Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab


T. Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN

Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementeria Agama RI

Perbedaan Idul Fitri dan Idul Adha sering terjadi di Indonesia. Penyebab utama BUKAN perbedaan metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan), tetapi pada perbedaan kriterianya. Kalau mau lebih spesifik merujuk akar masalah, sumber masalah utama adalah Muhammadiyah yang masih kukuh menggunakan hisab wujudul hilal. Bila posisi bulan sudah positif di atas ufuk, tetapi ketinggiannya masih sekitar batas kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat, batas kemungkinan untuk diamati) atau lebih rendah lagi, dapat dipastikan terjadi perbedaan. Perbedaan terakhir kita alami pada Idul Fitri 1327 H/2006 M dan 1428 H/2007 H serta Idul Adha 1431/2010. Idul Fitri 1432/2011 tahun ini juga hampir dipastikan terjadi perbedaan. Kalau kriteria Muhammadiyah tidak diubah, dapat dipastikan awal Ramadhan 1433/2012, 1434/2013, dan 1435/2014 juga akan beda. Masyarakat dibuat bingung, tetapi hanya disodori solusi sementara, “mari kita saling menghormati”. Adakah solusi permanennya? Ada, Muhammadiyah bersama ormas-ormas Islam harus bersepakati untuk mengubah kriterianya.

Mengapa perbedaan itu pasti terjadi ketika bulan pada posisi yang sangat rendah, tetapi sudah positif di atas ufuk? Kita ambil kasus penentuan Idul Fitri 1432/2011. Pada saat maghrib 29 Ramadhan 1432/29 Agustus 2011 tinggi bulan di seluruh Indonesia hanya sekitar 2 derajat atau kurang, tetapi sudah positif. Perlu diketahui, kemampuan hisab sudah dimiliki semua ormas Islam secara merata, termasuk NU dan Persis, sehingga data hisab seperti itu sudah diketahui umum. Dengan perangkat astronomi yang mudah didapat, siapa pun kini bisa menghisabnya. Dengan posisi bulan seperti itu, Muhammadiyah sejak awal sudah mengumumkan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011 karena bulan (“hilal”) sudah wujud di atas ufuk saat maghrib 29 Agustus 2011. Tetapi Ormas lain yang mengamalkan hisab juga, yaitu Persis (Persatuan Islam), mengumumkan Idul Fitri jatuh pada 31 Agustus 2011 karena mendasarkan pada kriteria imkan rukyat (kemungkinan untuk rukyat) yang pada saat maghrib 29 Agustus 2011 bulan masih terlalu rendah untuk bisa memunculkan hilal yang teramati. NU yang mendasarkan pada rukyat masih menunggu hasil rukyat. Tetapi, dalam beberapa kejadian sebelumnya seperti 1427/2006 dan 1428/2007, laporan kesaksian hilal pada saat bulan sangat rendah sering kali ditolak karena tidak mungkin ada rukyat dan seringkali pengamat ternyata keliru menunjukkan arah hilal.

Jadi, selama Muhammadiyah masih bersikukuh dengan kriteria wujudul hilalnya, kita selalu dihantui adanya perbedaan hari raya dan awal Ramadhan.  Seperti apa sesungguhnya hisab wujudul hilal itu? Banyak kalangan di intern Muhammadiyah mengagungkannya, seolah itu sebagai simbol keunggulan hisab mereka yang mereka yakini, terutama ketika dibandingkan dengan metode rukyat.  Tentu saja mereka anggota fanatik Muhammadiyah, tetapi sesungguhnya tidak faham ilmu hisab, seolah hisab itu hanya dengan kriteria wujudul hilal.

Oktober 2003 lalu saya diundang Muhammadiyah sebagai narasumber pada Munas Tarjih ke-26 di Padang. Saya diminta memaparkan “Kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla’ Wilayatul Hukmi”. Saya katakan  wujudul hilal hanya ada dalam teori, tidak mungkin bisa teramati. Pada kesempatan lain saya sering mangatakan teori/kriteria wujudul hilal tidak punya landasan kuat dari segi syar’i dan astronomisnya. Dari segi syar’i, tafsir yang merujuk pada QS Yasin 39-40 terkesan dipaksakan (rincinya silakan baca blog saya https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/28/hisab-dan-rukyat-setara-astronomi-menguak-isyarat-lengkap-dalam-al-quran-tentang-penentuan-awal-ramadhan-syawal-dan-dzulhijjah/ ). Dari segi astronomi, kriteria wujudul hilal adalah kriteria usang yang sudah lama ditinggalkan di kalangan ahli falak.

Kita ketahui, metode penentuan kalender yang paling kuno adalah hisab urfi (hanya berdasarkan periodik, 30 dan 29 hari berulang-ulang, yang kini digunakan oleh beberapa kelompok kecil di Sumatera Barat dan Jawa Timur, yang hasilnya berbeda dengan metode hisab atau rukyat modern). Lalu berkembang hisab imkan rukyat (visibilitas hilal, menghitung kemungkinan hilal teramati), tetapi masih menggunakan hisab taqribi (pendekatan) yang akurasinya masih rendah. Muhammadiyah pun sempat menggunakannya pada awal sejarahnya. Kemudian untuk menghindari kerumitan imkan rukyat, digunakan hisab ijtimak qablal ghurub (konjungsi sebelum matahari terbenam) dan hisab wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk yang ditandai bulan terbenam lebih lambat daripada matahari). Kini kriteria ijtimak qablal ghurub dan wujudul hilal mulai ditinggalkan, kecuali oleh beberapa kelompok atau negara yang masih kurang keterlibatan ahli hisabnya, seperti oleh Arab Saudi untuk kalender Ummul Quro-nya. Kini para pembuat kalender cenderung menggunakan kriteria imkan rukyat karena bisa dibandingkan dengan hasil rukyat. Perhitungan imkan rukyat kini sangat mudah dilakukan, terbantu dengan perkembangan perangkat lunak astronomi. Informasi imkanur rukyat atau visibilitas hilal juga sangat mudah diakses secara online di internet.

Muhammdiyah yang tampaknya terlalu ketat menjauhi rukyat terjebak pada kejumudan (kebekuan pemikiran) dalam ilmu falak atau astronomi terkait penentuan sistem kelendernya. Mereka cukup puas dengan wujudul hilal, kriteria lama yang secara astronomi dapat dianggap usang. Mereka mematikan tajdid (pembaharuan) yang sebenarnya menjadi nama lembaga think tank mereka, Majelis Tarjih dan Tajdid. Sayang sekali. Sementara ormas Islam lain terus berubah. NU yang pada awalnya cenderung melarang rukyat dengan alat, termasuk kacamata, kini sudah melengkapi diri dengan perangkat lunak astronomi dan teleskop canggih. Mungkin jumlah ahli hisab di NU jauh lebih banyak daripada di Muhammadiyah, walau mereka pengamal rukyat. Sementara Persis (Persatuan Islam), ormas “kecil” yang sangat aktif dengan Dewan Hisab Rukyat-nya berani beberapa kali mengubah kriteria hisabnya. Padahal, Persis  kadang mengidentikan sebagai “saudara kembar” Muhammadiyah karena memang mengandalkan hisab, tanpa menunggu hasil rukyat. Persis beberapa kali mengubah kriterianya, dari ijtimak qablal ghrub, imkan rukyat 2 derajat, wujudul hilal di seluruh wilayah Indonesia, sampai imkan rukyat astronomis yang diterapkan.

Demi penyatuan ummat melalui kalender hijriyah, memang saya sering mengkritisi praktek hisab rukyat di NU, Muhammadiyah, dan Persis. NU dan Persis sangat terbuka terhadap perubahan. Muhammadiyah cenderung resisten dan defensif dalam hal metode hisabnya. Pendapatnya tampak merata di kalangan anggota Muhammadiyah, seolah hisab itu hanya dengan kriteria wujudul hilal. Itu sudah menjadi keyakinan mereka yang katanya sulit diubah. Gerakan tajdid (pembaharuan) dalam ilmu hisab dimatikannya sendiri. Ketika diajak membahas kriteria imkan rukyat, tampak apriori seolah itu bagian dari rukyat yang terkesan dihindari.

Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah!

Baca juga:

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/08/01/unifikasi-kalender-islam-nasional-regional-dan-global-mudah-asal-mau-bersepakat/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/05/23/konsep-geosentrik-yang-usang-menginspirasi-wujudul-hilal/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/11/04/hisab-wujudul-hilal-muhammadiyah-menghadapi-masalah-dalil-dan-berpotensi-menjadi-pseudosains/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/10/25/menuju-titik-temu-hisab-wujudul-hilal-dan-hisab-imkan-rukyat/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/09/03/mengalah-demi-ummat/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/10/05/kita-kritisi-wujudul-hilal-tetapi-kita-semua-mencintai-dan-menghormati-muhammadiyah/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/10/04/wujudul-hilal-tidak-ada-dasar-pembenaran-empiriknya/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/09/30/muhammadiyah-menuju-persatuan-semangat-kalender-unifikasi-didasarkan-pada-hisab-imkan-rukyat/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/09/05/wujudul-hilal-yang-usang-dan-jadi-pemecah-belah-ummat-harus-diperbarui/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/01/19/kritik-pakar-astronomi-muslim-dari-timur-tengah-dan-amerika-atas-penetapan-idul-fitri-1432-dan-penggunaan-wujudul-hilal/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/dalam-ranah-ilmiah-pakar-falak-muhammidyah-terbuka-terhadap-imkan-rukyat/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2013/08/05/peran-astronomi-dalam-penyatuan-penetapan-awal-bulan-qamariyah/

https://tdjamaluddin.wordpress.com/2013/08/07/penyatuan-kalender-islam-selangkah-lagi/

 

1.456 Tanggapan

  1. Saya kira Muhammadiyah ormas yang terbuka buat pembaruan demi kebenaran. Di sini peran pakar astronomi diperlukan untuk memberi pengertian kepada ormas ini. Atau, Muhammadiyah yang proaktif mengundang para pakar astronomi yang bidang terkait untuk berdiskusi tetang metode mana yang tepat untuk menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri.

    🙂 Salam,

    Mochammad
    http://mochammad4s.wordpress.com
    http://piguranyapakuban.deviantart.com

    • atau penulis sendiri yg memaksakan, bukan untuk pencerahan spt yg dmaksud, tp malah memperkeruh keadaan, bagaimana penetaban hari raya id 2010.. apa dbenarkan kita baru hari raya sedang jmaah haji sehari sebelumnya sdh melakukan wukuf… tlg bpk.djamaluddin jgn sok2an jd org mntang2 d anggap ahli lalu lupa daratan…

      • ^^ Hijriyah patokanya bulan bro, bukan “even”

      • Saudaraku..”jganlah kebencianmu menyebabkan engkau berbuat tidak adil”(firman Allah)..”Serahkanlah suatu urusan kepada ahlinya”
        (sabda nabi)..prof Djamaluddin dan staf2nya adalah org ahli, saya pikir tidak ada tendensi seperti yg saudara maksud.baik jg setelah membaca artikel beliau kita semua lebih banyak lagi belajar agar tidak terjebak dalam Kejumuddan itu.

      • setuju,,,,kuman diseberang laut tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak,,,

      • Statement terakhir yang tak pantas di ungkapkan oleh Bapak Djamaluddin. Sadarlah dengan peryataan itu, jgn sampai menjadi boomerang buat bapak.

      • Kopas status Ust Abduh Zulfidar Akaha: “skrg mngkn hanya indonesia negara yg umat islamnya bebas menentukan awal puasa n lebarannya. di mesir n saudi yg lbh buanyak ulamanya (ulama beneran), mereka smua manut pd pemerintahnya dlm hal ini. bahkan qaradhawi yg pro hisab pun, mensyaratkan tdk boleh menyelisihi pmrnth. hukmul hakim yarfa’ul khilaf*

      • demikian pula, jika tidak ada standar pegangan (dalam hal ini pemerintah) maka kepada siapa lagi umat berpegang?? sebab udah pasti masing2 akan datang dgn pendapat yang lebih ia cenderungi, hingga akan terus-menerus melahirkan perbedaan. “Perbedaan itu buruk”, kata Ibnu Abbas. makanya jauh hari Nabi memberi arahan: “Berpuasalah bersama manusia (myoritas/pemerintah) dan berlebaranlah bersama manusia pula”.

