        salam damai…

      • Pengembara, mohon maaf saya tidak membela Prof mati-matian. Yang sy lihat disini banyak yang komentar tanpa tahu masalah. Saya lihat anda sudah ada kemajuan. Sekarang anda sudah mau pakai software Home Planet.

        Maaf mas bro pengembara, Anda dak usah sombong pakai software itu, dan mengangap tidak perlu lagi ahli astronomi. Anda tahu software2 itu yg buat ahli IT DAN ahli Astronomi? Dak usahlah anda terlalu berbangga pakai software (yg Anda pikir bukan buatan orang-orang astronomi). Saya sudah pakai software2 itu laaamaa sekali mas bro, sejak gabung dengan klub astronomi. Anda bisa pakai software lain kok spt: SkyMap, Starrynight, Stellarium, CyberSky dll.

        Anda:”setelah anda donlot silahkan anda melakukan analisa sendiri kejadian pada saat tgl 29 agustus dan 30 agustus berdasarkan software tsb.
        anda bisa setting tgl, waktu serta tempat observasi, setting tempat observasi dimulai dari ujung paling barat wilayah indonesia yaitu kota sabang sampai ujung paling timur wilayah indonesia. jika jakarta belum melihat hilal sementara sodara kita di ujung paling barat yaitu kota sabang sudah melihat hilal, gimana menurut anda?
        apakah berlaku rukyat global khusus Negara Indonesia atau rukyat lokal berdasarkan daerah yg melihat. ”

        Mas Bro, nah anda sudah ada kemajuan, sudah berani pakai sofware itu. Tapi sorry yah Mas Bro, kalau sofware itu hanya fokus di animasi. Bagaimana Anda bisa yakin di Sabang bisa melihat hilal tanggal 29 kemaren Mas Bro? Anda perlu software-software lain untuk menghitung mar’i hilal. Silahkan coba coba software yang lain yah Mas Bro… Di Sabang hilal tidak terlihat Mas Bro masih dibawah 2 derajat, dan itu tidak dapat anda ketahui dengan software Home Planet.

        Tapi saya salut sama Anda. Mau belajar dan terbuka menerima masukan.

        Kalau anda mendiskreditkan ilmu para astronom, dengan perkataan: “untuk mengetahui posisi bulan, umur bulan, kapan bulan baru dll gak perlu gelar professor koq, banyak software yg sudah beredar. ”

        Ini statement yg terlalu melecehkan dan tidak perlu ditanggapi. Justru dengan adanya software itu harapannya, Anda bisa mengerti konteks masalah. Intinya: kalau mau di set parameter kenampakan hilal (hisab imkanur ru’yah; sekali lagi HISAB loh ya, bukan rukyat; tapi HISAB menurut parameter ASTRONOMIS, bukan parameter MUHAMMADIYYAH): tinggal masukkan di software lalu keluar map, keluar list negara, keluar jadwal kalendar 100 th kedepan. Coba aja Anda bikin kalender sendiri dengan sofware2 yg sudah saya sebutkan. Buat untuk 100 tahun kedepan. Pasti BISA!!! Dan dengan menggunakan modified Criteria ini, Kalender Anda akan cocok dengan Kalender pihak2 yang murni mengggunakan Rukyat (mata/teropong). Tapi intinya sudah terjadi PERSATUAN/KESAMAAN Hasil, atau KESAMAAN Kalender, antara HISAB murni dengan RUKYATR MURNI

        salam damai.

      • to all: saya rasa tidak hanya pengembara, semua juga harus belajar lebih banyak lagi menelaah pendapat orang lain dengan seksama, jangan apriori dulu.. itulah semangat yang harus kita bangun. Semua kita termasuk saya juga masih dalam proses pencarian. Belajrlah dari orang lain… meski harus ke negeri china, amerika, arab dll…

      • @hasan: yup betul,.belajar dan terus belajar itulah kata kuncinya.
        Ilmu astronomi bukanlah ilmu pasti karena berawal berdasarkan pengamatan benda-benda langit dengan mata telanjang, mulai modern setelah galileo galilei menemukan teleskop, sesuai dengan omongan prof Thomas pd saat ini belum ada teleskop yg mampu melihat hilal dibawah 2 derajat gimana bila nantinya hal itu menjadi kenyataan.
        tambahan juga mengenai hadist tentang “melihat bulan” tidak ada penajaman makna dengan kalimat “melihat bulan dengan mata” waktunya pun tidak dijelaskan apakah sesudah maghrib.
        buat penganut rukyat global, salahkah pemaknaan kata “melihat bulan” diwakili oleh mata manusia lain di daerah lain yg sdh melihatnya.
        salam damai……. .

      • Dek Hasan bagus sekali nasehatnya. Pengembara, n all: mohon maaf jika kata-kata saya terlalu “vulgar”. Saya merasa biasa saja. Dalam dunia ilmu kritik itu biasa. Saya juga belajar, dan siap dikritik (pakai bahasa halus atau kasar juga, silahkan, saya hanya ambil esensinya, sisanya saya buang). Tapi saya sadar, orang tidak sama dengan saya. Kepala sama hitam, isi beda-beda, gaya beda-beda, selera beda-beda. Tapi begitulah style saya. Jadi mohon dimaafkeun… salam damai

      • @hasan: tenang saja mas, masing2 individu punya cara dan gaya dalam mengungkapkan argument nya dan itu dah-sah saja asal dilandasi semangat ingin mencari kebenaran, toh kita semua masing2 mengetahui kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT.
        takabur, sombong, merasa paling benar itu sdh sifat manusia, dan manusia akan merasa tenang dengan kebenaran yang diyakini nya walaupun untuk sebagian manusia lain dianggap salah, hanya Allah hakim yang maha adil, kita tidak tahu kapan Allah akan memutuskan ketetapan tentang masalah perbedaan tsb, apakah nanti 500th lg akan ditemukan teleskop yg canggih yg bisa menjawab keruwetan tsb, atau jawaban perbedaan tsb akan Allah tunjukan pd saat kita sudah tidak di dunia lagi, wallahu’alam
        Salam damai mas hasan dan mas nazar.

    • satu satunya sederhana saja bang mungkin, kemenag dibuat netral tidak ada unsur kepentingan atau penguasaan ormas tertentu. itu saja.

  4. rasanya koq malah makin ruwet, seharusnya makin maju ilmu pengetahuan makin mudah…

    • Bagi yang mencoba medalami astronomi, penjelasan diatas tidak makin ruwet, tapi makin jelas.

      • Mas, sampeyan kurang lengkap kalimatnya..
        … makin jelas wuahaha.. ha ha.. wuahaha.. ha..ha

  5. Artikel yang bermanfaat prof, semoga melalui artikel ini kaum intelektual dari para ormas dapat mendiskusikan dengan arif dan bijaksana

  6. Membaca tulisan2 dblog pak Prof ni, sy betul2 merasa trcerahkn. Sklpn sy bkn mahasisw ilmu falak/astrnomi, tp sy yg awam dg mslh ni jd mulai paham.
    O ya, kt-a prof asli-a org Cirebon ? Sy jg org Cirebn tepat-a d Kejaksan. Boleh ya prof klo kapan2 sy bs silaturrahim k rmh prof? Thanx.

  7. Semua ilmu pengetahuan hendaknya menjadikan dunia semakin maju bersatu dan bermartabat.Untuk maju kita harus bersatu

  8. Kalau memang betul ada kesepakatan mengenai teori anda dengan negara2 asean, kenapa harus berbeda? Ada apa ini?
    Tidakkah kesepakatan itu hanya didlm kesepakatan saja bukankah berdasar keyakinan didalam keyakinan? Adakah yg salah dengan keyakinan itu?
    Segala teori dan dalil sah2 saja anda lontarkan..,
    Namun kenapa justru diantara sebagian kalangan anda sendiri yang tdk mengikuti dan mematuhinya? Kenapa?
    Apakah teori anda ini berarti cukup untuk wilayah indonesia dan sekitarnya saja? Bisakah yang bersifat internasional yg dihitung dari sisi bidang anda?

    • Perkara negara ASEAN berbeda, mereka punya otoritas sendiri untuk melakukan istinbath. Banyak kepentingan politis masuk. Bisa saja, satu orang di Singapure mengaku melihat hilal, lalu pengakuannya ini di-amin-i oleh MUIS Sigangapore, karena kalender untuk libur idul fitri di Singapore sudah di sahkan pemerintah Singapore yg mayoritas non muslim. Dari pada bermasalah, yah terima sajalah pengakuan orang tsb…. Bisa saja kan….

      Lihat waktu sidang itsbat kemaren. Wakil Muhammadiyyah ngotot minta ru’yat Cakung diakui. Seseorang di Cakung mengaku melihat hilal di ketinggian 3 derjat. Bagaimana ini bisa? Kok mau2 nya Muhammadiyyah minta itu diakui. Padahal hitung2an Muhammadiyyah sendiri ketinggian hilal paling tinggi hanya 1.7 derjat di seluruh wilayah Indonesia? Ck ck ck… demi meng-gol-kan pahamnya, Muhammadiyyah minta ru’yah Cakung diakui. Jika diakui, sama saja muhammadiyyah mengakui bahwa hitung2an matematika yg dia lakukan adalah salah.

      • Justru bisa saja anda yg disesatkan oleh pakar anda kan?
        Saya menunggu hadiah dari para pakar untuk berhari raya, 2012,2013,2014, sama dengan mekkah dan dunia.

      • Argres, saya tidak tersesat dengan tulisan Pak Prof. Anda yang masih belum mengerti masalahnya. Arab Saudi agak kaku dengan ilmu sains. Silahkan googling, sudah berapa kali Pemerintah Arab Saudi tidak cocok dengan Kalangan Astronom mereka? Sudah banyak kasus, ijtimak terjadi, tapi bulan sedikit dibawah ufuk, ehh malah diakui oleh Saudi besoknya sudah Idul Fitri. Mereka hanya berpatokan kepada “pengakuan” ada orang melihat hilal atau tidak TANPA memperhitungkan secara astronomi hilak MUNGKIN / TIDAK MUNGKIN untuk dilihat. Yang penting ada “PENGAKUAN” orang bisa melihat hilal pada magrib hari ke 29, dan ijtimak sudah terjadi. Selama ada yang NGAKU melihat, ya sudah, ketok palu, besoknya Idul Fitri.

        Arab Saudi itu pakai metode Muhammadiyyah tapi di gabung dengan ru’yah. Tapi mereka MENGESAMPINGKAN faktor astronomi Bulan BISA/TIDAK BISA Terlihat menurut perhitungan astromoni. Mereka hanya ngandalin pengakuan orang yg melihat. Kalau Pakai metode ini, ru’yah Cakung juga akan diakui oleh Arab Saudi… weleh weleh

      • Apapun itu, apapun alasan anda. Fakta yang telihat adalah mekkah sudah berhari raya. Mana ada embel2 ditentang para astronominya, kemudian solat ied berikutnya di mekkah? Nggak ada bung.
        Nah disitulah nampak terlihat siapa ulil amri sebenarnya, bahkan didunia sekalipun.
        Bacalah dengan hati, jangan weleh-weleh saja
        Jujur saja saya menunggu hadiah para pakar untuk berhari raya 2012,2013,2014 dst, bersama mekkah dan dunia

      • Agres, sampeyyan itu opo ndak iqrok … iqrok… nih http://moonsighting.com/1432shw.html coba lihat di peta itu, Arab Saudi itu masuk daerah visible melihat hilal gak? Itu kurva dibuat pakai software oleh ahli astronomi, bukan ahli fiqih loh ya… Percaya ndak sampeyan… Tgl 29 kemaren Hilal itu mustamil eh.. mustahil terlihat di Arab Saudi. Sudah selayaknya Arab Saudi, sebagai daerah Rasul saw dilahirkan memperjuangkan Islam dari sana, Menghormati HADIST Rasul saw. Kalau bulan Tidak Terlihat, GENAPKAN Puasamu jadi 30… Mengapa wahai mengapa, Arab Saudi Tidak Menggenapkan puasa mereka, sehingga idul fitri tgl 31… Bulan/Hilal mustahiil terlihaaaaat…. Kok menerima ru’yat orang yang mengatakn melihat hilal. Kasus Cakung terjadi disana. Bedanya disana diterima persaksiannya, disini ditolak persaksiannya oleh Ulil Amri

    • mungkin disebabkan selain kalender islam di indonesia juga ada kalender jawa, lihatlah kalender jawa cocok sama hitungan pak prof.

  9. keyakinan golongan sering mengalahkah ukhuwah islamiyah, sehingga tercipta fanatisme golongan, wawasan sempit dll seperti yang dialami saudara2 kita di muhammadiyah, mudah2an saudara2 kita di muhammadiyah yang katanya banyak orang inteleknya sadar dengan hal ini. Apalagi Prof. Thomas Djamaluddin sudah menyampaikan ulasan yang ilmiah dan berdasar.

    • kalau anda menyaksikan sidang isbat penentuan 1 syawal 1432 H, anda pasti tahu mana kelompok yg fanatik thd golongan sehingga terkesan memaksakan pendapatnya, sampai mengatakan almanak yg disusun oleh ulamanya dibenarkan oleh Allah. dari mana dia tahu almanaknya dibenarkan oleh Allah ?

      • Kalau anda memahami ayat Alqur’an :”Athiullaha wa athiurrasul wa ulil amri minkum”, pasti anda sepakat bahwa tidak ada parintah untuk patuh pada golongan apalagi sampai menentang pemerintah, karena menentang pemerintah sama artinya dengan menentang ayat Alquran tsb. Hisab adalah perhitungan matematis manusia yang bisa saja ada kesalahannya, sedangkan rukyatul hilal berhubungan dengan takdir Allah SWT yang mutlak kebenarannya.

      • Sayang sekali al-khawarizmi, Anda hanya melihat dengan bahasa-bahasa santun, tapi kosong dalam isi. Sebaiknya Anda mencari ahli astronomi lalu belajar dulu ke mereka mengenai hilal, cara menghitung, cara melihatnya. Baru Anda akan bisa adil dalam berkomentar, tanpa perlu tertipu dengan penyampaian.

        Memang disayangkan kelompok yang ikut pemerintah, menyampaikan pendapatnya dengan fanatik, menyerang kelompok lain, dan kurang santun. Terlepas dari itu semua, hilal MEMANG MUSTAHIL DILIHAT secara ILMU ASTRONOMI. Anda coba tanyakan ke semua astromom di kaki langit ini, kalau hilal masih 1.7 derajat diatas ufuk, apakah BISA terlihat? Mereka akan kompak bilang: “MUSTAHIL terlihat”

    • tentang “mengalah”, biasanya orang yang bijak dan berlimu itu mendahului mengalah, bukannya menyuruh orang lain mengalah

  10. penjelasannya detil, selama ini saya hanya terkungkung oleh pengetahuan yang mungkin tidak di update lagi

  11. Artikelnya sangat bermanfaat dengan harapan semoga akan menjadi bahan kajian selanjutnya bagi ormas2 lain tanpa harus mengedepankan sikap fanatisme.

  12. Bapak Professor yang terhormat, masyarakat muslim Indonesia adalah bagian dari dunia. Namun, hanya Indonesia saja yang memiliki ketentuan hilal harus lebih dari 2 derajat. Lihatlah Indonesia berbeda dengan seluruh negara lain di Asia Tenggara.
    Demi Allah, jika yang Anda harapkan hanyalah proyek untuk LAPAN yang didapatkan dari kegiatan meneropong hilal setiap tahun, maka anda telah berdosa karena telah mengorbankan masyarakat Indonesia.
    http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/08/31/15978/penetapan-1-syawal-indonesia-ditertawakan-negaranegara-islam/

    • Tidak perlu suudzon begitu dek Ridwan… Prof sudah berbicara dengan kapasitas ilmunya… Perkara ASEAN beda, harus diperiksa dulu:
      1. Metode yg mereka pakai (apakah murni ru’yah)
      2. Kriteria yg mereka pakai
      3. Konsideran hasil sidang itsbat mereka (apakah benar ada yg mengaku melihat hilal? jika ada, tolong tanyakan ke persatuan astromon di negara mereka, apakah mungkin hilal terlihat, padahal masih jauh dari kemungkinan terlihat?

      Jika dek Ridwan sudah dapat jawabannya, bolehlah dek Ridwan suudzon dengan Prof… (tapi sedikit saja, jangan banyak2 whuauha haha ha…)

    • Baru aja ramadhan, udah nyebar prasangka buruk terhadap sesama muslim. Memang gak nyaman, biasa ngritik, tiba-tiba dikritik. Biasa nyebut orang lain jumud, kini disebut jumud dan usang…. (Di negara lain raja yang netapin, bung! Siapa berani sama raja?! Udah gitu, cukup percaya perukyat, abaikan ilmu astronomi. Ente mau begitu? Katanya Islam moderen)

    • membaca voa-islam sepertinya pak Djoko yang tidak faham dengan persoalan… kasihan. Mungkin sudah sangat fanatik dengan ormasnya.

  13. Lakum Diinukum wa Liyaddin. Biarkan ormas tertentu beribadat dengan fiqih yang dianutnya. Tidak perlu dipaksa untuk berubah. Asal masih mengakui Allah sebagai satu-satunya Rab, dan Muhammad sebagai rasul-Nya.

    Perpecahan umat?? siapa bilang umat ini pecah? saya dan tetangga-tetangga serta saudara-saudara tetap saling menghormati meski lebaran kami beda. Yang bilang pecah kan cuma elit-elit agama di atas saja -sebagai alasan untuk memaksakan fiqih yang dianutnya.

    • MNA, kalau Anda merasa umat tidak pecah, hanya dengan melihat tidak ada yang berantem fisik, Anda mungkin betul. Tapi kalau ini dibiarkan terjadi, bibit2 perpecahan itu intensitas nya semakin naik perlahan.

      Umat benar-benar bingung.

      Anda mungkin merasa santai saja. Tapi tahukah Anda, banyak saudara-saudara Anda yang tidak nyaman dikatakan oleh saudara lain, sudah berpuasa di hari yang Haram? Satu keluarga bisa pecah, tidak bertegur sapa, karena mereka menganggap saudaranya sudah salah.

      Sadarlah… Masalah ini masalah sederhana, yang hanya perlu pembahasan sederhana. Hanya karena ego masing-masing, masalah ini jadi kronis. Sederhada saja: yang >0 derjat ngalah jadi >2 atau >4 derajat. ATAU yang selama ini pakai >2 derajat, ngalah nurunin standarnya jadi >0 derajat. Toh Ayat dan Hadist yang mereka pakai SAMA… Gampang kan…

    • @MNA jangan menggunakan ayat untuk orang kafir tapi anda ditujukan untuk menyerang saudara anda sendiri sesama muslim, ayat yang anda kemukakan tersebut adalah ayat untuk orang2 kafir, belajarlah memahami Alquran dan Hadits Nabi SAW secara benar, sehingga anda tidak asal comot ayat Alquran saja, atau anda tidak pernah ngaji ?!

  14. saya tertarik dg tulisan sdr Uung Elung, tinggal dibuktikan saja, bukankah prof TDJ dg kriteria imkan rukyatnya jg menghisab ketinggian hilal? nah dg ketinggian seperti itu, silakan dibuktikan dg ilmu astronominya bahwa hilal itu tidak ada. Saya yakin anda tidak akan bisa membuktikannya karena sebetulnya prof terjebak pada kriteria “harus memungkinkannya terlihat”..

    pemahaman bpk masih terjebak dengan pemahaman yg menyatakan bahwa kriteria imkan rukyah bahkan menjadi dhuhurul hilal, padahal apa yg dipaahmi dlm wujudul hilal adl mengakomodir bhwa hilal tak harus terlihat karena keterbatasan manusia yg ditolelir dg kualitas ilmu pengetahuan maka keterbatasan “melihat” manusia “di akali” karena kelebihan intelektualnya dg sebatas mencari tahu bahwa sesunggunhya hilal sudah “ada” dalam sudut pandang objek pengamatan astronomis manusia..

    selengkapnya mengenai pemahaman wujudul hilal bisa dibaca dalam buku, “pedoman hisab Muhammadiyah”, oleh MajlisTarjih PP Muhammadiyah.

    • “silakan dibuktikan dg ilmu astronominya bahwa hilal itu tidak ada” , maksud dek Hadi mungkin “hilal tidak terlihat” saat maghrib ketika Senin tggl 29 Agustus 2011?

      Lah piye iki… Memang tidak mungkin terlihat lah… Kan hilal masih jauh dari kemungkinan terlihat

      Sekarang, kalau pakai standar muhammadiyyah, bagaimana bisa yakin hilal bisa terlihat. Kan keyakinan Muhammadiyyah itu berdasarkan persangkaan hitungan matematis semata kan? Lah iya lah… Nah, kalau matematis, apa tidak ada kemungkinan error (margin of error)? Tolong dijawab bagi yang merasa ahli matematik….

      • Pada garis bilangan, di sebelah kanan titik ‘0’ disebut positif, dan di sebelah kirinya adalah negatif. Jadi misalnya kita tulis angka desimal: 0,000000000000000000000000000000000000000000000000000001 maka posisinya adalah di kanan. Dan kalau angka desimal:
        -0,0000000000000000000000000000000000000000000000000001
        maka posisinya adalah di kiri. Bagaimana kalau angka desimal ini kita gantikan dengan “bulan” dan angka ‘0’ di gantikan dengan ufuk, dimanakah posisi bulan untuk masing-masing keadaan?
        Untuk margin error, setahu saya, entry angka dari perhitungan dg komputer adalah koordinat dari posisi titik acuan perhitungan it dengan mnggunakan GPS yg bisa langsung dintegrasikan dengan komputer. tinggal sekarang kita percaya apa tidak dengan presisi perhitungan yg dilakukan oleh komputer. saya pribadi percaya kalau margin error yg terjadi tidak berarti. Wallahu a’lam

    • Keliatannya ilmiah, tapi kurang pas dengan dalil syar’i, yang mengharuskan hilal dijadikan patokan penetapan waktu-waktu ibadah. (Yas’aluunaka anil ahillah?) Hilal itu apa sih, mas ?

    • Betul sekali pertanyaan ini… HILAL itu apa sih? samakah Hilal dengan BULAN (moon)? Coba cari jawabnya…

      • Pertanyaan anda tidak esensial dek Hasan. yang jadi topik: bagaimana menyadarkan muhammadiyyah, agar tidak pakai metode usang yg memecah belah umat…

      • Okelah, tetapi menurut saya merubah sebuah pendirian itu tidak semudah itu. Cobalah obyektif sedikit… Bagaiman perasaan org Muhammadiyah dengan pernyataan itu, dan sama halnya ketika org NU dikatakan rukyat itu sudah kuno dan ketinggalan jaman… Bagi saya yang terpenting saat ini adalah menyadarkan org di sekitar kita apa sebenarnya yang terjadi, Mengapa bisa beda….

    • pemahaman ini bersepakat dengan rumus:” adanya sesuatu tidak harus kita bisa melihatnya”. Sesuatu yang paling ghoib, Allah SWT pernahkan kita melihatnya? dan ternyata kita percaya 100% eksistensinya! hilal mungkin bisa dianalogkan dengan cara sederhana, jadwal kedatangan kereta api (jadwal yang tepat tentunya) kita bisa yakin beli tiket, dan menunggunya. Adakah perubahan sunnatullah pada peredaran bulan? Mohon maaf saya tidak ahli dalam ilmu hisab dan astronomi, hanya ingin urun rembug menurut logika yg saya fahami mudah-mudahan bisa bermanfaat.

  15. perkembangan teknologi itu penting bagi kemajuan peradaban manusia terlebih dalam bidang keagamaan demi akurasi dalam penghitungan kalender. namun yang paling penting dari itu yang harus diingat semua pihak adalah bagaimana cara kita menghormati dan menghargai lembaga yang telah kita sepakati untuk di ikuti yaitu kementerian Agama. segala keputusannya hendaknya dihormati dan dijadikan patokan bagi kita khususnya umat Islam di Indonesia. Jika wibawa kemenag dihormati semua pihak saya pikir persoalan ini bisa dikompromikan. Satu hal lagi bagi kemenag jangan lagi terulang seperti kemaren, keputusan dewan isbat terlalu berlarut-larut. seharusnya musyawarah dan keputusan itu dibuat lebih awal sehingga umaat yang awam tidak kebingungan menunggu keputusan dari kemenag tentang penetapan 1 syawal dan tidak terjadi polemik di masyarakat.

    • Betul Sobian. Idealnya, kalender sudah ditetapkan jauh jauh hari, bahkan beberapa tahun sebelumnya. Sidang itsbat nantinya hanya formalitas saja, yang akan mengconfirm hasil hisab. Bahkan bila perlu ditiadakan.

      Cara perhitungan semua Ormas sekarang sudah sama. Sehigga hasil rumus2 yang digunakan adalah sama. Yang berbeda hanyalah Kriteria menetapkan bulan baru.

      Kuncinya hanyalah: Muhammadiyyah mengalah, menaikkan kriteria visibilitas hilal, atau yg non-Muhammadiyyyah mengalah menurunkan kriteria visibilitas hilal.

      Dan ini perlu ketemu sebentar, duduk satu meja, sambil ngupi-ngupi dalam suasana ukhuwwah islamiyyah. Jika kesepakatan ini tercapai, langsung kalender Islam untuk 5 tahun kedepan dibuat berdasarkan HISAB dan KRITERIA yang baru.

      • @nazar : itulah mas kalo sudah jelas pd saat tgl 29 agustus menurut kepakaran prof thomas bahwa HILAL mustahil terlihat dengan teropong apalagi dengan mata kepala telanjang untuk apa ada sidang itsbat, andaikan ada sidang itsbat kenapa tidak dilakukan pada tanggal 30 agustus dengan disertai bukti2 photo hilal ditiap titik pengamatan.
        kalo menurut saya janganlah hanya berpatokan pada muhammadiyah semata, islam adalah agama yg universal, jika di indonesia semua sepakat termasuk muhammadiyah sepakat tp ternyata tetap beda dengan mekkah, apa solusi nya?
        coba deh kalo dibalik, pd saat penentuan sidang itsbat kemarin pemerintah berpatokan pada kalender masehi yg sdh banyak beredar yg kebetulan tgl merahnya menunjukan lebaran pada tgl 30 agustus dan bagi yg beda pendapat dipersilahkan untuk lebaran berikut nya, apa yg akan terjadi?? salam damai mas

      • @pengembara: sekali lagi ini adalah diskusi ilmiah jangan menggunakan kata2 “seandainya pemerintah bla bla bla….” Maslah penetapan pemerintah itu lain lagi persoalannya, tetapi yang terpenting adalah mencari format untuk menyatukan kalender. Jika anda membenarkan lebaran tgl 30 dengan alasan Muhammadiyah dan arab sama tentu saja itu tidak ilmiah, kenapa karena dasar penetapannya berbeda, kebetulan saja sama harinya. Yang kita permasalahkan adalah metode mana yang disepakati dan diterima dan tentu saja paling baik (tentu saja menurut kita sendiri setelah diskusi): apakah Rukyat, Hisab imkanurrukyah, hisab muhammadiyah, makkahcalendar atau yang lain… mungkin anda menemukan metode sendiri silahkan diungkapan gitu lho…. Sekali lagi ini bukan soal lebaran selasa dan rabu.

      • @hasan: selama kita berargument referensi saya adalah makkah kalender, keraguan penampakan hilal di arab saudi dan kesaksian cakung dan jepara jika merujuk pada hadist nabi tentang “melihat hilal” sudah terwakili oleh mata manusia dari belahan bumi lain yg masih dalam 1 garis tanggal internasional yg sama.
        jika menggunakan metode prof thomas banyak variabel yg mesti dipenuhi, mulai dari persamaan kriteria 2 derajat hilal visibility, adanya otoritas yg berwenang, untuk tingkat lokal mesti sepakat dengan muhammadiyah untuk tingkat regional mesti sepakat dengan negara asean lainnya, terutama malaysia dan brunei yg menjadikan islam sbg agama resmi negara, untuk tingkat global harus membuat garis tanggal baru berdasarkan garis edar bulan yg belahannya berbeda dengan garis tanggal versi matahari dan ini yg agak repot karena sudah menyangkut hukum internasional.
        kalender yg baik adalah kalender yg bisa diterima oleh mayoritas penghuni planet ini, bisa dijadikan perhitungan mundur untuk melihat sejarah atau melakukan prediksi kedepan.
        bukan hanya kita orang awam yg menunggu terwujudnya kalender hijriyah tunggal pemersatu umat kalangan ekonomi syariah pun pastinya akan mendambakan hal tsb, bank syariah akan dengan nyaman menggunakan kalender hijriyah sbg acuan untuk melakukan akad. salam damai mas hasan..

  16. Prof., saya juga orang Cirebon, kecil di Jalan Karanggetas, besar di jalan Kedrunan, sekarang hidup bersama keluarga di Cilegon. Tapi bukan karena asal daerah yan sama dari Cirebon, saya mendukung Prof. untuk meneruskan pengamatan ini. Dan mendobrak tradisi penetapan kalendar hijriyah berdasarkan politik. Kini saatnya penetapan berdasarkan ilmu pengetahuan yang semakin canggih.

  17. perjuangan mempersatukan umat memang bukan upaya mudah, bukan jalan berkarpet merah bertabur bunga, tapi jalan terjal,berkerikil, penuh duri. Maju terus prof.!. Semoga Allah senantiasa menyertai usaha mulia ini, semoga saudara2 kita yg msh berfikir sempit dan lebih mengedepaankan ego kelompok diberi petunjuk dan pencerahan… Amiin.

  18. Menurut saya pernyataan Pak Thomas yang berikut ini adalah bentuk kebohongan: “Kriteria imkan rukyat juga menghilangkan perdebatan soal perbedaan hisab dan rukyat, karena kedua metode itu menjadi setara dan saling mengkonfirmasi.”

    Ketika imkanu rukyat masih menitikberatkan kepada penampakan hilal, selalu memberi kemungkinan untuk mengoreksi hasil hisab dengan hasil rukyat. Ketika kriteria terlalu longgar (kriteria dengan nilai-nilai minimum), maka kecenderungannya adalah hilal yang tidak tampak meskipun kriteria imkanu rukyat udah terpenuhi. Sebaliknya, ketika kriteria diketatkan (nilai2 dibesarkan untuk mengurangi kesalahan), justru akan terjadi kecenderungan penampakan hilal sebelum kriteria imkanu rukyat terpenuhi. Meskipun hisab bisa dilakukan untuk sekianpuluh tahun kedepan, tidak ada kepastian bahwa hilal bisa dilihat sesuai dengan kalender yang dibuat, dus akan tetap terjadi ketidakakuran antara hisab dengan hasil rukyat.