        Maksud perkataan Ibnu Abbas ini bukan pada hal-hal yang memang telah sunnatullah dijadikan oleh Allah sebagai sebuah perbedaan… akan tetapi perbedaan dalam hal ijtihad yang masih bisa dikompromikan dan dicarikan jalan keluar yang lebih baik tanpa harus berbeda apalagi berpecahbelah…

        Afwan,, perkataan “perbedaan itu buruk, adalah perkataan Abdullah bin Mas’ud. Ini riwayatnya,, dan mengapa beliau mengeluarkan statement tersebut, dan dalam hal apa ia dikeluarkan: Imam Abu Dawud menyebutkan sebuah atsar dimana ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu shalat di Mina 4 rakaat dengan ijtihad beliau, maka Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (di Mina) 2 rakaat, dan bersama Abu Bakar 2 rakaat, dan bersama Umar 2 rakaat ” yaitu dengan mengqashar shalat 4 rakaat.
        Akan tetapi ketika beliau shalat di belakang ‘Utsman beliau shalat 4 rakaat , maka beliau ditanya, kenapa melakukan demikian? Maka beliau menjawab: Perbedaan itu jelek ” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunannya 1/602 no: 1960)

      • komentar antum kurang bernash… hanya berangkat dari prasangka dan fanatisme buta sepertinya …

      • Dalam menentukan hari Iedul Fitri 1432 Hi, saya pikir Muhammadiyah sudah kompak dengan sebagian besar negara-negara Islam di belahan muka bumi ini, misalnya Arab Saudi (Masjidil Haram), Palestina (Masjil Aqsha), Malaysia, dll)

        Sementara keputusan Menag kita yang didukung oleh beberapa ormas malah nyeleneh.

      • saya kira beliau menyajikan pandangannya secara ilmiah, anda saja yg meresponnya dg emosional, jdnnya kurang bisa menyerap dan memahami tulisan beliau. Dilihat dari bahasa anda, juga tampak kalau anda bukan orang yg memiliki dasar keilmuan

      • BODOH!!! coba lihat alquran, Rasullullah bilang lihatlah bulan!!

      • Waduh, ada org Muhammadiyah tersinggung neh. Penolakan sama spt saat heliosentris diperkenalkan dari mainstream geosentris

      • ilmu hisab bulan itu sebenarnya bukan ilmu matematika tapi dasarnya ya dari Ru’ya ( melihat ) kemudian dirumuskan menjadi ilmu hisab, krn nabi memerintahkan berpuasa dg melihat bulan dan berhari raya dg melihat bulan ya kita berusaha untuk sami’na wa atho’na

      • BETUL SEKALI

        Penulis melakukan PROVOKASI dg menyerang Muhammadiyah,

        kl mau provokasi lakukan di sekitar lo dan keluarga lo saja !
        Kl semua orang bikin Tulisan seperti ini dan saling menyerang satu sama lain apa jadinya??

        Memangnya lo doang yg bisa bikin Artikel ga jelas seperti ini??!!

      • Mas, coba anda lihat web ini: http://moonsighting.com/1432shw.html

        Ternyata negara2 Islam dengan jumlah populasi paling banyak dari negara lain seperti India, Pakistan, Bangladesh, Iran, China berlebaran tanggal 31 Agustus tuh. Yang lebarannya tanggal 30 kebanyakan gara2 ngikut saudi. Brunei, tetangga kita lebaran tanggal 31. Silakan pilih mana….

      • Coba kita renungkan bersama, betapa banyak manusia yg mengaku dirinya ahli, ahli agama, ahli astronom, ahli falak dll. begitupun mayoritas penganut ormas islam indonesia (NU) yang hanya menghadalkan kuantitas bkn kualitas sehingga apa yg menjadi ucapan atau perintah para kyai’nya smuanya dianggap benar, ajaran2 bid’ah pun sdh menjadi kbutuhan primer bahkan suatu kwajiban yg tdk bisa ditinggalkan, tampak pula rebutan kekuasaan yg tidak berujung baik kekuasaan internal’nya maupun kekueasaan perebutan PARTAI KEBANGKITAN BUBAR yg sekrang tdk jelas arahnya dg visi MAJU TAK GENTAR MMBEKA YG BAYAR.
        jujur saya katakan, saya bukanlah org Muhammadiyah bukan pula NU bkn pula yg lainya karna NABI MUHAMMAD sndiri tdk mengenl yg gtuan yg beliau yakini hanya Allah. sehingga sy bisa menilai mana yg bnr2 konsisten dlm ajaranya mana yg tdk, ingt! kita ibadah haji ke negara arab, kiblat kita juga makkah, sgala sswtu yg berkaitan dg islam sllu arab yg menjadi rujukan lalu knp dlm penetuan lebaran kita melenceng darinya? pengertian taat pd pemerintah itu yg luas, taat jika pemerintah kita bnr2 jujur dan tanpa adanya tendensi atau apiliasi terhadap salah satu ormas atau parpol dlm menntukan kebijakan seperti penentuan hari raya dll. kita liaht para peneliti yg ada dicakung mrk menyatakan dg ssungghnya bhw mrk melihat hilal tp apakah diikutsertakan dlm sidang itsbat? jwbnya adalh tdk. knp? krn org2 NU malu mengakui kbnran dan konsistensi org2 Muhammadiyah dalam menentukan sswtu yg sngt tepat, sehingga mellui kekuasaanya orng2 NU yg berkedok pemerintah brani melakukan kedzoliman dan pembohongan publik, makanya tdk aneh klo org2 NU diberbagai parpol, ormas dll sllu pecah dab berebut kekuasaan krn mrk tdk dilandasi dg ke’istiqoma;an dlm mlkkan apaun, cntoh kecil lihat PKB skrng pch berkeping2 mnjdi tikus2 parpol yg mencari hidup. lihat lah ketua PKB asli pnakanya abdurahman wahid sekarang menjadi seorang koruptor. sadarlah wahai saudaraku idup ini hanya smntra jgnlah berlebihan meyakini sswtu yg tak pasti hingga mengurangi keyakinan engkau terhadap ALLAH.

      • Ibadah itu bergantung tempat dan waktu. Untuk arah kiblat, sesuai perintah syariat harus ke arah ka’bah di Mekkah. Wukuf hanya ada di Arafah dengan waktu Arafah. Soal waktu, ibadah itu bersifat lokal, karena waktu di masing-masing daerah berbeda. Shalat dan shaum bergantung pada waktu lokal. Kalau kita merujuk pada waktu Mekkah, kita menyalahi syariat.
        Tentang kesaksian hilal, kita harus sadar bahwa melihat hilal perlu ilmu, bukan sekadar keyakinan, karena hilal itu sangat tipis dan dengan gangguang yang menyulitkan dari cahaya syafak (cahaya senja) dan awan. Jadi, kesaksian harus diuji juga dengan ilmu. Saudara-saudara kita di Cakung tidak merukyat murni, tetapi dipengaruhi oleh hisab taqribi yang menyatakan hilal sudah tinggi. Dengan sumpah kiat yakini saksi merasa benar dan yakin, tetapi belum tentu benar. Merasa yakin melihat hilal, belum tentu benar. Hilal yang terlalu rendah tindak mungkin mengalahkan cahaya syafak yang masih cukup terang di atas ufuk.

      • MELIHAT dengan MATA, merupakan SYARIAT ataukah METODA?
        ====================================================

        Perbedaan yang terjadi ini, berpangkal dari dua pandangan yang berbeda,
        1. MELIHAT batas waktu dengan MATA merupakan SYARIAT.
        2. MELIHAT batas waktu dengan MATA merupakan METODA.

        Jika mempunyai pandangan No.1 yang benar, maka suka tidak suka tentunya aspek “melihat dengan mata” harus terus dilibatkan. Dan ini menginspirasi timbulnya metode baru yaitu IMKANUR-RUKYAT (metode yang digunakan pemerintah) untuk menggeser metode lama yaitu melihat dengan mata telanjang. Sedangkan yang berpandangan No.2, sama sekali tidak melibatkan kriteria kemampuan mata dalam menentukan batas waktu dan ini direpresentasikan dalam metode hisab Wujudul Hilal.

        Pandangan No.2 lebih dinamis dan fleksibel daripada No.1. Bila ada ada metode baru yang lebih baik dan akurat dalam menentukan batas waktu, metode yang lama bisa ditinggalkan. Sedangkan pandangan No.1, harus dan terus-menerus dibatasi dengan aturan “melihat dengan mata“.

        Yang memiliki Pandangan No.1 cenderung tidak konsisten untuk penentuan batas waktu ibadah lain. Misalnya penentuan batas waktu Sholat, ternyata mereka menggunakan hisab tanpa melibatkan faktor kemampuan “melihat dengan mata“.

        Adalah wajar apabila di jaman Rasullah SAW menggunakan mata dalam menentukan batas waktu karena metode hisab di zaman beliau sulit untuk diverifikasi kebenarannya. Dan yang paling penting, tidak ada satupun nash di dalam Al-Qur’an maupun Hadist bahwa untuk menentukan batas waktu harus melibatkan mata.

        Wassalam,
        Hamba Alloh

      • tatah pasti orang muhammadiyah jg tuh, makanya ngeyel mbelain ormasnya. apa memang orang muhammadiyah itu egois2, ga mau dengerin orang lain ya? mari kita bicara pakai hati jangan asal dibibir saja, muhammadiyah sok intelek sih jd ga mau dengerin orang lain sekalipun yg bilang pakar astronomi. ojo jengkel bro… rilex aja

      • Pada dasarnya, matahari itu satu, bulan itu satu dan bumi itu juga satu. Artinya, perbedaan waktu hanya pada jam bukan pada tanggal antar negara. Saudi memiliki daerah istimewa, yaitu tanah haram. Apa mungkin keputusan yg berkaitan dgn ibadah yg dilakukan di tanah haram itu salah????
        Allah pasti menjaga lokasi tanah haram beserta apa yg dilakukan disana. Ingat itu.
        kenapa Indonesia selalu berbeda dgn saudi, karna Asia Tenggara memakai teori Danjon Limit yg tidak dipakai negara-negara lain.
        Tahukah kalian apa itu Danjon Limit????
        kalimat itu diambil dari nama seorang astronom asal prancis yg bernama andre louis danjon….dalam biodata agama nya tidak jelas.
        apa kepentingan dia membahas masalah hilal???
        Ingat, Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridho terhadap Islam sampai kita mengikuti apa yg mereka inginkan. INGAT…..!!!!

      • Allah tidak menjamin orang di tanah haram bebas dari kesalahan. Rukyatul hilal dilakukan oleh manusia dan keputusan juga dilakukan oleh manusia. Dalam beberapa kasus, rukyatul hilal di Arab Saudi kontronversial secara astronomi. Hilal di yang terlalu rendah atau bahkan di bawah ufuk dilaporkan terlihat. Limit Danjon bukan satu-satunya kriteria visibilitas hilal. Dalam astronomi dan sains secara umum, latar belakang agama menjadi tidak relevan, karena sains dibangun dengan data empirik yang harus bisa diuji oleh siapa pun, tanpa memandang latar belakang budaya dan agamanya. Kriteria visibilitas hilal dibangun dengan data yang berasal dari pengamat internasional, banyak di antaranya adalah para pengamat Muslim. Baca juga : https://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/01/19/kritik-pakar-astronomi-muslim-dari-timur-tengah-dan-amerika-atas-penetapan-idul-fitri-1432-dan-penggunaan-wujudul-hilal/

      • Orang seperti Tatah ini tendensius tertutup dari informasi kebenaran

    • Ini Profesor maunya apasih ….sebelum komentar…baca dulu alasan muhammadiyah yang jelas…..komentar prof terkesan tidak mencerahkan …tapi menyudutkan… kita tidak akan menemukan titik temu dengan cara pikir sempit seperti ini. Prof kan tinggal baca alasan muhammadiyah di http://www.muhammadiyah.or.id

      • Saya kira Muhammadyah dalam hal ini sdh berkelakuan seperti Jahudi. Inilah yangt sudah dilakukan bapa_bapa kami, yang lain itu pasti salah. Dan Jahudi itupun menutup akal dan hatinya rapat-rapat. Tidak mau menerima pembaharuan yang telah dilontarkan ahlinya.Masya Allah.

      • Bung Apria, emang alasan Muhammadiyah itu gak jelas, gak Qurani..

    • sebenarnya bulan-nya ad brapa to????kok di malaysia sdh bisa menetapkan 1 syawal tgl 30 agustus 2011 artinya bulan telah terlihat di malaysia…..sementara di indonesia kok belum ya….
      apa perbedaan teknologi yg digunakan d indonesia dan di malaysia ya???

      • Itulah yang aneh, jangan-jangan justru kita terbelenggu oleh kepentingan asing agar umat islam di Indonesia selalu terpecah, ga masuk akal perbedaan antara Indonesia dan Malayasia padahal kita satu rumpun yang perbedaan waktunya hanya hitungan menit jangan jadi manusia bego ah!

    • Mendengarkan alasan-alasan wakil Muhammadiyah semalam di televisi, saya berpendapat bahwa sukar bagi Muhammadiyah mau berubah damn mau menerima saran dan terkesan mengoirbankan kebenaran demi “gengsi” Ini sangat merugikan Muhammadiyah itu sendiri. Argumentasinya menetapkan Lebaran jauh hari sebelum lebaran agar mudah menyediakan lapangan unyuk sholat, sangatlah tidak bisa diterima “akal” sehat, terkesan menyepelekan persoalan. Dampaknya sangatlah besar termasuk terhadap kesatuan ummat Islam, yang disebabkan hanya oleh “gengsi”. Semoga Muhammadiyah mau berubah. Amin Iswandi Anas

      • ..justru itu untuk kepentingan umat..karna umat islam itu sdh sangat banyak dengan berbagai macam aktifitasnya..kalau caranya mepet seperti sidang isbat..itu membuat kacau segala aktifitas..dijaman muhammad itu bisa dilakukan karna umatnya tak sebanyak sekarang dan berada dalam satu lingkungan..apa juga tiap mau buka puasa juga harus mengamati matahari..?

      • Muhammadiyah hanya menjaga amanah dan melindungi ummat dari orang-orang yang berusaha menyesatkan umat, Kalau Pak Thomas tidak mau mengakui WUJUDUL HILAL, sama saja tidak mengakui kebesaran ALLAH SWT. Telah terbukti nyata, pada tanggal 30-08-2011 jam 17.40 WIB, bulan sudah terlihat jelas dan cukup besar, saat itu ALLAH telah menunjukkan kuasanya bahwa pada malam TAKBIRAN (Versi Depag) adalah tanggal 2 Syawal. Kalau ALLAH SWT telah menunjukkan sepertinya itu, masihkan kita ragu dengan Wujudul Hilal ?

      • kesatuan Umat islam untuk ormas2 di Indonesia apa kesatuan Umat Islam dunia???

      • Ada 3 lasan yg kurang masuk akal, sedikit kebohonagan dan cenderung dipaksakan pd saat sidang itsbat:
        1. Pemerintah mencari argumen penolakan terhadap 2 posisi yang sudah melihat Hilal (4 org di Cakung dan 1 orang di jember). sejak kpn hadist mensyaratkan yang merukyah harus seorang professor astronom?. cukup melihat dan dan bersumpah.
        2. Pemerintah & beberapa ormas lupa sholat Ied itu sunah (yg wajib menyatukan umat Islam seluruh dunia bukan umat Islam diIndonesia).
        hanya 5 negara yang merayakan sholat id hari Rabu; baca detiknews.
        Arab Saudi/makkah (yg menjadi kiblat kita) & bbrp negara asia hari selasa. padahal sebelumnya Sdg Itsbat mengatakan kerjasama ahli rukyah 3 negara Brunai, Singapore & Indonesia tidak lihat hilal kecenderungan lebrn hari Rabu paktanya Negara tsb hari Selasa (kebohongan kah?)
        3. Professor ini boleh jadi mengerti tentang astronomi tapi saya pikir orang ini ngk paham pemahaman Qur’an dan sunnah dan cenderung mengedepankan Ilmiah to.

      • Nyatanya, keputusan Muhammadiyah sama dg sebagian negara muslim di dunia, Malaysia, Singapuran dan Filipina yg dekat dg Indonesia 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa. Jadi siapa yg aneh….?

      • Dari satu hadist yg diriwayatkan dari Jabir dari Nabi saw: Apabila malam akhir Ramadhan tiba, maka menangislah seluruh langit, bumi dan para malaikat karena musibah yang menimpa ummat Muhammad saw. Rasulullah ditanya, “musibah apakah itu ya Rasulullah”? Beliau menjawab:”perginya bulan Ramadhan”. “Karena di dalam bulan Ramdahan itu semua doa dikabulkan, semua syahadat diterima, semua kebaikan dilipatgandakan pahalanya, sementara siksapun dihentikan”. Banayak lagi hadist2 yang senada dengan ini, serta ungkapan para Ulama: ” Seandainya tdk memberatkan ummat, hendaknya 11 bulan yang lain itu juga dijadikan Ramdhan”. Laaaah, sekarang ummat Muhammad kok mencari-cari alasan ya, utk memilih puasa 29 hari ketimbang 30 hari? Kok malah buru-buru mau mendapatkan musibah, Boro-boro mau 11 bulan lainnya menjadi Ramadhan, untuk puasa 1 hari lagi aja cari-cari alasajn. Wooy, ketuk aqalmu, dan tanya imanmu dalam hati. Masya Allah.

      • reply saya terhadap yangdiatas, lalu kalo tanggal 30 itu bener 1 syawal, gimana?

      • Ibadah didasarkan pada keyakinan. Keyakinan harus didasarkan pada ilmu. Silakan pilih mana yang diyakini berdasarkan ilmu yang dimiliki.

      • To: Hilaludin dan Sjafruddin: ketinggalan berita banget sih …Kan Raja Arab Saudi aja sudah kasih ganti rugi ke rakyatnya, gara-gara salah nentuin hari raya…..gak usah ngotot laaah….Yang lebaran hari Rabu termasuk AS, Australia, dan banyak negara-negara Eropa..
        Sedangkan to: dhea…..yaaa sudah jelas, tanggal 30 itu salah lah…..orang bukti dan argumen gak mendukung………..jangan ngotot mau menang….mau benar….

      • Saya bukan pakar dalam masalah ini, tp bila dasar dari penggunaan metode hisab dan rukhyat sama kuatnya, maka saya yg awam ini lebih memilih metode hisab.
        Apalagi saya pernah membaca salah satu tulisan dr seorang Profesor dr Indonesia yg berdomisili di Den Haag di detik.com bhw menurut beliau rukhyat itu bukan ritual dan sebenarnya ketentuan utk menggunakan rukhyat tdk melarang metode hisab, maka bagi saya Idul Fitri yg serentak dan terencana adalah kondisi yg paling baik utk kita semua menurut saya yg awam ini. Walahualam.

      • Bung Siregar;
        Sepertinya anda yg terbelenggu egoisme pendapat anda karena Berita ttg Raja Saudi ganti rugi kpd rakyatnya itu ternyata adalah berita hoax yg disebarkan orang Indonesia.

        Silakan liat link ini
        http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/01/hoax_saudi-arabia-1-syawal-adalah-rabu-31-agustus-2011/

        dan

        http://www.detiknews.com/read/2011/09/02/161525/1714705/10/ada-kabar-salah-penetapan-1-syawal-warga-saudi-tenang-saja

      • mas amin iswandi yang saya hormati, kalo sya liat bukannnya yng tidak sependapat muhamadiyah gengsi,buktinya mesir saudi,malaysia yng letak negaranya di barat kita duluan hari raya, apa anda mau katakan dhuhur di indonesia tpi sudah ashar di saudi, ato anda mo katakan ulama di mesir lebih bodoh tehnologinya di banding Prof thomas jalaludin. kenapa hari raya idul adha tahun lalu beda kok haji indonesia wukufnya ikuti saudi, dan yng paling sederhana logikanya tanpa rukyah dan hisab.tu liat sejarah nabi selama puasa,80% jumlah harinya 29, lah kita kok ngotot selalu 30 hayo,dan selalu bilang pas sholat ied,,,, oh iya ya bulannya udah gede he.he.kalo sya mah lebih percaya ama ulama mesir ama saudi,kita ribet, ingat mas amin iswandi yang mulia, pernah rasululullah didatangi orang mengabarkan penampakan bulan yng oleh rasulullah tidak meliatnya,tpi rasulullah hanya tanya, kamu beriman pada ALLAH dan rasulnya ? saaat orang itu mengatakan ya, rasulullah langsung berhari raya, lah ini kok ada yang melihat tpi tidak dianggap sah karena yng lainnya tidak melihat, pemilihan presiden kale perlu suara terbanyak. tpi yang penting sekarang liatlah bulan saat tgl 31 agustus, udah gede ato bru muncul, kalo baru muncul, moga Allah mengampuni kehilafan Muhammadyah dan fatwa di mesir dan saudi, tapi kalo bulan gede mohon ampunlah dan akui kalo yang fatwa 31 agustus hari rasa itu salah. karna bulan setitik rusah opor sebelanga he.he.he

      • yth : profesor, iswandi anas, siregar.
        saya mempertanyakan satu hal pada anda bertiga : apa anda org muslim?
        kok saya meragukan hal ini?

        yth:siregar, hadist sanadnya tidak jelas kok dikutip…belajar lagi deh…

      • Baca dlu alasan Muhammadiyah sebelum mulai

      • semprul indonesia aja yang sontoloyo pemerintahnya yang gengsi tu…. orang di luar sudah puasa kita belum puasa, orang sudah wukuf di mekah kita belum lebaran, coba liat setiap terjadi perbedaan pasti karena kebodohan pemerintah tapi ingatlah silahkan tanggung dosa” yang puasa pada saat sudah lebaran.

    • Prof yang terhormat,
      Saya ada pertanyaan yg masih mengganjal…. Dalam sidang Isbat 29 Agt 2011, dari 30 saksi dikatakan ada 4 saksi yang telah melihat Hilal. Sebagaimana kita ketahui bersama, saksi2 tsb sebelumya telah disumpah dan dianggap menguasai ilmu tentang perhilalan.

      Bukankah dgn adanya saksi yg melihat hilal (walaupun minoritas jumlahnya) sudah cukup dipakai dasar utk meyakini 1 Syawal.
      Yg buat saya yg awam, saya tidak bisa menerima keputusan penentuan 1 Syawal pada akhirnya diputuskan hari rabu berdasarkan hasil rapat pemerintah dgn para ormas.

      Dgn alasan kurang lebih, berdasarkan ilmu sains, hilal tidak dapat dilihat secara kasat mata. Apakah kesaksian penglihatan hilal tsb dieliminir berdasarkan pendapat para ormas dan juga pendapat astronomi (berarti menggunakan pendekatan Hilal donk) yg berpendapat hilal ‘Tidak Mungkin’ terlihat karena berbagai alasan dsb dsb.

      Jika pada akhirnya penentuan 1 syawal, ditentukan berdasarkan hasil rapat tsb – buat apa diperlukan saksi2 yg disebar diseluruh Indonesia, toh pada akhirnya kesaksian tsb tersebut akhirnya tdk digunakan sebagai dasar keputusan penentuan 1 syawal.

      Kemudian mohon jawabannya, sebagaimana diketahui bahwa hilal yg disepakati adalah >2 derajat. Apakah besaran derajat tsb akan berbeda bagi orang yg melihat dari tempat yg rendah (seperti dipantai) dengan yg melihat dari tempat tinggi seperti di gunung.

      Mohon pencerahannya, trims

      • Kesaksian di Cakung dan Jepara sesungguhnya tidak murni berdasarkan rukyat, tetapi terpengaruh oleh hasil hisab (perhitungan) mereka yang berdasarkan hisab taqribi (aproksimasi) yang tidak akurat lagi. Hisab mereka menghasilkan ketinggian sekitar 3,5 derajat (kesaksian di Cakung) dan sekitar 2,5 derajat (kesaksian di Jepara). Padahal sesungguhnya berdasarkan astronomi modern, tinggi bulan kurang dari 2 derajat. Pada ketinggian sangat rendah tersebut, cahaya hilal yang redup tidak mungkin mengalahkan cahaya senja di ufuk barat. Itulah sebabnya kesaksian tersebut ditolak, karena sangat meragukan. Lagi pula itu bertentangan dengan saksi lain di lokasi yang berdekatan.

      • @prof TDjamaludin..
        saya mau bertanya kepada bapak. apakah metode imkanur ru’yat tdk menggunakan metode hisab?? terus darimana kita bisa bahwa bulan telah mencapai posisi 4 derajat seperti yg bapak inginkan..

        mohon diluruskan..

      • Assalamua’alaikum wr wb

        @pak tb djamaludin Boleh tau pak kesaksian itu bukan didasarkan pada rukyat akan tetapi hisab, atau jangan2 bapak asal menuduh seperti tuduhan bapak di fb mengatakan malaysia mengikuti saudi, yang kemudian dibantah oleh salah satu ahli hisab juga dari malaysia dan menegaskan kalau malaysia memakai kriteria mabims.

        Kalau bapak mau jujur sebaiknya pak djamaludin melakukan verivikasi kepada yang bersangkutan melihat hilal bukan dengan mudahnya membantah apalagi mendukung, setahu saya 3 orang saksi dari fpi tidak ada hubungannya dengan pesantren nu yang anda bilang memakai hisab model lama. Atau jangan-jangan pak djamaludin sendiri yang terkungkung kriteria visibilitas hilal sehingga menafikkan beberapa data tanpa melakukan verivikasi terlebih dahulu. Bukannya bapak sendiri yang bilang Indonesia harus mengumpulkan data sendiri untuk menentukan kriteria imkan rukyat sehingga sesuai dengan wilayah Indonesia. Selama ini kita menggunakan data mabims dan mohammad odeh yang dikumpulkan berdasarkan pada data pengamatan hilal yang dapat terlihat, akan tetapi data ini bukan harga mati.