    Dengan kriteria wujudul hilal yang diamalkan Muhammadiyah, justru ada kepastian yang didapat. Apakah hilal tampak atau tidak tampak (termasuk: tidak mungkin tampak), ketika kriteria wujudul hilal sudah terpenuhi, maka bulan baru sudah terjadi. Dari segi teknis, permasalahan besar antara imkanu rukyat dengan hasil rukyat adalah ketika kriteria imkanu rukyat tidak sesuai dengan hasil rukyat itu sendiri (misalnya cuaca atau kendala non-teknis lain dalam proses perukyatan). Ketika bulan sudah 2 derajad (atau angka lain sesuai kriteria) di atas ufuk dan ternyata tidak ada laporan bahwa hilal sudah terlihat (mungkin karena kendala non-teknis), mana yang harus diikuti, hasil rukyat atau hasil hisab? Kalau mendahulukan hasil hisab, adakah bukti bahwa ketika kendala non-teknis itu hilang, hilal _pasti_ teramati (bukan hanya sampai level “mungkin”)? Ketika menggunakan hasil rukyat, lalu untuk apa hisab itu sendiri kalau tidak bisa memberikan kepastian waktu?

    Hal ini berbeda sekali dengan kasus wujudul hilal, karena:
    (1) hilal terlihat padahal bulan belum diatas ufuk: bisa dibuktikan secara ilmiah bahwa hal itu tidak mungkin terjadi; (2) hilal tidak terlihat padahal wujudul hilal sudah terpenuhi: tidak diperlukan penampakan hilal untuk menentukan bulan baru.
    Hal di atas hanya mungkin karena rukyat yang persis dilakukan di zaman Nabi memang sudah ditinggalkan, dan diganti dengan kriteria bulan baru menurut wujudul hilal. Mungkin saja ini bisa diklaim sebagai tindakan “meninggalkan sunnah Nabi” (dan biarlah ahli agama yang mendiskusikannya), tetapi hal ini jauh dari masalah “kuno” ataupun “usang”. Menurut saya justru penggunaan unsur rukyat (visibilitas hilal) dalam hisab sebagai bukti pemaksaaan cara “kuno” dan “usang” dalam penentuan kalender Islam, karena memang agama Islam pertama turun sudah lebih dari 14 abad yang lalu.

  19. di blognya pak Thomas Djamaluddin ini juga pakai kalender Qamariyah berdasar Kalender Ummul Quro (Arab Saudi) 05 September 2011 | 07 Syawwal 1432 H.
    Jadi sekarang tanggal berapa Syawal pak?

  20. Anda munafikun yg ingin memecah belah umat.. Sekarang tgl. 5 september 2011, di kalender blog anda menyatakan tgl. 7 Syawal 1432 H, artinya tgl. 1 Syawal 1432 H adalah tgl. 30 Agustus 2011 lalu.. Btw, dua derajat atau sekian derajat itu tidak ada dalam Al Qur’an.. Anda hanya memaksakannya, sesungguhnya anda ahli bid’ah…

    Kalau seorang muslim sudah bersumpah melihat hilal, berarti wajib bagi muslim lainnya untuk percaya.. Arab Saudi yg 4 jam lebih dahulu – mereka muslim & saudara kita – sdh melihat hilal & menyatakan Idul Fitri, wajib hukumnya muslim lain untuk mengikuti mereka…

    Kami tidak perlu pendapat LAPAN..!!! Insya Allah, sy memiliki firasat bahwa perbedaan ini sengaja anda ciptakan agar keluar dana anggaran untuk membeli alat tertentu..

    • saya cuma mau megomentari bahwa memang seberapa derajat tidak disebutkan dalam Alqur’an, tapi dalam hadis shohih disebutkan bahwa:
      “Dari Ibnu Umar ra. berkata Rasulullah SAW bersabda satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim)
      “Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwasanya Rasulullah SAW menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau bersabda: janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuka sebelum melihatnya lagi. jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR Bukhari)
      dari kedua format hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa kita berpuasa ataupun berbuka (berlebaran) syaratnya adalah jika kita melihat hilal. Nah, dari segi keilmuan, kemungkinan hilal baru dapat dilihat minimal terendah adalah 2 derajat, meskipun secara riil-nya hilal dapat dilihat biasanya jika ketinggian telah diatas 5 derajat. Jadi, perumusan sekian derajat oleh para ahli astronomi ataupun ahli falak bukan suatu hal yg dipaksakan, tp memang seharusnya demikian.

      Untuk kesaksian seseorang dapat diketahui kebenarannya melalui ilmu dan teknologi yg sekarang ini telah berkembang. Perukyah yg ada dan bersaksi apakah telah paham betul posisi dan yg mana hilal itu, karna ada berbagai macam benda langit yg dapat disangka hilal oleh perukyah yg belum paham benar tentang hilal. Jadi kita juga harus memperhatikan kesaksian perukyah yg seperti apa yg bisa di ikuti atau di tolak kesaksiannya. Bukan semua kesaksian kita terima dan ikuti.

    • Arab Saudi 4 jam lebih dahulu?…… apa gak salah tuh….

      • Mungkin yang bener, umur hilalnya 4 jam lebih tua dari Indonesia. Jadi Idul Fitri Selasa (karena sudah kliatan begitu). Dan kita, 20 jam menyusul kemudian. Jadi lebarannya Rabu. Bener khan? he he he ….

  21. Wakil Muhammadiyah beralasan tinggi hilal 2 derajat tidak ilmiah. Mengapa tinggi hilal 2 derajat dianggap tidak ilmiah, tetapi tetap bertahan wujudul hilal yang artinya tinggi hilal minimum 0 derajat?

    ==> Angka di atas 0 adalah suatu ke’ada’an, 0 adalah suatu ke’tiada’an

    Saya tidak tahu alasan penolakan yang sebenarnya. Tetapi memang hisab dengan kriteria imkan rukyat akan lebih rumit daripada hisab wujudul hilal. Tetapi, dalam perkembangan pemikiran astronomi, hisab imkan rukyat dianggap lebih modern daripada hisab wujudul hilal.

    ==> Apakah selalu yg ‘lebih rumit’ & ‘modern’ itu pasti lebih benar dibanding yg simpel? Bukankah ibadah Islam malah menganjurkan untuk memberikan kemudahan kepada umat-Nya?

    Faktor atmosfer yang menghamburkan cahaya matahari diperhitungkan. Hilal yang sangat rendah dan sangat tipis tidak mungkin mengalahkan cahaya senja di ufuk dan cahaya di sekitar matahari. Itulah sebabnya perlu adanya batas minimum ketinggian bulan dan jarak bulan-matahari.

    ==> Jaman Rasulullah SAW dulu tidak ada alat teropong seperti yg ada sekarang, tetapi ilmu astronomi Islam sudah diakui dunia. Rasulullah SAW pernah membelah bulan, buktinya pun ada. Kenapa anda menganggap bahwa ilmu astronomi Islam itu sudah usang? Anda menganggap alat teropong yg ada sekarng sudah bisa mengalahkan ilmu tersebut? Anda ingin anggaran untuk membeli peralatan teropong itu sehingga bisa anda korup/ambil jasa brokernya?!!

    • masalahnya, apakah definisi “bulan baru” yang dijadikan patokan buat ibadah itu? Apakah cukup di atas 0, atau menunggu hilal terlihat?. Itu dulu disepakati. Kalau para ahli astronomi condong ke visibilitas hilal, yaaa harusnya kita legowo ngikuti bahwa “bulan baru itu dimulai ketika hilal bisa dilihat (pake teropong atau mata telanjang).”

    • KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, Guru Para Ahli Falak di Indonesia
      Tanbihun.com – Ia pernah di sidang, karena berbeda pendapat dengan pemerintah dalam masalah gerhana matahari total dan penentuan awal bulan Syawal.
      Menyebut ilmu falak, mungkin bagi sebagian umat Islam masih terasa asing di telinga. Ilmu falak adalah suatu ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit, khususnya bumi, bulan, dan matahari pada orbitnya masing-masing dengan tujuan agar dapat diketahui posisi benda-benda langit antara yang satu dan lainnya, sehingga dapat diketahui pula peredaran waktu di permukaan bumi.
      Ilmu ini disebut pula dengan ilmu perbintangan atau astronomi, karena menghitung atau mengukur lintasan bintang-bintang. Ia biasa juga disebut dengan ilmu hisab, karena dipergunakan perhitungan. Kata lainnya adalah ilmu rashd, karena memerlukan pengamatan, atau ilmu miqat yang mempelajari tentang batas-batas waktu.Di dunia Islam, istilah ini sudah sangat familiar. Bahkan, banyak ilmuan Muslim yang mampu melakukan perhitungan secara cermat dan teliti sehingga dapat diketahui ukuran waktu di suatu tempat.
      Dalam Islam, ilmu ini sangat berkaitan erat dengan penanggalan (kalender), waktu shalat, arah kiblat, dan gerhana. Untuk penanggalan (kalender) ini, Islam mengenal berbagai istilah penanggalan, di antaranya kalender Masehi dan Hijriah. Umumnya, penanggalan Hijriah menggunakan masa edar bulan atau disebut pula dengan penanggalan Qomariyah (bulan). Sedangkan penanggalan Masehi biasanya menggunakan penanggalan Syamsiyah (menghitung waktu berdasarkan masa edar matahari).
      Bagi sebagian orang, ilmu ini dikenal sangat rumit. Sebab, dibutuhkan perhitungan-perhitungan dan pengamatan yang cermat dan teliti, sehingga menghasilkan perhitungan yang sesuai (tepat). Karena itu, acapkali terdapat perbedaan di kalangan ulama dalam menentukan waktu yang sesuai dengan yang sebenarnya. Dan hanya orang-orang yang telaten, rajin, dan giat yang mampu dan mau berkecimpung dalam bidang ini.
      Di Indonesia, terdapat sejumlah tokoh yang sangat mumpuni dalam bidang ilmu falak ini. Salah satunya adalah KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, seorang ulama asal Kudus, Jawa Tengah. Ulama kelahiran Kudus, 10 Maret 1915, ini dikenal sebagai ‘gurunya para ahli ilmu falak Indonesia’. Kepakarannya dalam bidang ini sudah tak diragukan lagi, mengingat keilmuan dan kapasitasnya yang dalam menekuni ilmu falak. Karena kepakarannya itu, Kiai Turaichan biasa disapa dengan Mbah Turaichan diberikan jabatan sebagai Ketua Markas Penanggalan Provinsi Jawa Tengah.
      -2-
      Mbah Turaichan adalah putra Kiai Adjhuri dan Nyai Sukainah. Sejak masa kanak-kanak, ia dibekali dengan pendidikan agama yang sangat matang. Ia belajar melaui sistem tradisional masyarakat yang telah turun-temurun dijalani keluarga dan teman-teman di sekitarnya. Ia mengaji pada para Kiai dan ulama di sekitar tempat tinggalnya secara nonformal dan sempat mengenyam pendidikan formal di daerahnya selama dua tahun.
      Unik
      Mbah Turaichan terbilang seorang ulama yang unik. Namun, ia juga sangat luar biasa. Bila seorang ‘calon ulama’ dan anak seorang kiai diharuskan belajar pendidikan agama di pondok pesantren (pendidikan informal), sepanjang hidupnya Mbah Turaichan tak pernah mengecam pendidikan pesantren, dalam arti ‘mondok’ (menetap) sebagai seorang santri yang diasramakan di lingkungan pesantren.
      Kebiasaan ini terbilang tidak lazim, kendati di pesantren dikenal dengan istilah santri kalong, yaitu santri yang belajar di pesantren, namun setelah belajar pada hari itu mereka kembali lagi ke rumahnya.
      Mbah Turaichan hanya mengenyam pendidikan formal selama dua tahun, yakni ketika berusia 13 hingga 15 tahun. Tepatnya di Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Kudus, sekitar tahun 1928, yakni sejak madrasah tersebut didirikan. Namun, karena kemampuannya yang dianggap melebihi rata-rata, maka ia diminta untuk membantu pelaksanaan belajar-mengajar di madrasah tersebut. Namun demikian, ia juga masih sempat belajar pada ulama lainnya secara nonformal.
      Sejak mengajar di Madrasah TBS Kudus inilah, Kiai Turaichan giat belajar ilmu falak dan kemudian secara terus-menerus menekuninya, sehingga sangat mahir dalam bidang ini. Berbagai hal berkaitan dengan bidang ini, perhitungan dan pengamatannya terbukti tepat, kendati hanya dengan mengandalkan pengamatan pada peredaran benda-benda langit (ru’yah al-hilal).
      Tak heran, bila kemampuannya ini kemudian ia tularkan pada para anak didiknya. Namun demikian, sebagaimana sulitnya dalam mempelajari ini, tak banyak anak didiknya yang ‘benar-benar’ mumpuni sebagaimana kemampuan Mbah Turaichan. Karena kepakarannya itu, maka ia dijuluki oleh para santrinya sebagai ‘gurunya para ilmu falak Indonesia’.
      Kemampuan yang dimiliki Kiai Turaichan, digunakannya sebagai media dakwah sekaligus membantu umat dalam memecahkan persoalan-persoalan yang rumit berkaitan dengan ilmu falak ini.
      Tercatat, tokoh ini pernah menjabat dan terlibat dalam Lajnah Falakiyah PBNU. Bahkan, ia seringkali terlibat dalam diskusi-diskusi yang intens berkaitan dengan bidang yang satu ini, baik tingkat lokal maupun nasional. Dalam berbagai forum muktamar Nahdlatul Ulama, Kiai Turaichan acap kali terlibat dalam diskusi yang serius dengan tokoh lainnya. Dengan argumentasi yang tepat dan mumpuni, kalangan ulama senior sangat mengandalkan keahliannya. Ia seringkali dilibatkan dalam forum yang lebih tinggi saat membahas bidang ilmu falak.

      -3-
      Dan karena keahliannya ini, tak jarang pendapatnya berbeda dengan kebanyakan pandangan ulama, termasuk di PBNU. Namun demikian, ia tetap kukuh pada pandangan dan pendapatnya itu. Sebab, ia yakin, pendapatnya itu benar, berdasarkan ilmu, pengamatan, dan kondisi alam yang ada. Dan terbukti, pendapat-pendapatnya lebih banyak yang sesuai dengan kenyataan.
      Di sidang
      Kendati berbeda pandangan, Kiai Turaichan tetap menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang sering menolak keputusannya. Bahkan, ia juga selalu bersikap akomodatif pada pemerintah, walaupun pemerintah pernah beberapa kali mencekalnya. Pencekalan dilakukan karena Kiai Turaichan mengeluarkan pernyataan berbeda dengan pemerintah perihal penentuan awal bulan Syawal.
      Ia pernah sidang ke pengadilan pada 1984, ketika menentang perintah pemerintah untuk berdiam diri di rumah saat terjadi gerhana Matahari total pada tahun tersebut. Alih-alih menaati perintah itu, ia justru mengajak umat untuk melihat peristiwa tersebut secara langsung dengan mata kepala telanjang.
      Pada waktu terjadi peristiwa gerhana Matahari total tersebut, ia memberi pengumuman kepada umat Muslim di Kudus, bahwa gerhana Matahari total adalah fenomena alam yang tidak akan menimbulkan dampak (penyakit) apa pun bagi manusia jika ingin melihatnya, bahkan Allahlah yang memerintahkan untuk melihatnya secara langsung.
      Hal ini dikarenakan redaksi kabar mengenai fenomena alam itu menunjukkan keagungan Allah ini difirmankan oleh Allah menggunakan kata abshara , yang berarti melihat secara langsung dengan mata, bukan makna denotatif seperti mengamati, meneliti, dan lain-lain, meskipun memang ia dapat berarti demikian secara lebih luas.
      Pada hari terjadinya gerhana Matahari total di tahun tersebut, Kiai Turaichan tengah berpidato di Masjid al-Aqsha, menara Kudus. Di tengah-tengah pidato, ia mengajak jamaah untuk menyaksikan langsung gerhana tersebut.
      ”Wahai Saudara-saudara, jika kalian tidak percaya, maka buktikan. Sekarang peristiwa yang dikatakan menakutkan, sedang berlangsung. Silakan keluar dan buktikan, bahwa Allah tidak menciptakan bala atau musibah darinya. Silakan keluar dan saksikan secara langsung!”
      Maka, para jamaah pun lantas berhamburan keluar, menengadah ke langit dan menyaksikan secara langsung dengan mata kepala telanjang terjadinya gerhana Matahari total. Setelah beberapa saat, para jamaah kembali ke tempatnya semula, dan Kiai Turaichan melanjutkan pidatonya. Dan faktanya, memang tidak terjadi apa-apa, termasuk musibah yang didengungkan oleh pemerintah.
      Namun karena keberaniannya ini, Kiai Turaichan harus menghadap dan mempertanggungjawabkan tindakannya di depan aparat negara yang sedemikian represif waktu itu. Meski demikian, sama sekali ia tidak menunjukkan tabiat mendendam terhadap pemerintah.

      -4-
      Bahkan, hingga menjelang akhir hayatnya pada 20 Agustus 1999, ia termasuk ulama yang sangat antusias mendukung undang-undang pencatatan nikah oleh negara yang telah berlaku sejak 1946. Kiai Turaichan sangat getol menentang praktik-praktik nikah siri atau di bawah tangan.
      Menurutnya, selama hukum pemerintah berpijak pada kemaslahatan umat dan tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka wajib bagi seluruh umat Muslim yang menjadi warga negara Indonesia untuk menaatinya. Artinya, pelanggaran atas suatu peraturan (undang-undang) tersebut adalah juga dihukumi sebagai kemaksiatan terhadap Allah. Demikian pun menaatinya, berarti adalah menaati peraturan Allah.Hal inilah yang membuat kharisma dan kealiman Kiai Turaichan semakin diperhitungkan. Tak heran, bila namanya sangat masyhur sangat ahli ilmu falak yang sangat disegani.
      ‘Lokalitas NU’
      KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi dikenal sebagai ulama ilmu falak yang sangat karismatik. Ia pernah ditunjuk menjabat sebagai Ketua Lajnah Falakiyah PBNU. Di tingkat cabang Kabupaten Kudus, Ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriah NU.
      Kiai Turaichan juga pernah terlibat dalam dunia politik di tingat pusat. Beberapa kali ia ditunjuk menjadi panitia Ad Hoc oleh pimpinan pusat Partai NU. Selain itu, ia juga dipercaya menjadi qadli (hakim) pemerintah pusat pada tahun 1955-1977.
      Di organisasi Nahdlatul Ulama, Kiai Turaichan seringkali terlibat dalam forum-forum diskusi dan bahtsul masail (membahas permasalahan umat), terutama bidang yang menjadi spesialisasinya. Namun, pada saat terjadi perubahan asas dasar NU dari asas Ahlussunnah wal Jamaah menjadi asas Pancasila, dia menyatakan memisahkan diri dari keorganisasian NU.
      Meski telah menyatakan memisahkan diri secara keorganisasian, namun ia tetap dipercaya sebagai Rais Suriyah di tingkat cabang. Sedangkan untuk tingkat pusat, ia tidak lagi aktif seperti sebelumnya. Karenanya, Kiai Turaichan kemudian mempopulerkan istilah ‘Lokalitas NU’ yang berarti tetap setia untuk memperjuangkan organisasi NU dalam skala lokal, yakni di NU cabang Kudus saja. nidia/sya/taq/republikaonline
      Kini keahlian ilmu falak beliau telah diteruskan oleh putranya yaitu Kiai Sirril Wafa Turaihan M.Ag yang menjadi pengajar ilmu falak di Universitas Isalam Negeri Syarif Hidayatulloh

  22. Saya belajar ilmu falak/ almanak sejak Tsanawiyah (SMP) dengan berpedoman kitab Ra’uful-Manan susunan KH. Abdul Jalil, Kudus. Pernah (saat itu) terjadi gerhana matahari sebagian, tapi diseluruh kalender yang terbit di Indonesia tidak menginformasikannya. Kemudian, dengan teman-teman dengan pembimbing guru, saya cek ulang rumus-rumusnya. Ternyata ada angka yang kurang 6 poin. Memang asyik.
    Dengan artikel pak Prof ini, saya menjadi tercerahkan.

  23. Prof Saya mau tanya, Ok lah misalnya Muhammadiyah salah dalam perhitungan 1 syawal yang lalu. tapi mengapa Arab saudi, Malayasia, Singapura, kaum muslim Eropa serta kaum muslim di USA sepakat 1 syawal jatuh pada tanggal 30 agustus ? thanks prof

    • Jangan bandingkan antarnegara, karena masing-masing negara punya otoritas dan kriteria berbeda. Jangan juga merasa benar ketika kriteria wujudul hilal sama dengan Saudi yang mendasarkan pada rukyat, walau kadang kontroversial, karena pada kesempatan lain wujudul hilal di Indonesia bisa berbeda dengan Arab Saudi dan negara-negara lainnya.

      • Jangan banding-bandingkan? Lha wong anda sendiri yang membanding-mbanding kan koq. Kayak orang stres saja anda..
        Yang terpenting anda bisa menawarkan paparan teori penyamaan dengan mekkah, bisa atau tidak?
        Jangan lantas menganggap mekkah kontroversial..

      • waktu sidang isbat lalu baru ngomong pak thomas kok langsung menyalahkan muhammadiyah. memang muhammadiyah punya salah apa seh, kok bahasa yg digunakan miring begitu thd muhammadiyah ? di zaman spt sekarang ini aneh rasanya negara2 lain ( tetangga) sdh lebaran tapi kita belon. kenapa hilal di mlysia nmpak tp di indonesia tdk ? begitu jauhkah jarak negara kita dn negara mlysia ?

      • Saya sangat menghormati Muhammadiyah dan sama sekali tidak ada niat untuk menyerangnya. Saya mohon maaf kalau niat saya disalahfahami. Saya hanya ingin menyampaikan kritik untuk menghidupkan kembali tajdid di Muhammadiyah, hanya pada aspek yang menjadi kompetensi saya. Pertama, tafsir astronomi untuk QS 36:40 tidak tepat untuk dijadikan dasar bagi penggunaan wujudul hilal, walau itu bukan an sich. Kedua, wujudul hilal itu sudah banyak ditinggalkan, beralih ke kriteria hisab imkan rukyat. Saya sudah menyampaikan ini dalam beberapa kesempatan pertemuan dengan perwakilan Muhammadiyah dan dalam tulisan di media massa. Tetapi tampaknya tidak bisa menembus tabir tebal pertahanan “hisab”, defensif dengan dalil hisab, seolah saya tidak mempercayai hisab, dengan kata akhir yang hampir seragam “itu sudah keyakinan kami” yang bermakna menutup pintu dialog. Mohon difahami juga bahwa kriteria imkan rukyat itu terus berkembang seiring perkembangan astronomi, bukan sekadar ketinggian 2 derajat yang didasarkan pada data lama. Kriteria imkan rukyat pun memungkinkan kita pengamal hisab bisa menghasilkan keputusan yang sama dengan saudara-saudara kita pengamal rukyat. Kalau ada kriteria hisab yang bisa mempersatukan, mengapa kita bertahan pada kriteria lama yang saya sebut usang (obsolete)?

      • lah jawaban prof makin ngawur, lah wong kiblat umat muslim sedunia itu di mekkah,. jangan2 prof punya maksud tersembunyi nich, ingin menjauhkan umat islam dari ka’bah.
        walau saya puasa 29 hari TAPI sholat Ied nya 31 agustus hati saya miris karena tidak bisa berbarengan dengan umat islam sedunia menyembah ka’bah pd tgl 30 agustus.
        apa lg semua TV tidak ada yg menayangkan siaran langsung sholat ied di mekkah, beda pa bila lebaran nya bareng dengan saudi..

      • Sekali lagi,… Pak Djamal, dgn segala hormat dan kebodohan saya.. Bisakah anda dengan segala argumentasi dan kepakaran anda untuk menyamakan hari raya dengan mekkah. Sebagaimana kalender yg anda yakini hijriyah-hari ini saat ini.
        Sebagaimana yg telah dikatakan pak syamsul, Muhammadiyah sedang menuju pada penyatuan kalender global hijriyah yg mengacu pd hari arafah, anda juga bilang dari hisab tagribi ke hisab hakiki. Bisakah sesuai dengan teori anda kami berhari raya 2012,2013,2014 dst sama dengan mekkah?
        Beri kami kesejukan hati dan kebahagian tiada tara manakala setelah sebulan ramadhan berpuasa lalu berhari raya sama dengan mekkah.

      • Agres, kalau mau sama dengan mekkah, maka kriteria harus sama di seluruh dunia Islam. Hizbut Tahrir telah mengupayakan hal ini.

        Yang saya tangkap dari tulisan2 Prof:
        1. Ke depan, di kalangan astronom global (khususnya astronom islam), model yang akan digunakan adalah hisab imkanur ru’yah, bukan lagi hisab wujudul hilal

        2. Jika memang muhammadiyyah akan mengarah ke standar global, maka dari dari sekarang mulailah dengan pemanasan dulu… warming up dululah meninggalkan wujudul hilal pindah ke imkanur ru’yah

        3. Muhammadiyyah mau ikut global? Kejauhan mas… Di tataran lokal aja gak mau nyatu, gimana mau ikut global. Trend global itu hisab imkanur ru’yat

        4. Mimpi anda menjadikan standar satu kalender global dengan pusat Makkah, akan terwujud, kalau KRITERIA yang dipakai sama. Termasuk Arab Saudi, harus sepakat dengan KRITERIA yang sama

        5. Selama ini Arab Saudi terkenal jumud, dan tidak/belum mau mengintegrasikan pendapat astromom ke sidang2 itsbat mereka. Sementara negara islam lain, atau mayoritas berpenduduk islam sebagian ada yg ikut metode ini, ada yang tidak, Seperti negara Indonesia yang jauh2 hari sudah menetapkan KRITERIA <2 derajat, maka persaksian melihat hilal ditolak. Adakah Arab Saudi pakai Kriteria ini? TIDAK! Arab Saudi memakai kriteria sederhana, yaitu sekedar Pengakuan saja.

        Jadi bagiamana umat islam ini bisa ketemu, kalau masing-masing negara pakai KRITERIA mereka sendiri-sendiri?

        Langkah paling ideal, mempersatukan dulu, umat Islam Indonesia, sehingga menjadi contoh global. Standar atau KRITERIA yang dipakai Indonesia, nantinya bisa didorong di OKI untuk bisa jadi standard penghitungan bulan secara Global dengan pusat Mekkah.

      • Dg imkanrukyat sudahkah ditemukan penetapan awal bulan Qomariyah? Tampa harus adanya otorisasi tertentu. pak djamal, kalender yg baik itu adalah kalender yg teratur, tdk membingunkan, bisa menhitung kedepan, kebelakang berdasar hukum kalender itu sendiri.
        Masak pak hrs pake otorisasi segala, apa nggak mahal? Bagaimana dgn kalender hr2 islam yg lain?
        Otorisasi itu berarti uang lho pak.
        Apa begitu kalender yg baik? Apa nggak malu dengan kalender masehi?
        Masak dengan error 45% yg menimbulkan perbedaan jatuhnya hari arafah sebagai kalender yg baik?

        Bisakah penganut faham imkanu rukyat menawarkan kalender yg bersifat 1 hari 1 peristiwa 1 dunia?yang pasti. Spt kalender masehi itu lho?

        Imkanu rukyat 2drajat, lho pak, MD kan td melihat derajat sebagai untuk melihat hilal kan pak, jd sebenarnya tdk ada titik temu.wujudul hilal digunakan sbg landasan penetapan awal bulan Qomariyah. Hisab ya hisab atau rukyat ya rukyat. Imkanu rukyat hisab yg terrukyat? Berarti ya rukyat itu sendiri?
        Justru mengunakan “sistem Operasi” yg sama Hisab Wujudul Hilal maka kalendar hijriyah internasional sedang diwujudkan bukan diimpikan
        Tanpa hrs menganut otoritas tertentu. Kalender hrs bersifat teratur.
        Utk itu Muhammadiyah harus mengalah demi umat. sedang menuju kesana. Mekkah sbg kiblat. Mayoritas dunia, termasuk super power sekalipun. Tdk ada gensi sedikitpun
        Terkait dengan pemikiran paranoid thd faham wahabi arab saudi waaah hanya Allah yg tahu.
        Sebab sesungguhnya sholatku, hidupku dan matiku.
        Bagi saya hanya ingin berhari raya sama dng saudara sedunia. Semoga muhammadiyah mau mengalah… Demi umat sedunia

      • Argres, hisab imkanur ru’yah tidak memberikan kepastian? hohoho… itu kan kata Anda. Pelajari dulu ide imkanur ru’yah Prof… Sederhana, tapi kok gak ngerti2 juga ya. Hisab imkanur ru’yah itu sama saja dengan wujudul hilal, Bedanya, kalau di wujudul hilal hanya 1 parameter, di imkanur ru’yah multi parameter (ketinggian, elongasi, fraksi iluminasi, umur hilal). Selamat threshold dari parameter2 tsb terpenuhi, maka besoknya Idul Fitri. Sederhanyanya, tinggal masukkan parameter2 tsb ke program komputer, pencet Enter, keluarlah itu kalender qomariah untuk 100 tahun kedepan. Sama saja toh dengan wujudul hilal. Bedanya Muhammadiyyah hanya masukkan parameter ketinggian, lalu pencet Enter, untuk membuat kalender qomariah untuk 100 tahun ke depan.

        Mengerti kah Anda sekarang?

      • Ha..ha..ha…, ingatlah bahwa hisab wujudul hilal itu hanya digunakan sbg landasan penetapan awal bulan Qomariyah saja. Tidak lebih tidak kurang.
        Tanpa harus memasukkan parameter2 yg anda maksudkan itu untuk utk menvalidasi nilai hilal sbg suatu yg absolute bagi kesahihan rukyat. Sebab kalau itu dicampur adukkan maka konsekuensi logis adalah membelah dunia membagi dua waktu, maka dalil edeal satu hari, satu peristiwa, satu dunia tdk akan tercapai.
        Karena itu justru parameter mutlak yg diperlukan oleh dalil imkanu rukyat agar bisa berjalan dengan caranya itu hanyalah otorisasi. Ini sangat tidak masuk akal, tdk effisien dan cenderung otoriter. Bacalah lagi…
        N.Ilman, bisa anda renungkan.. Kaedah kalender yang ideal adalah, apabila sistem kalender itu penetapannya berdasar kaedah kalender itu sendiri, bukan ketetapan dari suatu otoritas menjelang saat2 terakhir dari momen bersangkutan, dimana akan memudahkan masyarakat menyesuaikan kegiatannya.
        Hisab wujudul hilal ( tanpa embel2 rukyat) skr sedang bergerak, menyatu scr internasional. Krn hanya dengan Hisab wujudul hilal (tanpa embel2 rukyat) yg memungkinkan utk itu.
        Tdk percaya juga?, ayo lihat saja kedepan..
        Fakta yg terjadi hari ini, yg lagi ngetop bin ngetrend adalah mengikuti mekkah yg menggunakan konsep wujudul hilal ummul quro sbg episentrum kalender hijriyah. Shg tdk adalagi pemaksaan dan pengingkaran waktu lagi.
        Bisakah pengfaham imkanu ruyat merenungkan ini?
        Bisakah anda dengan error 45% hrs berbeda hari raya lagi?. l

      • “Ha..ha..ha…, ingatlah bahwa hisab wujudul hilal itu hanya digunakan sbg landasan penetapan awal bulan Qomariyah saja. Tidak lebih tidak kurang. Tanpa harus memasukkan parameter2 yg anda maksudkan itu untuk utk menvalidasi nilai hilal sbg suatu yg absolute bagi kesahihan rukyat. Sebab kalau itu dicampur adukkan maka konsekuensi logis adalah membelah dunia membagi dua waktu, maka dalil edeal satu hari, satu peristiwa, satu dunia tdk akan tercapai.”