        Wassalamua’alaikum wr wb

      • METODE HISAB SKALA PLANET VS METODE RUKYAT SKALA LOKALISASI, MENANG MANA??
        kebayang gak sih, kalo seandainya Indonesia puluhan atau seratus tahun kemudian luas wilayahnya cuma sepulau jawa atau sepulau nusakambangan aja, tentu akan semakin sempit wilayah pemantauan hilalnya. Jadi orang-orang yang ngotot dengan metode hilal terlokalisasi akan semakin sempit peluang memantau hilal. Masalahnya sekarang ini adalah : terjadi kepincangan antara Metode Hisab seperti yang dilakukan Muhammadiyah dengan Metode Rukyat yang dilakukan pemerintah RI. Hisab yang dilakukan Muhammadiyah yang menggunakan ijtima bulan bumi matahari adalah dalam skala planet (kalo saya istilahkan), sedangkan Metode Rukyat yang dilakukan pemerintah RI sekarang ini dan yang lain-lainnya masih terlokalisasi di wilayah Indonesia saja. Jadi seperti yang saya kemukakan di atas, andaikata wilayah Indonesia besok puluhan tahun atau ratusan tahun yang akan datang cuma seluas pulau jawa atau nusakambangan, orang-orang yang ngotot dengan metode rukyat terlokalisasi ini akan semakin sempit persentase peluangnya melihat hilal. Justru inilah yang saya katakan sebagai KEPINCANGAN. Metode Hisab yang dilakukan Muhammadiyah berskala Planet sedangkan Metode Rukyatnya skala lokalisasi. Betul Kan???
        Btw, kalo saya seh pengennya Indonesia besok puluhan atau ratusan tahun kemudian wilayahnya sampai ke indochina bahkan ke jepang (mimpi kali ya). Tapi gak apa-apa kan bermimpi seperti itu? toh para sahabat dulu juga bermimpi bisa merebut mesir sampai konstantinopel dan impiannya terwujud puluhan/ratusan tahun kemudian.
        Maka dari itu saya usul supaya Metode Rukyat juga ditingkatkan, tidak hanya dari segi peningkatan peralatan untuk rukyatnya saja tapi juga dari segi wilayah pemantauan hilalnya juga diperluas, tidak hanya di wilayah RI tapi juga di luar wilayah RI yang satu dimensi waktu dengan wilayah RI. Disini saya usul ke pemerintah RI supaya pada waktu penentuan hilal, tidak hanya memantau hilal di wilayah Indonesia saja tapi juga mengirim duta-dutanya yang telah disumpah dan diberi mandat untuk memantau hilal di luar wilayah RI yang mempunyai prosentase melihat hilalnya lebih besar dan masih satu dimensi waktu dengan Indonesia.
        Jadi kalo pemerintah bisa melalukan itu, metode rukyatnya bisa disandingkan dengan metode hisab skala planet. he3x

      • Assalamu ‘alaikum, sebuah data yang dilupakan tentang hilal kurang 2 drajat tidak dapat terlihat.

        khabar sidang istbat idhul adha tahun kemarin yang intinya, bulan telah terlihat (mereka menyatakan begitu) tapi karena kurang 2 drajat maka hari digenapkan 30 hari.

        ini suatu fakta yang membatah bahwa kurang 2 drajat hilal tidak terlihat

        untuk profesor, bagaiman kejadian terlihatnya bulan yang kurang dari 2 drajat pada sidang istbat idhul adha kemarin ?

        untuk mengecek kebenaran, lihat file-file tentang sidang istbat idhul adha tahun kemarin !!!

        jazakumulloh khoir, wassalamu ‘alaikum (mohon jawaban dikirim ke email saya)

    • Setuju dengan pendapat bahwa “kunci utamanya” adalah problem utamanya adalah di KRITERIA. Metode silahkan beda, dalil silahkan beda, tapi KRITERIA sebaiknya sama. Selama KRITERIA sama, hasil akhir Insya Allah akan sama.

      Sekiranya dapat dipertimbangkan plus minus masing-masing metode:

      1. Hisab (wujudul hilal)

      Kelebihan:
      – Mudah membuat Kalender Qomariah untuk beberapa tahun kedepan

      Kekurangan:
      – Bersifat dugaan, tidak dapat dibuktikan secara pasti bahwa bulan baru benar-benar sudah masuk
      – Tingkat kepercayaan: Sedang

      2. Hisab (imkaanur ru’yah)

      Kelebihah:
      – Mudah membuat Kalender Qomariah untuk beberapa tahun kedepan
      – Bersifat dugaan yang bersifat mendekati “pasti”. Kepastiannya dapat dilakukan dengan melakukan rukyat bil fi’li mata/teropong
      – Tingkat kepercayaan: Tinggi

      Kekurangan:
      – Menentukan batas-batas atau kriteria visibilitas hilal, perlu melibatkan banyak ahli, dan perlu ditetapkan oleh semua komponen (ulama, umaro, scientist)

      3. Hisab (imkaanur ru’yah) + Ru’yah fisik/bil fi’li (mata/teropong)

      Kelebihan:
      – Bersifat “pasti”, karena hitungan di verifikasi dengan penglihatan fisik (mata/teropong)
      – Tingkat kepercayaan: Sangat Tinggi

      Kekurangan:
      – Sukar membuat Kalender Qomariah untuk beberapa tahun kedepan, karena tiap akhir bulan harus meru’yat mata/teropong
      – Menentukan batas-batas atau kriteria visibilitas hilal, perlu melibatkan banyak ahli, dan perlu ditetapkan oleh semua komponen (ulama, umaro, scientist)

      Source: http://de.tk/0jOUa

    • titelnya aja PROFESORR..!!! tp ilmunya cetek.. ga’ bs bedain antara pengamatan dengan hitungan.. !!! mestinya lu thomas belajar lagi kosakata bahasa dengan bener.. !!! jangan2.. lulus SD aja nyogok..!!

      • Eh..Nova….kamu udah gak bertitel…pake suudzon lagi….lebih buruk deh kamu daripada yang kamu maki-maki…..

      • Akhlak Nova buruk sekali ya….suka maki2 orang lain,yang ahli saja dimaki-maki..apalagi yg awam ..hiihhh..menjijikkan

      • nova-nova… buat pendapat kok kaya gitu.. jangan-jangan kamu santri monas atau sejenisnya. Sudah pinter duluan sebelum belajar..

    • baca saja dengan baik,Prof.ini terlalu merasa hebat dan orang lain pasti salah

    • yth mochamad dan prof td : http://ramadan.detik.com/read/2012/07/19/123817/1969456/631/absen-sidang-itsbat-bukti-muhammadiyah-bukan-kaum-peragu?992204cbr
      monggo dibaca
      agar mata hati dan pikiran anda LEBIH terbuka

    • Muhammadiyah merupakan perwujudan Islam modern yang sangat yang sangat tinggi dibidang intelektualnya dan saya suka cara Ormas Muhammadiyah berpikir.

      • Anda perlu membaca sampai tuntas uraian Prof diatas bahwa metode yang digunakan Muhammadiyah adalah Hisab Wujudul Hilal (WH) yang sudah kuno. Kalau mau modern pakai Hisab Imkan Rukyat (IR). Hadits jelas mensyaratkan melihat (dengan mata bukan dengan hitungan). Muhammadiyah sebagai Ormas yang menentang bid’ah, malah terang-terangan melakukan bid’ah dalam hal ini dengan memelintirkan penafsiran melihat dengan ilmu, padahal ilmu yang digunakan sudah kuno. Sebagai simpatisan Muhammadiyah saya malah tidak simpati akan kejumudan pikiran Ormas ini dan ke taqlidan para pengikutnya tanpa mau belajar dan membuka wawasan.
        Saya Jeffry Lisra adalah pengajar pada Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

    • Kalau pemahaman soal melihat hilal diterjemahkan begini gimana: ada hadist yang supaya kita belajar berkuda, gulat dam memanah, nah kudanya ganti mobil atau pesawat. memanahnya ganti menembak dg senapan atau yg lebih canggih (unttuk tentara). kalau melihat hilal dihitung secara astronomi saja seperti penanggalan biasa karena sekarang ilmunya sudah sangat cukup apa masih kurang? kalau saya koq mikirnya ya sudah jaman modern dan sudah ada ilmunya, kita kan diminta untuk “membaca” atau belajar juga tho? jadfi hadist untuk berkuda itu kan nggak harus berkuda betul to? saya kira seorang ilmuwan mestinya berfikir yang masuk akal dong.

    • ada hadist yang meminta kita belajar berkuda, gulat (beladiri) dan memanah, masih mau naik kuda juga?, kalau lihat bulannya pakai teropong yang diluar angkasa pasti tidak perlu 2 derajat udah kelihatan kan? saya bukan astronom tapi insinyur, metode rukyat yg kemarin nggak masuk akal sama sekali buat saya. kalau udah bisa memprediksi gerhana matahari dalam satu tahun ke depan, apa salahnya dihitung? hasilnya sama kan? istilahnya sebagai insinyur, andaikata menentukan awal/akhir romadhyon kerjaan saya jadi nggak bikin repot kalau dihitung, malah pas hasilnya sama orang US, arab, Ausie, eropa. dll.

      • Mas Ganteng yang ganteng. Gak usah merasa diri ahli menggunakan logikalah mentang-mentang anda insinyur, saya juga insinyur dan yang komen-komen disini banyak yang lebih hebat pendidikannya dari anda. Orang lain sudah membahas mengenai astronomi modern sementara logika anda sangat dangkal.

        Logika itu harus tunduk kepada iman, bukan sebaliknya anda tahu kenapa??? Karena tidak semua kejadian bisa dinalar oleh logika. Kemampuan otak manusia ada batasnya. Dalam ilmu matematika yang logik sekalipun ada dikenal bilangan irrasional, betul gak!

        Perkara hadits yang menyuruh kita berlatih memanah, berkuda dan berenang, apa anda kira keterampilan tersebut tidak diperlukan dalam pertempuran zaman sekarang dan dimasa akan datang? Anda salah menggunakan logika mas, coba pikirkan lagi Pak Insinyur, perluas cakrawala berpikir anda, jangan lupa barengi dengan pemahaman ilmu agama yang banyak agar anda bisa menemukan jawabannya.

  2. O begitu to dasar berpikir Muhammadiyah dalam penentuan hari raya. Makanya kok mereka sering beda, saya sampai berpikir mereka yang penting beda.
    Terima kasih kritik terhadap Muhammadiyah ini sangat bermanfaat. menambah pengetahuan. Salam http://Jendelakatatiti.wordpress.com.

    • Muhammadiyah itu sudah ada sejak Indonesia belum lahir. Sejak Indonesia belum merdeka. Dan sejak Muhammadiyah berdiri itu sudah bisa menentukan sendiri kapan puasa dan hari raya. Dan juga sekaligus mengajarkan dan juga menyebarkannya ke seluruh ummat muslim. Lha sekarang kok Muhammadiyah malah disuruh ikut ke pemerintah…??!!!

      Sungguh aneh, idul fitri dan awal puasa bisa berbeda. Tapi kalo maulud nabi, isra’ mi’raj, tahun baru hijriah, dan peringatan lainnya yang berdasarkan bulan qomariah, tidak pernah berbeda…!!! Dan Muhammadiyah sudah menetapkan jauh2 hari sebelumnya…!!! Nyatanya semuanya sama tanggal peringatannya…!!! Kalo sudah begini, apalagi yang masih diragukan…!!!???

      apa pemerintah (atau golongan tertentu yang sebagian besar duduk di pemerintahan/MUI) yang malu untuk mengikuti Muhammadiyah??

      TANYA KENAPA??

      • ngikutin Al qur’an dan Hadis lah, bukan NU, Muhammadiyah, atau Persis. klo cm masalah khilafiyah saja diributin terus_ kapan Islam akan bangkit ?

      • ..benar mas..memang itu orang2 kolot yg tidak berpikir untuk umatnya..dengan metode hisab kan semua bisa direncanakan dan diatur..bukan metode dadakan yg tidak lagi layak diterapkan untuk umat yg sudah sekian banyak dan tersebar dimana mana. Umat itu kan beraktifitas yang betuh perencanaan.

      • dan hanya 4 negara saja yang sholat ied untuk besok (31/08) yaitu :
        – Indonesia
        – Oman
        – Selandia baru
        – Afrika selatan
        dan Menurut penyelidikan Ibnu Hajar, dari 9 kali Ramadan yang dialami Nabi saw, hanya dua kali saja beliau puasa Ramadan 30 hari. Selebihnya, yakni tujuh kali, beliau puasa Ramadan 29 hari.

      • Dari 9 kali Rasulullah berpuasa Ramadhan, 1 kali berjumlah 30 hari. Artinya, mayoritas hitungan hari dalam 1 bulan kalender islam ialah 29 hari. Aneh banget ga sih, beberapa tahun ini kita puasa 30 hari..?
        Kira-kira siapa yang mau terbuka?
        Menurut saya, bumi dan bulan sebagai bagian dari universal, baik rotasi maupun revolusinya, tidak akan mengalami perubahan hanya dalam 1400 tahun.

      • Bukan ikut pemerintah. Tapi ikut perkembangan ilmu astronomi. Baca yang betul !!!

      • SETUJU……!!!
        Pemerintah pasti malu, apalagi pakar yg profesor seperti T. DJAMALUDIN, jelas-jelas akan malu. Emang siapa sih dia ?

      • kalian semua ternyata setan iblis semua.
        kalian beragama tetapi perkataan anda semua seperti setan iblis yang tidak tau sopan santun saja.
        katanya beragama tetapi omongan kalian, ucapan kalian masih saja seperti iblis, setan yang terkutuk.

        JANGAN SALAHKAN ORANG LAIN….

        OMONGAN ORANG LAIN HANYA SEBAGAI MASUKAN SAJA…

        SALAHKAN DIRI ANDA DULU…

        APA BENAR DIRI ANDA SUDAH BENAR SEBELUM MENYALAHKAN ORANG LAIN.

        TAK SEMUA NU, MUHAMMADIYAH, MUI, DLL THU SALAH….

        TUHAN KITA SATU….

        KITAB KITA SATU………..

        HAY UMAT !!!!!!!!!!!!!!!!!!!

        KITA SEMUA THU DIGODA SETAN IBLIS SUPAYA KITA TERJEBAK DALAM PERPECAHAN UMAT …..

        JIKA TERUS MENERUS TERJADI PERPECAHAN UMAT ITU SUDAH TANDA SEBAGIAN DARI KIAMAT….

        INGAT BRO….

        KITA BERMUNAJAT SAJA PADA ALLAH SWT.

        AKU TIDAK PERCAYA ALIRAN QW APA ITU…

        AKU PERCAYA ALLAH SWT TUHANKU….

        AKU PERCAYA NABI MUHAMMAD SAW ITU NABI QW…

        AL QUR’AN KITABKU

        MEKKAH KIBLATKU

        MUSLIM MUSLIMAT SAHABATKU…

      • Ada lagi yang lebih awal dari Muhammadiyah, yakni ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits2 Rasulullah saw, lebih kurang 1500 tahun lalu. Menurut Al-Qur’an, seorang mukmin wajib taat kepada Allah SwT, Rasul-Nya, dan juga taat pada Ulul Amri di antara mereka. Kalau terjadi perselisihan, maka kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu, agar perselisihan ini mencapai TITIK TEMU, kembalikan proses pemecahannya kepada masa dimana Rasulullah saw dan sahabat menetapkan awal bulan. QS 2 ayat 182 telah menetapkan bahwa tonggat/ukuran waktu adalah HILAL, demikian pula dalam menetapkan ibadah HAJI. Sementara hilal itu adalah bulan yang tampak sedikit (secara fisik),BUKAN bulan yang tampak secara MATEMATIS. Tidak pernah ada pemahaman masyarakat Arab maupun ulama di masa lampau bahwa makna hilal adalah BULAN yang terhitung secara matematis saja. Sekalipun demikian, perhitungan matematis-astronomis diperlukan untuk MEMPERKIRAKAN kapan waktu yang tepat untuk melihat fisik bulan yang disebut Al-Qur’an dengan istilah “HILAL”.
        Jadi, kembalikanlah mekanisme penetapan ini kepada Allah dan Rasul-Nya.

  3. “Dari segi syar’i, tafsir yang merujuk pada QS Yasin 39-40 terkesan dipaksakan. Dari segi astronomi, kriteria wujudul hilal adalah kriteria usang yang sudah lama ditinggalkan di kalangan ahli falak.”

    ada penjelasan lebih detilnya kenapa disebut ‘dipaksakan’ dan ‘usang’ pak? supaya lebih objektif

      • ass. Prof Jamal. Terkait dengan masalah hisab ini.,sesuai tulisan bapak, saya melihat masalahnya semata-mata ada pada belum adanya teknologi yang mampu melihat hilal pada elevasi antara ~1-4 deg. Memang pada ketinggian tersebut akan sulit klo tidak ingin dikatakan mustahil untuk melihat hilal karena adanya albedo. Menurut saya sepanjang perhitungan hisab dan wujud hilal meskipun secara teori sudah diatas ufuk, maka semestinya sudah dapat diterima sebagai bulan baru. Seandainya cara perhitungan hisab tersebut salah tentnya hal ini yg menjadi persoalan. Menurut saya sepanjang teori hisabnya dapat dipertanggungjawabkan maka tidak menjadi masalah. Insya Allah hanya butuh waktu untuk menemukan teknologi yang mampu melihat hilal pada ketinggian rendah tersebut. Hal ini tentu menjadi PR kita sesama ummat muslim untuk mewujudkannya. Ingatlah ketika perdebatan tentang pusat tata surya dimulai dan pada akhirnya dengan teknologi hal itu bisa dibuktikan. teknologi yang mampu melihat hilal pada ketinggian rendah tersebut. Oleh karena itu tidak bijak rasanya untuk menyalahkan metode masing2, hanya karena ketidakmampuan kita untuk membuktikan bahwa teori yang digunakan itu salah. Sama dengan NU yg kemudian beradaptasi dari tidak menggunakan teropong kemudian menggunakan teropong, kita pun semestinya berusaha untuk membuktikan berapa sih limitasi elevasi yang mampu dilihat dengan teknologi. Mungkin teknologi kita yg digunakan sekarang yang sudah usang, jika kita menganggap cara berhisab kita sudah benar. Mudah2an akan semakin banyak umat islam yang terdorong untuk memperkuat teknologi yg dapat dimanfaatkan untuk kemajuan Islam. Semoga Allah meridhoi.

      • Assalamu’alaikum,

        Sekedar himbauan untuk saudara2ku seiman, marilah kita saling menghargai perbedaan. Bukankah manusia berbeda kadarnya? coba kita bayangkan, saudara2 muda kita (baru belajar dan menerima dien Islam) yang blm banyak mengerti, mungkin mereka masih membaca Qur’an dengan terbata2 apalagi utk mengerti tentang hisab dan hilal, apa tdk malu kita pd mereka, yg seharusnya kt dpt memberi contoh yg baik agar yg msh rentan dpt menambah tebal imannya, alih-alih kt msh ribut yg dpt membuat mereka bingung. Utk bapak Thomas, maaf jika sy menghimbau, tdk brmksud menggurui, krn saya tidak berpendidikan tinggi. Apakah tdk sbaiknya Bpk memaparkan ilmu sbagai amal ibadah Bapak tanpa menyebut pihak lain yg tdk atau belum mengetahui banyak soal ilmu perbintangan? Begitupun pihak yg tdk sesuai dgn Bpk Thomas, membaca dan mempelajari sesuatu ilmu tdk dilarang bukan? akhirnya pilihan dikembalikan pd masing2 individu sesuai kadarnya. Semua berproses. Bisa saja hari ini msh berbeda tetapi jika Allah berkehendak besok bs sama. Jadi untuk apa diperdebatkan terlalu jauh yg dpt menimbulkan kerusakan? Marilah umat muslim Indonesia kita bersatu dalam perbedaan kadar pemikiran dan ilham masing2. Sdh takdir negara kita adalah negara dengan umat muslim yg terbesar di dunia yg patut kita syukuri. Bersatu bukan berarti harus sama.

        Selamat lebaran utk saudara2ku yg berlebaran hari ini (30/8/2011). Mohon maaf lahir dan Bathin.

        Tabik

      • Astaghfirullah. Istighfar Saudaraku..”jganlah kebencianmu menyebabkan engkau berbuat tidak adil”(firman Allah)
        Muhammadiyah sudah berbuat banyak dan mempunyai banyak ahli yang tidak kalah dari bapak Djamaluddin ini. Jagalah lisanMu, jangan membuat perpecahan dan kebencian di kalangan Umat Islam.
        Janganlah pengetahuan yang anda miliki membuat anda sombong dan merasa lebih pintar dari orang-orang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.

      • Kalo kita tidak bisa melihat Bulan (hilal) pada posisi 0-2 derajat, jangan salahkan Bulannya dong…. artinya Alat yang dipakai untuk melihat Hilal itu yang harus diperbaharui, semua akan terbukti kalau sudah tanggal 2, seperti pada malam takbiran (versi depag) kemarin… itukan sudah tanggal 2 yang artinya sebagian umat islam kebaran pada tanggal 2 syawal. Ini bukti yang tidak bisa dibantah lagi…

      • kesan saya pak Prof terlihat tidak akurat, karena kalender di blog nya ada pengakuan 1 Syawaal 1432 H jatuh 30 Agustus 2011. Tolongkoreksi dulu kalendernya. Kalo di zaman nabi riwayat hadis lewat orang seperti Prof, pasti dianggap lemah, karena orangnya ‘tidak akurat’
        SELAMAT IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR BATIN

    • mesir…malaysia juga sama dengan NU…..saya juga harus banyak belajar…bapak sendiri juga yang gharus banyak belajar….he…he…

    • Metode rukyat juga harus ditingkatkan. bukan cuma dalam masalah alat pengamatannya saja, tapi juga wilayah pemantauannya diperluas agar kemungkinan melihat hilal lebih besar. Saya usul ke pemerintah agar pada waktu-waktu pelaksanaan rukyat tidak hanya mengirim pengamat di wilayah RI saja, tapi juga mengirim duta-duta pengamat rukyat yang telah disumpah dan diberi mandat, untuk mengamati hilal di luar wilayah RI yang masih satu dimensi waktu dengan Indonesia. Terutama ke tempat-tempat yang berpeluang besar untuk memantau hilal di luar wilayah RI yang masih satu dimensi waktu dengan RI. Masak malaysia singapura sudah lebaran kita malah belum, padahal masih satu planet. He3x.. aneh kan?? Semoga bisa jadi masukan.

    • Profesor itu bukan ahli Tafsir dan bukan nabi…….
      Saya berdo’a, semoga MUHAMMADIYAH tetap istiqomah dengan WUJUDUL HILAL, kenyataannya ALLAH SWT. telah menunjukkan bahwa tanggal 31-08-2011 adalah tanggal 2 Syawal 1432 H. Sudah jelas bahwa WUJUDUL HILAL itu tidak USANG menurut ALLAH SWT.

      • Beginilah reaksi org yg lebih mencintai ormas daripada Islam itu sendiri. Hujjah gak ada, eh malah bilang “Allah SWT telah menunjukkan bahwa tanggal 31-08-2011 adalah tanggal 2 Syawal 1432 H?”. Anda lebih parah lagi, seolah-olah kata Muhammadiyah adalah kata Allah. Moga2 Allah melapangkan hati anda.

  4. Kita tunggu aja tanggapan dari ormas Muhammadiyah, mudah-mudahan bisa menjelaskan kreteria wujudul hilalnya secara gamblang dan tidak dibuat-buat atau di ada-adakan ya Prof ….

  5. Muhammadiyah sudah ujub terhadap dirinya, merasa paling hebat, tapi tdk memikirkan persatuan umat. Ilmu astronomi sudah bekembang sangat pesat, tapi mereka sudah merasa cukup. Mestinya muhammdiyah mengirimkan anggotannya kuliah di astronomi ITB biar bisa lebih melek…

    • menurut saya ga usah sampai memojokan ormas tertentu..

      • Faktanya hari ini (30 Agustus 2011) Muhamammadiiyah ternyata tidak lebaran sendirian, saudara-saudara kita yang berada di Arab Saudi dan Mesir pun merayakan Iedul Fitri 1432 H di hari yang sama

        Padahal secara geografis, mereka berada di Wilayah yang lebih jauh dari terbitnya matahari dibandingkan dengan Indonesia..
        Jadi, kenapa Indonesia yang nota bene lebih dulu dilalui lintasan matahari harus berlebaran belakangan?

        Demikian, komentar saya yang awam dan maaf jika saya keliru.