        Memvalidasi nilai hilal ini adalah anjuran Rasul SAW. Jadi perlu digeser kriterianya tidak hanya ketinggian seperti metode yang Anda pakai kan…

        Sekarang saya tanya: hisab wujudul hilal, hanya digunakan sebagai penetapan awal Bulan Qomariah. Setuju. Tapi kriterianya kan tidak harus HANYA diatas ufuk semata. Banyak parameter lain yang bisa di pasang sebagai threshold menentukan istikmal atau tidak.

        Anda sendiri, menggunakan wujudul hilal, jika hilal negatif, melakukan istikmal juga kan? Lalu apa bedanya dengan hisab imkanur ru’yah?

        Memangnya kalau hisab wujudul hilal, bumi tidak dibelah menjadi dua waktu? Lah sama saja kan Mas… Begitu anda pakai rumus apapun, mau metode wujudul hilal atau imkanur ru’yah, otomatis anda membuat garis pemisah di bumi.

        Kriteria semua itu kan bisa dihitung mas, tanpa harus melakukan teropong bulan beneran. Ambil contoh, mathlaq Mekkah, pada saat magrhib taggal 29 Sya;ban:
        – Ketinggian hilal : bisa dihitung
        – Elongasi : bisa dihitung
        – Fraksi iluminasi bulan: bisa dihitung
        – Umur bulan: bisa dihitung

        Lalu semua kota-kota besar didunia ini bisa dihitung, dan dibuatkan mapnya. Ya pasti ada yang berlebaran sebelum Makkah, ada yang sedusah Mekkah. La whong bumi ini bulat, di Jakarta subuh, di Makkah masih gelap.

        apakah dengan wujudul hilal, kalau di Jakarta sholat Ied, dapat di pastikan di MEkkah 4 jam kemudian juga sholat ied? Kan tidak mas… harus dilihat dulu garis edar bulan, dilihat peta pembelahan bumi terhadap garid edar bulan pada 29 sya’ban itu kan?

        Sama phodo wae mas,,,, mau hisab wujudul hilal, atawa hisab imkanur ru’yah, sama-sama hisab toh… Dan wujudul hilal itu terlau sederhanya dan tidak mengindakhak kaidah visibilitas sesuai yg diinginkan Hadist Rasul saw agar bulan BISA terlihat (BISA ini bisa bermaksud terlihat oleh hisab imkanur ru’yah)

      • 1 syawal haramnya berpuasa, mengapa 1 syawal setiap negara bisa berbeda-beda, penentuan 1 syawal ini harus bisa digunakan secara global bukan hanya di Indonesia saja.

      • Nazar.. Nazar…, lha wong sampai hari ini lho pak Djamal belum bisa menentukan awal penetapan bulan Qomariyah berdasarkan kaedah ideal kalender itu sendiri, koq kamu menjawab duluan dari pak djamal.
        Ngalor-ngidul lagi…, kamu lebih pintar dari pak Djamal ya? Mengacalah….
        Dilihat dari segi sains dan agama dengan error 45% apakah sebagai kalender yg baik..

      • Argres…. Argres… anda klaim error 45% itu datanya dari mana? Referensinya apa? Kalau referensinya kriteria Prof Thomas, justru anda yang error 99% hahaha….

        “pak Djamal belum bisa menentukan awal penetapan bulan Qomariyah berdasarkan kaedah ideal kalender itu sendiri, koq kamu menjawab duluan dari pak djamal” –> saya gak ngerti maksud Anda, “kaidah ideal kalender itu sendiri”? Emang ideal itu seperti apa? Kalau ideal menurut saya, kalender yang sesuai dengan Kriteria yang diusulkan oleh Prof Thomas.

        Kalau saya bertanya: kalendar ideal menurut Anda itu yg spt apa? Apakah spt Kalendar Muhammadiyyah? Kalau iya, itu usang mas bro… Kenapa? karena dihasilkan dari metode usang…

  24. Saya pernah baca riwayat. Di Madinah hilal belum terlihat. Menjelang Subuh ada berita terlambat (pakai kuda?) dari Wilayah Islam yang jauh ada yang telah melihat hilal. Rasulullah lalu memerintahkan hari itu juga berpuasa. Bukankah ini berarti kesatuan wilayah Islam, bukan lokal per lokal ? Bagaimana kalau menurut imkan rukyat Sabang sudah memenuhi syarat imkan-rukyat sedang Merauke belum, apakah bisa ditetapkan 1 Syawal untuk seluruh wilayah Indonesia ?
    Teima kasih.

  25. Benar-benar bingung, Sayur lebaran dan opor ayam satu panci basi semua, cuma gara-gara mas hilal?.

  26. Semoga apa yang dikatakan sang profesor benar adanya? dan semoga paparannya bertujuan untuk menyatukan ummat islam indonesia dan dunia.
    bagi saya orang awam fiqih ada pertanyaan yg mengganjal, bagaimana hukumnya jika terjadi dua hari raya? padahal dalam sebuah hadits, shaum setelah adanya takbir adalah haram. Sementara jika Makkah ( anggap saja benar dalam penetapan satu syawal) sudah takbir, dan jika pelaksanaan sholad ied hari rabu tgl 31 sept 2011, itu melewati waktu malam 12 jam yang berarti lebih satu hari/sudah ganti hari.
    apakah tidak bisa ya kita ummat islam menyatukan penetapan awal puasa dan 1 syawal menjadi Global hilal? ( satu penetapan misalnya makkah menjadi pusat perhitungan yang diikuti seperti standar waktu greenwich inggris ?
    semoga para pemimpin kami mendapat hidayah dan petunjuk Allah SWT?

    • mestinya prof kalo berani ngomong tingkat global, kalo tingkat lokal dia khan kerja jd staf ahli depag, berani gak prof berdebat sama ahli2 astronomi dari luar negeri. udah terang koq kalo kita mengikuti keyakinan ka’bah sebagai pemersatu ummat, ngapain kt masih berfikir lokal. ummat islam hanya satu yg percaya Allah Tuhan nya, Nabi Muhammad SAW nabi nya, Ka’bah kiblat nya. Organisasi negara2 islam juga mayoritas lebaran nya tgl 30 agustus koq. janganlah terkotak2 dengan ormas.

  27. Ee ladalah…, setelah bertanya pada sahabat NU,
    Yang dimaksud perpecahan dan keresahan umat justru di kalangan umat NU sendiri. Bagi elit NU ini nggak bisa dididiamkan karena semakin hari semakin ditinggalkan..

    “Bagi NU” kata dia, angin masih berpihak pada kita, PERSIS sudah ditangan kita, untuk itu hrs dilakukan segala daya upaya kita utk memaksa mereka bersama kita.
    Kalau perlu Muhammadiyah hrs dijadikan kambinghitam dari biang permasalahan ini. Mengingat pula banyak saudara kita yg dijadikan sasaran tembak oleh mereka saat ini. Lho kok begini…
    Padahal lanjut sahabat NU saya, dikalangan akar rumput NU sendiri terjadi beda pemahaman bisa dikatakan masuk akal dan sederhana,
    Pertama, berhari raya sama dengan MD, namun prinsipnya bukan karena MD. Bahwa kiblat saya mekkah,jika mekkah hari ini maka saat ini pula sy berhari raya dengan mekkah. Dan ini dianut sebagian besar negara2 didunia.

    Kedua, alasannya sama. Tdk puasa namun sholat ied besoknya. Selain ikut rezim, sholatnya di masjid bukan dilapangan, mudikpun jadi lebih ringan ada kesempatan sholat ied di kampung halaman. Insya Allah, kata teman saya, dianut sebagian besar warga NU. Benarkah begitu?
    Ketiga, sampeyan bisa mengartikan sendiri..
    Lalu kenapa ini bisa terjadi? Bagi teman NU saya bilang, utk urusan tahlil nanti dulu,, utk urusan sholat dan hari raya kiblatku itu mekkah. Lha wong nek aku mati ae dikongkong ngedep mekkah. Mosok sholat ied sing jelas2 sunnah iku ae kudu dikongkong bedo riyoyone.

    Aku kepingin menikmati kebahagian mereka yg sholat ied di mekkah hari ini saat ini kata sahabat NU saya.
    Bisakah anda mengkonfrontir dan mengkofirmasikan keyakinan ini justru pada kalangan anda sendiri?
    Justru biang perbedaan ini terjadi karena mekkah dan kalangangan anda sendiri. Tdk mengapa Muhammadiyah anda kerdilkan, bisakah mekkah dan arab saudi anda kerdilkan?
    Melihat kapasitas saudara, seharusnya bisa.

    Mas.. Kata teman NU, ya mas ada apa kata saya, meskipun kita sering berdebat, berbeda namun bersahabat iya kan?tidak ingatkah kita? Lanjutnya, Ketika kita lahir dan ketika kita mempunyai anak, mk doa para ibupun akan sama ” berbakti pada agama, bangsa dan negara” apakah bakti kpd agama itu digunakan sbg penghambaan suatu aliran. Islam NU, Islam MD? Tanya pada ibu kita masing2, pasti jawabnya LheeTolee ojo sombong lhee, ojo dumeh, ojo adigang adigung, adiguno yaa lhee. Eling soko asalmu yaa leee..
    Saya merinding…

  28. Hanya iman kita yang mampu membentengi semua,.

  29. Pak Thomas, jangan bilang ‘meresahkan’ dan ‘memecah belah’ ummat ah… Nggak ada resah blasss…kecuali mungkin Bapak sendiri yg resah. Dan, kenapa bapak hanya menuduh Muhammadiyah yang membuat resah dan memecah belah ummat Islam? Koq bapak tidak menuduh yg berlebaran hari Senin? Jangan sepotong-sepotong donk…. Bapak ini ilmuwan astronomi atau kiyai sih? Koq menggabungkan hisab dan rukyat? Hisab ya hisab pak…dan rukyat ya rukyat. Nggak bisa disatukan. Kalau kebetulan hasil hisab dan hasil rukyat sama (sdh lebaran), itu hanya satu kebetulan (misal hilal 3 derajat, kebetulan bisa dirukyat). Jd jangan ngacau ah…nasa hisab mau disamakan dg rukkyat. Kalau bpk sbg astronom sejati, bpk hrs berpedoman pd hisab tanpa harus memikirkan rukyat. Rukyat itu urusannya ahli fiqh, dan tak perlu ahli astronomi sekaliber anda.

    • Dek Prasojo. Apakah ru’yah itu bukan urusan ahli astronomi? Naif sekali anda. Lalu yang neropong di Boscha itu fuqoha atau astronom ya?

  30. http://www.facebook.com/notes/persyarikatan-muhammadiyah/otoritas-dan-kaidah-matematis-refleksi-atas-perayaan-idulfitri-1432-h-tanggapan-/10150272022161695

    Otoritas dan Kaidah Matematis: Refleksi Atas Perayaan Idulfitri 1432 H (Tanggapan Atas Kritik Thomas Djamaluddin)

    Silahkan dibaca, kalau perlu adakan diskusi secara terbuka (umum) antara Penghuni Lapan (bukan Lapas) dan Muhammadiyah.

  31. Membaca tulisan Prof, sangat membantu, tapi sama sekali tidak membuktikan bahwa imkan-rukyat adalah lebih modern dan lebih benar dibanding wujudul hilal.. Mohon maaf, malah seakan2 hanya pembenaran yg sayangnya tidak terbenarkan. Malah saya bertambah kecewa bahwa dgn penjelasan seperti ini, tapi sudah menggunakan kata2 provocative yg saya khawatir malah memecah ukhuwah ummat… Astaghfirullahaladzim..

  32. Kok saya merasa bapak yang sudah profesor ini yang makin meresahkan… jujur saja bapak justru semakin memecah belah ummat dengan kemajuan teknologi yg bapak agungkan…

    • Dek zoel, justru yang merasa tenang dengan metode lama itu yang berpotensi memecah belah umat.

  33. Seorang Thomas, yg mhn maaf belum jelas latas belakang keIslamannya sdh berani menyalahkan hampir semua Negara Islam yg merayakan Idhul Fitri tgl 30 Agustus, jg mengatakan salah satu Ormas yg isinya adalah para alim umalama yg memimpinnya, hanya karena dianggap tdl sesuai dg teori yg dikemukakan.

    Pertanyaannya, seberapa pintar Saudara Thomas itu, dan apa haknya untuk menyalahkan semua megera muslim di Dunia ini. Subhanallah….apakah ini tanda2 kesombongan ilmu itu yg dirasuki oleh syawhat keinginan untuk mendominasi keilmuan….

    Inggatlah, jika engkau mati maka akan diminta pertanggung jawaban di akhirat nanti.

    Saudara thomas ini pribadi yg kesepian, tdk punya masa ingin mengambil simpati masa melalui publikasi dg menyalahkan kesana kemari…! Tobatlah saudara thomas…

    • Dek Jundu… saya sarankan Anda untuk segera bertobat… Prof sudah menyampaikan kajiannya, tanpa menyalahkan negara lain. Prof hanya menyarankan metode yg seharusnya dipakai…

      Dari mana Anda tahu, pribadi Prof adalah orang yg kesepian dan ingin mengambil simpati? Seorang Prof sudah selesai, tidak perlu nyari popularitas lagi…. Prof TDj memang konsisten dari tahun tahun yg lalu untuk mengkritisi (tidak hanya Muhammadiyyah) tapi hampir seluruh Ormas. Jadi jangan berprasangka buruk. Gak baik untuk kesehatan.

  34. numpang nanya,mohon dibalas!
    tolong jelaskan pengertian hisab,rukyah,imkanul hilal,wujudul hilal.
    jelaskan dengan mendetel dan cara caranya,dengan begitu akan jelas duduk permasalahannya,jangan main keluarkan orgmn yg blm tntu kebnarnnya,diterangkan jg mslh dalil syara’nya,krn dlm islm ada jg sesuatu yg tdk bisa dirubah,sprti cnth:balang jumroh tidak bisa pakek senjata api walau sekarang sudah banyak snjata api,atau qurban tidak pakek ternak tapi pakek uangnya saja itu tidak boleh,nah,hal ini apa terkait dengn hal itu?

    • Hisab: perhitungan astronomi, khususnya dalam penentuan posisi bulan dan matahari untuk penentuan waktu ibadah.
      Rukyat: pengamatan astronomi, khususnya dalam penentuan posisi bulan dan ketampakan hilal untuk penentuan waktu ibadah.
      Imkan rukyat: kemungkian bisa dirukyat, suatu kriteria atau batasan dalam hisab untuk menentukan awal bulan dan panduan bagi rukyat untuk mengkonfirmasi hasil rukyat.
      Wujudul hilal: hilal (tetapnya qamar) sudah wujud di atas ufuk yang dicirikan bulan terbenam lebih lambat dari matahari. Wujudnya qmara belum tentu hilal sudah lahir. Dalam perkembangannya wujudul hilal ditambah kriteria ijtimak qablal qhurub (bulan telah segaris bujur dengan matahari sebelum matahari terbenam).
      Semoga itu menjelaskan. Rincinya, sebagian ada di blog saya.

  35. Djamaludddin dJuannnnncoek poool, malah ngisin-ngisini…
    Djuuuancooek ancene koen iku

    • Sabar mas…, ngona ngono neng ora ngono
      Istighfar yooo mas..
      Semoga sampeyan bukan provokator kha? Hanya marah dimulut khan?
      Tak mintain maaf yaa..
      Mohon maaf yaa pak djamal

    • Dek Djoyo…. astaghfirullahaladziimm… istighfar mas… istigfar… Jangan masuk forum ini, kalau belum siap mental, diskusi dengan ilmiah mas,,,, bukan dengna emosi

    • belum pernah diskusi kali ya…. oalah.. wis angon wedus wae.

  36. Profesor goblok……semakin ahli dalam ilmu semakin santun…tapi ternyata yg ada GOBLOKKKK

  37. Mohon maaf Pak Thomas, saya kok jadi malah meragukan kualitas anda. Anda bilang Malaysia, Brunai, Indonesia dan Singapore (MABIMS) sdh sepakat, tapi kok Indonesia sendiri ya yg tgl 31? Ada apa ini? Kita satu regional dgn Malaysia, singapore dan brunai! Bahkan dari rumah saya tinggal (Tg. Balai Karimun), Singapore kelihatan. Jangan2 anda yg berniat memecah belah umat Pak!

    • Kriteria MABIMS (tinggi bulan minimum 2 derajat, jarak bulan-matahari minimum 3 derajat, dan umur bulan minimum 8 jam) sudah disepakati sekitar 1990-an. Tetapi implementasinya masing-masing negera berbeda. Indonesia menekankan pada kriteria tinggi minimum 2 derajat. Brunei lebih menekankan pada bukti rukyat, walau mempertimbangkan kriteria MABIMS. Malaysia mempertimbangkan ketiga kriteria yang terpenuhi, pada penentuan 1 Syawal lalu Malaysia mempertimbangkan umur bulan 8 jam. Semoga makin peduli dengan urusan kalender dengan ikut mempelajarinya.

      • Dan semoga anda memberi hadiah kami, dengan ilmu yg telah anda pelajari utk berhari raya bersama mekkah dan dunia. 2012, 2013,2014 dst.
        Semoga ilmu yg kita pelajari berguna bagi kebaikan umat, sebagaimana doa para ibu kita ketika dikandungan dan dilahirkan. Amiien

    • Dek Dhani, jangan buru buru meragukan kapasitas Prof. Unless Anda juga Prof di bidang astronomi, bolehlah anda ragu-ragu… Tapi adakah Prof bidang astronomi yg membantah kajian Prof TDj?

      Kalau bantahan muhammadiyyah, Prof juga, sayangnya bukan prof Astronomi, tapi Prof Syariah. Jadi belum dapat jadi patokan.

  38. bwt kawan2 semua, yang ingin saya garis bawahi adalah yg menjadi titik focus dalam pembicaraan ini ialah metode penetapan awal bulan dalam kalender hijriah. Dan disini Pak Thomas sebagai ilmuan berbicara tentang masalah tersebut secara ilmiah, bukan berdasarkan keterpihakan atas salah satu ormas tertentu. Adanya pihak MD yg disinggung dg metodenya BUKAN karena faktor politik (perseteruan MD-NU), ekonomi (dugaan mncari sensasi untuk pmbelian peralatan teropong), kefanatikan ataupun yg lainnya.

    Came on guys, bisakah kita berbicara dg melepas jaket ormas?

    untuk perbandingan keputusan Indonesia dg negara lain, tidak bisa karena pemberlakuan keputusan itu bersifat lokalitas. Keputusan dari pemerintah Arab Saudi atau negara lain tidak dapat diikuti serta merta karena letak geografis kita berbeda jauh dan itu berpengaruh pada posisi hilal yg terliat di masing2 negara tersebut. Selain itu, kebijakan pemerintah satu dg yg lain itu berbeda. Oleh karena itu, keputusan penetapan awal bulan Qamariah tidak dapat disamakan atau diratakan.

    Adanya perbedaan respon dari masyarakat baik itu NU ataupun MD, dg keputusan mereka sendiri untuk memilih kapan mereka berbuka dan shalat ied, itu berdasarkan ilmu yg mereka punya dan mereka gunakan. Jadi, antara masyarakat satu dg yg lain meski dalam ormas yg sama belum tentu sama pula, karna kedalaman ilmu yg mereka punya tidaklah sama. (baik ilmu fiqh, pemahaman Alqur’an-hadis, astronomi, juga sejarah keilmuan Islam)

    *jika hanya untuk membeli teropong saja atau mendapatkan uang, Pak Thomas tidak akan dan tidak perlu bersusah payah seperti ini. Banyak pihak luar yg akan dg mudahnya memberi. Jadi, saya tegaskna, ini bukan masalah uang atau politik.

    • Mohon maaf lahir dan batin. adanya tanggapan yang emosional karena
      1) adanya pernyataan, profesor yang dianggap “provokatif” yang tidak ada sebelumnya.
      2) Ini bukan masalah NU-MD karean ada beberapa wilayah, NU dan ormas lain membenarkan penglihatan hilal di jepara dan cakung.
      3) Profesor juga tidak menyebut ormas-ormas lain yang ikut lebaran 30 Agustus seperti yang disampaikan pada MD

      terlepas dari itu, saya mohon pencerahan dari prof TD,
      1) belum implementatifnya kesepakatan imkan rukyat di beberapa negara, dan Indonesia yang berbeda sendiri?
      2) berbeda dengan Arab mungkin bisa diterima karena perbedaan jam, tapi indonesia dan negara2 tetangga berada pada posisi yang hampir sama, tapi indonesia yang beda. menjadi pertanyaan
      apakah ketidak mampuan teknologi indonesia atau karena prinsip kelokalan yang menyebabkan indonesia berbeda dengan yang lain?

      terima kasih
      salam

      • Kelompok yang beridul fitri 30 Agustus, selain Muhammadiyah, semuanya kelompok kecil yang dampak nasionalnya tidak sekuat Muhammadiyah. Kelompok-kelompok kecil itu baru tampak perbedaannya setelah media meliputnya. Berbeda dengan Muhammadiyah yang ormasnya besar, hasil hisabnya yang berpotensi berbeda diumumkan kepada publik dengan konperensi pers, dan perbedaan itu sudah sering terjadi sejak 1970-an. Itulah sebabnya saya hanya fokus pada Muhammadiyah, seperti saya tulis pada artikel di atas. Perbedaan itu bukan antara Muhammadiyah dan NU, tetapi antara Muhammadiyah dengan semua ormas Islam yang hasil hisabnya dikompilasi oleh kementerian Agama. Itulah sebabnya inti pernyataan saya menyangkut Muhammadiyah adalah “kalau kita cermati laporan Direktur Urais dan Binsyar, hanya Muhammadiyah yang hasil hisabnya berbeda dengan ormas-ormas lain. Penyebab utamanya adalah karena Muhammadiyah masih menggunakan kriteria wujudul hilal yang sudah usang”. Isi penyataan saya itu saya jabarkan di dalam tulisan di atas.

        Kriteria MABIMS yang disepakati tahun 1990-an tidak bersifat mengikat. Masing-masing negara punya kebijakan sendiri dalam mengimplementasikannya. Brunei Darussalam yang ketat menggunakan rukyat beridul fitri tanggal 31 Agustus. Brunei mengawali puasa 2 Agustus, lebih lambat dari Indonesia dan Malaysia yang mengawalinya pada 1 Agustus. Sehingga di Brunei rukyat dilakukan pada 30 Agustus saat bulan sudah tinggi. Hasul rukyat Brunei sama dengan hasil kriteria MABIMS 1 Syawal=31 Agustus. Indonesia menggunakan kriteria 2 derajat. Atas dasar rukyat yang gagal di banyak titik dan penolakan atas 2 rukyat yang meragukan karena di bawah kriteria tsb, Indonesia menetapkan Idul Fitri 31 Agustus, juga sama dengan hasil krietrai MABIMS. Malaysia menggunakan salah satu kriteria, yaitu umur bulan lebih dari 8 jam untuk menetapkan Idul fitri 30 Agustus.
        Jadi di kawasan ASEAN, awal Ramadhan Indonesia sama dengan Malaysia, beda dengan Brunei. Idul fitri Indonesia sama dengan Brunei, tetapi beda dengan Malaysia. Itu wajar, karena masing-masing negara punya kebebasan menentukan kebijakannya masing-masing, walau saling bertukar informasi kadang masih dilakukan.

      • Wah pak Djamal anda masih kurang lengkap memberi judulnya
        ASTRONOMI MEMBERI SOLUSI PENYATUAN UMAT
        Seharusnya yang benar
        ASTRONOMI MEMBERI SOLUSI PENYATUAN UMAT
        (“Local Contents – Indonesia dan sekitarnya)
        Telaah dan Kajian Ilmiah Tentang Perpecahan
        Umat, Khususnya di Kalangan Warga NU
        Semoga dengan judul yg benar para dosen penguji
        Anda tidak terlalu amat membantai anda

    • bijak tapi tambah kacau ….

  39. kalo cuma muhammadiyah aja yg lebaran tgl 30 agustus okelah saya terima, tapi kenapa arab saudi, jerman, francis, mesir, inggris, rusia, (hampir seluruh KBRI di luar sana lebaran nya tgl 30 agustus ya?, koq kl dilihat hitungan nya prof ini malah condong ke kalender jawa yg sama2 berdasarkan bulan juga. apa krn selasa 30 agustus itu selasa kliwon bukan hari baik jd di undur lebarannya sama pemerintah, masalahnya tgl merah di kalender nya ituloh prof???

    • Dek Pengembara, Arab saudi itu sering kontroversial. Hilal sedikit dibawah ufuk saja, atau sedikit diatas ufuk saja, kadang pengakuan ada orang yg mampu melihat hilal dapat diterima. Padahal ini bertentangan dengan logika ilmu. Kalau ini terjadi zaman dulu, bolehlah diterima. Tapi sekarang ilmu astromoni kan makin maju. Sesuatu yang sudah ditolak dapat dilihat oleh ilmu astronomi, yah para ulama pembuat fatwa, akomodir dong… Moso’ masih tetap jumud….

      • mas nazar, justru kalo saya lihat di makkah calendar arab saudi justru saya lihat sudah maju ke depan, terlihat sekali dasar penentuan 1 syawal arab saudi, secara ilmiah astronomis paparan makkah calendar trlihat jelas di wilayah arab saudi bahwa hilal tak mungkin terlihat jelas, tp pada website itu ada bukti bahwa hilal terlihat di negara chile. jadi intinya pengakuan ada yg lihat hilal di riyadh hanyalah sebagai pelengkap, begitu juga waktu kasus hoax arab saudi salah menentukan 1 syawal yg mestinya tgl 31 agustus, hal tsb dibantah oleh mufti mesir yg menjelaskan bahwa mesir pun mempunyai saksi yg melihat hilal pd malam 29 agustus 2011.
        janganlah berpatokan kepada ilmu, karena ilmu manusia sangat terbatas, kalo Allah sudah “kun fa ya kun” ada beberapa orang akan melihat hilal walau secara ilmiah itu tidak mungkin, maka atas kehendak Allah maka akan mudah terjadi.
        Ingatlah peristiwa Isra’ Mikraz Nabi Muhammad SAW berangkat ke sidratil muntaha sampai hari ini ilmu manusia mana yg bisa membuktikan hal itu bisa terjadi. hanya dengan keyakinan lah kita mempercayai hal itu.

  40. Bagi para komentator yang kontra dengan P Djamaluddin, mohon argumentasinya yang ilmiah baik secara astronomi terlebih lagi secara syar’i.
    Kalau dilihat yang berkomentar kontra selama ini sebagian besar tanpa pertimbangan ilmu pengetahuan (astronomi) atau mungkin belum membaca artikel yang disampaikan secara keseluruhan, apalagi dalam sisi syari’ah lebih belepotan lagi.
    “berilmulah dulu sebelum berkata dan beramal”.

    • Mungkin masalahnya Pak Djamaluddin tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan terhadap pernyataan wujudul hilal yang dilakukan Muhammadiyah sebagai sesuatu yang sudah “kuno” dan “usang”. Seharusnya beliau menyalahkan ijtihad Muhammadiyah untuk meninggalkan rukyat, bukan terhadap wujudul hilal yang menjadi salah satu konsekuensi pilihan logis dari ijtihad tersebut.

      Sekarang saya yang justru ingin bertanya, dari mana wujudul hilal menjadi kuno dan usang? Ketika pihak yang mempraktekkan menggunakan metode itu dengan mengharapkan visibilitas hilal, maka saya kira pernyataan tersebut bisa diterima (dan seharusnya kriteria imkanu rukyat yang dijadikan rujukan). Masalahnya Muhammadiyah tidak membutuhkan visibilitas hilal untuk penentuan bulan baru, jadi kriteria tambahan dari imkanu rukyat tidak mempunyai nilai yang berarti dalam kasus ini. Dalam kata lain, saya sukar sekali melihat dimana nilai ilmiah dari pernyataan Pak Djamaluddin tersebut.

      • Dek Agus “Masalahnya Muhammadiyah tidak membutuhkan visibilitas hilal untuk penentuan bulan baru, jadi kriteria tambahan dari imkanu rukyat tidak mempunyai nilai yang berarti dalam kasus ini”

        Muhammadiyyah tidak membutuhkan visibilitas hilal? Ini dulu, sewaktu astromoni belum secanggih sekarang. Daripada ribet, muhammadiyyah meninggalkan semua kerumitan imkanur ru’yah. Tapi sekarang ilmu kan sudah berkembang Dek Agus. Sudah banyak penelitian ilmiah, mengenai imkanur ru’yah… Moso’ masih pakai metode lama… Istilah kata: sekarang sudah LCD 40 inc berwarna 3D, tapi muhammadiyyah tetap kepengen pakai TV Tabung black and white.

        Muhammadiyyah tidak membutuhkan visibilitas hilal? Wah, berarti Mujammadiyyah tidak menghormati hadist Rasul saw dong, yang mensyaratkan hilal harus terlihat (harus visible)… nah lohhh

      • @Nazaruddin Ilham: Saya silakan baca dulu apa kriteria wujudul hilal dari Muhammadiyah, dan apa alasan-alasan untuk memakai kriteria tersebut. Anda akan menemukan bahwa kriteria hilal yang tampak diperlukan lagi. Kalau Pak Nazaruddin tidak mencoba paham hal ini, maka anda tidak bisa melihat permasalahan secara benar.
        http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-392-detail-penjelasan-majelis-tarjih-dan-tajdid-pp-muhammadiyah-soal-penetapan-idul-fitri-besok.html

        Kalau dibilang Muhammadiyah tidak menghormati hadits Rasul, silakan saja, biarlah yang berkompeten dalam ilmu agama yang membahasnya. Hanya saja itu sudah mejadi masalah agama (ijtihad), tidak berhubungan lagi dengan metode yang ‘kuno’ atau ‘usang’ yang dikambinghitamkan oleh Pak Djamaluddin terhadap praktek hisab yang dilakukan oleh Muhammadiyah.

        Dari kacamata saya sebagai orang teknik, seharusnya tidak ada perbedaan dalam tingkat kerumitan yang signifikan antara wujudul hilal dengan imkanu rukyat, ketika metode tersebut sudah terdefinisi dengan jelas. Muhammadiyah sepertinya belum menerima kriteria imkanu rukyat bukan karena kerumitannya, tapi landasan teori belum terlalu kuat (lebih banyak berdasar hasil observasi), dengan kriteria yang bisa berubah-ubah menyesuaikan dengan data yang paling mutakhir (Pak Djamaluddin juga menyebut dalam papernya untuk mengevaluasi kriteria ini setiap 10 tahun). Sebenarnya ini pertanyaan buat Pak Djamaluddin, tapi mungkin bisa saya sebutkan disini contohnya: sudut elongasi. Dalam paper Pak Djamaluddin menyebut sudut bulan-matahari paling tidak 6,4 derajat untuk bisa diamati (berdasar kriteria Odeh). Sedang menurut fakta berikut, hilal dengan sudut elongasi 4,75 derajat masih bisa dideteksi dengan alat optik yang ditambah proses olah citra. Malah, dilaporkan bahwa observasi dari luar atmosfer bumi menunjukkan data 2 derajat yang masih bisa teramati.
        http://the-moon.wikispaces.com/Danjon+Limit

        Jadi, kriteria imkanu rukyat tidak bisa memberi jaminan bahwa “hilal tidak mungkin diamati”, tetapi lebih ke kriteria “kemungkinan hilal bisa diamati”. Sesuatu yang masih tetap abu-abu, ketika visibilitas hilal mejadi syarat utama metode hisab tersebut.

      • Dek Agus, saya sudah baca penjelasan Muhammadiyyah, termasuk Buku Panduan hisab yang dibikin th 2009.

        Terkait penjelasan: http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-392-detail-penjelasan-majelis-tarjih-dan-tajdid-pp-muhammadiyah-soal-penetapan-idul-fitri-besok.html

        Mengapa menggunakan hisab, alasannya adalah:

        1. Hisab lebih memberikan kepastian dan bisa menghitung tanggal jauh hari ke depan,

        Tanggapan:

        Setuju. Tapi…..

        Muhammadiyyah sewaktu menghisab kalendernya:
        (1) naikin dong batas ketinggian (jangan > 0 ) ;
        (2) tambahin dong parameternya; jangan pakai parameter tunggal (ketinggian positif diatas ufuk) doang… ini mah zaman sudah canggih, menghitung multi-parameter gampang, tinggal pencet-pencet tombol di komputer, beres urusan;
        (3) duduk dong bareng dengan ulil amri, mui dan ormas lain, definisikan point (2) itu bersama-sama… Moso’ gak kasihan, jadi ormas satu-satunya yang senang beda sendiri (jangan sampai di cap senang tidak bersatu, senang memecah belah umat spt Tulisan Prof Thomas)

        2. Hisab mempunyai peluang dapat menyatukan penanggalan, yang tidak mungkin dilakukan dengan rukyat. Dalam Konferensi Pakar II yang diselenggarakan oleh ISESCO tahun 2008 telah ditegaskan bahwa mustahil menyatukan sistem penanggalan umat Islam kecuali dengan menggunakan hisab.

        Tanggapan:

        Setuju… Pakailah Hisab… Hidup Hisab… tapi Hisab yang menghormati Hadist Rasul saw. Pakailah kriteria yang memungkinkan bulan terlihat. Tinggal bersepakat saja kan dengan para ahli astronomi dan ulil amri… kok susah amat sih ninggalin tradisi lama…???

      • @Nazaruddin Ilham:
        Pak Nazuruddin, masalah pencent-pencet tomboh adalah masalah gampang. Mengubah kriteria juga adalah hal yang gampang juga. Yang paling susah adalah, mencari alasan untuk menjustifikasikan perubahaan tersebut. Melalui ijtihadnya, Muhammadiyah sepertinya sudah menyimpulkan bahwa visibilitas hilal adalah kriteria kuno dan usang (maaf, meminjam kata-kata Pak Djamaluddin dengan objek yang berbeda), sesuatu yang tidak perlu dipaksakan untuk penentuan bulan baru (terlepas itu sebagai sunnah Nabi atau bukan). Cukuplah siklus tetap astronomi bulan ditambah keyakinan bahwa kalender Islam memulai harinya dari terbenamnya matahari sebagai acuan (kalau hal yang terakhir ini juga direvisi, sudah tentu perhitungan akan berubah). Dua alasan ini menjadikan wujudul hilal sebagai kriteria yang logis dan ideal sebagai awal bulan baru kalender Islam. Menambah kriteria tambahan dari imkanu rukyat dalam perhitungan sama artinya dengan: “Marilah kita lupakan semua ijtihad kita. Untuk mengurangi perselisihan dan tekanan dari pihak yang tidak setuju dengan ijtihad kita, mari kita ikutin saja pendapat mayoritas di Indonesia”. Kalau hanya itu alasannya, saya kira itu memang tidak mudah untuk dilakukan.

        Apa itu hisab yang menghormati hadits Rasul? Apakah termasuk ketika cara yang dipakai zaman Nabi adalah kuno dan usang? Kalau anda tidak setuju dengan pernyataan ini, memang ada perbedaan dalam tipe keyakinan agama, bukan pada cara-cara ilmiah yang dipegang. Kalender berdasar visibilitas hilal adalah kalender lokal ( meksipun kalender 100% hanya bedasar wujudul hilalpun tidak jauh berbeda sifat lokalitasnya). Sebagai gambaran, saya tinggal di belahan bumi utara yang cenderung tidak bisa melihat hilal pertama awal bulan seperti yang bisa dilihat di daerah lain seperti di Indonesia. Sejak 15 tahun yang lalu tinggal di sini, saya belum pernah mendengar laporan kalau hilal pertama bisa diamati dari tempat saya, meskipun di daerah lain sudah teramati (saya dengar paling tidak sudah 30 tahun dengan kondisi yang sama). Kalau negara ini adalah negara Islam, sepertinya sudah menjadi takdir kalau disini kalender akan hampir selalu selisih 1 hari dengan kalender negara yang lain (bukan hanya hari raya saja). Saya kira ini tidak logis, maka untuk kasus ini visibilitas hilal tidak dipermasalahkan lagi, dan akan selalu mengikuti negara lain yang memasuki bulan baru lebih dulu.

        Kriteria imkanu rukyat memberi acuan kapan hilal bisa terlihat, tapi tidak bisa memberi pembuktian apakah hilal benar-benar bisa dilihat, apalagi apakah hilal benar-benar *TIDAK* bisa dilihat. Landasan utama dari kriteria ini adalah catatan observasi, sesuatu yang sangat tergantung kondisi tempat. Kriteria ini juga tidak berlaku universal, mengingat visibilitas hilal adalah tujuan utama, sehingga akan berbeda dari tempat satu dengan yang lain (contoh, Pak Djamaluddin mengajukan kriteria imkanu rukyat khusus untuk Indonesia sedikit berbeda dengan yang lain). Kompromi untuk memilih kriteria imkanu rukyat pun akan lebih banyak berdasar pertimbangan politis, bukan dari sudut pandang keilmuan lagi. Terlebih lagi, kompromi ini tidak bisa dibawa untuk menyatukan kalender global Islam — lagi-lagi karena kriteria nya bersifat lokal. Jadi imkanu rukyat bukan obat penawar ampuh untuk permasalahan perbedaan hari raya di dunia Islam. Hanya hisab yang tidak terlalu mengutamakan visibilitas hilal yang bisa memberi harapan penyatuan kalender Islam di dunia.

      • Mas Agus, saya tertarik dengan ulasannya. Oke lah kalau Mas Agus berkeyakinan hisab wujudul hilal itu sederhanya dan memberi “kepastian”, sedangkan hisab imkanur ru’yah rumit dan tidak memberi “kepastian”. Tampaknya saya sudah tidak ada lagi yang akan disampaikan, karena memang sudah beda dalam melihat kedua masalah tsb.

        akan tetapi saya tertarik membaca paragraf terakhir Mas Agus, saya kutipkan berikut pertanyaan disebelahnya dalam [ ]:

        “Kriteria imkanu rukyat memberi acuan kapan hilal bisa terlihat, tapi tidak bisa memberi pembuktian apakah hilal benar-benar bisa dilihat, apalagi apakah hilal benar-benar *TIDAK* bisa dilihat.

        [ saya setuju dengan statement ini. Tapi dengan terus mengupdate kriteria imkaanur ru’yah sesuai dengan penelitian astronomis yang terus diupdate, probalilitas akan terlihat itu akan sangat mendekati bisa terlihat?

        Hal kedua: apakah hisab imkanur rukyah MEWAJIBKAN bulan benar-benar bisa terlihat mata / teropong? Dalam pandangan saya tidak wajib. Tapi minimal, pertanggungjawaban secara keilmuan selesai, dengan menggunakan kriteria yang updated (misalkan 4 derajat, dst). Demikian juga pertanggung jawaban secara dalil hadist selesai (dalil yang meminta melihat bulan (artinya bulan terlihat minimal secara keilmuan/perhitungan)).

        ]

        “Landasan utama dari kriteria ini adalah catatan observasi, sesuatu yang sangat tergantung kondisi tempat.”

        [ Setuju denggan ini. Akan tetapi catatan observasi yang bersifat komulatif, yang terus memperbarui kriteria. Artinya, faktor kondisi tempat, tidak revelan lagi. Sama spt quick count, jika sample nya banyak, maka keanehan disatu responden, tidak mempengaruhi hasil akhir (ini hanya sekedar contoh) ]

        “Kriteria ini juga tidak berlaku universal, mengingat visibilitas hilal adalah tujuan utama, sehingga akan berbeda dari tempat satu dengan yang lain (contoh, Pak Djamaluddin mengajukan kriteria imkanu rukyat khusus untuk Indonesia sedikit berbeda dengan yang lain). ‘

        [ apakah betul tidak bersifat universal? Jika Anda, menghendaki bulan benar-benar bisa terlihat secara mata/teropong, maka mungkin Anda benar (bahwa kriteria imkanur ru’yah tidak bersifat universal.

        Tapi pertanyaan saya: apakah hisab imkanur ru’yah MEWAJIBKAN hilal BENAR-BENAR bisa terlihat secara mata/teropong? Kan tidak…

        Dalam pemahamam saya, KRITERIA hisab imkanur ru’yah ini, semata mendekatkan diri dengan keinginan dalil hadist, bahwa bulan dapat (or at least kemungkinan besar sangat bisa) terlihat tanpa mewajibkan Bulan/hilal HARUS benar-benar terlihat dengan mata/teropong ]

        “Kompromi untuk memilih kriteria imkanu rukyat pun akan lebih banyak berdasar pertimbangan politis, bukan dari sudut pandang keilmuan lagi. ”

        [ yang ini saya tidak setuju. Jika kriteria sudah disepakati, semua orang bisa jadi watch dog, apakah benar ada unsur politis yang masuk.

        Pemikiran saya jika semua unsur tidak terpenuhi, maka tetapkan saja istikmal. Kalau dilihat contoh2 yang diberikan oleh yang memberi komentar diatas: Contoh seperti PERSIS, menetapkan istikmal, murni berdasarkan kriteria imkanur ru’yah. http://persis.or.id/?mod=content&cmd=news&berita_id=1377 dan tidak mewajibkan Hilal dapat atau tidak dapat dilihat dengan mata/teropong.

        Kriteria yang dipakai jelas. Kalau jelas, tinggal dilihat saja hasil konsideran sidang itsbat, apakah sesuai dengan logika ilmu hisab imkaanur ru’yah?

        Yang masuk unsur politis sebenarnya adalah metode ru’yah murni yang tidak mengindahkan kaidah ilmu. Pengakuan sembarangan orang yang mengatakan mampu melihat hilal, diterima begitu saja, padahal ini bertentangan dengan logika ilmu. Disini faktor politis masuk. Iya. Tapi kalau metode ru’yah murni (dg mata/teropong) dikesampingkan, hanya murni memilih antara wujudul hilal atau imkanur ru’yah, saya rasa tidak revelan unsur politis masuk.

        Justru saya menyesalkan, di sidang itsbat, wakil muhammadiyyah “memaksakan” ru’yah murni Cakung diterima. Padahal semua kita tahu (termasuk Muhammadiyyah), pada jam tsb, menurut logika ilmu hilal mustahil untuk dilihat? Apakah ini juga tidak boleh dikatakan Muhammadiyyah masuk dalam tataran politis untuk mempengaruhi sidang itsbat? Jika muhammadiyyah konsisten dengan wujudul hilalnya, sewaktu sidang itsbat, cukup meyakinkan saja kepada floor, itulah keyakinan kami, tanpa meminta ru’yah cakung diakui. Karena dengan pengakuan spt itu, orang akan bertanya landasan astronomis mana yang mendukung penglihatan hilal Cakung tsb? ]

        “Terlebih lagi, kompromi ini tidak bisa dibawa untuk menyatukan kalender global Islam — lagi-lagi karena kriteria nya bersifat lokal.”

        [ Kalau kalendar global islam, menurut saya masih banyak kendalanya, salah satunya mengenai penentuan mathlaq, apakah local juga atau di salah satu negara islam, atau di salah satu negara mana saja, atau khusus mekkan saja. Terlalu jauh menurut saya pembahasannya.

        Ini kita batasi sekedar membandingkan hisab wujudul hilal (yang menurut Prof sudah usang (demikian jg dengan saya -red, mohon tidak tersinggung)) vs. hisab imkanur ru’yah ]

        “Jadi imkanu rukyat bukan obat penawar ampuh untuk permasalahan perbedaan hari raya di dunia Islam. Hanya hisab yang tidak terlalu mengutamakan visibilitas hilal yang bisa memberi harapan penyatuan kalender Islam di dunia.”

        [ dalam pandangan saya hisab wujudul hilal dan hisab imkanur ru’yah itu tidak ada bedanya secara fundamental. Dia sama sama besifat non-local, bisa dipakai universal, sama-sama tidak mewajibkan hilal benar-benar terlihat mata/teropong, dst. Jadi seperti saudara kembar, yang pakai baju beda, satu kuning, satu hijau. Bedanya hanya di jumlah parameter yang digunakan serta titik threshold di masing -masing parameter itu. Sesedarhanya itu…
        ]

      • @nazar: saya rasa penjelasan anda sangat jelas sekali. ya memang begitulah adanya. semga kita semua bisa memahami ini. salam…

      • @Nazaruddin Ilham
        Kompromi, dalam arti kompromi penentuan kriteria imkanu rukyat, bukan kompromi setelah kriteria disepakati. Contohnya kriteria tinggi bulan 2 derajat, dari mana angka ini muncul? Silakan mencari catatan observasi yang dipertanggungjawabkan bahwa hilal memang bisa diamati di Asia Tenggara, misal dengan tinggi 2.1 derajat. Dengan kriteria yang bisa diubah-ubah menurut kebutuhan, juga berarti bahwa kalender tidak belum bisa dipastikan untuk tahun-tahun jauh ke depan, karena bisa saja sebuah observasi yang valid memaksa perubahan kriteria imkanu rukyat setiap saat.

        Saya tidak mencoba mengatakan bahwa kriteria imkanu rukyat tidak valid dan tidak pantas untuk salah satu kalender hisab Islam. Kembali ke permasalahan awal, saya hanya mencoba menegaskan bahwa wujudul hilal bukanlah metode usang dan kuno dalam konteksnya. Usang dan kuno hanya bisa dipahami ketika orang menggunakan itu sebagai metode pemandu penampakan hilal, padahal ini adalah sesuatu yang memang sudah ditinggalkan dengan ijtihad Muhammadiyah.

        Bagi saya perbedaan antara wujudul hilal dan imkanu rukyat adalah fillosofis dan sifatnya ijtihadiyah. Menurut Muhammadiyah penampakan hilal hanyalah sebuah metode kuno sebagai pendekatan untuk mengetahui siklus bulan, sehingga sesuatu layak untuk ditinggalkan dan diganti yang kriteria yang lebih ideal. Sedang imkanu rukyat mengaggap itu sebagai syarat wajib, dan mencoba mendekatinya meskipun hanya dengan setengah hati.

    • Betul, sebaiknya ke pakar an prof di uji secara ilmiah secara global, di adu dengan kepinteran pakar astronomi jerman, inggris, francis dan USA, kalo dari sisi syari’ah spt yg anda bilang siapa yg meragukan kadar keilmuan ulama2 arab saudi, mesir dan negara2 yg telah menentukan iedul fitri tgl 30 agustus 2011.

  41. Mungkin akan lebih baik jika saya tdk ikut-ikutan memberi komentar masalah ini. Saya khawatir nantinya saya akan termasuk orang yg asal bicara tanpa didasarkan pada ilmu yg memadai walaupun sebenarnya saya pernah mendapatkan pelajaran Ilmu Falak di bangku kuliah dan beberapa kali ikut Diklat Hisab Rukyat.

    Sekarang ini banyak orang yg pandai bicara dan kasih komentar walaupun sebenarnya ia tdk mempunyai kapasitas dan kapabilitas di bidang itu. Nwn.

  42. Prof Thomas, menurut hemat saya tentang usulan kriterial imkan rukyat nya saya rasa tidak akan ada masalah. Yang kemudian menjadi masalah adalah pernytaan bahwa kriteria wujudul hilal sudah usang. Mungkin bisa kita tengok, justru Fiqih Council of North America http://fiqhcouncil.org/ sepertinya (akhirnya) menggunakan kriteria wujudul hilal untuk penetapan awal ramadhan dan syawal di Amerika. Apakah mereka juga anada katakan usang, ditengah banyak pakar astronomi di US?

  43. Saudaraku semua, idul fitri belum usai. kenapa pada gontok2an dengan mmmbacot yg nggak baik.
    Kebenaran hanya milik Allah SWT.
    Indonesia ini banyak orang pinter, pinter ngomong dg ngaku bener, pinter ngomong yg lain jadul, pinter menghasut dan pinter-pinter lainnya. Padahal mereka yg pinter tp keblinger, mungkin termasuk saya.
    Makanya bagaimana indonesia akan maju kalo kita masih pada keblinger. Nuwun….
    “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS: Ar- Rad 11)

  44. Berita minggu lalu yg masih perlu dibaca. Jelas sudah siapa yg usang dan siapa yg benar.

    NU: Hari Ini 1 Syawal, yang Puasa Segera Berbuka
    Selasa, 30 Agustus 2011 15:26 WIB

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KH Maulana Kamal Yusuf, salah satu ulama besar di Jakarta yang juga menjabat Rois Suriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta, mengatakan, hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 H. Bagi umat muslim yang masih melaksanakan ibadah puasa dianjurkan untuk segera berbuka puasa.

    Kiai Kamal mengaku telah mengambil sumpah 3 orang saksi yang melihat hilal pada Senin (29/8) kemarin di Pondok Pesantren Al Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur. “Ketiga saksi yang bersumpah melihat hilal tepat saat waktu Maghrib. Posisinya miring ke selatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit,” kata Kiai Kamal kepada Republika, di Jakarta, Selasa (30/8).

    Kiai Kamal menjelaskan, rukyat di Cakung dilakukan dengan tiga metode rukyat. Masing–masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.

    Namun, petugas dari Pengadilan Agama Jakarta Timur yang berada di lokasi saat itu, enggan mengambil sumpah ketiga saksi yang telah melihat hilal. Bahkan, petugas tersebut meninggalkan tempat rukyat sebelum pengambilan sumpah.

    Karena tidak ada yang mengambil sumpah, Kiai Kamal lalu diminta untuk mengambil sumpah ketiga saksi tersebut. Didamping Ketua Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab, dan Pimpinan Pondok Pesantrean Al Itqon, KH Mahfud Assirun.

    “Ketiga saksi bersumpah, Demi Allah, melihat hilal tepat saat waktu Maghrib. Posisi hilal miring keselatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit,” kata Kiai Kamal.

    Hasil rukyat di Cakung sempat dilaporkan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Ahmad Jauhari, di depan Sidang Isbat. Namun, kata Kiai Kamal, pemerintah menganggap hilal tidak mungkin dirukyat, karena posisinya di bawah ufuk. “Tapi kita yang merukyat, melihatnya di atas ufuk,” ungkap Kamal.

    Menurut Kamal, telah terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dengan saksi yang melihat hilal. “Pemerintah berijtihad, kita juga berijtihad. Tapi, ijtihad pemerintah tidak bisa membatalkan ijtihad kita,” kata Kamal menegaskan.

    Karena itu, tim rukyat di Cakung, mengambil keputusan bahwa hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 Hijriah. “Bagi yang saat ini masih berpuasa dianjurkan untuk segera berbuka. Karena haram hukumnya berpuasa pada 1 Syawal,” kata Kamal.

    Kegiatan rukyat di Cakung, tepatnya di Pondok Pesantren Al Husainiah, Pimpinan KH Muhammad Syafi’I, sudah berlangsung selama 50 tahun. Rukyat di Cakung tidak hanya dilakukan setahun sekali menjelang Lebaran saja, tapi dilakukan setiap bulan untuk mencocokan dengan perhitungan hisab.

    KH Muhammad Syafii sendiri mampu melakukan hisab rukyat dengan 11 cara. Pada rukyat Senin (29/8) kemarin, kesebelas cara itu digunakan. “Sembilan cara hisab menyatakan hilal di atas ufuk, hanya 2 cara hisab yang di bawah ufuk,” kata Kiai Kamal.

    Tweet
    152100 reads
    elma , Sabtu, 3 September 2011, 19:57

    naa…! tu khan..jadi siapa yang bertanggung jawab atas dosa dan keharaman yang dilakukan umat, yang masih berpuasa di hari selasa..hanya karena patuh dengan aturan pemerintah, yang akhirnya menyesatkan
    Balas
    rudi minsstreet, Sabtu, 3 September 2011, 11:22

    awal dri peperangan …
    Balas
    RUDI HENDRIK, Jumat, 2 September 2011, 09:18

    inilah bukti kesombongan penguasa yang zhalim dan kesombongan dari perpecahan
    Balas

    fadli, Jumat, 2 September 2011, 08:22
    Nah lo, suryadarma ali nanggung dosa org se-indonesia yang puasa hari selasa tuh

    • itu haruz diliat siapa yg rukyah dlu. Tau bener g tentang hilal? yg ada di cakung di analisa dlu apakah mereka paham benar tentang ilmu falak & astronomi? Di langit pd tgl tersebut ada venus yg posisinya dekat dg matahari dan itu yg mengganggu rukyah dan mengecoh para pengamat, venus tsb dianggap hilal.
      truz alat yg digunakan bwt pengamatan hilal oleh cakung masih sangat tradisional, jadi kesaksian terliatnya hilal oleh pihak cakung dipertanyakan meski mereka telah melakukan sumpah.

      • Rumor yang berkembang: Menurut sebagian pengamat di Ancol, yang terlihat oleh pengamat cakung itu adalah “kembang Api” masyarakat yang akan berlebaran tanggal 30… tapi ini hanya rumor yg belum bisa dikonfirmasi. Jadi abaikan saja.

      • Nazaruddin Ilham kyaknya ahli falak y? dari logatnya kya’ org jawa, dari jateng atau jatim?

    • KH Maulana Kamal Yusuf memang seorang ulama. Tapi sedikit sekali ulama yang mendalam pemahamannya tentang astronomi. Bagaimana dia menerima pengakuan orang yang melihat hilal 3 derjat. Padahal semua hitung2an astromomis mengatakan hilal MUSTAHIL bisa dilihat???

    • Aneh bin ajaib, masa hilal ada di 3 tempat : “Masing–masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.” mana mungkin… ilmu dari mana itu?

      Saya heran kenapa orang selalu mempersoalkan dosa puasa di lebaran, mbok yao pikirkanlah dosa meninggalkan puasa sehari.

      • @mas hasan: pd tgl 29 agustus 2011 jam 10:04 usia bulan berdasarkan peredarannya sudah genap 1 bulan karena bulan sudah full mengelilingi bumi. sesuai dengan hadist rasululullah kalo jumlah hari dalam ramadhan itu 29 hari dan 30 hari, kalo mau menunggu jumlah ramadhan yg 30hari insya Allah Ramadhan tahun depan mas.

      • @mas hasan : sekedar sharing di tahun depan sudah dapat diprediksi akan ada perbedaan jumlah hari dalam bulan ramadhan berdasarkan makkah kalender dan kalender jawa (kalender islam versi jawa yg di adopsi dari tahun saka yg mulai digunakan pada zaman sultan agung mataram).
        2012M/1433h
        makkah kalender 1 ramadhan 21 juli 2012 1 syawal 19 agustus 2012
        jawa kalender 1 ramadhan 20 juli 2012 1 syawal 19 agustus 2012
        akan terlihat 1 syawal nya akan sama tetapi 1 ramadhan nya yg berbeda.
        ini baru prediksi loh… salam damai

      • ooo begitu, kenapa anda merujuk kalender jawa? saya jadi ingin tahu bagaimana kalender jawa menetpkan awal bulan… apa anda faham?

  45. Saya setuju dengan mas Indro Pranoto, hanya perlu ada usulan kepada para pemuka/pakar/kyai/ulama/profesor agama, ribut-ribut mengajak bersatunya jangan hanya dalam hal Lebaran saja, tetapi menyeluruh, sebab Islam itu satu mestinya ya serba satu dan bersatu. Sanggup ndak, tuh bersatu dalam segala hal.

    • Selama ini semua ormas SIAP untuk bersatu. Hanya saja Muhammadiyyah masih taqlid buta dengan metodenya.

      • apakah ini bukan kesombongan Mas Nazar?

      • Maaf mbak utammi, kalau kata-kata saya “vulgar”. Tapi upaya penyatuan ini sudah berlangsung dari tahun 99. Sampai sekarang, tidak kelar-kelar. Silahkan anda cari tahu apa penyebabnya.

  46. Tampaknya memang sudah ada niat harus beda dengan Muhammadiyah biar masyarakat menjelek-jelekan Muhammadiyah dan mengatai : memecah belah umat-lah, nggak mau musyawarah-lah, kaku-lah, jumud-lah, kuno/ulang-lah.
    Masya Allah, tokoh2 Islam yang menerima amanah dari rakyat dan habis puasa lagi kok perilakunya sejahat itu.

    • Dek Tie Tie, pelajari dululah astronomi dasar. Baru berkomentar. Jangan berkomenter yang anda minim pengetahuan tentangnya.

  47. Hisab adalah perhitungan matematis manusia yang masih bisa ada kesalahannya, sedangkan rukyatul hilal berhubungan dengan takdir Allah SWT yang mutlak kebenarannya.

    • Dek Prabu, oleh karena itu, ru’yah itu tetap perlu dilakukan, Akan tetapi agar kemungkinan ru’yah itu menghasilkan hasil yang sama dengan Muhammadiyyah, maka Muhammadiyyah harus berani ikut trend global, tinggalkan metode kuno wujudul hilal, beralih ke yang lebih baru dan lebih teruji secara pengamatan astronomis

  48. saya lebih menyukai jika judul tulisan bapak diperhalus, jangan terlalu profokatif; supaya lebih mudah untuk memper-erat silaturahmi dgn umat Islam secara keseluruhan (semua golongan)

    persepsi “melihat hilal” ini bisa saya umpamakan demikian:

    dikerumunan teman2 saya membawa gelas, lalu minta rekan2 melihat dan memperhatikan, lalu bertanya : apa isi gelas yg kupegang ini?
    si A : banyu mas!
    si B : ca’ik akang!
    si C : Air bang !
    si D : that is water, bro!
    si E : itu H2 0, ada ikatan Hydrogen dgn Oksigen

    semuanya tidak ada yg salah, si A,B,C,D “melihat” dgn mata sedangakn si E “melihat” dgn pengetahuan-nya bahwa air itu terdiri dari senyawa hydrogen dgn Oksigen.

    dlm konteks “melihat hilal” terjadilah perbedaan persepsi “melihat” dgn mata atau dgn pengetahuan?

    padahal si A,B,C & D juga tahu kalau air itu senyawa H2O.

    … bagaimana ‘mempersatukan nya” ????

    Wallahu ‘alm bi sawab

  49. Memang sepertinya seperti itu pak dari yang saya tangkap.
    Dari paper-paper yang direfrer oleh pak Thomas, juga semuanya memang berhaluan pada keyword: “visibility criterion of crescent” jadi ya gak nyambung sama wujudul hilal.

  50. kebanyakan komentar puyeng bacanya!
    tapi adakah diantara anda semua yang notice bahwa prof Jamaludin sebenernya setuju 1 syawal 1432H jatuh pada 30 Agt 2011?!!!?
    Liat saja penanggalan bulan di kalender & jam otomatis blognya! 30 Agt sdh 1 syawal! hitung aja!

    Nah ini apa maksudnya prof itu `menghantam habis orang yg lebaran tgl 30 Agt` tp kalender blognya sendiri berbeda dengan statemennya? *malu dong* -jgn2 hbs ini diganti jam & tanggalnya sama beliau 🙂 –

    Sama skali ga bela muhammadiyah sih, anggota jg bukan, tapi kita butuh berjamaan 1 dunia bukan cuman 1 negara doang kan?! masa puasa arofah beda2? mmg hari arofah utk haji boleh beda gitu?

    • Bacalah yang teliti dan fahami soal kalender sebelum berkomentar. Di widget fase bulan sudah ditulis itu kalender Umul Quro, yang belum tentu aplikatif di semua wilayah. Kalender itu tidak mungkin pribadi, karena keberalakuannya harus jelas. Kalau saya buat kalender, lalu berlaku untuk siapa? Di Indonesia ada Taqwim Standar, sebagai kalender hijriyah baku nasional. Masing-masing orang membuat kalender sendiri yang berlaku untuk ormasnya. Kalender yang dicantumkan oleh pembuat widget kebetulan kelender Umul Quro yang kadang dijadikan rujukan bagi orang yang akan ke Arab Saudi untuk umrah atau haji.

      • makanya prof biar org gak bingung dengan widget fase bulan tsb, lebih baik prof juga bikin kalender donk, mana contoh kalender yg prof buat, saya mau lihat kreatifitas keilmuan prof dalam menentukan hari arafah nanti berdasarkan hitungan astronomi yg prof yakini, atau apakah prof masih ragu2 hingga pada tgl 1 zulhijah kita wajib melihat hilal lagi. salam damai

      • Tolong Prof., Pemerintah RI (Kementerian Agama) supaya setiap tahun membuat Kalender Hijriah Taqwim Standar Imkanur rukyah versi Pemerintah RI, kemudian dicetak dan dipublikasikan secara luas. Syukur, kalau dibuat sekalian software-nya lalu didistribusikan ke khalayak. Terimakasih

      • Usulan yang baik dari Eko Mardiono.

        Prof, apakah Kemenag/MUI ada fungsi/bagian yang otoritative menerbitkan kalender baru sesuai dengan kriteria imkanur ru’yah? Jika kalendar ini ada mungkin bisa di-“adu” antara Kalender Muhammadiuyyah vs Kalender Kemenag/MUI ini, lalu bisa diperdebatkan secara ilmiah di ruang publik (kalau bisa diiput media massa sekalian: DISKUSI ILMIAH MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM).

        Bagus untuk pembelajaran bagi masyarakat.

  51. Prof. Adakah Journal ilmiah ataupun textbook yang mengkaji masalah ini ? saya kurang yakin dengan forum-forum seperti ini, karena ini tidak ilmiah. Mungkin Prof pernah mempublikasikan masalah seperti ini di jornal, kalu ada saya minta linknya ! terima kasih atas diskusi ini Prof. thank

  52. Wahai Saudaraku seiman, janganlah terjebak dengan artikel dihadirkan oleh profesor ini yang pada kenyataanya hanya ingin mencari uang biar lamanya banyak dibaca orang dan menjadi (Top Page Rank). Sekali lg Berpegang teguhlah kalian dijalan Allah Wahai seluruh Muslimin didunia di jalan Allah SWT dan jangan bercerai-berai.