    • saling menasehati dalam kebaikan, bukan malah menjelekkan apalagi menghina dan merasa benar! ok..syukron

    • jangan suudzon masbro, saya yakin muhammdiyah jg punya ahli yang kalibernya melebihi ahli di ITB, tidak hanya ilmunya tapi juga Ibadahnya, insyaallah, CMIMW

    • muhammadiyah katanya pemegang sunnah Rasulullah SAW, faktanya dari dulu Rasulullah selalu menggunakan rukyatul hilal untuk menentukan kapan puasa, kapan berbuka.
      harusnya hadis dari dari Rasulullah ttg rukyat di pake dong.

      • yuk ikut sunnah Rasul, untuk lihat langit waktu mau berbuka, jangan percaya adzan di TV, krn Rasul tdk pakai ilmu hisab untuk menentukan waktu shalat.

      • klo ngomong jangan cuma bs ngaco..!!! blajar dulu bener2 arti hisab… bego..

    • YG HARUS MELEK TUH KAMU….

    • ..justru itu untuk kepentingan umat..agar umat bisa membuat rencana..bukan kebingungan nunggu pengumuman..umat islam itu sudah banyak dan tersebar dimana mana dengan segala macem aktifitasnya..kalau caranya dadakan kaya gitu..bagaimana? Dijaman muhammad itu bisa dilakukan karna umatnya ga sebanyak sekarang dan masih dalam satu lingkungan..

    • Ternyata, Hanya Empat Negara yang Lebaran di Hari Rabu!
      Dalam laman Moonsighting.Com disebutkan bahwa hanya ada empat negara yang merayakan Lebaran pada hari Rabu, 31 Agustus 2011. Keempat negara itu adalah Indonesia, Selandia Baru, Oman, dan Afrika Selatan. Kesemuanya mengandalkan pada pengamatan hilal di level lokal.-(RMOL)

    • ILMU tanpa IMAN akan menyesatkan…..
      Kalo saudara melihat ketinggian bulan pada tanggal 30-08-2011 jam 17.40 WIB, apakah Saudara juga akan menyalahkan ALLAH SWT, mestinya kalau tanggal 1 Syawal, bulannya jangan sebesar dan setinggi itu YA ALLAH…. GITU…. kalo komen diatur DONG….

    • Tolong anda yang Melek ya 1 SYAWAL 1432 H
      Ternyata, Hanya Empat Negara yang Lebaran di Hari Rabu!

      • Sekarang baru tahu ya, bahwa yang merayakan Ied pada hari Rabu, termasuk Negara negara Eropa, Amerika dan Australi. Dan mereka-mereka itu dari negara yang maju teknologinya Oooooom. Sapa yang harus melek. Membangunkan orang bangun memang repoooot.

      • bang siregar ini ngerti bahasakah?

    • persatuan umat? untuk apa? apa biar masuk neraka bareng2?

    • itu mah sama artinya nyuruh ulama mesir dan saudi belajar di ITB. kalo saya mah ikut muhamadyah aja sama ulama mesir dan saudi, ngak nyambung ama keputusan pemerintah yng di di dukung oleh ulama yng sebagian besar bukan muhamadyah,entar kalo hajian pas wukufnya beda, wukuf aja sendiri,jngan biarin jamaah kita ikutan wukuf ama saudi. he.he.he

    • apakah anda juga sudah cukup dengan ilmu agama anda kalau anda ngomong gitu

    • mbak satiri. mbak aja yg dikirim ke ITB biar juga lbh melek. Atau dikirim ke pondok aja ya?
      keep your word sis, if you are moslem

  6. Saya simpatisan Muhammadiyah, semoga kritik ini mendapat tanggapan ahli hisab Muhammadiyah

    • Semoga. Ini juga demi kemajuan Muhammadiyah sendiri.

      • jd kasian liat ilmuwan yg diperalat umaro. hhe..

      • Jadi kasian liat para ulama yang diperalat oleh ego komunitasnya …..

      • kasian banget liat prof jamaludin… semoga beliau tetap diberi kekuatan dan kesehatan…diterangkan hati dan pikirannya…

      • Nanya Pak Prof,…lazimnya kalau mengukur itu khan dari nol, jadi walaupun posisi bulan 2 derajat tidak mungkin dilihat, tapi udah masuk dalam hitungan khan…dengan kata lain udah masuk bulan baru. Apakah yang 0-2 derajat itu dicatut…???.

  7. semoga tulisan ini membawa berkah bukan permusuhan…agar tdak terkukung pd satu pendekatan.
    mengapa tak mencoba sedang mencoba tak mengapa

  8. Saya masih belum mengerti Pak. Jadi walaupun berdasarkan perhitungan, bulan sudah di atas ufuk namun tidak teramati, belum bisa dikatakan bulan baru? Lalu bagaimana misalnya ketika dilakukan pengamatan di Indonesia tidak terlihat hilal, tetapi di negara lain yg lebih barat dan berbeda beberapa jam dari indonesia, ternyata dapat mengamati hilal karena pd saat matahai terbenam di sana posisi bulan sudah lebih tinggi? Apakah di indonesia tetap berpuasa ataukah ikut berlebaran mengikuti negara yg lebih barat itu? Mohon pencerahan dan terima kasih

  9. layak di diskusikan….alangkah baiknya duduk bersama antara Prof. T. Djamaluddin dan Ahli Falak Muhammadiyah….tentu dengan melepas ego masing2……

  10. harusnya Muhammadiyah, NU, Persis dll bisa mengalah satu sama lain…Kalau tidak ada yang mau mengalah lebih baik tidak diikutsertakan saja dalan sidang itsbat..malah bikin repot dan publikasinya membuat bingung publik awam…. 🙂
    Kalau Muhammadiya mau naik sekian derajat utk kriteria, NU turun dikit walaupun tidk terlihat tapi menurut “empiris” sudah terliaht, Persis juga disetarakan kriterianya…DIJAMIN tidak akan berbeda… 🙂

    • Sebenarnya sudah ada jalan menuju kesepakatan itu. Ramadhan 1428/2007 Wapres Pak Jusuf Kalla mempertemukan Pak Din dan Pak Hasyim yang mencapai kesepakatan untuk menyamakan persepsi. Tindak lanjutnya pertemuan di PB NU pada 2 Oktober 2007 dan di PP Muhammadiyah 6 Desember 2007. Ada penyataan akhir yang bagus sekali. Pak Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid) menutup dengan kata-kata, “Kita harus mengalah demi ummat”. Sementara wakil daru Lajnah Falakiyah NU Pak Slamet Hambali menyatakan, “Kita harus berubah, dan NU sudah banyak berubah”. Sayang pertemuan lanjutan terhenti untuk merumuskan kriteria yang disepakati.
      Persis sudah lebih maju lagi. saat ini sudah menerapkan kriteria imkan rukyat.

      • Sayang pertemuan lanjutan terhenti untuk merumuskan kriteria yang disepakati

        pertemuan selanjutnya untuk merumuskan kriteria bersama terhenti padahal secara prinsip sudah ada kesepakatan, ini tipikal masalah organisasi dengan birokrasi yang rumit, jadi masalahnya sudah bukan substansi lagi, tapi masalah lain… publik harus bisa memberi tekanan supaya mereka lebih termotiviasi menyelesaikan pekerjaan besar ini

      • ooo… begitu, berarti pemerintahan setelah pak JK gak wapres lagi yang gak ada kemauan untuk menuntaskan masalah ini… coba kalo pak JK presiden nya… pasti dah selesai kali ya…

      • sama saja tidak jadi prof….

      • WIJUDUL HILAL telah banyak membuktikan dan bukti terakhir pada tanggal 30-08-2011, posisi bulan sudah jelas…… Jangan salahkan bulannya(hilalnya) kalau manusia tidak bisa melihat bulan (hilal).
        Yang perlu dicerahkan itu adalah tafsir melihat bulan (hilal), apa memang harus melihat dengan mata dengan alat-alat tertentu buatan manusia ? seperti halnya kalau kita memaknai IQRO’ (membaca) kita kan tidak harus membaca tulisan…. ???

      • saya sarankan prof cukup memberikan fakta2 ilmu falak saja, jgn dicampuri dgn memberi komentar NU berubah dan Muhammadiyah kuno…biarkan itu wilayah masyarakat yg menilai. Nanti terjebak ‘politisasi’ para pemimpin organisasi

      • Muhammadyah deserse ya, Masya Allah

  11. penyatuan ummat yg mana maksud Bapak? saya pikir selama ini perbedaan itu sudah menjadi hal yang lumrah dan g ada yg mempermasalahkannya kecuali Bapak sendiri mungkin —
    *bapak boleh merasa bapak adalah pakar, tapi Muhammadiyah juga memiliki pakar yang saya yakin ga kalah sama Bapak
    Tulisan Bapak ini yang saya kira malah ‘memecah belah’ ummat karena tidak menghormati hasil ijtihad. Biarlah Umat Islam memilih (ijtihad) menurut keyakinannya masimg2. Ini dperbolehkan dalam Islam. Jika ijtihad kita keliru, kita tetap dapat satu pahala, jika ijtihad kita benar dapat dua pahala.

    • Berbeda memang boleh tapi kalo yang seharusnya tidak terjadi perbedaan terus dibeda-bedakan ya itu namanya nyari-nyari. Saya setuju dengan tulisan ini karena memang metoda Muhammadiyah sudah seharusnya ditinjau kembali. Mbak aisyahputri ini cuma melihat dari segi emosional saja dengan mengatakan “bapak boleh merasa bapak adalah pakar, tapi Muhammadiyah juga memiliki pakar yang saya yakin ga galah sama Bapak”. Kayaknya mbak aisyahputri ini ga tau permasalahannya, ga tau apa kriteria Muhammadiyah yang dikritik bahkan ga tau ilmu falak sama sekali, dia cuma merasa tersinggung karena Muhammadiyah dikritik, cuma itu aja. Jadi modalnya mbak aisyahputri ini cuma “rasa tersinggung” saja yang tidak ada dasarnya sama sekali. Kalo menurut saya betapapun hebatnya pakar-pakar di Muhammadiyah tapi dengan metoda yang mereka pegang saya jadi bertanya dari mana kepakaran itu mereka dapat? Jangan-jangan cuma merasa doang. Jadi sekali lagi tanpa mengurangi rasa hormat memang seharusnya Muhammadiyah perlu (untuk tidak mengatakan harus) meninjau kembali kriterianya itu.

      • @Pak Haris Ontowiryo : maaf ya pak..sebelum ngomong saya juga berfikir dulu kok, meski saya awam di “astronomi” tapi saya melek ilmu pengetahuan dan punya dasar sehingga tentu saja saya tahu metode yang digunakan oleh Muhammadiyah. Ga harus jadi profesor untuk mengerti ilmu falak pak karena saat ini informasi sudah dapat kita peroleh dgn sangat mudah.
        *seorang ilmuwan sejati akan menghargai pemikiran ilmuwan lainnya

      • emang mbak asyahputri ini jumud…..dan keras kepala…..sussah deh….

      • Biasa mengkritisi, tiba-tiba dikritisi …. yaaa pastinya kaget dan gak trima lah. Apalagi disebut usang dan jumud !!!

      • Kalau Saudara mengatakan “metoda Muhammadiyah sudah seharusnya ditinjau kembali” sama halnya saudara mengatakan “Posisi Bulan pada tanggal 30-08-2011 sekitar jam 17.40 s/d 18.15 WIB perlu ditinjau kembali ? hebat benar Saudara ini…… !!! Buktinya sudah jelas, dalam penentuan 1 Syawal 1432 H kemarin, WUJUDUL HILAL adalah yang benar…..

    • Dalil tentang perbedaan adalah rahmat itu maudhu, perbedaan fiqih masalah sudut pandang masing2 pihak, yang mungkin benar mungkin salah, tapi perbedaan tersebut jangan dipelihara karena tidak baik bagi umat atau mungkin karena ada pihak2 tertentu yang ingin memelihara perbedaan untuk keuntungan pihaknya, ijtihad dan tajdid terus berkemang seiring tingkat pemahaman dan keilmuan yang juga berkembang semua harus diarahkan kepada kemaslahatan umat dan kesatuan baik dalam ibadah maupun muamalah.

      • Dengan ilmu orang non-muslim dapat menentukan kapan akan terjadi Gerhana, jamnya, harinya, bulannya…..dan tidak meleset.