    • Wahai sodara anti sok paling benar: jangan suudzon… Anda beranggapan prof sengaja bikin kontroversi agar jadi Top Page Rank??? Istighfar sodara….

      Emang laman prof ini penuh dengan iklan, untuk cari uang? Astaghfirullah…

    • hati-hati..tuduhan yang tidak beralasan..

    • @anti sok paling benar,,,saya juga anti sok orang paling benar komentar

  53. Yg pake hisab dan rukyat duduk bersama, lalu bersepakat : Jika hasil hisab=rukyat, maka lebarannya sama2, tetapi apabila beda, keduanya pun harus legawa dan menjadikan Mekkah sebagai pemersatu, dengan demikian semuanya bersatu…..Ok?

    • Bukan Mekah mas sbg pemersatunya tapi Allah SWT sebagai pemersatunya, melalui Ayat2nya di dalam Alquran dan melalui Hadits2 Nabi Muhammad SAW.

      • Betul Prabu… Allah SWT pemersatu umat ini… Marilah kembali kepada Al-Quran dan Al-Hadist

      • setuju,. Allah telah menjadikan mekkah sebagai tempat yg suci, karena disanalah ka’bah, lihatlah pada saat pelaksanaan ibadah haji, berduyun-duyun orang dari segala penjuru dunia berziarah ke tanah suci untuk melaksanakan panggilan suci melaksanakan ibadah haji.
        Semua jemaah patuh dan tunduk pada aturan ulil amri disana, tidak ada bedanya semua sama, semua bertasbih dan memuji kebesaran Allah.
        Blunder penetapan 1 syawal tahun 2011 versi pemerintah perlu di ktritisi :
        1. sudah tau secara ilmu astronomi yg diwakilkan oleh pendapat pak prof bahwa HILAL tak mungkin terlihat di wilayah Indonesia untuk apa dilakukan sidang itsbat ?? kenapa sidang itsbat dan pemantauan HILAL tidak dilakukan pada saat tgl 30 agustus 2011.
        2. kalender yg beredar di masyarakat rata2 sudah menjelaskan bahwa iedul fitri jatuh pada tgl 30 agustus 2011 knp hal ini tidak di ralat oleh pemerintah?? apakah ini salah satu cara Allah yg dengan ilmu nya ingin memberikan petunjuk kepada manusia, krn kejadian ini baru pertama kali terjadi.
        saya yakin ada juga ummat yg tidak terafiliasi dengan ormas-ormas tertentu, lantas gimana dengan ummat yg tidak terafiliasi dengan muhammadiyah tapi secara keyakinan ingin sholat iedul fitri mengikuti arab saudi, demi keadilan harusnya pemerintah memfasilitasi hal tsb. saya salah satunya yg berpuasa hanya sampai tgl 29 agustus tp sholat iedul fitri tgl 31 agustus. adakah jalan tengah untuk yg berkeyakinan seperti saya (tidak ikut muhammadiyah tapi ingin sholat iedul fitri mengikuti kota suci mekkah).

    • Usulan syekhieran ini baik. Sebenarnya hasil hisab tidak sama dengan ru’yat itu BISA dihindari, dengan sama-sama memperbaiki kriteria masuknya bulan baru pada model perhitungna hisab. Kriteria ini yang sudah lama di gagas Pak Prof. Beberapa kalangan sudah menerima, tapi masih ada 1 kalangan yang “tertutup”

  54. gak hanya supporter bola, orang bodoh yg mengandalkan emosi saja susah jd dewasa….

    belajar banyak ja dulu dari alm. Buya Hamka ya. Seorang yg lembut dan berbesar hati mengakui kekhilafan tarjihnya, tanpa malu mau menerima pembaharuan…

  55. Saudara2ku dari golongan mana saja marilah kita pahami ayat Alquran :”Athiullaha wa athiurrasul wa ulil amri minkum”, pasti kita sepakat bahwa tidak ada parintah untuk patuh pada golongan apalagi sampai menentang pemerintah, karena menentang pemerintah sama artinya dengan menentang ayat Alquran tsb. Kalau perintah Allah dalam Alquran saja kita langgar, bukan tidak mungkin pendapat orang lain pasti tidak kita sutujui juga. Pemerintah kita bukanlah pemerintah yang dholim, jadi tidak ada alasan untuk tidak kita patuhi.

  56. Komentar2 disini sudah pada ngawur dan tidak lagi berdasar pada logika yang sehat dan tidak lagi berdasar pada Alquran dan Hadits Nabi SAW, contoh nya spt comment sdr. MNA tgl 5 Sept 2011, menggunakan ayat :”Lakum dii nukum waliyadiin”, padahal ayat tsb adalah ayat yang ditujukan untuk orang kafir tapi oleh MNA ditujukan untuk menyerang saudara kita sendiri sesama muslim, marilah kita belajarlah memahami Alquran dan Hadits Nabi SAW secara benar, sehingga tidak asal comot saja pada ayat Alquran atau Hadits Nabi SAW.
    Selain itu ada Comment yang dengan mudah menuduh sesama muslim goblok, munafik dll, Ingat saudara2ku Nabi SAW tidak pernah mencontohkan sikap kasar spt itu.

  57. Yth Profesor,

    Kasus lebaran tahun ini adalah Muhammadyah lebaran hari selasa sama juga dengan negara arab saudi, mesir dll, sementara RI hari rabu. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah mungkin jika kita satu Bumi terjadi perbedaan waktu selama 24 jam? Terus terang saya tidak mudeng dengan perhitungan kalender sistem bulan.

    Masih bingung dengan kalimat ini:

    Walau kalender Ummul Quro Saudi Arabia sama masih menggunakan kriteria wujudul hilal, belum tentu wujudul hilal di Indonesia sama dengan di Arab Saudi.

    pakah Arab saudi dan iNdonesia bisa beda 24 jam jika dihitung dengan kalender BUlan?

    Terima kasih

    • Tergantung garis tanggalnya yang setiap bulan berbeda. Kalau garis tanggalnya memisalkan Indonesia dan Arab, maka sisi Barat garis tanggal (yaitu Arab) akan memulai lebih dahulu. Sisi Timur Garis tanggal (yaitu Indonesia) akan mengawalinya hari berikutnya. Tetapi kalau kita telusur dalam konteks bumi yang bulan, keduanya menyambung. Perubahan nama hari sebabkan kerana kita melintasi garis tanggal internasional. Misalkan 1 Muharram di Saudi Senin, bila kita telusur ke Barat di Afrika, Eropa, dan Amerika juga Senin. Sesudah menelusur sampai Amerika, kita teruskan ke Barat. Karena di Pasifik ada garis tanggal internasional, ketika menyeberang ke Asia (termasuk Indonesia), naam hari berubah menjadi Selasa. Jadilah 1 Muharram di Indonesia Selasa.

      • ” Kuncinya, kriteria tsb hrs disepakati oleh semua otoritas semua kepentingan”
        Waaah, berarti kalender imkanu ruyat kalau benar bisa dibuat hanya bisa digunakan 2 kali pemakaian donk pak…., iedul fitri dan haji.
        Setelah itu yg berlaku kalender hisab wujudul hilal ummul quro laaagi?
        Kayak teh celup aaaja pak…. Dua kali pakai lalu buang”

      • Duh duh… Dek Agres, kok gak ngerti2 juga penjelasannya… Kalau di Indonesia Senin, belum masuk bulan baru, tapi di Saudi 4 jam kemudian masuh bulan baru, ya berarti di Saudi 1 Muharram Senin, di Indonesia 1 Muharram Selasa.

        apakah dengan wujudul hilal versi Muhammadiyyah, bisa dipastikan Saudi 1 Muharram Senin, Muhammadiyyah 1 Muharram juga Senin??? Lah enggak laah yaaww… Bisa sama bisa juga beda… Kan Muhammadiyyah berpatokan mathlaq Indonesia (pengukuran hilal suda wujud pakai Mathlaq Indonesia), Sementara Saudi berpatokan Mathlaq Saudi. Jadi PASTI ada kemungkinan BEDA mas bro…

        Jadi apa untungnya pakai wujudul hilal versi Muhammadiyyah, toh tidak memberikan kepastian, bahwa 1 Muharram juga sama antara Indonesia dan Saudi? Padahal yang diimpikan seluruh umat Islam seragam kan?

        Oleh karena itu mari kita bersatu dulu di Local Indonesia. Bisakah??? Pasti bisa! Asal kita meninggalkan ego masing-masing, dan tidak jumud dengan metode-metode yg selama ini kitta sudah pakai.

        Deskripsi anda tentang “teh celup” menyiratkan anda belum mengerti apa yang dibahas di lapax ini. Salam damai.

      • Waaah wahh nampak sekali disini…., siapa sebenarnya yg membabi-buta…
        Nggak mengapa koq, ok.., mari kita dukung. Pak djamal membuat kalender taqwim standar ala imkanu ruyat yang berlaku utk siapa? Berlaku utk kita semua. Karena ditangan pak djamal memungkinkan utk itu.
        Jangan bicara dalil dulu, krn tdk akan ketemu spt pak djamal bilang..
        Mari pak djamal…, bikin kalender ideal yg tidak menyalahi kaedah kalender itu sendiri.
        Tanpa hrs melalui otoritas tertentu tiap kali menentukan awal penetapan bulan qomariyah.
        Sehingga kalender imkanu rukyat dipandang sbg kalender yg sahih dan tdk bernilai teh celup lagi…
        Mari pak Djamal… Bisakah?

    • @argres,,coba siapa yang paling tidak mau bergabung????anda tau?? dari seluruh ormas yang ada???

  58. untuk semuanya, link berikut mudah2an bisa membantu:

    Dosakah Meninggalkan 1 Hari Puasa Karena Berpegang Pada Hisab?


    http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/menyoal-metode-hisab.html

    kalau masih juga berputar-putar…, wah saya gak tahu lagi apa yang anda inginkan.

    monggo…

  59. Kenapa bisa seramai ini ya…

  60. Thanks Prof, artikelnya bagus sekali untuk pencerahan dan menambah (memperluas) wawasan pengetahuan. Saya tunggu artikel2 seperti ini berikutnya. 🙂

  61. Thanks Prof, artikelnya bagus sekali untuk menambah (memperluas) wawasan pengetahuan sebagai proses pembelajaran.

    Saya tunggu artikel2 seperti ini dari prof berikutnya. 🙂

  62. ini argres, pengembara dan yang kontra keliatan banget ga cerdasnya dan fanatiknya dan tidak toleransinya dan ga punya dasar pemikiran…selamat berdebat..kalau ngomong sama orang tipe argres,pengembara dan yang kontra ga akan pernah selesai, kerjanya cuma kontra didepan komputer tanpa dasar ilmu…keliatan banget sebulan kemaren ga puasa…ga bisa nahan emosi pasca ramadhan 😀

    • @saya: hahaha, anda ini begitu comment isinya cuma bisa kasih kommentar komentarnya orang lain aja, otaknya dipake donk mas, justru di forum ini terlihat kebesaran Allah, tinggal gimana kita mau memilih dan memilah gak taqlid buta sama org pintar, kalo semua orang pintar trus gak ada orang bodoh nanti gak ada orang yg bisa di bodohin donk… wkwkwkwk piss ahh urusan saya puasa atau gak gak perlu deh sy sombongkan kepada anda. saya rasa justru anda yg tidak bisa nahan emosi karena terpancing oleh comment saya, jelas kan siapa yg lebih bodoh dari saya.. wkwkwkwk

      • to Pengembara : sekali o-on tetap o-on, tulisanmu nggak ada peningkatan wawasan / terlanjur taqlid buta pada ormas-mu… , menurutku kamu terlanjur malu dengan kekalahan oleh penulis lain. dan terus melakukan serangan balik coba hitung berapa jumlah tulisanmu yang o-on, kamu “nganggur” ya? kerjanya cuma nunggu komentar… nanti kucarikan kerjaan di dinas PU (pengangguran umum)

      • @cdr: kenali dulu baru menuduh. dah dibilang dari awal saya gak terafiliasi dengan ormas, kalender hijriyah versi muhammadiyah aja saya gak punya. apapun tuduhan sampeyan buat saya suatu pembelajaran, guna nya ada orang oon khan buat pembeda, sehingga jelas mana yg pintar dan o’on, anda menulis 1 comment hanya untuk menghina saya o’on, kalo saya masuk golongan orang o’on berarti anda itu termasuk golongan orang dibawah o’on, krn menuduh tidak pake fakta, menghina tanpa dasar, kalo pake penilaian skala 10 nilai o’on saya 5 berarti anda sekitar 2 kadar ke o’on anda.. salam damai piss ahh, gitu aja koq repot.

      • Orang seperti pengembara ini biasanya umur “nggak panjang” karena kecapekan berpikir cari bahan kesana kemari sebagai bahan debat, dan “jauh dari rejeki” karena nggak ada kerjaan yang menghasilkan uang. ditempat kami ada 3 tapi sekarang tinggal 1, duanya mati tapi itu … (kambing)

      • yah sekali bodoh mah tetep bodoh aja…enak kan manas2in org yang bodoh kaya pengembara ini…kita tinggal liat komen selanjutnya aja…paling2 juga komen sampah.,,,ya nggak pengembara kebodohan yang makin gelap gulita…wkwkwkwkw….justru kebesaran Allah lah menunjukkan orang kaya anda harus dijauhi…bagus komennya : MENJELEKKAN DIRI SENDIRI, ga ngaku kalau puasa (padahal emang ga puasa) wkwkwkw…..

      • @saya dan no oon : betul sekali bung, pengembara memang oon dan diapun mengakui nya, tp menurut saya dia lebih baik, karena kebodohan dia segera diketahui hingga bisa di koreksi, sedangkan anda mungkin kebodohan itu anda bawa sampai mati.

      • sebelum ngotot dengan pendapat masing-masing… sebaiknya kita berpikir dulu jangan membangunkan macan yang sedang tidur !

  63. Membaca komen2 org2 yg kebakaran jenggot dg tulisan2 Prof. Thomas, sy jd paham watak asli warga Muhammdyah. Persis ky ketum-a yg jg kebakaran jenggot, pdhl pak Din tu gak punya jenggot loh. Hahaha
    Tdk segan2 bhs2 kasar dlm komen2 d atas byk dkeluarkn. Aneh-a komen2 tu NGAWUR. Jd lucuuu.. Hihihi
    Wooooy yg kebakaran jenggot…! Smakin bnyk anda komen, smakin jelas anda menampakkan kebodohan anda.. Sayang-a anda gak sadar bhw anda bodoh (jahir murakkab).
    Pak.Prof, komen2 yg ngawur ni gak perlu dtanggapin, percuma saja krn mrk hnya menganggap bhw kbenaran tu hanya ada d Muhammadyah. Pake argumen apapun, mrk tetap akn nolak.

    • warga Muhammadiyah itu INsya Allah manusia biasa yang bisa terpancing suasana, tapi yang gak bisa kubayangkan adalah jika itu terjadi pada warga NU yang dibilang salah oleh Prof. T. Djamaluddin, bukan hanya kata-kata yang keluar, saya yakin celurit dan batu yang bertebaran seperti yang pernah terjadi di masa-masa lampau.., lebih brutal mana ? hayoo?

      • Wadduuhh… dek Ninik horor juga yah… pakai celurit segala… Tapi saya rasa, justru karena warga muhammadiyyah adalah warga yang terpelajar, maka tidak akan terjadi hal-hal brutal sampai keluar clurit segala… Oleh karena itu, debatnya dibawa ke tataran ilmu sahaja lah…

        Kalau NU jangan juga dek Ninik terlalu underestimate… semua ormas berevolusi kok… memang perlu waktu. Dulu NU mengharamkan ru’yah pakai teropong, sekarang sudah boleh. Dulu PERSIS belum menggunakan kriteria terbaru imkanur ru’yah, sekarang sudah… Memang perlu waktu…

        Sy mendukung: Penyatuan Kalender Islam. Sy bukan pendukung NU atau Muhammadiyyah atau ormas lainnya. Saya dukung Prof, semata karena sy lihat peluang untuk bersatu itu besar, kalau Muhammadiyyah mengalah… Dan kriteria2 usulan dari Prof Thomas ini menurut saya yang lebih mendekati kepada menjalankan apa yg diinginkan Rasul SAW, agar idul fitri ditentukan dengan meiihat bulan (melihat disini bisa melihat dengan ilmu, asalkan mengakomodir keterwakilan/ketermungkinan hilal tampak).

        Andaipun tidak bisa usulan Prof ini dijalankan dan ternyata ormas lain yg ngalah ikut Muhammadiyyah, termasuk ulil Amri mau ikut metode Muhammadiyyah, jika ini terjadi saya juga akan ikutin. Yang penting Persatuan Kalender Islam, apapun metodenya, selama ulama, umara, dan ulil albab sekapat, Insya Allah sy akan ikuti…

    • warga Muhammadiyah itu INsya Allah manusia biasa yang bisa terpancing suasana, tapi yang gak bisa kubayangkan adalah jika itu terjadi pada warga NU yang dibilang salah oleh Prof. T. Djamaluddin, bukan hanya kata-kata yang keluar, saya yakin celurit dan batu yang bertebaran seperti yang pernah terjadi di masa-masa lampau.., lebih brutal mana ? hayoo?

    • @muhammadiyah gadungan ini rupanya kebanyakan tidur sehingga komentarnyapun sama sekali ga ada mutunya. baca dan simak dulu diskusi ini..baru komentar. sana kumur-kumur dulu

  64. wes ngene wae..pemerintahe kon memastikan tidak ada lagi perbedaan.pilih wktu yg psti…dan semua rakyat ikut

    • tiap thun jg pemerintah dh ngumpulin para pakar plus ormas plus tokoh masyarakat bwt ngilangin prbedaan. Dah berapa dana coba buat ngadain pertemuan (baik seminar, loka karya, diklat, dll) bwt nyatuin kalender??
      tpi ya teteeepp ae, pertemuan2 ntu cuma sbgai ajang debat, semua kukuuh dg pendapat en metode masing2, pye jal?!

  65. pengembara, O-on saya angkanya 2, o-on anda angkanya 5 … berarti banyakan anda yang oon dibanding saya …………….

  66. Masya Allah ternyata putusan sidang itsbat didasari pikiran jahat. Simak artiket dibawah ini.

    Di Balik “Permainan” Penentuan Idul Fitri 1432 H

    Eramuslim, Jumat, 09/09/2011 10:58 WIB

    Idul Fitri1432 Hijriah kali ini diwarnai perbedaan mendasar. Ada yang sejak awal menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011, namun ada juga yang keesokan harinya, Rabu 31 Agustus 2011. Pemerintah melalui sidang itsbat yang digelar Senin malam 29 Agustus 2011, memutuskan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011, sementara itu warna merah pada kalender sudah tercantum pada tanggal 30 Agustus 2011.

    Perbedaan penetapan 1 Syawal bukan kali ini saja terjadi. Misalnya pada Idul Fitri1428 H dan 1427 H. Pada Idul Fitri1428 H pemerintah sudah menetapkan tanggal merah 1 Syawal 1428 H bertepatan dengan tanggal 13 Oktober 2007. Sedangkan sebagian umat Islam menetapkan 1 Syawal 1428 H jatuh pada tanggal 12 Oktober 2007, yaitu satu hari sebelum tanggal merah.

    Begitu juga dengan Idul Fitri1427 H, keputusan 1 Syawal 1427 H versi pemerintah bertepatan dengan 24 Oktober 2006, sesuai dengan tanggalan merah yang sudah beredar sejak akhir tahun sebelumnya. Sedangkan sebagian umat Islam, menetapkan 1 Syawal 1427 H jatuh pada tanggal 23 Oktober 2006, satu hari sebelum tanggalan merah versi pemerintah.

    Kali ini, pada Idul Fitri1432 H, tanggalan merah versi pemerintah pada hari Selasa 30 Agustus 2011, bertepatan dengan tanggal 1 Syawal 1432 H versi ormas Muhammadiyah, dan ormas NU tingkat wilayah. Namun, pemerintah menetapkan tanggal 1 Syawal 1432 H bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 2011, yang juga tanggalan merah. Karena biasanya warna merah pada penanggalan libur hari raya versi pemerintah dicantumkan dua hari berturut-turut.

    Apa yang menyebabkan terjadinya perbedaan? Ada yang menduga, karena adanya perbedaan antara NU dan Muhammadiyah. Ada juga yang menduga, peralatan yang digunakan di dalam melihat hilal sudah kurang layak. Ada juga yang menduga perbedaan itu timbul akibat adanya perbedaan metode (hisab wujudul hilal dan imkan rukyat).

    Benarkah perbedaan-perbedaan itu yang menjadi penyebab lahirnya Idul Fitri ganda? Faktanya tidaklah demikian. Mari kita runtut kejadian-kejadiannya:

     Pada Idul Fitri1427 H. Saat itu ormas Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1427 H bertepatan dengan 23 Oktober 2006, satu hari sebelum tanggal merah. Sementara itu, PBNU memutuskan 1 Syawal 24 Oktober 2006, bersesuaian dengan tanggal merah dan keputusan pemerintah. Keputusan PBNU itu disampaikan oleh Ketua Lajnah Falakiyyah PBNU KH Ahmad Ghazalie Masroeri saat jumpa pers di Kantor PBNU Kramat, Jakarta Pusat, pada hari Kamis tanggal 19 Oktober 2006. Beberapa hari sebelumnya, Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur, Sholeh Hayat, mengatakan bila mengacu pada hasil hisab, Lebaran kemungkinan besar jatuh 23 Oktober 2006 (Republika online edisi Senin, 16 Oktober 2006).

     Faktanya, di berbagai wilayah NU, banyak warga NU yang berlebaran pada hari yang sama dengan warga Muhammadiyah, yaitu 23 Oktober 2006, karena mereka meyakini telah melihat hilal. Artinya, kalau toh ada perbedaan antara Muhammadiyah dan NU, itu terjadi di tingkat elite.

     Begitu juga pada saat Idul Fitri1432 H. Sejak jauh hari Muhammadiyah sudah menetapkan tanggal 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011. Sedangkan PBNU menetapkan 31 Agustus 2011. Meski demikian, banyak warga NU yang berlebaran sama dengan warga Muhammadiyah, yaitu pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011. Karena mereka meyakini telah melihat hilal.

     Salah satu diantaranya sebagaimana ditunjukkan oleh KH Maulana Kamal Yusuf (Rois Suriah PW NU DKI Jakarta). Sebagaimana diberitakan Republika online (edisi Selasa, 30 Agustus 2011 15:26 WIB), KH Maulana Kamal Yusuf mengatakan, hari Selasa (30 Agustus 2011) sudah masuk 1 Syawal 1432 H. Bahkan saat itu ia menganjurkan kepada umat Islam yang masih berpuasa untuk segera berbuka.

     Kepastian tentang tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011, karena didasarkan fakta sudah terlihatnya hilal pada hari Senin (29 Agustus 2011): hilal terlihat tepat saat waktu Maghrib, dengan posisi miring ke selatan dalam keadaan vertikal, dengan durasi selama 5 menit.

    Rukyatul hilal yang berlangsung di Ponpes Al Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur, dilakukan dengan tiga metode rukyat. Masing–masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.

    Namun menurut KH Maulana Kamal Yusuf, ternyata petugas dari Pengadilan Agama Jakarta Timur yang saat itu juga berada di lokasi, tidak bersedia mengambil sumpah ketiga saksi yang telah melihat hilal. Bahkan, ia meninggalkan tempat rukyat sebelum mengambil sumpah. Akhirnya, KH Maulana Kamal Yusuf ((Rois Suriah PW NU DKI Jakarta)) bersama dengan Habib Rizieq Shihab (Ketua FPI) dan KH Mahfud Assirun (pimpinan Ponpes Al Itqon), mengambil sumpah ketiga saksi tersebut.

    Hasil rukyat Cakung itu kemudian disampaikan oleh Ahmad Jauhari (Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama) di depan Sidang Itsbat. Namun, ditolak. Pemerintah tetap berpendirian bahwa hilal tidak mungkin dirukyat, karena posisinya di bawah ufuk. Padahal, tim Cakung yang merukyat, melihat hilal di atas ufuk.

    Sikap pemerintah (dan peserta sidang itsbat) yang seperti itu, menimbulkan tanggapan. Salah satunya: “Idul Fitri 1Syawal 1432 H yang sesuai dengan syari’ah adalah 30 Agustus 2011, karena hilal telah tampak. Penolakan sosok yang mengaku ulama terhadap fakta ini, menunjukkan bahwa dia bodoh dan sombong. Keputusannya HARAM diikuti. Kesepakatan tidak boleh mengalahkan fakta. Itu namanya dzalim, semena-mena dan menyesatkan…”

    Reaksi bernada kesal itu memang wajar, karena kegiatan merukyat hilal di Ponpes Al Husainiah, Cakung, Jakarta Timur (pimpinan KH Muhammad Syafi’i) ini, sudah berlangsung sejak 50 tahun. Bahkan mereka melakukan rukyat setiap bulan untuk mencocokkan dengan perhitungan hisab. KH Muhammad Syafi’i sendiri, menurut KH Maulana Kamal Yusuf, mampu melakukan hisab rukyat dengan 11 cara.

    Ma’ruf Amin, salah satu elite MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengikuti sidang itsbat, jelas-jelas menolak fakta terlihatnya hilal sebagaimana terjadi di Cakung (Jakarta Timur), dan Jepara (Jawa Tengah). Menurut Ma’ruf Amin, yang pernah menyatakan bahwa aliran sesat LDII sudah waras ini, “… kesaksian mereka yang melihat hilal, di saat hasil hisab menafikan kemungkinan hilal terlihat, maka hasil pengamatan yang mengaku menyaksikan tidak bisa diterima…”

    Kalau Ma’ruf Amin berkata begitu, berarti dia adalah menunjukkan ketidak konsistenannya terhadap dirinya sendiri. Kenapa dia mau hadir dalam sidang itsbat itu? Toh siapapun dan dengan alat secanggih apapun, berarti harus ditolak, kalau seperti pendirian Ma’ruf Amin yang dia ucapkan itu. Tidak bisa diterima. Lha kalau pendirian Ma’ruf Amin seperti itu, seharusnya yang wajar alurnya adalah dia (Ma’ruf Amin) menolak diadakannya sidang itsbat, karena apapun hasilnya kesaksian mereka yang melihat hilal tidak bisa diterima, di saat hasil hisab menafikan kemungkinan hilal terlihat. Atau setidak-tidaknya, Ma’ruf Amin konsekuen terhadap pendapatnya itu, hingga tidak mau hadir apalagi bicara. Itu kalau memang dia ini orang yang konsekuen.

    Apa yang dilakukan dan diucapkan oleh Ma’ruf Amin itu benar-benar tidak masuk akal bagi orang yang masih berfikir. Lebih menyedihkan lagi, kelakuan dan ucapan dia –yang secara akal sehat sangat aneh– itu justru jadi bahan utama (karena dia orang terkemuka di MUI) dalam memutuskan Idul Fitri untuk 200-an juta Ummat Islam di Indoesia.

    Seandainya alasan Ma’ruf Amin menolak kesaksian orang-orang yang telah disumpah bahwa mereka telah melihat hilal itu karena Ma’ruf Amin telah memiliki bukti-bukti shahih bahwa mereka itu adalah para pendusta, maka penolakan Ma’ruf Amin yang diandaikan ini pun masih perlu dilihat lagi. Karena dia bukan hakim. Di balik itu, kejujuran Ma’ruf Amin pun sudah dipertanyakan, karena jelas-jelas dia dikenal menyuara yang tidak konsisten mengenai aliran sesat LDII dan cenderung membela aliran sesat itu, padahal MUI sendiri telah mengeluarkan rekomendasi MUI 2005 bahwa LDII adalah aliran sesat yang membahayakan aqidah sebagaimana Ahmadiyah, maka MUI mendesak Pemerintah agar membubarkannya.

    Kesombongan Ma’ruf Amin yang juga merupakan elite NU juga ditunjukkan oleh KH Ahmad Ghazalie Masroerie (Ketua Lajnah Falakiyyah PBNU). Menurut dia, NU hanya memberikan mandat kepada dua delegasi yaitu Abdul Faiz Lc MA dan Hamdan Munawwir. Karena kedua orang tadi tidak memberikan laporan melihat hilal, maka laporan terlihatnya hilal di Jepara oleh pihak lain dinyatakan ditolak. Sedangkan laporan dari Cakung yang menyatakan hilal sudah tampak, menurut KH Ahmad Ghazalie Masroerie, tidak bisa dibenarkan. Selain akurasinya diragukan, juga karena yang mengambil sumpah bukan hakim.

    Itu artinya, penolakan itu lebih didasarkan kepada alasan teknis. Seraya mengabaikan substansi. Astaghfirullah…Bukankah dia dapat juga usul agar orang-orang yang menyatakan melihat hilal itu disumpah oleh hakim? Toh mereka tidak akan menolak bila disumpah oleh hakim. Maka alur yang benar, mestinya, karena yang mengambil sumpah bukan hakim, maka diusulkan agar yang menyumpah mereka itu hakim. Itu alur yang benar secara akal, bila tanpa niatan dari semula untuk menolaknya entah karena apa sebenarnya.

    Berdasarkan pandangan “ulama” penolak fakta tadi, maka Menteri Agama mewakili pemerintah memutuskan bahwa Idul Fitri1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011. Maka sejumlah pihak pun mengikuti keputusan itu dengan alasan demi menjaga persatuan dan kesatuan umat. Salah satu diantaranya sebagaimana disuarakan oleh Pimpinan Umum Hidayatullah, melalui maklumatnya yang ditandatangani oleh Abdurrahman Muhammad. Menurut dia, “…Dengan kapasitas dan peralatan teknologi modern yang digunakan, insya-Allah validitas hasilnya lebih dapat dipertanggungjawabkan.”

    Sikap Abdurrahman Muhammad itu diperkuat oleh Abdul Kholik, Lc (anggota Dewan Syuro Hidayatullah), yang mengatakan bahwa keputusan Hidayatullah itu diambil berdasarkan Sidang Majelis Mudzakarah Hidayatullah menyangkut penentuan awal Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah sebelumnya di mana Hidayatullah akan mengikuti keputusan sidang itsbat yang mempertemukan semua (mayoritas) golongan sebagai representasi umat di bawah koordinasi pemerintah.