        Mungkin kesalahannya…..banyak orang yang tidak memperoleh TAQWIL dari Alloh terus mencoba menafsirkan ayat-ayat mustasyabihat. USUL :
        Kumpulakan para Ulama yang ditengarai memperoleh taqwiil-alloh untuk mempu menafsirkan ayat-ayat mustasyabihat. Keluarkan tafsir agar tidak berbeda.
        Wajibkan membaca terjemahan ayat-ayat muhkamat yang bisa langsung dimengerti oleh semua lapisan dari SD sd DR/Prof.
        Hentikan anjuran membaca al quran / ngaji untuk memperoleh pahala Hentikan berhablumminanlloh + minannas dengan tujuan peroleh PAHALA. Jangan ada lagi iming-iming sholat di Masjidil Harom pahalanya 100.000 kali, di Madinah pahalanya 50.000 kali. Tidak aneh bila WNI bertitel haji jumlahnya lbh dari 5 juta yang hidup tetapi tidak membawa barokah bagi Bangsa & Negara. Disetiap kantor Departemen telah difasilitasi Masjid dan jadual ceramah, tetapi tidak ada manfaatnya. Bahkan infaq dari para jamaah jumat sampai tersimpan diatas 30 juta setiap masjid……dibiarkan. Tidak tergerak menyegerakan amanat infaq dari jamaah jumat.
        Sekedar beramar ma’ruf dan mengajak berlomba kebajikan. Salam djiddan 085890170326. / 021.70051510.

    • ini sebuah perspektif mbak..bukan untuk memecah belah… 🙂
      justru dengan tulisan ini kita semua bisa mengkoreksi diri, bagian mana yang perlu dipahami untuk disepakati…bukan soal matematika pahala..tapi kejadian yang berulang2 untuk alasan yang sama dan penyebabnya pun sama 🙂

      • Bapak terlalu membesarkan dan memaksakan pikiran bapak sendiri…jangan merasa pintar dan menyalahkan pihak lain bapak…

      • okelah sebuah perspektif, tapi saya melihat tulisan prof. jamaludin menurut saya kurang objektif dan tkesan ingin memaksakan warga muhammadiyah untuk mengikuti “pemikiran” beliau *sebagai wakil pemerintah tentunya* yang menurut beliau paling benar, akurat dan terupdate.
        Saya dari kecil sudah sering mengalami “perbedaan hari raya” bahkan dlm keluarga saya sendiri maupun lingkungan sekitar tempat tinggal dan ga pernah ada masalah karena kita saling menghormati keyakinan masing-masing.Masih banyak PR buat pemerintah yang lebih penting untuk dilakukan dibanding membuat permasalahan baru dengan memaksakan umat muslim untuk mengikuti keputusan terkait hari raya misalnya.
        Saya pernah mendengarkan ceramah dari seorang anggota badan hisab muhammadiyah mengenai metode hisab yang digunakan, dan saya *meskipun awam di bid. astronomi* sangat meyakini bahwa metode yang digunakan sudah sangat tepat karena logis dan juga sesuai dengan apa yang ada di dlm Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dalam sebuah HR Bukhari Muslim diceritakan bahwa Rasulullah SAW puasa 29 hari dari 9 kali Ramadhan, puasa 30 hari 1 kali karena tidak melihat bulan – Tentu saja ada perbedaan waktu antara Indonesia dan Arab Saudi,namun hanya sekitar 4 jam (lbh cepat Indonesia) , dan jika saya amati, selama ini keputusan pemerintah hampir selalu 30 hari.
        Pada intinya sih, saya pikir seharusnya pemerintah tidak perlu memaksakan kehendaknya seperti misalnya terkait penentuan hari raya ini, karena setiap pihak pasti juga telah memiliki dasar dan keyakinan masing-masing 🙂
        *Sesama umat muslim itu bersaudara tho…mau Muhammadiyah, NU, persis atau apapun, jadi marilah saling menghormati hasil ijtihad masing-masing.

      • manusia diciptakan bersuku,berbangsa, untuk saling mengenal.. untuk bersilaturahmi… selalu ada hikmah dibalik perbedaan… tetapi selama kelemahan dan kekurangan yang dikemukakan… mustahil kesepahaman didapat… mohon semua memahami dan mengikhlaskan… tidak ada manusia yg boleh mengharuskan melainkan yg seharusnya terdapat dalam kalam Illahi.

      • Sesama muslim jgnlah kita saling menyalahkan…si A yg benar atau si B yg benar, yg penting yakin apa yg telah menjadi keputusan masing2 pimpinan ormas islam yg kita ikuti, seandainya keputusan pimpinan islam atau pemerintah yg keliru menentukan 1 Ramadhan atau 1 syawal, yang menanggung dosa kan pimpinan yg mengeluarkan keputusan….gitu aja kok repot….Allah Maha Tahu…

      • Saya sangat sepakat dengan sdri. Aisyah Putri. dan perlu diingat “PROFESOR ITU BUKAN ALLAH DAN NABI” kalo tulisan dan ejekan Prof. Thomas Djamaluddin terhadap WUJUDUL HILAL sudah dijawabh oleh ALLAH SWT, apa kita masih meragukan kebenaran WUJUDUL HILAL…. jangan salahkan Bulan/Hilal (ALLAH yang kuasa terhadap itu).

    • saya setuju dgn mbak aisyahputri,, bpk djamaluddin kesannya menggiring muhammadiyah untuk mengikuti apa yg jd keyakinan beliau.. tanpa ada rasa merendahkan tentunya saya blh mengatakan SDM muhammadiyah tentu jauh lebih hebat dr bpk. djamalludin. mereka jg ahli2 falak..

    • Tulisan ini memang bertendensi memecah belah bagi mereka yang tidak mau membuka dan belajar lebih banyak pada para ahli,mudah2an kritik terbuka beliau ini bisa menjadi wasilah/jalan bagi kita semua untuk belajar.

    • @aisyahputri:pret haleluya anda penuh emosi….
      bukan kasih komen ilmiyah malah ngaco…tolol loe…haleluya

    • bener itu yang mbak sampaikan seorang ilmuwan sejati harus bisa menghargai pendapat orang lain. Nah, sekarang ini lah pendapat orang lain yang mau disampaikan kepada Muhammadiyah. Lalu kenapa mbak menanggapi nya dengan emosional. Seorang ilmuwan juga bisa salah, bisa jadi itu ilmuwannya Muhammadiya, bisa jadi juga yang buat blog ini. Tapi tidak ada salahnya kan untuk mencoba mempelajari apa yang orang lain sampaikan? Bahkan menurut saya itu suatu keharusan.

      Perbedaan itu wajar memang, malah disebut rahmat. Tapi, kalau perbedaan itu terjadi ditempat yang sama, dalam kondisi yang sama, di negara yang sama. Nah, pasti ada sesuatu yang berbeda sehingga membuat hasil yang berbeda kan? Lalu perbedaannya dimana? Perbedaan itu lah di bagian perhitungannya. Coba kita samakan cara kita berhitung, pasti hasilnya juga akan sama. Nah, sekarang cara berhitung siapa yang paling benar dan paling pas? Tinggal dipelajari aja. Sekian terima kasih 🙂

      • Cara berhitungnya sama Mas tidak ada selisih dimulai dari Nol yang sama dengan panduan ilmu yang sama dan dengan software yang sama, cara menafsirkannya itu yang berbeda.

    • Dari kacamata orang bodoh dan awam seperti saya, yang bukan simpatisan salah satu ormas Islam manapun…jujur kalau perbedaan ini sangat mengganggu hati kecil saya…di ucapan kita bisa bilang indahnya perbedaan..tapi dalam hati ini sedih kenapa harus ada perbedaan perayaan hari Raya ini karena kita tidak bisa merayakannya bersama2

    • “maaf ya pak..sebelum ngomong saya juga berfikir dulu kok, meski saya awam di “astronomi” tapi saya melek ilmu pengetahuan dan punya dasar sehingga tentu saja saya tahu metode yang digunakan oleh Muhammadiyah. Ga harus jadi profesor untuk mengerti ilmu falak pak karena saat ini informasi sudah dapat kita peroleh dgn sangat mudah”
      Terkesan sombong banget malahan.. hanya emosional

      • maaf ya .. sepertinya anda menyudutkan aisyahputri, coba di analisa lagi.. yang emosional itu siapa dan yang terkesan sombong itu siapa.. sebaiknya seorang ilmuwan yang baik (menurut kacamata orang awam seperti saya).. dia bijak dalam mengemukakan teorinya dan tidak menyudutkan pihak manapun..
        terimakasih

      • iya si aisyahputri emang yang sombong….songong lagi…..belajar nak aisyah….jgn jadi org bodo…..

    • ibadah bukan brdasarkan ego,akal,taklid pada tokoh atau organisasi saudara. kata nabi klw kita dalam perselisihan hendaklah kita kembalikan kepada Alloh dan rasulnya.Allah subhana wata’ala memerintahkan kita ta’at kepada Allah, rasul dan ulil amrinya, terlebih dalam hal syiar agama yg mana kaum kafir mengamati langsung perpecahan ini. dan pemerintah kita sudah maksimal dlm memutuskan untuk ummat ini yn trbaik, masalah akurasi dan tidaknya itu adalah tanggung jawab dunia akhirat mereka, kalau kita mengaku sbagaipengikut nabi, petunjuknya adalah penentuan pengamatan hilal langsung dan patuhilah rambu2 darinya yg mana kita diperintahkan dalam hal jihad, shalat,puasa, idul fitri idul adha harus mengikuti imam(uli amri)..

      • jadi kalau pakai hisab bukan pengikut nabi yang baik? ketahuilah bahwa masing2 memiliki dasar yang kuat untuk berpegang pada caranya masing2 untuk menentukan bulan baru.

    • Sayang sekali @aisyah putri berstatemen seperti ini “saya pikir selama ini perbedaan itu sudah menjadi hal yang lumrah dan g ada yg mempermasalahkannya kecuali Bapak sendiri mungkin”, bangsa Indonesia ini luas umat Islam ini terbesar di dunia. Dan masalah perbedaan menentukan awal bulan ini merupakan masalah yang serius….

    • ..benar sekali mbak..pak profesor ini tidak layak untuk dipercayai..ini adalah contoh orang2 yg mengobarkan permusuhan..jika memang pak profesor ini tidak sependapat dengan muhammadiyah..tak perlu kali menghasut orang2 awam disini..cukup itu konsumsi bapak dengan orang muhammadiyah..dan sebagai orang awam saya setuju dengan cara muhammadiyah..karna bisa diprediksikan jauh2 hari..karna umat islam itu sudah sangat banyak dan tersebar dimana mana dengan berbagai macam aktifitas..

    • Ingatlah bahwa kebenaran menurut manusia tdk ada yg 100% sbgmana jg kebenaran menurut pakar baik pakar astronomi maupun juga pakar Muhammadiyah (kalo punya). Jika demikian kembalikan saja ke petunjuk AlQuran dan Rasulnya. Sdh pasti kebenarannya.

      • Wow, terima kasih ini adalah sebuah artikel yang sangat bagus dan bermanfaat bagi saya 😀

      • Assalamu alaikum warrahmatullahi wa barakatuh, saya menarik semua komentar saya di situs ini, Mohon maaf dengan sangat kepada Professor T. Djamaludin dan teman teman lainnya disini jika ada kata dan ucapan saya yang telah menyinggung saudara muslim saya disini, Terima Kasih 🙏🙏🙏🙏🙏

    • Satu kesalahan yang fatal,
      dengan sedikit pemahaman merasa diri sudah tahu banyak dan menyamakan diri dengan mereka yang sudah menggeluti bidangnya selama sekian tahun, diakui secara akademis dan hari-harinya memang di situ aktifitasnya.
      Belum lagi dilihat dari ilmu syar’i, bagaimana menyikapi perbedaan, bagaimana bersikap/adab terhadap ulil amri.
      Wajar kalau P Jamaluddin ‘malas’ menanggapi yang seperti ini.

  12. Kritikan yg bagus utk bisa saling mengoreksi, tapi menyalahkan secara total pihak lain adalah juga hal yg bija apalgi itu dikeluarkan dari org yg “berilmu”. Bukannya org berilmu saling menghargai ke-ilmuwan orang lain. Karena kebenaran hakiki itu hanya milik Allah SWT.

    Perbedaan itu hal yg wajar karena semua org punya latar belakang keilmuwan yg berbeda2. Ilmu yg satu tidak lenih penting dari ilmu yg lain. Sepanjang itu bukan bersepakat utk kebathilan.

    Perbedaan lebaran tdk usah dibesar2kan karena bisa jadi masalah besar itu datang krn org berilmu selalu bertengkat pendapat dan selalu mengatasnamakan “rakyat or ummat jadi bingung”. Pertanyaannya “ummat yg mana…???” To semua kelompok punya garis masing2.

    Ide menyatukan ide bagus, tapi kalo mau menyatukan dengan memakasakan pendapat yg dianggap paling benar ke kelompok lain hanyalah mengundang masalah baru. Baik imuwan astronomi, ilmu falak, hisab dan rukyat or apalah namanya… kalau ilmunya mau berkah, ikhlaslah mengajarkan…Hidayah kebenaran BUKAN dari tangan dan mulut MANUSIA, itu datangnya dari Allah swt.