    Sikap pimpinan Hidayatullah seperti itu, bagi sebagian orang sangat mengherankan dan bahkan menyedihkan. Karena selama ini Hidayatullah diharapkan menjadi salah satu basis Islam yang teguh pendirian, berpegang kepada syari’at Allah, bukan kesepakatan bersama yang dibangun di atas pendapat ulama sombong, yang berani menyatakan si aliran sesat anu sudah tidak sesat lagi, padahal masih juga setia dengan kesesatannya. (lihat nahimunkar.com, Aliran Sesat LDII Semakin Berani Ma’ruf Amin dan Jusuf Kalla Perlu Waspada, 25 FEBRUARY 2009, http://nahimunkar.com/aliran-sesat-ldii-semakin-berani-ma%E2%80%99ruf-amin-dan-jusuf-kalla-perlu-waspada/)

    Seorang pengamat, Muhammad Umar Abduh, menyikapi gejala ini dengan tudingan: “Idul Fitri sengaja dibuat berbeda karena pemerintah (SBY) ingin show of force kepada Muhammadiyah yang selama ini kritis, dengan memainkan keputusan 1 Syawal 1432 H. Kebetulan ada sejumlah ulama jahat yang mau diperalat untuk keperluan ini (Ma’ruf Amin, Suryadharma Ali, dan oknum ulama NU lainnya, serta sejumlah pakar maupun cendikiawan yang ikut sidang itsbat). Politisi (penguasa) mempermainkan agama untuk kepentingan politik praktisnya. supaya tetap dipakai di kabinet, terlalu…” (http://www.facebook.com/profile.php?id=1086842769)

    Tudingan Muhammad Umar Abduh pada laman facebook-nya, seperti bersambut pesan dengan pemberitaan VOA-Islam edisi 04 September 2011. Menurut Dr Ali Jum’ah (Mufti Agung Mesir), sebagaimana dikutip VOA-Islam dari surat kabar Al-Wafd, rumor tidak sahnya rukyatul hilal 1 Syawal di dunia Arab baru-baru ini, adalah konspirasi Zionis Israel untuk mengacak-acak Islam. Entitas Zionis berada di belakang rumor ketidakabsahan hilal Syawal, yang dibesar-besarkan oleh media baru-baru ini.

    Menurut Dr Ali Jum’ah, Darul Ifta’ telah menerjunkan sembilan komite di semua penjuru Republik Mesir untuk memonitor hilal pada Senin sore lalu. Satu komite terdiri dari 11 spesialis dalam ilmu astronomi (falak) dan hukum Islam. Kesembilan komite itu diterjunkan ke Toshka, Sohag, Kota 6 Oktober, Moqattam, Observatorium Helwan, Laut Merah dan Marsa Matrouh. Hasilnya, hilal terlihat dengan mata telanjang di dua tempat, masing-masing di Toshka dan Sohag. Namun, kesaksian itu berusaha dimentahkan pihak Israel, dengan mengatakan bahwa yang dilihat oleh komite adalah planet Saturnus bukan hilal Syawal. Israel melakukan ini untuk menciptakan perpecahan di antara kaum Muslim, karena mereka melihat tanda-tanda akan bersatunya kaum Muslim di dalam menetapkan 1 Syawal.

    Fenomena menafikan kesaksian hilal yang terjadi di dunia Arab, ternyata terjadi juga di Indonesia. Sosok “Israel” dan “entitas zionis” yang hadir pada sidang itsbat 29 Agustus 2011, melakukan upaya yang mirip yaitu mementahkan kesaksian sejumlah orang yang sudah berpengalaman melakukan rukyatul hilal selama puluhan tahun. Bahkan sebelum sidang itsbat berlangsung, Deva Octavian (peneliti senior di Observatorium Bosscha, Bandung, Jawa Barat) sudah berani ‘memutuskan’ bahwa Idul Fitri1 Syawal 1432 Hijriah akan terjadi pada 31 Agustus 2011.

    Menurut Deva, tinggi bulan saat matahari terbenam pada tanggal 29 Agustus 2011 di seluruh wilayah Indonesia kurang dari dua derajat. Berdasarkan hal tersebut, hilal tidak mungkin dilihat di wilayah Indonesia. Maka, 1 Syawal 1432 Hijriah terjadi pada 30 Agustus setelah maghrib. (eramuslim.com edisi Senin, 29/08/2011 10:30 WIB).

    Beberapa hari sebelumnya (27 Agustus 2011), Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dalam sebuah tulisannya yang cenderung menyalahkan Muhammadiyah mengatakan, “…Kalau mau lebih spesifik merujuk akar masalah, sumber masalah utama adalah Muhammadiyah yang masih kukuh menggunakan hisab wujudul hilal…” (http://www.dakwatuna.com/2011/08/14299/muhammadiyah-terbelenggu-wujudul-hilal-metode-lama-yang-mematikan-tajdid-hisab/). Menurut Thomas pula, selama Muhammadiyah masih bersikukuh dengan kriteria wujudul hilalnya, kita selalu dihantui adanya perbedaan hari raya dan awal Ramadhan.

    Padahal, faktanya, keputusan Muhammadiyah tentang 1 Syawal yang mendasarkan pada kriteria wujudul hilal (posisi bulan sudah positif di atas ufuk, meski ketinggiannya masih sekitar batas kriteria visibilitas hilal), mendapat dukungan dari pelaksanaan rukyatul hilal di Cakung dan Jepara. Bahkan di sebagian besar negara Arab, negara tetangga Malaysia, dan sebagainya.

    Maka tidak bisa disalahkan bila upaya-upaya yang dilakukan Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, Deva Octavian, Ma’ruf Amin, KH Ahmad Ghazalie Masroerie, Suryadharma Ali, dan sebagainya, oleh sebagian kalangan justru dinilai sejalan dengan upaya-upaya kalangan zionis Israel yang berusaha membuat ragu-ragu kalangan Islam terhadap keputusan 1 Syawal. Tentu dalam rangka merusak persatuan Islam.

    Dari fenomena ini dapat saja ditarik kesimpulan, bahwa pihak pemerintahlah yang menjadi penyebab terjadi perpecahan dan perbedaan di kalangan umat. Tentu saja dengan mendapat dukungan dari para ulama jahat sebagaimana telah terdengar di mana-mana adanya sosok yang membela aliran sesat, kemungkinan ada yang berprinsip “maju tak gentar membela yang bayar…”. Akibatnya, Ummat Islam lah yang jadi korban.

    Di balik kejadian
    Di balik kejadian ini, ada dua hal yang tampaknya saling bertentangan, dan dua-duanya tidak sesuai dengan syari’at. Masih ditambah lagi kemungkinan kepentingan di balik itu. Hingga peta kesalahan-kesalahanya terlihat sebagai berikut:

    1. Ada pihak yang dari awalnya sudah mengumumkan hari raya Idul Fitri dengan modal hisab. Ini jelas tidak sesuai dengan hadits yang telah jelas mengenai awal puasa maupun Idul Fitri itu dengan rukyatul hilal. Kalau terhalang awan, maka disempurnakan bulannya (30 hari). Hadits itu hadits khusus tentang awal Ramadhan dan Idul Fitri, jadi dalam pemakaiannya harus didahulukan ketimbang dalil umum.

    2. Pihak yang menolak kesaksian orang yang melihat hilal padahal sudah disumpah, sedang menolaknya itu berdasarkan hisab. Bukan karena cacatnya sifat dari orang-orang yang merukyat hilal, misalnya pendusta. Penolakan semacam ini justru menunjukkan: mendahulukan hisab ketimbang rukyah. Namun hasilnya aneh. Yang nomor satu tadi Idul Fitrinya Hari Selasa, namun pihak penolak ini hari rayanya Rabu. Padahal sebenarnya sama-sama mendahulukan hisab, namun mungkin karena beda kepentingan, maka hasilnya beda. Jadi kedua pihak itu ada dua kemungkinan salah: a. Mengandalkan hisab, b. membela kepentingan.

    3. Pihak pemerintah yang mengambil keputusan untuk Ummat Islam yang jumlahnya 200-an juta Muslimin, berlandaskan penolakan terhadap kesaksian para pelaku yang menyaksikan hilal, sedang tokoh penolak itu alasannya sama sekali tidak mendasar, di samping diragukan kejujurannya seperti dalam uraian di atas.

    • Ketika kita menerima berita, kita harus tabayyun, agar kita tidak diadu domba tanpa fakta ilmu yang jelas. Masalah penentuan Idul Fitri 1427/2006, 1428/2007, dan 1432/2011 tidak ada sebab lain selain masalah perbedaan kriteria. Bahasa mudahnya, karena beda batas masuk. Ibarat hakim garis pertandingan bulu tangkis, kalau aturannya beda, pastu keputusannya beda. Kata Muhammadiyah, asal positif sudah masuk tanggal baru. Kata ormas-ormas lain, harus memperhitungkan kemungkinan rukyat. Nah, ketika posisi bulan di antara dua batas itu, jadilah perselisihan. Tinggi bulan antara 1 – 2 seperti pada 3 tahun tersebut pasti menimbulkan perbedaan. Kata Muhammadiyah itu sudah masuk, maka mereka sejak awal mengumumkan 30 Agustus 2011. Kata ormas-ormas lain, itu belum masuk. Maka para semua kalender mereka dicantumkan 1 Syawal = 31 Agustus. Selama kriterianya/batasnya beda, kita akan selalu menghadapi perbedaan.

      Bagaimana soal laporan yang ditolak? Hilal itu sangat redup. Kemungkinan terkecoh sangat besar. Para pengamat yang menggunakan teleskop di lebih 10 lokasi di Indonesia melaporkan tidak melihat hilal. Maka ketika ada laporan dari Cakung dan Jepara yang pengamatnya tanpa teleskop, tentu sangat diragukan. Tidak mungkin cahaya hilal yang sangat redup mampu mengalahkan cahaya syafat/cahaya senja yang masih cukup terang. Itulah sebabnya laporan mereka ditolak. Diduga mereka terpengaruh oleh hisab taqribi (aproksimasi) yang mereka lakukan yang menyatakan bukan sudah di atas 3 derajat tingginya. Hakim Agama yang sudah dibekali pemahaman soal hilal tentu tidak akan mengakui kesaksian yang meragukan itu, apalagi pengamat lain di sekitar lokasi itu tidak ada yang melaporkan melihat.

      • benar-benar sebuah pencerahan yang lugas dan logis.

      • Bapak Prof yth. saya tinggal diluar pulau jawa, dan gaptek dengan TI… cuma mau nanya aja alamat masing-masing penulis komentar disini bagaimana cara mencarinya? wassalam.

      • Lalu kenapa Nabi mengakui kesaksian Badui dusun yg bukan utusan pemerintah? disumpah, besoknya lebaran, selesai persoalan

    • hehe… asli ketawa mbacanya… kalau ini sikap redaksi eramuslim, sangat disayangkan. Kalau opini, yah sudah… (maksudnya bagi saya sudah jelas, ini yang nulis artikel gak ngerti tentang peredaran bulan)

    • Mengapa ya masih banyak orang yang berprasangka jelek kepada sesamanya, dan menganggap dirinya paling benar, paling suci tanpa muhasabah.

  67. @Dodo : situs eramuslim sudah jauh dari awal didirikan….isinya selalu miring..(walaupun masih ada yg bagus)…khusus yang satu ini kelihatan tendensi nya…saya yakin prof sudah sangat relevan penjabarannya,,,,saya juga ga suka pemerintah sekarang…tapi khusus penentuan sidang itsbat kemaren saya percaya penuh dengan pemikiran prof dan ahli2 lain…khusus mhmhdyh, coba liat dan telusuri..dulu mereka juga pakai 2 derajat, skrang knapa ga dipakai,,,ya supaya keren aja wkwkwkw…..jangan2 anda ini pengembara ganti nama wkwkwkw…..

    • @saya : anda ini lucu, koq saya dibilang ganti nama, maksudnya apa toh?? kelakuan anda memang aneh, masa anda tidak bisa membedakan gaya bahasa dan gaya penulisan dodo dengan saya. sayang sekali kejumudan anda thd saya sdh membutakan mata dan pikiran anda hingga tidak bisa membedakan mana pengembara mana dodo. belajar lagi ya mas.

      • Pengembara : kamu masih aja menghindar dari menipu orang, dodo = pengembara = … (masih ada nama samaran lain), kalo nggak percaya coba kepada semua pembaca disini perhatikan dan lihat tanda gambar kotak disebelah kanannya sama warna biru ! … kalo ternyata saya salah karena saya memang sedikit o-on , sebabnya ketularan orang ini yang memang o-on nya lebih banyak.

      • hahaha…si pengembara kebodohan..makin terjembab saja..enak nih kita pancing emosinya…hahaha….gimana level bodohnya sekarang wkwkwkw….

  68. setelah membaca artikel Bapak ini, teori penentuan awal bulan dengan kriteria imkan rukyat sangat mendekati/sejalan/logis dengan hadits Nabi SAW. Sebuah solusi/jalan tengah antara “penyembah” hisab dan “pemuja” rukyat. 🙂

    • Saya setuju dengan pendapat Anda… Yang doyan hisab, tetap terakomodir hobinya, yang doyan ru’yah juga terakomodir… sama sama heppi toh…. Win Win…

  69. sebenarnya permasalahan ini akan selesai kalau kita dapat saling menghargai perbedaan yang ada dan tdk memaksakan pendapat masing2 agar ditrima oleh yg lain.

    • kurang setuju Anisa! Melepaskan keputusab ke khalayak yang awam, bukan solusi… malah nanti ghontok-ghontokan… Solusinya (1) petinggi2 ormasnya ngalah demi umat, atau (2) pemerintahnya harus pemerintah yg kuat, bersih, dipercaya, bebas korupsi shg ditaati rakyat/ormas apapun keputusan yg dia buat.

      nunggu 1 atau 2 terjadi? hehe… entah kapan akan terjadi… lah whong sudah 11 tahun lebih, masalah ini gak selesai-selesai…

      Makanya, Prof Thomas melemparkan wacana menghindari kerumitan ini dengan KRITERIA yang sama (untuk disepakati bersama). Yang doyan hisab, bisa tetap hisab (bukan hisab rokok yah…), Yand doyan ru’yah bisa tetap ru’yah,,, tapi dengan KRITERIA baru, hasil akhir yang doyan hisab vs yang doyan ru’yah dapat DIPASTIKAN mendekati sama… Jika ini terjadi Lebaran kita bisa bersatu (tidak berpecah lagi). Yang doyan hisab,juga tetap bisa menghisab kalenter 100th kedepan… Chuantiq req….. Makanya aneh aja kok banyak yang “nyerang” konsep Prof, padahal manfaatnya bhuanyaakkk???.

      Sadarlah….

      • Kalau orang awam ya akan jelas terobang -ambing,makanya perlu pencerahan dari ahlinya contoh : K.H. Turoihan Ajhuri Asy-Syarofi
        Sosok ulama karismatik yang ahli ilmu falak. Lahir di Kudus pada 15 Maret 1915 M / 1334 H dan meninggal pada hari Jum’at, 20 Agustus 1999 M bertepatan dengan 8 Rabiul Akhir 1420 H.
        Ketekunannya terhadap ilmu falak muncul sejak kecil hingga dewasa. Reputasinya sebagai fakar falak sudah terdengar sejak zaman Jepang. Ia sering diminta menghitung jatuhnya hari awal dan akhir bulan Ramadan. Maka ia terdorong untuk menyusun al-manak 1945 M / 1364 H yang kemudian dicetak Penerbit Menara Kudus. Sejak itulah kalender buatannya disebut dengan Almanak Menara Kudus (AMK). Kini keahlian ilmu falak beliau telah diteruskan oleh putranya yaitu Kiai Sirril Wafa Turaihan M.Ag yang menjadi pengajar ilmu falak di Universitas Isalm Negeri Syarif Hidayatulloh

  70. Asslm. Maaf OOT karena mungkin tidak ada disediakan tempat bertanya jadi saya tanya disini. yang benar itu bumi mengelilingi matahari atau matahari mengelilingi bumi karena ada buku dengan judul seperti ini “Matahari Mengelilingi Bumi – Sebuah Kepastian al-Qur’an dan as-Sunnah serta Bantahan Terhadap Teori Bumi Mengelilingi Matahari” mohon dijelaskan?

  71. Sepertinya belum ada yang jawab pertanyaan beberapa komentar “di Blog pak prof. koq eksplisit bahwa 1 syawal itu 30 agustus ya..? Sodara2 disini ada yang berani bantu jawab…?

    Soal acuan penentuan Idul Fitri dan lainnya yang menyangkut agama islam kenapa terkotak-kotak dengan wilayah dan negara..? kenapa semua tidak mengacu ke Mekkah saja…Lalu nanti jika ada astronot muslim yang berlebaran di buan sana mau ikut wilayah mana…? Adakah yang bantu jawab juga…..?

    Terus terang saya orang awam..gak mempelajari astronomi…

  72. Aduh posting saya kemarin koq gak masuk yah…?

    Mau tanya ..barangkali ada yang bisa bantu disini…
    Mengenai fullmoon di blog pak prof koq..menunjukan tanggal 14 shawal yah…brarti 1 syawal itu bener 30 Agustus…

    Terus kenapa umat islam sedunia gak ikut ke mekkah saja untuk acuan lebaran atau hari isalm lainnya…Bayangkan jika ada astronot muslim di bulan dia harus ikut lebaran wilayah mana…?adakah yang bisa bantu jawab….? Terima kasih

    • Baca info di atasnya. Itu kalender Ummul Quro, kelender Arab Saudi, salah satu kalender yang digunakan di kalangan ummat Islam. Sistem kalender tidak mungkin personal. Saya tidak mungkin membuat kalender sendiri, karena kalender personal tentu hanya berlaku personal.

      • Habis baca semua komen diatas….bagus-bagus argumen dan logikanya. Tapi kesimpulan yang kudapat adalah bahwa “sebaiknya kita terintegrasi menjadi 1 kalender islam, tidak terbagi ke dalam otoritas masing negara”. Sederhana saja, jika saudara2 di sini menolak untuk terintegrasi dengan Mekkah dan memilih menentukan sendiri2 sesuai otoritas masing2 negara, maka logika itu barangkali bersifat sempit karena tidak mengakomodasi untuk wilayah yang satu harinya setara dengan 1 tahun (siang 6 bulan, malam 6 bulan), yaitu di daerah kutub.

        “Wahai Rasul, bagaimana dengan daerah yang satu harinya (sehari-semalam) sama dengan satu tahun, apakah cukup dengan sekali shalat saja”. Rasul menjawab “tidak… tapi perkirakanlah sebagaimana kadarnya (pada hari-hari biasa)”. [HR. Muslim].

        Apakah hadist ini bisa digunakan juga dalam waktu ramadhan dan syawal? Mohon masukannya…? jika bisa berarti harus ada 1 acuan bersama.

        *kritik untuk pak prof:

        quote:
        “Sistem kalender tidak mungkin personal. Saya tidak mungkin membuat kalender sendiri, karena kalender personal tentu hanya berlaku personal”.

        Kenapa bapak mencatumkan kalender yang tidak sesuai dengan keyakinan bapak? Bukankah yang bapak yakini dan lakukan dalam menentukan 1 syawal kemarin juga berhubungan dengan sistem kalender? Apakah yang bapak lakukan kemarin dalam menentukan 1 syaal untuk kepentingan personal? Saran saya sebaiknya bapak tidak mencantumkan kalenderUmmul Quro di atas di blog ini. Agar tidak standar ganda dan tidak membingungkan.

        Terima kasih dan mohon maaf jika ada kesalahan.

      • @merapitrekkingpemanjat: setuju mas bro, kunci nya rukyat global, ingat kejadian 30 agustus 2011 dipagi hari di tiap waktu setempat, misalnya muslim yg sholat iedul dibelahan timur Indonesia yaitu papua selesai sholat iedul fitri jam 8.00wit, dibali jam pukul 07:00 wita baru dimulai, trus ke barat di jakarta jam 6:00wib masih mengumandangkan takbir makin ke barat masih suasana takbiran. benar2 indah dan syahdu suara takbir menggema diseluruh dunia beriringan dimulai bagian timur terus kebarat.

      • pengembara n all:

        terus terang saya tergelitik dengan pendapat banyak orang. solusi perbedaan ini adalah sesuatu yang berbau Global. Yaitu: Hisab Global, Ru’yah Global. Dan titik referensinya Makkah.

        Sayangnya mereka yang mengajukan konsep ini hanya berhenti sampai disini. mereka tidak melanjutkan gagasan tersebut pada tataran implementasi praktisnya spt apa.

        Tidak itu saja, baru satu kubu mengajukan satu konsep ru’yah global, kubu yang bertradisi ru’yah lokal langsung menyerang mengeluarkan hadist-hadist yang mendukung ru’yah local (hadistnya memang ada). Tidak selesai sampai disitu. Kubu yg melontarkan konsep ru’yah global, menyerang balik, mengeluarkan hadist-hadist yang mendukung untuk digunakannya ru’yah global (hadistnya memang ada).

        Diperparah lagi, kubu yang menggunakan hisab wujudul hilal lokal, juga mencoba mengexport konseptnya menjadi wujudul hilal global dengan mekkah sebagai referensinya. Sedangkan yang menggunakan hisab imkaanur ru’yah lokal (spt yg saya yakini) juga mau (setidaknya saya pribadi) mengekspor konsep ini menjadi hisab imkanur ru’yah global.

        Akan tetapi sayangnya ditengah banyaknya kemungkinan alternatif itu, tidak ada satupun yang mencoba turun kebawah, menjabarkan konsep: Ru’yah Global itu seperti apa sih? Hisab Global itu seperti apa? Bagaimana cara penetapannya?

        Adakah yang bisa/mau menjawab pertanyaan teknis berikut:

        o Contoh: Konsep ru’yah global dengan titik referensi Mekkah.

        Implementasi Praktis:
        “Pada saat 29 Ramadhan, saat magrib di Makkah lakukan ru’yah. Jika bulan/hilal terlihat, maka besoknya Idul Fitri di seluruh dunia (?), jika tidak maka di seluruh dunia (?) genapkan Ramadhan jd 30 hari”

        Adakah ahli yang sudah elaborasi sampai kesana? Saya belum temukan.

        o Atau, sebagai contoh: Konsep hisab wujudul hilal ala Muhammadiyyah (yg masih dipraktekkan lokal oleh Muhammadiyyah) diterapkan secara global dg titik referensi Mekkah.

        Implementasi Praktis:
        “Pada saat 29 Ramadhan, lakukan hisab hakiki di Makkah. Jika (1)pada hari itu ijtimak sudah terjadi, dan (2) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam di ufuk Mekkah, dan (3) saat matahari terbenam, hilal positif diatas ufuk (3), jika ke tiga syarat itu terpenuhi, maka besoknya idul Fitri diseluruh dunia (?). Jika ketiga syarat tidak terpenuhi maka maka di seluruh dunia (?) genapkan Ramadhan jd 30 hari”

        Adakah ahli yang sudah elaborasi sampai kesana? Saya belum temukan.

        o Atau, sebagai contoh: Konsep hisab imkaanur ru’yah (yg kriterianya diisulkan Prof Thomas) diterapkan secara global dg titik referensi Mekkah.

        Implementasi Praktis:
        “Pada saat 29 Ramadhan, lakukan hisab untuk Makkah. Jika pada hari itu saat maghrib di Makkah, semua kriteria visibilitas hilal (ketinggian hilal, elongasi bulan, fraksi iluminasi bulan, umur bulan) terpenuhi, maka besoknya idul Fitri diseluruh dunia (?). Jika semua syarat visibilitas hilal tidak terpenuhi maka maka di seluruh dunia (?) genapkan Ramadhan jd 30 hari”

        Adakah ahli yang sudah elaborasi sampai kesana? Saya belum temukan.

        Semuanya sibuk menggotong terminologi “Global” dan “Makkah” tanpa ada penjelasan konsepnya seperti apa.

        Jadi saya sarankan sudah saatnya kita maju selangkah. Jangan lagi berdebat ditataran wacana, tapi kajilah secara implementasi praktis: Ru’yah Global itu seperti apa, Hisab Global itu seperti apa?

        Kerumitan tentang hal diatas bersumber dari:
        1. Apakah kita sepakat menggunakan Mekkah sebagai titik referensi. Jika iya berarti semua kalender Islam seluruh dunia, ditentukan dari titik referensi Mekkah. Jadi tiap-tiap negara sudah tidak boleh lagi membuat kalender sendiri. Jikapun membuat kalender sendiri harus di-approve oleh Otoritas Saudi, atau inline dengan perhitungan Saudi.

        2. Jika no 1 disetujui, berikutnya, model perhitungan untuk titik referensi Mekkah, apakah hisab wujudul hilal, atau hisab imkaanur ru’yah. Ini harus ditetapkan terlebih dahulu oleh seluruh dunia Islam. Jika disepakati hisab imkanur ru’yah, maka kriteria nya juga harus disepakati (ketinggian bulan di Makkah, elongasi, fraksi iluminasi, umur bulan).

        3. Jika no 2 disetujui, maka barulah dapat Kalender Islam seluruh dunia dibuat oleh Otoritas Saudi. Konsekuensinya, seluruh negara lain harus patuh pada kalender itu. Tidak ada lagi ru’yah lokal yang dilakukan di masing-masing negara. Tidah ada lagi hisab (wujudul hilal atau imkaanur ru’yah) yang dilakukan secara lokal di masing-masing negara. Kalaupun masing-masing negara mau melakukan hisab dan ru’yah sendiri, apapun hasilnya, tetap harus memakai Kalender yang ditetapkan oleh Otoritas Saudi ini.

        Nah, sekarang Anda terbayang kan, betapa kompleksnya permasalahan jika mau masuk ke tatarah ru’yah global atau hisab global. Rumit nya bukan di perhitungan matematisnya, tapi di kemauan masing-masing negara untuk ikhlas, menjadikan Makkah sebagai titik referensi pembuatan kalendar bagi negara masing-masing. Bagi yang “letterleijk” mengambil teks hadist yang mendukung ru’yah lokal pastilah gagasan ru’yah/hisab Global ini akan ditentang habis-habisan, karena dianggap tidak menghormati hadist tentang ru’yah lokal.

    • @ merapitrekkingpemanjat :Kalau dilihat dari asal – usul penanggalan Tahun Qomariyah (Masa Edar Bulan ) itu ya berdasarkan dari perintah nabi ” berpuasalah kamu dengan melihat bulan dan berhari rayalah kamu dengan melihat bulan ” kalau dipaksakan hari Rayanya harus sama dengan Arab Saudi justru tahun qomariyahnya masih terikat dengan tahun syamsiyahnya ( Masa Edar Matahari ), Para ahli ilmu falak sebelum tahun 1970an yang banyak didominasi kaum Nahdliyin paling isqomah ( terus menerus ) melihat hilal dengan mata telanjang kemudian kemudian catatan – catatan itu dikonseptualisasikan menjadi tabel-tabel astronomi (Ephemeris) yg dengan bantuan rumus2 ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry) dilakukan proses penghitungan ( HISAB ) utk memprediksi posisi benda2 langit pada waktu yg diinginkan termasuk Posisi Hilal Dan Pengamatan (Ru’yah) akan terus dilakukan utk mengevaluasi dan mengoreksi data2 dalam Ephemeris sehingga dari hasil evaluasi itulah akhirnya bisa disimpulkan hilal bisa dilihat khususnya di wilayah Indonesia lebih darii 2 derajat dan umurnya Lebih dari 8 jam

      • @ pengembara : kalau orang awam akan jelas terobang -ambing, makanya perlu pencerahan dari ahlinya contoh : Almarhum K.H. Turoihan Ajhuri Asy-Syarofi, Sosok ulama karismatik yang ahli ilmu falak. Lahir di Kudus pada 15 Maret 1915 M / 1334 H dan meninggal pada hari Jum’at, 20 Agustus 1999 M bertepatan dengan 8 Rabiul Akhir 1420 H.
        Ketekunannya terhadap ilmu falak muncul sejak kecil hingga dewasa. Reputasinya sebagai fakar falak sudah terdengar sejak zaman Jepang. Ia sering diminta menghitung jatuhnya hari awal dan akhir bulan Ramadan. Maka ia terdorong untuk menyusun al-manak 1945 M / 1364 H yang kemudian dicetak Penerbit Menara Kudus. Sejak itulah kalender buatannya disebut dengan Almanak Menara Kudus (AMK). Kini keahlian ilmu falak beliau telah diteruskan oleh putranya yaitu Kiai Sirril Wafa Turaihan M.Ag yang menjadi pengajar ilmu falak di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh

  73. newsticker MetroTV kemaren: BULAN PURNAMA TERJADI MALAM INI (tadi malem), KALAU DIHITUNG MUNDUR, 1 SYAWAL 1432H JATUH HARI SELASA (30/8). Kumaha atuhh prooofff……??? wkwkwkwk

    • metro TV gak berwenang menentukan purnama, lagi pula metode apa yang dilakukan untuk menentukan purnama di metro tv tidak jelas..Wx…wx….wx…

  74. 1. Di mana bisa dibeli buka “Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat”?

    2. Saya sangat mendambakan penyatuan ummat dalam penetapan kalender hijriah. Semoga segera didapat kesepakatan tentang kalender hijriah, mulai dari negara muslim terbesar Indonesia menuju penyatuan kalender hijriah global. Semoga Allah memudahkan proses penyatuan kalender hijriah ini.

  75. 1. Di mana bisa didapatkan buku “Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat” ?

    2. Penyatuan Ummat dalam penetapan kalender hijriah sangat didambakan oleh ummat islam. Mulai dari Indonesia, terus menuju ke tingkat ‘alam (internasional). Semoga segera terwujud.

  76. Kalau sudah ditetapkan 2 derajat sebagai patokan harga mati imkanurrukyat (meski nggak ada dalil syar’inya), kenapa tetep dilaksanakan sidang itsbat? kenapa harus dirukyat? mengeluarkan uang milyaran yang sudah jelas ditolak kesaksiannya. tinggal genapkan aja 30 hari. Selesai.
    Bukan karena takut kehilangan honor sidang dan honor rukyat to?

    • @ Ahmad : Artinya Ahmad itu paling terpuji kenapa mengeluarkan tulisan tidak sopan seperti itu, padahal seorang Muslim seharusnya menjauhi kata2 keji, mencela, melaknat berdasarkan hadist ” Bukanlah seorang dikatakan beriman jika ia suka mencela, melaknat dan berkata – kata keji ” Coba Baca BIografi ‘gurunya para ahli ilmu falak Indonesia’ @ almarhum KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, Guru Para Ahli Falak di Indonesia
      Tanbihun.com – Ia pernah di sidang, karena berbeda pendapat dengan pemerintah dalam masalah gerhana matahari total dan penentuan awal bulan Syawal.
      Menyebut ilmu falak, mungkin bagi sebagian umat Islam masih terasa asing di telinga. Ilmu falak adalah suatu ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit, khususnya bumi, bulan, dan matahari pada orbitnya masing-masing dengan tujuan agar dapat diketahui posisi benda-benda langit antara yang satu dan lainnya, sehingga dapat diketahui pula peredaran waktu di permukaan bumi.
      Ilmu ini disebut pula dengan ilmu perbintangan atau astronomi, karena menghitung atau mengukur lintasan bintang-bintang. Ia biasa juga disebut dengan ilmu hisab, karena dipergunakan perhitungan. Kata lainnya adalah ilmu rashd, karena memerlukan pengamatan, atau ilmu miqat yang mempelajari tentang batas-batas waktu.Di dunia Islam, istilah ini sudah sangat familiar. Bahkan, banyak ilmuan Muslim yang mampu melakukan perhitungan secara cermat dan teliti sehingga dapat diketahui ukuran waktu di suatu tempat.
      Dalam Islam, ilmu ini sangat berkaitan erat dengan penanggalan (kalender), waktu shalat, arah kiblat, dan gerhana. Untuk penanggalan (kalender) ini, Islam mengenal berbagai istilah penanggalan, di antaranya kalender Masehi dan Hijriah. Umumnya, penanggalan Hijriah menggunakan masa edar bulan atau disebut pula dengan penanggalan Qomariyah (bulan). Sedangkan penanggalan Masehi biasanya menggunakan penanggalan Syamsiyah (menghitung waktu berdasarkan masa edar matahari).
      Bagi sebagian orang, ilmu ini dikenal sangat rumit. Sebab, dibutuhkan perhitungan-perhitungan dan pengamatan yang cermat dan teliti, sehingga menghasilkan perhitungan yang sesuai (tepat). Karena itu, acapkali terdapat perbedaan di kalangan ulama dalam menentukan waktu yang sesuai dengan yang sebenarnya. Dan hanya orang-orang yang telaten, rajin, dan giat yang mampu dan mau berkecimpung dalam bidang ini.
      Di Indonesia, terdapat sejumlah tokoh yang sangat mumpuni dalam bidang ilmu falak ini. Salah satunya adalah KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, seorang ulama asal Kudus, Jawa Tengah. Ulama kelahiran Kudus, 10 Maret 1915, ini dikenal sebagai ‘gurunya para ahli ilmu falak Indonesia’. Kepakarannya dalam bidang ini sudah tak diragukan lagi, mengingat keilmuan dan kapasitasnya yang dalam menekuni ilmu falak. Karena kepakarannya itu, Kiai Turaichan biasa disapa dengan Mbah Turaichan diberikan jabatan sebagai Ketua Markas Penanggalan Provinsi Jawa Tengah.
      -2-
      Mbah Turaichan adalah putra Kiai Adjhuri dan Nyai Sukainah. Sejak masa kanak-kanak, ia dibekali dengan pendidikan agama yang sangat matang. Ia belajar melaui sistem tradisional masyarakat yang telah turun-temurun dijalani keluarga dan teman-teman di sekitarnya. Ia mengaji pada para Kiai dan ulama di sekitar tempat tinggalnya secara nonformal dan sempat mengenyam pendidikan formal di daerahnya selama dua tahun.
      Unik
      Mbah Turaichan terbilang seorang ulama yang unik. Namun, ia juga sangat luar biasa. Bila seorang ‘calon ulama’ dan anak seorang kiai diharuskan belajar pendidikan agama di pondok pesantren (pendidikan informal), sepanjang hidupnya Mbah Turaichan tak pernah mengecam pendidikan pesantren, dalam arti ‘mondok’ (menetap) sebagai seorang santri yang diasramakan di lingkungan pesantren.
      Kebiasaan ini terbilang tidak lazim, kendati di pesantren dikenal dengan istilah santri kalong, yaitu santri yang belajar di pesantren, namun setelah belajar pada hari itu mereka kembali lagi ke rumahnya.
      Mbah Turaichan hanya mengenyam pendidikan formal selama dua tahun, yakni ketika berusia 13 hingga 15 tahun. Tepatnya di Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Kudus, sekitar tahun 1928, yakni sejak madrasah tersebut didirikan. Namun, karena kemampuannya yang dianggap melebihi rata-rata, maka ia diminta untuk membantu pelaksanaan belajar-mengajar di madrasah tersebut. Namun demikian, ia juga masih sempat belajar pada ulama lainnya secara nonformal.
      Sejak mengajar di Madrasah TBS Kudus inilah, Kiai Turaichan giat belajar ilmu falak dan kemudian secara terus-menerus menekuninya, sehingga sangat mahir dalam bidang ini. Berbagai hal berkaitan dengan bidang ini, perhitungan dan pengamatannya terbukti tepat, kendati hanya dengan mengandalkan pengamatan pada peredaran benda-benda langit (ru’yah al-hilal).
      Tak heran, bila kemampuannya ini kemudian ia tularkan pada para anak didiknya. Namun demikian, sebagaimana sulitnya dalam mempelajari ini, tak banyak anak didiknya yang ‘benar-benar’ mumpuni sebagaimana kemampuan Mbah Turaichan. Karena kepakarannya itu, maka ia dijuluki oleh para santrinya sebagai ‘gurunya para ilmu falak Indonesia’.
      Kemampuan yang dimiliki Kiai Turaichan, digunakannya sebagai media dakwah sekaligus membantu umat dalam memecahkan persoalan-persoalan yang rumit berkaitan dengan ilmu falak ini.
      Tercatat, tokoh ini pernah menjabat dan terlibat dalam Lajnah Falakiyah PBNU. Bahkan, ia seringkali terlibat dalam diskusi-diskusi yang intens berkaitan dengan bidang yang satu ini, baik tingkat lokal maupun nasional. Dalam berbagai forum muktamar Nahdlatul Ulama, Kiai Turaichan acap kali terlibat dalam diskusi yang serius dengan tokoh lainnya. Dengan argumentasi yang tepat dan mumpuni, kalangan ulama senior sangat mengandalkan keahliannya. Ia seringkali dilibatkan dalam forum yang lebih tinggi saat membahas bidang ilmu falak.

      -3-
      Dan karena keahliannya ini, tak jarang pendapatnya berbeda dengan kebanyakan pandangan ulama, termasuk di PBNU. Namun demikian, ia tetap kukuh pada pandangan dan pendapatnya itu. Sebab, ia yakin, pendapatnya itu benar, berdasarkan ilmu, pengamatan, dan kondisi alam yang ada. Dan terbukti, pendapat-pendapatnya lebih banyak yang sesuai dengan kenyataan.
      Di sidang
      Kendati berbeda pandangan, Kiai Turaichan tetap menjalin hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang sering menolak keputusannya. Bahkan, ia juga selalu bersikap akomodatif pada pemerintah, walaupun pemerintah pernah beberapa kali mencekalnya. Pencekalan dilakukan karena Kiai Turaichan mengeluarkan pernyataan berbeda dengan pemerintah perihal penentuan awal bulan Syawal.
      Ia pernah sidang ke pengadilan pada 1984, ketika menentang perintah pemerintah untuk berdiam diri di rumah saat terjadi gerhana Matahari total pada tahun tersebut. Alih-alih menaati perintah itu, ia justru mengajak umat untuk melihat peristiwa tersebut secara langsung dengan mata kepala telanjang.
      Pada waktu terjadi peristiwa gerhana Matahari total tersebut, ia memberi pengumuman kepada umat Muslim di Kudus, bahwa gerhana Matahari total adalah fenomena alam yang tidak akan menimbulkan dampak (penyakit) apa pun bagi manusia jika ingin melihatnya, bahkan Allahlah yang memerintahkan untuk melihatnya secara langsung.
      Hal ini dikarenakan redaksi kabar mengenai fenomena alam itu menunjukkan keagungan Allah ini difirmankan oleh Allah menggunakan kata abshara , yang berarti melihat secara langsung dengan mata, bukan makna denotatif seperti mengamati, meneliti, dan lain-lain, meskipun memang ia dapat berarti demikian secara lebih luas.
      Pada hari terjadinya gerhana Matahari total di tahun tersebut, Kiai Turaichan tengah berpidato di Masjid al-Aqsha, menara Kudus. Di tengah-tengah pidato, ia mengajak jamaah untuk menyaksikan langsung gerhana tersebut.
      ”Wahai Saudara-saudara, jika kalian tidak percaya, maka buktikan. Sekarang peristiwa yang dikatakan menakutkan, sedang berlangsung. Silakan keluar dan buktikan, bahwa Allah tidak menciptakan bala atau musibah darinya. Silakan keluar dan saksikan secara langsung!”
      Maka, para jamaah pun lantas berhamburan keluar, menengadah ke langit dan menyaksikan secara langsung dengan mata kepala telanjang terjadinya gerhana Matahari total. Setelah beberapa saat, para jamaah kembali ke tempatnya semula, dan Kiai Turaichan melanjutkan pidatonya. Dan faktanya, memang tidak terjadi apa-apa, termasuk musibah yang didengungkan oleh pemerintah.
      Namun karena keberaniannya ini, Kiai Turaichan harus menghadap dan mempertanggungjawabkan tindakannya di depan aparat negara yang sedemikian represif waktu itu. Meski demikian, sama sekali ia tidak menunjukkan tabiat mendendam terhadap pemerintah.

      -4-
      Bahkan, hingga menjelang akhir hayatnya pada 20 Agustus 1999, ia termasuk ulama yang sangat antusias mendukung undang-undang pencatatan nikah oleh negara yang telah berlaku sejak 1946. Kiai Turaichan sangat getol menentang praktik-praktik nikah siri atau di bawah tangan.
      Menurutnya, selama hukum pemerintah berpijak pada kemaslahatan umat dan tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka wajib bagi seluruh umat Muslim yang menjadi warga negara Indonesia untuk menaatinya. Artinya, pelanggaran atas suatu peraturan (undang-undang) tersebut adalah juga dihukumi sebagai kemaksiatan terhadap Allah. Demikian pun menaatinya, berarti adalah menaati peraturan Allah.Hal inilah yang membuat kharisma dan kealiman Kiai Turaichan semakin diperhitungkan. Tak heran, bila namanya sangat masyhur sangat ahli ilmu falak yang sangat disegani.
      ‘Lokalitas NU’
      KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi dikenal sebagai ulama ilmu falak yang sangat karismatik. Ia pernah ditunjuk menjabat sebagai Ketua Lajnah Falakiyah PBNU. Di tingkat cabang Kabupaten Kudus, Ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriah NU.
      Kiai Turaichan juga pernah terlibat dalam dunia politik di tingat pusat. Beberapa kali ia ditunjuk menjadi panitia Ad Hoc oleh pimpinan pusat Partai NU. Selain itu, ia juga dipercaya menjadi qadli (hakim) pemerintah pusat pada tahun 1955-1977.
      Di organisasi Nahdlatul Ulama, Kiai Turaichan seringkali terlibat dalam forum-forum diskusi dan bahtsul masail (membahas permasalahan umat), terutama bidang yang menjadi spesialisasinya. Namun, pada saat terjadi perubahan asas dasar NU dari asas Ahlussunnah wal Jamaah menjadi asas Pancasila, dia menyatakan memisahkan diri dari keorganisasian NU.
      Meski telah menyatakan memisahkan diri secara keorganisasian, namun ia tetap dipercaya sebagai Rais Suriyah di tingkat cabang. Sedangkan untuk tingkat pusat, ia tidak lagi aktif seperti sebelumnya. Karenanya, Kiai Turaichan kemudian mempopulerkan istilah ‘Lokalitas NU’ yang berarti tetap setia untuk memperjuangkan organisasi NU dalam skala lokal, yakni di NU cabang Kudus saja. nidia/sya/taq/republikaonline
      Kini keahlian ilmu falak beliau telah diteruskan oleh putranya yaitu Kiai Sirril Wafa Turaihan M.Ag yang menjadi pengajar ilmu falak di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh

    • kritikan yg super bang ahmad…
      sy setuju….

  77. Mohon disebutkan dalil syar’i kriteria 2 derajat dalam imkanurrukyat pak. Terima kasih

  78. Prof. Djamaluddin,

    Saya punya pertanyaan.
    1. Apa bedanya wujudul hilal dan wujudul qomar?
    2. Apakah perhitungan hisab bersifat tunggal atau tidak?

    • Wujudul hilal hanya istilah yang digunakan Muhammadiyah. Maknanya wujudul qomar, karena hilal adalah fenomena rukyat, yang wujudul adalah qomarnya di atas ufuk.
      Hisab yang tingkat akurasinya sama, hasilnya tidak jauh berbeda. Jadi sifatnya tunggal. Interpretasinya yang beragam.

  79. Islam itu simpel dan sederhana, gak usah dibuat ruwet dan rumit. Dalam penentuan 1 syawal, Nabi cukup menerima kesaksian seorang muslim yang mau bersumpah bahwa ia telah melihat hilal, maka esok paginya pun langsung dilaksanakan sholat id dan haram berpuasa. Ini didasarkan pada hadits: “Datang seorang Badui menemui Rasulullah SAW seraya berkata “Sesungguhnya aku telah melihat hilal (Ramadhan), Rasulullah SAW Bersabda “apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?” orang Badui menjawab “Benar” Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata, apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” orang Badui itu menjawab “Ya Benar”, Kemudian Rasulillah bersabda “Wahai Bilal, umumkan kepada orang-orang, untuk berpuasa besok” (HR Abu Daud disahihkan pleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

    Bukankah kita seharusnya mengikuti sunnah Nabi. Sehingga penentuan 1 syawal cukup didasarkan pada kesaksian satu orang muslim saja yang bersumpah, tanpa perlu mempertanyakan “keahlian” atau “kepakaran” saksi tersebut. Beda dengan sekarang hal2 yang mudah oleh Nabi malah dibikin ruwet dengan mensyaratkan kepakaran saksi di bidang ilmu astronomi, padahal Nabi tidak mempersyaratkan hal tersebut. Apakah para pakar astronomi sekarang merasa “lebih pintar” dari Nabi dalam penentuan idul fitri???

    • mensyaratkan pemahaman tntg astronomi bukan menambah ruwet, tp malah menambah jelas. Sekarang ini dg ilmu dan teknologi (modern) yg ada kita sudah dapat mengetahui letak posisi hilal baik azimut hilal, jarak hilal dari matahari dan tinggi hilal, bahkan tingkat kecerahan hilal, dll. Itu semua dapat diketahui melalui hisab yg tingkat keakurasiannya telah dapat dibuktikan. Nah, pada kasus ini, para ahli falak dan pakar astronom (yg bener2 paham tntg astronomi dan falak) telah sepakat bahwa hilal pada 29 Agust posisinya masih dibawah 2 derajat, yaitu 1 derajat sekian menit. Pada posisi demikian, hilal sangat tidak mungkin dapat dilihat. Maka jika ada kesaksian terlihatnya hilal dg nama Allah, atas kebodohannya, apakah harus diterima??
      Saya agak merasa lucu dg prtanyaan: Apakah para pakar astronomi sekarang merasa “lebih pintar” dari Nabi dalam penentuan idul fitri? Anda terlalu jauh menyambungkan dan membandingkan sesuatu. Malah sebaliknya, disini dalam penentuan ramadhan maupun idul fitri, baik para ahli falak maupun pakar astronom berusaha melaksanakan apa yg menjadi dasar berpuasa dan berbuka sebagaimana yg di ajarkan Nabi Muhammad, yaitu dg melihat hilal. Dalam penentuan tersebut para pakar sangat berhati-hati dalam melakukan hitungan maupun rukyah agar dapat benar-benar sesuai dg ajaran Nabi Muhammad. Nah, ketika ada orang yg melihat venus, atau kembang api, kemudian bersaksi dan menamakan itu hilal, apakah kita harus mengikutinya?? Apakah kita harus menutup mata dan telinga atas keilmuan yg kita punya hanya berdasarkan para saksi yg salah melihat??
      Ini masalah ibadah bung, jadi tidak dapat sembarangan memutuskan.

    • @ Angga : Nabi itu bersifat Ma’sum ( Bebas dari salah ) seandainya saat itu kesaksian seorang badui itu tidak benar pasti Nabi langsung dapat teguran dari Alloh lewat Malaikat Jibril, tapi kalau sekarang kesaksian melihat hilal itu tidak didasari dengan keahlian ilmu falak ya sama juga bohong

  80. Saya sangat tertarik dengan tulisan profesor, tetapi sedikit salah duga karena tadinya pikir keusangan teori wujudul hilal, adalah karena yg selama ini dianggap wujudul hilal sebenarnya adalah wujudul qamar, sedang wujudul hilal yg sebenarnya ada syarat lain yaitu harus sudah berbentuk seperti ‘urjunil qadim, yaitu qamar sudah membentuk meruncing melengkung dan menguning, seperti mayang tua (baca tulsan saya “Mengapa Bulan Sabit” di blog saya Manshuralkaf.wordpress.com. Mungkin bisa menjadi perhatian Bapak Profesor

  81. semua yang kontra disini, keliatan banget orangnya itu2 aja..paling2 ganti nama…dan boleh copy paste blog atau artikel orang lain yang oon nya sama, tanpa mengerti asal usul artikel dan isi tulisan artikel tersebut serta dasar nalar nya…ayolah, ngaku aja kenapa kalau ga ngerti, jangan nyalahin pak thomas terus…keliatan banget oon nya…baru melek internet kayaknya…wkwkwkwkw…..

  82. Semua ini gara-gara menggunakan hisab “tahkik” yg dianggap lebih modern, penghitungan hisab klasik karangan para ulama terdahlu di anggap tidak valid………………

  83. salam,…prof. djamaluddin yg terhormat…! menurut anda bahwa di zaman Rasulullah SAW penetapan awal bulan hijriyah didasarkan pada “Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman empirik pengamatan (rukyat) hilal.”, tetapi kalau kemudian menurut anda hari ini mengatakan bahwa “kriteria yang lebih baik adalah kriteria imkan rukyat, dan lebih modern”. pertanyaannya adalah apakah anda akan mengatakan hal yang sama “USANG” terhadap cara Rasulullah yang hanya menggunakan rukyat hilal ( bukan imkan rukyat )….??????

  84. Prof. Thomas karena masuk sbg anggota badan hisab rukyat kemenag, keilmuan astronominya terpengaruh oleh kaidah fiqih. Padahal sy yakin dulu ia tegas dengan ilmunya dan pemahamannya. Eh…sekarang memasukkan unsur syarat tinggi hilal. Seharusnya sbg saintis, ia harus netral sesuai dg kaidah ilmu pengetahuan. Harusnya ia malah memberi masukan kpd pemerintah (kemenag), bahwa kaidah ilmu astronomi itu begini begini. Perkara pemerintah mau pakai atau tdk, itu urusan pemerintah. Ini hampir sama dg seorang akademisi, oleh karena dia jd staf ahli gubernur misalnya, lalu tdk berani mengatakan kalau program yg diluncurkan oleh gubernur itu tdk layak (padahal menurut kajiannya program itu tdk layak). Seyogyanya, kita mesti berpegang pd disiplin ilmu yg dimilikinya, dan jangan terpengaruh oleh kepentingan luar, apalagi tekanan. Apa benar kaidah ilmu astronomi itu mensyaratkan tinggi hilal 2 derajat utk bisa disebut tanggal baru qomariah? Jangan sampai kaidah islam berbeda dg kaidah ilmuwan pada umumnya. Ini bisa mengacaukan ilmu astronomi itu sendiri. Jd, kalau secara astronomi esok sudah tanggal 1, ya katakanlah tanggal 1, jangan dicampurkan dg syarat bisa dilihat atau tidak.

  85. @prasojo, itu kan opini menurut akal2an anda saja, seharusnya anda menerima pencerahan dari ahlinya, bukan menurut keinginan kelompok anda, beberapa waktu yang lalu ada film sang pencerah yang efeknya cukup positip bukan hanya bagi kalangan muhammadiyah, tapi bagi seluruh umat islam Indonesia, tapi sayang skrg pencerahan dari sang profesor yang sekaligus wakil dari pemerintah tidak mau anda renungkan, skrg anda malah sibuk mencari pembenaran atas keputusan ormas/golongan anda sendiri, pencerahan itu bisa datang dari mana saja, bukan cuma dari golongan/ormas kita sendiri, buanglah ego dan buka mata hati anda.

  86. Prabu Minakdjinggo@tolong tunjukkan kaidah penetuan tanggal/bulan baru yg dipelajari/dipahami ilmuwan astronomi dunia/umum? Adakah penetuan tgl baru didasarkan pd tinggi hilal? Setahu saya, mereka cuma menganalisis tinggi minimal utk bisa dilihat, bukan dikaitkan dg syarat bulan baru. Ilmuwan lain tdk pernah mensyaratkan ketinggian hilal utk penetapan bulan baru. jika anda bisa tunjukkan syarat itu (ilmuwan lain), saya akan pertimbangkan penjelasan prof. Thomas. Saya terbuka, kalau memang kaidah ilmiahnya begitu (menurut kaidah astronomi murni), saya akan ikuti. Soalnya, bulan qomariah itu bukan monopolinya ummat islam, tapi terbuka bagi siapa saja, termasuk non muslim. Kita jangan suka mengklaim, bulan (qomariah) itu haknya ummat islam, dan menganggap matahari (masehi/syamsiah) itu milik orang non muslim. Alam ini terbuka bagi siapa saja untuk mempelajari.

    Tadi juga ada yg komen, prof. Syamsul itu kan ahli syariah, kenapa bicara astronomi? Hal yg sama, prof. Thomas ahli astronomi, kenapa bicara syariah? Sama saja khan?

    • Penentuan tanggal baru berdasarkan Al Quran dan Hadits adalah MELIHAT bulan sabit/hilal. Jika bulan sabit/hilal tidak terlihat, maka genapkan jadi 30 hari. (Karena kadang bulan itu 29 hari kadang 30 hari).
      Di zaman Nabi, bulan sabit/hilal DILIHAT dengan mata telanjang.
      Syarat MELIHAT hilal adalah hilal itu TERLIHAT. Menurut ilmu astronomi sekarang, bisa ditentukan ukuran yg hampir pasti untuk MELIHAT hilal dan mengetahui syarat2 agar hilal itu TERLIHAT (mata telanjang) (syarat2nya, misalnya, altitude bulan, elongasi bulan dan matahari, lag, FI, atmosfer dan lain2).
      Jadi menurut saya,
      Syar’i telah dipenuhi. (Sesuai dengan suruhan MELIHAT hilal untuk menentukan penanggalan baru).
      Kaidah Astronomi juga telah dipenuhi. (Sesuai dengan syarat2 agar hilal itu TERLIHAT).
      Agama dan Ilmu harus sejalan.
      Dan dijaman sekarang, beragama harus berhati2, bersifat wara’.
      CMIIW

  87. Prabu Minakjinggo@jadi kalau saya sederhana saja, definisi/kaidah bulan baru yg disepakati para ilmuwan astronomi seluruh dunia itu saja yg kita pakai. Kalau ilmuwan astronomi islam mengadakan kesepakatan sendiri, dan ilmuwan astronomi lainnya menetapkan ketentuannya sendiri, wah…ini jadi kacau. Nanti ada ilmu aerodinamika islam, ada ilmu hidrodinamika islam, ada ilmu kimia islam, ada ilmu fisika islam, dll. Mumet.

    Makanya, saya dlm banyak kesempatan menyarankan, kalau memang ilmu astronomi tdk membawa kemaslahatan bagi ummat islam, lebih baik ummat islam segera tinggalkan ilmu itu, untuk apa dipelajari tapi hasilnya dimasukkan dalam laci. Kalau perlu, ilmu astronomi itu diharamkan saja, dan kita kembali kepada metode rukyat sebagaimana zaman nabi. Kalau perlu tdk boleh pakai teropong, lha wong teropong itu ditemukan setelah zaman nabi.

    Untuk diketahui, teropong atau teleskop itu gabungan ilmu optiik (lensa) dan ilmu cahaya. Keduanya dikombinasikan dalam bentuk teropong dan teleskop. Lalu apa bedanya dg ilmu astronomi yg digabung dg software dan processor komputer? Hakikatnya tdk beda. Bayangkan, tanpa teropong atau teleskop, mata tdk dapat atau sangat kesulitan merukyat bulan umur 1 hari, tp dg bantuan alat tsb, peluang berhasil merukyat semakin besar. Apa ini tdk bertentangan dg hukum asal rukyat? Lalu apa bedanya kita menggunakan ilmu astronomi? Kita terlalu sempit memaknai kata ‘rukyat’. Tapi kita enggan memaknai sempit kata ‘jihad’. Atau ‘taqwa’. Apa sih makna jihad yg sebenarnya? Atau taqwa? Mungkin tak ada satupun ulama yg mampu memaknai dua kata itu secara sempurna. Seharusnya rukyat juga dipahami seperti itu.

    • Assalamualaikum,
      Ketemu lagi nih. Maaf mas, mohon ijin komentar dikit.
      Gini Mas, menurut saya, ilmu pengetahuan apapun bentuknya, ketika ia diadopsi oleh ummat islam, maka ia mungkin saja menjadi berbeda. Dan bahkan dalam banyak hal itulah yang terjadi, kenapa? Karena islam mempunyai satu ke-khas-an tersendiri ketika mengadopsi atau tidak mengadopsi ilmu pengetahuan. Ada hal-hal yang harus diselaraskan dengan syari’at yang dituntunkan oleh Al-qur’an dan As-sunnah.
      Berbeda dengan ilmu pengetahuan yang di pakai oleh umat lain, secara umum mereka menimbang dengan ‘kekuatan’ akal semata, tetapi kita? tentu saja ada pertimbangan lain yang kadang tidak kasat mata dan dinamakan iman.
      Misalnya, ilmu astronomis mengistilahkan bulan baru dengan waktu ijtimak (kalau tidak salah, sih), tanpa ada syarat-syarat terntu, sementara kita, belum bisa dikatakan masuk bulan (hari/bulan baru) ketika belum mencapai masa setelah terbenam matahari (maghrib).
      Atau Teori evolusi-nya Darwin yang sering dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang mampu menjelaskan tentang asal-usul manusia. Bagaimana dengan umat islam? Tentu akan menolak mentah-mentah teori ini, karena adanya iman tadi.
      Wallahu a’lam.

  88. @prasojo, jika ingin melihat secara astronomi saja, maka yg diperoleh hanya data-data keberadaan hilal, yaitu posisi, baik azimut maupun tinggi hilal, sudut elongasi, tingkat kecerahan hilal, dan data-data lain tentang hilal. Sedangkan untuk menentukan tgl satu syawal ataupun bulan lain dlm kalender Islam ya haruz ngomong tntang syariah to ya… Ketentuan masuk tgl satu pada bln hijriyah itu pegangan yg jelas adalah hadis Nabi, yg didalamnya disebutkan antara lain, jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awal maka perkirakanlah. Nah dari itu, Prof. Thomas menengahi dg ilmu satronominya untuk memperkirakan kapan kemungkinan hilal dapat dilihat.
    kalau memang menanyakan tentang latar belakang pendidikan, kebetulan di IAIN Walisongo Semarang ada salah satu jurusan yaitu Kosentrasi Ilmu Falak komplit, yg didlamnya tidak hanya mempelajari ilmu falak saja, tapi juga secara ilmu astronom, juga syariah, bahkan juga ilmu geodesi (ilmu pemetaan yg berhubungan dg pengukuran lintang dan bujur swtu tempat guna perhitungan2 dlm ilmu falak).

  89. @prasojo, tampaknya anda perlu belajar lagi tentang definisi rukyat

  90. Mestinya Prof Djamaluddin tidak mendukung pelaksanaan rukyat pada tanggal 29 Agustus 2011 lalu. Juga tidak perlu mendukung penundaan pelaksanaan Sidang Itsbat sampai pukul 20.00 Wib.

  91. Setahu saya, belum ada yang bisa menunjukkan dalil (kaidah) atau definisi bulan baru menurut ilmuwan astronomi semisal dari NASA. Saya benar2 menginginkan itu. Bukan saya pro Barat, tapi maksud saya untuk mengkonfirmasi definisi oleh Prof Thomas, dengan imkan rukyatnya itu. Jika ilmuwan lain menyatakan bulan baru qomariah memang harus ditentukan berdasar imkan rukyat, saya seketika itu akan tunduk pada imkan rukyat. Apa ilmuwan Barat apatis soal bulan baru qomariah? Saya yakin tidak. Karena ilmu astronomi bukan sekedar berfungsi menetapkan bulan baru, tapi banyak manfaatnya. Dan, definisi bulan baru tentu telah disepakati juga oleh mereka. Kebetulan, islam punya kepentingan yang sangat terhadap penetapan bulan baru, terkait hadits Nabi Saw. Sehingga, kita mengalami dilema yang serius, sehingga kita berupaya keras untuk ‘menyatukan’ kriteria hisab dan rukyat agar hasil keduanya sejalan. Padahal di Barat, mereka tenang2 saja tuh….soal definisi bulan baru. Mereka tetap pada definisi awal. Bahwa ada kajian ‘kemungkinan terlihat’ memang iya, tapi mereka bukan bermaksud menyatukan kedua metode (hisab dan rukyat) sebagaimana dilakukan negara2 islam. Nah..ini yang saya maksud dengan definisi bulan baru menurut kacamata yg netral (maksudnya ya ilmu astronomi itu sendiri), bukan definisi karena pengaruh hadits. Sebab kalau demikian, kajian kita menjadi gamang (atau meminjam istilah Prof Syamsul : ilusi).

    • Mohon maaf, mas. Ada hal yang perlu kita pahami bersama. Ketika kita berkata-kata bisa jadi kadang tidak terukur, misalnya :

      “Kebetulan, islam punya kepentingan yang sangat terhadap penetapan bulan baru, terkait hadits Nabi Saw. Sehingga, kita mengalami dilema yang serius, sehingga kita berupaya keras untuk ‘menyatukan’ kriteria hisab dan rukyat agar hasil keduanya sejalan. Padahal di Barat, mereka tenang2 saja tuh….soal definisi bulan baru.”

      Adalah berbahaya jika kita menganggap “dilema” ketika harus menyelaraskan ilmu pengetahuan dengan hadist Nabi SAW Padahal kita imani bersama bahwa hadist Nabi pun juga merupakan wahyu dari Allah SWT dan bukan dari karangan beliau.
      Kita bisa terjebak dalam pemahaman yang menganggap bahwa Nabi kuno, ketinggalan zaman, tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan modern. Padahal Apa sih yang Allah tidak tahu? Jangankan hanya tentang hilal secara astronomis, bahkan Allah SWT (lewat Rasul-Nya) telah mengabarkan banyak hal tentang apa yang akan terjadi di akhir zaman dan itu satu per satu terbukti kebenarannya.

      Perkara orang barat tidak ribut dengan bulan baru, hal itu lebih dikarenakan memang tidak ada kepentingan (ibadah dan keimanan) bagi mereka yang berkaitan dengan bulan/hilal. Sehingga wajar kalo kita tidak seperti mereka, sebagaimana wajarnya mereka tidak seperti kita ……
      Wallahu’alam

  92. Jd kalau dlm ilmu kedokteran, saya gambarkan begini. Biarlah para ahli bedah syaraf mempelajari kemungkinan transplantasi organ tubuh binatang ke manusia. Biarlah mereka mempelajari misalnya, sistem jaringannya, sistem peredaran darahnya, sistem selnya dll. Apabila memungkinkan menurut penelitiannya, berarti bisa diterapkan. Soal kajian syar’inya biarlah ahlinya yang membahas. Mungkin saat ini katakanlah haram. Tapi seratus tahun lagi belum tentu haram, karena kajian fiqih juga berkembang.

    Sama halnya dg ilmu astronomi, biarlah dipelajari secara netral dulu, jangan langsung diarahkan untuk tunduk kepada ketentuan atau persyaratan ibadah. Ilmu astronomi itu ilmu yg netral, dan meski boleh jadi bermanfaat untuk mendukung peribadatan.

    Sama halnya dg ilmu kimia. Ilmu ini juga merupakan ilmu yang netral. Artinya orang beragama apapun, penelitiannya akan menghasilkan yang sama. Misalnya asam dan basa, jika dicampur akan menghasilkan garam, tak perduli yang mencampur itu orang islam atau org non islam. Nah..hendaknya, ilmu astronomi itu demikian juga. Kriteria bulan baru qomariah (kaidah hisab) menurut astronom muslim mestinya sama dg menurut non muslim. Atau mesti juga sama antara ilmuwan muslim Asia, Timur Tengah, Eropa dan Amerika. Jika berbeda, tentu menjadi kacau balau dan harus ada upaya penyamaan kaidah/kriteria.

    • walah…walah…mas..mas…, anda ini spt orang yang banyak ilmu saja, semua ilmu anda kemukakan untuk mendukung/membenarkan keputusan organisasi anda, padahal yang anda kemukakan itu adalah logika berfikir anda saja, tapi anda kemas seakan2 mewakili berbagai disiplin ilmu, saya adalah orang yang berprofesi dibidang kesehatan dan ingin mendapat pencerahan tentang astronomi di blog ini, tapi melihat comment2 anda rasanya saya ingin tertawa, ingat Hadits Nabi :”Jika segala sesuatu dikerjakan oleh yang bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya”.

  93. Prabu Minakdjinggo…sy tdk mewakili organisasi apapun. Bahwa keyakinan sy sama dg yg diamalkan organisasi itu soal lain. Sy memang termasuk org yg kritis, termasuk dlm beragama sekalipun. Makanya, sy berkali-kali minta tolong ditunjukkan, astronom dunia mana yg mendefinisikan bulan baru (hilal) harus terlihat oleh mata. Kalau memang ada, saya akan ikuti. Referensi yang dikemukakan oleh kelompok imkan rukyat atau rukyat murni dlm blog ini tidak secara eksplisit mengatakan bulan baru harus terlihat oleh mata. Yg ada, para ilmuwan hanya membantu ilmuwan muslim untuk mendekatkan kriteria hisab dg rukyat, sehingga lebih memudahkan ummat islam menetapkan bulan qomariah (termasuk hari ibadah) karena sebagian ummat islam tetap berpegang pada keharusan rukyat. Setahu sy hanya itu. Kalau mereka (astronom dunia) toh tetap berpegang pada kriteria wujudul hilal. Persoalannya, mereka tdk terlalu berkepentingan dg kalender hijriyah. Mereka sudah punya kalendernya sendiri (masehi/miladiyah). Jd mereka meskipun memiliki pemahaman sendiri soal bulan baru qomariah, mereka tidak terlalu ambil pusing dan menyerahkan sepenuhnya kepada astronom muslim. Tapi mereka mau membantu problem yg dihadapi ummat islam saat ini, yg masih terus mengalami perdebatan yang tak kunjung usai.

    • kritis bukan berarti sok tau lalu mencampuradukkan semua disiplin ilmu dan ngeyel, kritis itu juga harus berdasar, hadits Nabi SAW juga tidak ada yang menerangkan tentang wujudul hilal untuk awal dan akhir ramadhan.

  94. Nopianoor@saya tidak mengatakan islam bertabrakan dg ilmu pengetahuan atau islam menjadi kuno setelah kita memasuki millennium. Justru saya sering katakan, alquran itu sumber ilmu pengetahuan. Peradaban semaju apapun tetap sinkron dg ajaran islam. Persoalan sering timbul manakala kita tidak mampu menangkap hakikat atau esensi nash (alquran dan hadits). Kalaupun manusia pada suatu saat mampu melakukan penerbangan antar planet, capaian kemajuan itu tetap tidak akan bertabrakan dengan nash (alquran dan hadits). Boleh jadi, pemahaman ummat sekarang terhadap suatu nash yang sudah dianggap final (terutama yang berkait dengan ayat kauniah), suatu saat (mungkin seratus tahun kemudian) akan tidak pas lagi dengan kondisi saat itu.

    Gambaran sederhana saja. Jumhur ulama sepakat bahwa memegang alquran itu harus dalam keadaan suci (dari hadas). Benar. Tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mungkin kita akan merenungkan kembali soal itu. Sekarang, alquran digital (bertuliskan arab, lengkap 30 juz) sudah ada dan sudah bisa diinstall atau dicopy ke komputer. Bahkan sekarang sudah bisa didownload ke HP dan otomatis bisa dibawa kemana-mana serta bisa dibuka setiap saat. Pertanyaan muncul, apakah si pemilik HP harus selalu dalam keadaan suci selama katakanlah 24 jam karena ia mengantongi HP yang di dalamnya ada alquran? Bagaimana pula kalau (maaf) ia buang angin, apakah ia harus meletakkan HP nya dulu? Terlebih lagi kalau ia dalam perjalanan dan harus ke toilet, apakah HP harus ditinggal atau dititip ke orang lain atau satpam? Ataukah seluruh ayat yang katanya berjumlah 6.616 ayat yang disimpan dalam HP itu bukan ayat alquran dan harus disebut ”BUKAN ALQURAN”? Memang, pengertian alquran di sini bisa menjadi perdebatan, bahwa yang di HP itu alquran atau tidak. Kalau tidak, apakah yang dimaksud alquran itu harus berbentuk kertas dan ditulis dengan tinta atau apapun namanya? Tapi, kenyataannya seluruh ayat alquran yang di dalam HP itu bisa dibuka dan dibaca. Jika anda belum yakin, silakan download aplikasi ”uQuran” ke HP anda.

    Inilah contoh persoalan,yang menurut saya perlu pemikiran kembali. Demikian juga pemahaman fiqih yang menyangkut ayat2 kauniah.

  95. Wah….nggak ada yg berani komen atas komen sy terakhir. Pada mentok ya?

    • @ Prasojo, :Ada perbedaan antara Al Qur’an dan Mushaf, Al Qur’an adalah kitab Allah yang tidak bisa disentuh yang turun kedunia dengan perantaraan wahyu, Al Qur’an memang selamanya berada ditempat yang suci sedangkan Mushaf, adalah catatan Manusia yang dibuat berdasarkan wahyu yang memuat isi Al Qur’an. Isinya yang suci menjadikan umat Islam menghargai mushaf seperti Al Qur’an sendiri.

      Dalam pengamalan Al Qur’an mengandung dua sisi, sisi ibadah Mafdhah ( hubungan manusia dengan Sang Haliq ) yang disana dijanjikan pahala didalamnya . Untuk ini diwajibkan kita dalam keadaan suci dari hadats. Belajar mengenal huruf-huruf Al Qur’an hanya dengan tujuan manfaat bagi dirinya , walaupun juga akan mendapatkan pahala tapi tidak beda dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat lainnya, tidak diwajibkan bagi kita untuk suci dari hadats.

      Walaupun begitu, lebih baik kita senantiasa membaca/mempelajari Al Qur’an melalui mushaf yang tersedia selalu dalam keadaan suci dari hadats agar kita mendapatkan keduanya.

    • Na’udzubillahi mindzalik….spt andakah wajah asli generasi islam saat ini ? anda terlalu membanggakan diri anda sehingga anda tidak sadar bahwa setiap kata2/comment anda selalu ada kesombongan yang muncul dan menganggap rendah orang lain, sadarlah saudaraku, sebelum setan terus menjerumuskan anda, ingat pepatah “Padi itu semakin berisi akan semakin merunduk”.

  96. Utk penyatuan kalender ummat islam, saya punya ide dan sdh sy sampaikan ke prof. Thomas, tapi dia malu mengakuinya. Caranya sederhana dan insya Allah selaran dengan nash, sbb :

    Pada saat matahari tepat di atas Ka’bah (boleh juga saat matahari di garis bujur yg melewati Ka’bah, pada lintang 0 derajat/equator), lihat cakupan sinar matahari. Seluruh belahan bumi yang tersinari matahari, berada pada tanggal yg sama dg Arab Saudi (katakanlah tanggal 2). Sedangkan belahan bumi yg tdk tersinari matahari (gelap) ditetapkan = tanggal Arab Saudi – 1. Jadi = tanggal 1. Atau mudahnya, tanggal dimulai dari belahan bumi dimana Arab Saudi berada, dan belahan bumi lainnya menyusul.

    Oleh karena suatu negara (saat matahari tepat di atas Ka’bah) mungkin sebagian wilayahnya terang dan sebagian gelap, tinggal diprosentase saja seberapa persen yang terang dan berapa persen yang gelap. Jika prosentase yg terang lebih besar, maka mengikuti Arab Saudi. Sebaliknya, jika prosentase gelapnya lebih besar, mengikuti belahan yg lain. Kalau prosentasenya imbang, bisa diserahkan kpd negara bersangkutan utk memilih, apakah memilih bergabung dg belahan Arab Saudi atau sebaliknya. Dalam konteks ini, maka Asia (termasuk Indonesia) dan Australia akan memasuki tanggal/bulan baru duluan, disusul Arab Saudi dan jazirah Arab (4 jam kemudian) serta benua Afrika. Baru kemudian menyusul Eropa dan Amerika (esoknya). Jadi, Indonesia tentu akan berpuasa lebih dulu atau berlebaran lebih dulu (4 jam) dari pada Arab Saudi.
    Lalu persoalan siapa yg menyusun kalender ummat islam dan menetapkan hari-hari ibadah? Untuk ini, kita serahkan sepenuhnya kpd otoritas Arab Saudi. Yang terpenting, Arab Saudi harus menetapkan hari-hari ibadah jauh-jauh hari (minimal 1 x 24 jam) sebelum waktu pelaksanaan ibadah, agar ummat Islam yg di kawasan timur Arab Saudi tidak kelabakan melakukan persiapan ibadah. Soal Arab Saudi akan menggunakan metode rukyat (ini tentu akan menyulitkan kawasan timur Arab) ataupun hisab wujudul hilal ataupun imkan rukyat, kita serahkan sepenuhnya kepada otoritas Arab Saudi. Hemat saya, Arab Saudi seyognyanya menggunakan metode hisab karena cakupan wilayahnya luas, dan perbedaan waktu antara Arab Saudi dengan negara-negara tertentu cukup besar. Jika menggunakan rukyat maka ada wilayah negara yg kelabakan menghadapi waktu ibadah.

    Ide Mekkah menjadi pusat bumi, sebenarnya cukup banyak. Tapi kebanyakan, menghendaki Arab Saudi menjadi batas garis tanggal internasional. Kalau yang demikian, berarti Ka’bah bukan dianggap sebagai pusat bumi, tapi tapal batas bumi. Makanya, pusatnya adalah Ka’bah dan untuk menentukan cakupannya, harus dilihat saat matahari tepat di atas Ka’bah. Hal ini juga sangat sinergis, yaitu pada saat itu sedang terjadi poros ”matahari – Ka’bah – Bumi”.

    Dengan metode ini, rasanya ummat islam seluruh dunia bisa bersatu dalam beribadah, khususnya puasa dan dua hari raya. Metode ini lebih praktis dan mencakup seluruh negara di bumi ini. Berbeda dg metode hisab imkan rukyat (yang katanya lebih mutakhir – setidaknya menurut Prof. Thomas Djamaluddin), yang masih akan sulit berlaku secara global karena masing-masing negara bisa berbeda menetapkannya. Mohon direnungkan. Ayooo….siapa mendukung….???

    • . Keinginan menyatukan tanggal yang telah begitu terobsessi , membawa Prof. Dr.T.Djamaluddin bertindak meninggalkan kaidah-kaidah agama yang lebih kuat dengan menafikan semua Hadits yang ada dan bertumpu pada satu-satunya ilmu yang dikuasainya dengan meninggalkan kemungkinan adanya campur tangan alam ( Atmosfir, air laut dan berbagai gejala alam lain yang mampu menutup bias matahari yang menutup hilal) gejala alam ini adalah alat bantu Yang Allah akan menyediakan bagi manusia bila Allah menghendaki. Inilah yang saya katakan hidayah Allah yang dilanggar oleh Arogansi Ilmu Pengetahuan. ( Yang dilakukan oleh Prof. Dr. T. Djamaluddin )

      5. Dengan upaya yang sungguh-sungguh, dengan teknologi yang sudah demikian tinggi, melihat hilal pada posisi 0 derajat ditas ufuk , bukannya satu hal yang tidak mungkin. Inilah yang para penganut Ru’yah peserta Sidang Isbat telah lupakan dan terbuai oleh satu-satunya ilmu astronomi yang dibanggakan kelewat takaran. Pada saat Allah memberi petunjuk kepada manusia dengan menemukan alat/teknologi lain yang dapat merekam hilal pada posisi kurang dari 1 derajat diatas ufuk, maka imkan ru’yat itu menjadi sangat kuno dan ketinggalan jaman. Dan waktu itu tidak akan lama lagi.

      Kesimpulan :

      Menetapkan ilmu pada tempatnya adalah satu kewajiban bagi seorang muslim

      Kembali pada dalil-dalil yang ada , walaupun kelihatan sangat ketinggalan jaman tapi hasilnya tidak akan pernah menyesatkan, karena ilmu dan teknologi akan selalu mengikutinya.

      • Prof. Dimana anda ? saya inginkan jawaban langsung dari anda, agar tidak perlu terjadi fitnah, disini terlalu ramai dan terbatas, dilapak saya di Kompasiana , situasinya kondusif untuk berdiskusi dengan santai.

  97. TEROPONG 2 DERAJAT…?

    Sabda Nabi” Jika urusan Ibadah Aku lebih tahu daripada kamu,tetapi dalam urusan dunia kamulah yang lebih tahu dari Aku”

    Pertanyaannya:
    Apakah Urusan penentuan 1 Syawal urusan dunia atau ibadah?

    Menurut saya yang awam ini masalah penentuan 1 Syawal adalah urusan dunia, manusia diberi kebebasan untuk berinovasi merumuskan dan menciptakan teknologi yang dapat membantu menjelaskan masalah ini,sama dengan menentukan jadwal waktu Sholat, dan tidak bisa dikatakan Bid’ah kalau menggunakan hisab/alat teropong karena diluar dari urusan ritual ibadah

    Utk hisab Wujudul Hilal tidak ada masalah berapapun derajatnya asalkan hilal sudah diatas ufuk sudah masuk bulan baru,tetapi untuk Rukyat /Imkan Rukyat ada pertayaan karena letak persoalan Rukyat /Imkan Rukyat saat ini adalah tidak bisa dirukyat jika ketinggian hilal kurang dari 2 derajat.

    Pertanyaaannya:
    Apakah manusia di bumi ini akan mampu membuat alat teropong yang mampu melihat hilal <2 derajat?

    Tentu bisa dan generasi yang akan datang yang bisa menjawab pertanyaan ini dan selesailah masalah perbedaan Penentuan 1 Syawal, sama ketika dulu orang dulu bertanya apakah mungkin kita bisa menginjakan kaki ke bulan, sekarang bulan sudah diinjak2 manusia

    Kemudian kalau manusia sudah dapat menciptakan teropong yang mampu melihat hilal dibawah 2 derajat
    Pertanyaannya:

    Apakah beda melihat hilal dengan ilmu (Wujudul Hilal) melalui sofware Stellarium dll dengan teropong masa depan yang mampu melihat hilal <2 derajat?

    Kalau sama,
    Pertanyaan :
    Mengapa harus menunggu sekian lama utk menciptakan sebuah Teropong yang mampu melihat hilal dibawah 2 derajat?

    Wallahua’alam bishowab…

  98. Prabu Minakjinggo@….orang pinter itu tdk harus bergelar profesor atau sekolah yang tinggi. Albert Einstein itu dulu malah nggak sekolah. Buya Hamka dullu juga cuma sekolah rendahan. Di tempat saya banyak juga doktor yg keilmuannya juga begitu begitu saja. Jadi pendidikan tinggi atau titel belum jaminan lah. Mau bukti lagi? Coba ajak profesor kehutanan atau biologi tumbuhan ke hutan yang masih perawan, dan diadu soal nama2 jenis tumbuhan yg ada di hutan dan diadu dg orang kubu (suku anak dalam), siapa yang mampu menyebutkan seluruh nama tumbuhan yang ada di hutan? Belum tau si profesor menang. Mau bukti lagi? Terjunkan profesor ke laut dan beradu dg nelayan menangkap ikan pakai kapal/jaring, siapa yang hasilnya lebih banyak? Saya tdk yakin si profesor (tanpa alat bantu teknologi semisal fish finder) mampu mengalahkan nelayan yang hanya tamat SD. Jadi jangan membanggakan pendidikan atau gelar lah. Profesor boleh jadi pinter dalam hal rumus2 atau teori/metodologi, tapi pemikiran belum tentu. Apalagi sekarang ijazah ‘bisa dibeli’. Banyak tuh calo ‘sarjana’ bertebaran di kampus-kampus.

    Pemikiran manusia itu boleh dikata tak terbatas. Orang tamat SMA kalau selalu mengasah pikirnya (dan nggak harus sekolah formal), bisa berkaliber profesor. Jadi anda jangan apriori. Biar aja orang mau merasa pintar. Daripada menjadi orang inferior? Biasa aja….. Enjoy aja….

  99. Na’udzubillahi mindzalik….spt andakah wajah asli generasi islam saat ini ? anda terlalu membanggakan diri anda sehingga anda tidak sadar bahwa setiap kata2/comment anda selalu ada kesombongan yang muncul dan menganggap rendah orang lain, sadarlah saudaraku, sebelum setan terus menjerumuskan anda, ingat pepatah “Padi itu semakin berisi akan semakin merunduk”.

  100. Prabu Minakjinggo@anda juga tidak membaca ulang koment2 anda. Coba deh baca lagi….. Jangan2 anda juga termasuk org yang anda sebutkan itu

  101. assalamu’alaikum…. ini baru orang berilmu, mau dihujat atau dipuji, tidak berpengaruh pada pendapat yang diyakininya, apalagi jika ada yang bertanya langsung dijawab…. syukran prof. setahu saya Arab saudi mengharamkan hisab, muftinya Abdul aziz Alu Syaikh mengatakan orang yang menetapkan awal bulan qamariyah dengan hisab adlah orang yang kurang beriman. sedangkan Lajnah Fatwa ad Daimah mengatakan : pakai hisab bid’ah. kalau ditanyakankepada ulama saudi : Di indonesia ada ormas yang menetapkan awal bulan pakai hisab… kira-kira apa jawaban ulama saudi yah …

  102. Syarqawi…..kalau demikian, makanya ummat islam segera meninggalkan ilmu astronomi. Untuk apa dipelajari…toh tidak ada gunanya. Bahkan, kalau perlu MUI segera memfatwakan haram tu…mempelajari ilmu astronomi.

    • Praso Jo Ngeyel,
      beginilah komentarmu kalo sudah kehabisan akal pikiran sehat, tingkat kecerdasanmu sudah sampai pada titik puncak kulminasi. grafiknya sudah mulai turun sedikit demi sedikit dan sebentar lagi akan berada pada titik nadir … akhirnya …???

  103. Sudrun…..lah katanya pengamal ilmu hisab tdk beriman. Malah pemecah belah persatuan ummat islam. Ya…kalau demikian diharamkan sajalah. Ini bukan ngeyel. Kan anda juga posting begitu. Saya kan hanya mengomentari tulisan anda. Makanya, ayo…kita berargumen…jangan menyinggung soal pribadi. Biarlah soal pinter bodoh, biar orang yg menilai. Nggak perlu kita katakan. Tulis saja yg menjadi pendapat anda. Paling, kalau saya tidak tertarik komen, saya nggak komen. Kalau tertarik komen, saya tulis. Enak khan? Saya juga nggak menuntut komen anda koq. Di sini kita bebas, termasuk memaki-maki kalau mau. Meski itu tak pantas dan tak ada gunanya. Nggak ada gunanya. Justru menunjukkan kekerdilannya, kalau kita begitu. Makanya, saya coba bersikap moderat, meski kadang ada tulisan saya yg sedikit menyinggung pribadi. Tapi saya akan selalu kontrol diri lah.

    • “Wah….nggak ada yg berani komen atas komen sy terakhir. Pada mentok ya?” itulah salah satu petikan comment dari yth. saudara kita prasojo, yang sebenarnya menunjukkan watak asli seorang yang sombong dan keminter, seorang yang berilmu tapi tidak punya akhlak ,@prasojo, bila anda memang berilmu dan merasa paling pinter, apakah comment anda itu sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi SAW, apakah Nabi SAW memberi contoh untuk berlagak keminter dan jumawa seperti yang anda lakukan/commentkan ? mana ayat Alquran dan Hadits Nabi yang menyatakan demikian ?

    • ini kata prasojo diatas: “…..lah katanya pengamal ilmu hisab tdk beriman. Malah pemecah belah persatuan ummat islam. Ya…kalau demikian diharamkan sajalah.
      … saya sangat SETUJUUU!

  104. Prabu Minakdjinggo….halaaahhh…..sensi banget. nggak segitunya layaauuuwwww……. Pinter bodoh nggak bisa diukur dari rubrik ini. apalagi komen2nya begitu2 aja…….

    Sudrun….ya udah…kalender di rumahmu turunkan aja…..itu kan produk hisab. Ntar kalau anda mau shalat, intip aja matahari, atau fajar. simpel koq.

    • Hei bocah ingusan … ngapain kalender dirumahku diturunkan … aku nggak pernah pake kalender produk hisab. kalender kayak gitu nggak laku dijual ditempat kami!

      • to All, cukup disini I’m sorry & sampai ketemu lagi … saya harus kembali tugas kepedalaman.

  105. Lho koq perdebatan jadi nggak bermutu sih? Siapa sih yang memulai?

  106. Saya juga mohon pamit buat semua. Jika ada yg tersinggung, sy mhn maaf. Terakhir, sy berharap pak Prof mau merenungkan kembali tulisan-tulisannya yang sesungguhnya cukup ilmiah, tapi bertendensi ‘menghakimi’ ormas islam tertentu dan ‘provokatif’, melampaui kewenangannya selaku pakar astronomi. Masih ada waktu pak…..wassalam

    • Rame juga nih comment2nya, tapi yang pasti kita semua adalah saudara dan walau sebesar apapun perbedaan kita, tapi sesama muslim kita adalah saudara, jangan sampai hanya karena perbedaan akan memutuskan tali silaturrahim kita sesama muslim. Maju terus Prof. Thomas Djamaludin…..maju terus agama islam….. sbg agama yang “rahmatan lil alamiin”.

  107. kalau yang komennya ga jelas ga usah diladenin prof…toh mereka juga emosi aja…ga bakal nyambung lah dijelasin model apa pun…lah mereka kerjaannya kan berpegang teguh tanpa mikir (taqlid)…
    biar aja mereka comment prof..cukup tanggapi orang yang memang bertanya untuk kebaikan..bukan bertanya untuk keburukan 🙂

  108. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
    Berakhir dengan baik, semoga yang kita lakukan menjadi perbaikan buat semua.
    Bravo Profesor. Maju terus.

  109. Dalam banyak hal tentang Astronomi terutama yg berkaitan dengan penetapan Bulan Hijriyah, sy sepkat dengan Sdr Prasojo. Menurut hemat saya pengetahuan yang akurat tentang Alam Raya mustahil bertentangan dengan dalil Syara’ karena Alam adalah ciptaan Allah, yang Allah sendiri di dalam Al-Qur’an memerintahkan untuk “mentafakurinya” sementara Al-Quran adalah jelas wahyu Allah. Contoh: Jika sebagian besar Astronom DI DUNIA menyatakan hal yang sama tentang BULAN(padahal mereka mengamatinya secara terpisah), maka pernyataan para ahli tentang BULAN itu mustahil bertentangan dengan Syara’ meskipun Syara’ tdk menguraikannya dg detil, tapi Keduanya (Al-Qur’an dan Alama Raya) berasal dari Allah. Tentang kebenaran pernyataan Ilmiah memang ada batasnya yaitu, adanya temuan baru yang secara meyakinkan dapat menggugurkan temuan lama, tetapi sepanjang ilmu yg ada dapat menjawab persoalan yg timbul, ilmu itu dapat dianggap “shohih”. Tentang Bulan Hijriyah, mari kita samakan persepsi dahulu, baik menurut TAFSIR/FIQH maupun ASTRONOMI… “APA BULAN BARU ITU”. Perlu diingat, DALIL DADAT DIANGGAP QOTH’I tapi TAFSIR BISA DHAN’I

  110. Good content and I really liked reading this. The other opinions are interesting.

  111. mas prasojo apakah memiliki blog atau situs pribadi tidak? saya tertarik jika ada diskusi lain menyangkut fiqih islam lainnya. . . trims. . .

  112. Yang bener mah, yang melaksanakan ibadah shaum,ketimbang yang tidak ibadah shaum. Gitu aza kok repot…

  113. Pokoknya saya dukung Professor… Maju terus Professor !!! Berilah pencerahan bagi orang Indonesia yang selalu mengedepankan nama ormas. Saya sudah muak jika masalah ibadah selalu dikaitkan atas nama ormas2 tertentu.

  114. Membaca tulisan-tulisan Bapak Thomas tentang Imkanur Rukyah (IR) dan Wujudul Hilal (WH), saya melihat Bapak sedang melakukan politik belah bambu. Orang yg mendukung tulisan Bapak belum tentu mendukung IR tapi lebih banyak karena tidak mendukung Muhammadiyah (dengan wujudul hilalnya dalam penentuan bulan baru). Bapak tidak membandingkan dengan rukyatul hilal, padahal IR pada lain kesempatan akan bermasalah dengan rukyatul hilal.
    IR menggunakan visibilitas hilal (kemungkinan melihat hilal), ingat kemungkinan bukan kepastian. Ini yang banyak tidak kita sadari tentang kriteria IR. Kata kemungkinan berarti bisa melihat bisa saja tidak melihat. Para Pengurus NU pun menyatakan dengan kriteria dua derajat, sulit untuk melihat hilal. Ingat disini Para Pengurus NU mengatakan sulit yang artinya belum tentu tidak bisa melihat, tapi bisa saja melihat hilal.
    Permasalahan yang terjadi antara Imkanur Rukyah dengan Rukyatul Hilal sebetulnya sudah terjadi beberapa kali. Beberapa kali kesaksian orang-orang yang melihat hilal ditolak dengan berbagai macam alasan dalam IR. Sehingga pernah NU Jatim (rukyatul hilal) atau penganut Rukyatul hilal yang lain menentukan tanggal yang sama dengan Muhammadiyah (wujudul hilal). Padahal pada zaman Nabi, kesaksian orang Badui yang melihat hilal diterima Nabi setelah mereka disumpah, tanpa ada embel-embel harus dengan syarat ini, syarat itu. Aneh, suatu kemungkinan melihat hilal (dalam IR) menolak suatu kepastian melihat hilal (rukyatul hilal).
    Akhirnya, apakah Bapak melalui blog ini masih terus mempraktekkan Politik Belah Bambu??? Bagi semua umat Islam berhati-hatilah. Semoga Ramadhan ini, meningkatkan iman, taqwa dan persatuan kita. Dan khusus bagi Bapak Thomas Jamaludin, semoga Bapak insyaf.

    • Jadilah umat muslim yang yakin pada Ilmu Allah, bahwa hisab itu adalah Ilmu Allah yang diisyaratkan dalam Al Qur an,”Wa qoddarohu manazila lita’lamu adadasiniina wal hisab” bahwa alam ini ditetapkan manzil-manzil(garis orbit tempat edar benda alam raya ini) untuk dapat mengetahui hitungan perjalanan hari,bulan dan tahun, mengapa kita harus mengingkari berita Allah ini,dan penerapan hisab sesungguhnya menjawab bahwa hidup ini harus dengan ilmu, semakin kedepan maka konteks keilmuan harus selaras dengan kebutuhan guna persatuan. Wujudul hilal bukan hal usang tapi untuk menjawab persatuan dan kebersamaan umat…,berpikir dan berbuat dengan keimanan yang dalam, Bahwa Allah Maha memiliki Ilmu.., itulah jawaban untuk orang yang beriman

  115. assalamualaikum wr wb
    untuk indonesia awal puasa ramadan tahun 1435 H hari senen tgl 30 juni 2014. semoga kita mendapat safaat di yaumil masar kelak amin . landasan hisab dan rukyat itu tertulis di tiang arasy urutan urufnya di lihat rasullulah saw di saat israk dan migrat, tentu allah sang pencipta alam yang menuliskannya ini metode yg kita pakai untuk menentukan awal puasa ramadan dan bulan hijriyah dan juga titik nol derajatnya revolusi bulan mengelilingi bumi bukan pada ijtimak (kunjungsi), lebih jelasnya baca rotasibulan.blogspot.com dan simak video mencerna hadist rasullulah saw dg ilmu teknologi

  116. Wujud hilal usang? Harus diperbarui?
    > Rasulallah Saw bersabda, “Berpuasalah dengan melihat hilal dan berbuka (berhariraya)lah dengan melihatnya pula. Jika (hilal)terhalang (awan) hingga kalian tidak dapat melihatnya, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari” (HR. al-Bukhari)
    Haruskah sunah ini diperbarui pula?

  117. Tapi yang jadi lucunya adalah pemerintah Arab Saudi menentukan wukuf di Arafah tanggal 3 Oktober 2014 hari jumat ? Yang goblok pemerintah Arab, Muhammadiyah atau Kementrian agama Indonesia ?

    • Arab Saudi mendasarkan pada kesaksian RUKYAT di Saudi yang diterima oleh Mahkamah Agung Saudi. Muhammadiyah mendasarkan pada HISAB wujudul hilal untuk wilayah Indonesia. Kalau hasilnya kebetulan sama, bukan berarti saling mendukung. RUKYAT di Saudi tidak terkait dengan HISAB untuk wilayah Indonesia.

      Kementerian Agama mendasarkan pada hisab imkan rukyat yang dibuktikan hasil rukyat di Indonesia, yang juga tidak bisa dibandingkan dengan hisab wujudul hilal Muhammadiyah dan tidak bisa juga dibandingkan dengan rukyat di Saudi.

  118. Solusinya kembali ke Al-Quran:

    “Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan”

    Penjelasannya: Disana ada kata “mengejar” artinya ada pengejar dan yang dikejar, ada yang di depan dan yang di belakang. Ini menunjukkan tentang posisi. Tidak mungkin bagi matahari berada di belakang bulan. Bukanlah teori “geosentris” yang sudah usang.

  119. Jika ingin punya kalender Islam yg sama setuju menggunakan metode islam al ru’yat, memadukan syariah dan astronomi tapi perlu kesepakatan tempat hilal waktu. Krn klu tdk yg terjadi tetap umat islam tdk akan pernah punya kalender paten yg sama. Ada kalender Islam indonesia, ada kalender saudi dst. Sebaiknya negara2 islam duduk bareng untuk menentukan posisi hilal waktu. Dalam hadis Nabi saw? Hilal waktu haji diserahkan kepada wali Mekah, Mekah Hilal Waktu (MHW). Kalender islam tdk hanya untuk menentukan waktu puasa dan lebaran tapi justeru hilal untuk “mawaqit wal hajj”, termasuk kalender kerja dan penyelenggaraan ibadah haji. Wa Allah a’lam bi al shawab

  120. […] Sumber : Website T. Djamaluddin […]

Tinggalkan Balasan ke -MNA- Batalkan balasan