    Jazakallah kaheran katsiran and mahalo nui loa…:)

    • Banyaknya pertanyaan, “kapan kepastian lebaran?” menunjukkan kebingungan di masyarakat. Dua versi hari raya pasti membingungkan masyarakat. Mungkin sebagian saudara-saudara kita di Muhammadiyah dengan nyamannya melaksanakan shalat ied dan makan minum pada saat saudara-saudara lainnya masih berpuasa. Mungkin pula ada yang provokatif menyatakan haramnya puasa pada hari itu. Kondisi itu sungguh tidak nyaman bagi sebagian besar masyarakat. Hari raya bukan sekadar ibadah individu, tetapi terkait juga dengan aspek sosial yang berdampak luas.

      • Memang ada pak warga Muhammadiyah yang menyatakan haram puasa karena mereka sudah lebaran ?

        Berapa orang sih yang begitu saya kebetulan juga warga Muhammadiyah ?

        Siapa yang mempermasalahkan masalah perbedaan ini, bukannya bapak sendiri ?

        Selama ini kalau saya lebaran duluan, saya tidak pernah makan dan minum didepan orang yang masih puasa apalagi sampai menyatakan “haram berpuasa”

        Tulisan bapak sangat menghina Muhammadiyah sekali, sebenarnya bapak orang islam bukan sih ?

        Bapakkan seorang professor seharusnya lebih beretika dari pada kami-2 ini yang hanya sekumpulan orang bodoh

      • “Mungkin sebagian saudara-saudara kita di Muhammadiyah dengan nyamannya melaksanakan shalat ied dan makan minum pada saat saudara-saudara lainnya masih berpuasa.”
        “Mungkin pula ada yang provokatif menyatakan … ”

        Profesor tapi kalimatnya semua diawali dengan MUNGKIN ditambah dengan kalimat2 yg provokatif.
        Insya Allah, mas orang2 MD tidak seperti yang anda bayangkan, saya jadi berpikir, sementara anda menggambarkan kejumudan Muhammadiyah, yg terjadi malah anda yang sedang mundur dengan memaksakan pendapat anda ke pihak lain. Ingat prof, perbedaan ini sudah terjadi berabad-abad dan alhamdulillah, tidak ada masalah. Saya malah berharap, para penceramah dan ulama serta profesor seperti anda mengkampanyekan sisi toleransi bukan pemaksaan kehendak. Agak heran, untuk Natalan, dorongan untuk toleransi dikumandangkan dengan kencang, tapi untuk toleransi sesama ummat malah saling paksa.

      • maaf sebelumnya. tanpa maksud apapun saya hanya ingin menyampaikan pendapat. saya sendiri yn mengalami tekanan dimana teman saya yn notabene muhammadiyah (walaupun tidak semua) merasa percaya diri dengan keyakinan mereka bahwa hari ini lebaran dan haram hukumnya berpuasa. sebenarnya saya tidak mempermasalahkan rasa percaya diri tersebut, hanya sedikit merasa pedih jika mendengar beberapa statement yn menganggap penganut NU itu salah, kemudian NU dan muhammadiyah saling memojokkan. saya tidak tahu harus merasa geli apa sedih melihat masing2 kubu saling berdebat dibalik kekukuhan mreka akan pkiran sendiri2 seperti ini. tapi jujur untuk orang2 seumuran saya yn haus ilmu dalam mencari jatidiri, keadaan ini cukup membuat sesak.

      • saya dukung pak tdjamaludin maju terus memberi wawasannya… jangan gubris orang-orang yang hatinya keras dan ga mau terbuka dengan kemajuan iptek…

        saya kira apa yang disampaikan pak tdjamaludin cukup fair tanpa memihak kemana pun.

        umumnya orang indonesia awam yang jadi was-was dan ragu bahkan membatalkan puasanya apa maksudnya muhammadiyah telah menetapkan tanggal lebaran dari jauh-jauh hari?…padahal ormas-ormas lain juga punya hasil perhitungan hisab yang bahkan lebih tepat (seperti NU dan jami’at khaer tapi di umumkan melalui sidang isbat sebagai bahan pertimbangan) lalu ga sedikit dari warga muhammadiyah yang menggiring umat dengan pertanyaan(kalo dimekkah lebaran kenapa disini engga?,belum lagi ditambah orang awam yang mau enaknya aja lantaran lebih cepat lebaran)

        tolong dong…kenapa muhammadiyah ga mau terbuka sama masukan dari segi ilmiah?kenapa ingin selalu tampil beda?(dan terkesan cari popularitas terkait dengan pengumuman dari jauh-jauh hari dikhalayak ramai,padahal harusnya intern saja) menurut saya itu bukan hal yang bijak.

      • ..saya rasa ini profesor abal abal..dari kata2nya saja sangat tidak mencerminkan seorang ilmuwan..dan hanya mengobarkan permusuhan..

      • kalo saya presiden, saya akan istirahatkan dulu prof jamaludin, karena dia berkomentar melebihi kapasitasnya sebagai ahli, cenderung mengomentari perangai ‘jelek’ organisasi muhammadiyah, awas jangan terjebak prof..

      • dari peryataan pak profesor ini, sudah jelas bahwa pak profesor mnyudutkan Muhammadiyah. dan tampak ingin menyalahkan muhammadiyah. bukan mendinginkan malah menambah dengan item msalah yg lain.
        cobalah berada di kedua sisi yg berbeda. jangan dari sisi yg sekarang anda anggap paling benar. kalo anda seorang ilmuwan, saya melihat anda tampaknya seperti menganggap agama berdasar ilmu, bukan ilmu berdasar agama, karena pendapat anda dikomen ini menunjukkan demikian.sekian banyak komentar, tapi anda berkomentar seperti ini.
        saya tidak mau menyalahkan anda, tapi kembalilah ke topik. seharusnya yg dibahas ini keilmuan, bukan mremen ke hal yg lain dulu. dan seharusnya anda sebagai ilmuwan, ya komentarnya berbobot dan berilmu, tidak dengan komentar seperti ini. dengan komentar anda seperti ini, saya cuma bisa mengambil ilmu yg pak PROFESOR buat, bukan penyudutan, atau komentar2 seperti ini.

    • ini sebuah perspektif..bukan untuk memecah belah… 🙂
      justru dengan tulisan ini kita semua bisa mengkoreksi diri, bagian mana yang perlu dipahami untuk disepakati…bukan soal matematika pahala..tapi kejadian yang berulang2 untuk alasan yang sama dan penyebabnya pun sama 🙂

      • menaanggapi sebuah ilmu dengan emosi,apakah ini tidak lebih jumud lagi? ayolah kawan kader Muhammadiyah…terbukalah…jangan tanggapi ulasan keilmuan dengn emosi.maaf prof..ternyata banyak teman warga Muhammadiyah yang nampaknya sudah kadung terdoktrinasi dan wegah ngaji dan mengkaji.sehingga bukanya terbuka untuk di kajoi tapi malah tersinggung nihhh

  13. Bagi kalangan akar rumput Muhammadiyah kondisinya lebih parah lagi dalam mengagung2kan hisab. Bahkan ada kata2 yang keluar bahwa pemerintah telah menghabiskan uang negara untuk pelaksanaan rukyatul hilal, na’udzubillah. Sekali lagi kalo ane mau berkomentar ttg wujudul hilal Muhammadiyah,” persoalan metodologis telah beralih menjadi persoalan teologis {Susiknan Azhari}.” Ayo kita diskusikan lagi QS Yasin/36 ayat 39.

  14. Assalamu’alaikum wr wb
    Saya termasuk yang menikmati masukan dan koreksi yang diberikan oleh Pak Thomas. Djamaluddin mengenai kriteria wujudul hilal. Kesan saya selama ini, baik via ber-sms-an atau dalam diskusi-diskusi, Pak Thomas Djamaluddin memang penganut rukyat murni. Beliau berpadangan kriteria wujudul hilal itu tidak syar’i. yang syar’i hanya rukyah. Suatau pandangan yang relevan untuk diskusikan. Belakangan beliau sedikit bergeser pada imkan al-ru’yah tapi tetap dalam rumah rukyah. Beliau mensyaratkan tinggi hilal pada kriteria imkan al-ru’yah yang ditawarkan itu harus teruji pada ketinggian hilal pasti bisa dilihat melalui observasi. Yakni ketinggian antara 5 hingga tujuh derajat. Dengan kriteria imkan al-ru’yah dan posisi hilal antara 5 hingga 7 derajat, hilal bisa dilihat atau tidak bisa dilihat, tanggal dan bulan baru dianggap telah tiba. Imkan al-ru’yah seperti ini, sesungguhnya juga tidak syar’i KALAU acuannya harfiah praktek melihat hilal zaman Nabi saw sebagai satu-satunya yang syar’i, meskipun tidak saya temukan teks yang mendukung. Yang saya temukan, di samping praktek melihat hilal yang sudah ada waktu itu, Nabi saw memberikan peluang adanya cara lain untuk menentukan awal bulan dalam pernyataan beliau; faqduruu lah.
    Pak Thomas membawa pemahaman kriteria wujudul hilal dalam rumah rukyah. Beliau selalu mempertanyakan, hilal dalam kriteria wujudul hilal, terutama dalam ketinggian yang masih rendah, pasti tidak bisa dilihat. Padahal dalam kriteria wujudul hilal, hilal bisa dilihat atau tidak bisa dilihat bukan persyaratan. Jadi tidak akan pernah ketemu. Plus minus, koreksi beliau tetap relevan untuk dijadikan diskusi dalam perjalanan menuju yag diridhai oleh Allah. Yang unik, meski pak Thomas memberikan koreksi relatif tajam kepada krieria wujudul hilal sebagai wujud keseriusan beliau menuju jalan yang diridhai oleh Allah, shubuh tadi sehabis shalat shubuh di masjid UIN Jakarta, ada seorang dosen menemui saya untuk menyatakan bahwa dirinya semakin yakin dengan krteria wujudul hilal.
    Pertanyaan kemudian, masuk kategoari apa perbedaan dalam menentukan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzul Hijjah? Perbedaan lebaran adalah wilayah khilafiah karena merupakan produk pemahaman terhadap suatu nash. Umat Islam dibenarkan memilih sesuai dengan kemantapan dan keyakinannya. Beda lebaran tidak identik dengan merusak ukhuwah.
    Dengan mengacu pada QS. 49: 10, Al-Alusi dalam kitab Rauhu al-Ma’ânỉ fỉ Tafsỉr al-Qur’ânỉ wa al-Sab’i al-Masânỉ, berpandangan bahwa fondasi ukhuwah adalah keimanan. Dengan keimanan itu, setiap individu muslim diikat dalam suatu persaudaraan permanen yang menempatkan satu sama lain hidup dalam satu ikatan. Ikatan seiman dan keimanan kepada Allah, kapada para malaikat, kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah, kepada Rasul-Rasul Allah, kepada hari akhir (QS. 4: 136) dan keimanan kepada qadar Allah (HR. Muslim dari Abu Hurairah dan Umar ibn a-Khaththab). Mengabaikan unsur-unsur keimanan tersebut menempatkan seseorang pada kesesatan (QS. 4: 136) dan tercerabut dari fondasi ukhuwah. Substansi ukhuwah dengan demikian, bukan terletak pada keseragaman akan tetapi pada terpeliharanya fondasi ukhuwah dan adanya semangat saling menghargai, saling mendukung, saling memperkokoh (yasyuddu ba’dhuhû ba’dhan) dan saling mengasihi serta saling peduli (fỉ talâthufihim wa tarâhumihim). Substansi lain adalah, adanya upaya secara terus menerus melakukan ishlah, perbaikan, kedamaian dan keharmonisan betatapapun dalam perbedaan pandangan dan pemikiran.

    Yang ideal memang memiliki fondasi dan substansi ukhuwah, sekaligus ada keseragaman pandangan. Tapi manakala keseragaman belum bisa digapai, fondasi dan substansi ukhuwah relevan untuk dikedepankan. Bagi mereka yag memilih berlebaran 30 Agustus 2011, dituntut tetap menghargai, menghormati dan melindungi mereka yang memilih berlebaran 31 Agustus 2011. Begitu pula, mereka yang memilih berlebaran 31 Agustus 2011, dituntut tetap menghargai, menghormati dan melindungi mereka yang memilih berlebaran 31 Agustus 2011. Apapun pilihan yang diambil, semangat saling menghargai, saling mendukung, saling memperkokoh dan saling mengasihi serta saling peduli, selalu dikedepankan. Wallahi A’lam bi al-Shawaab

    • Secara astronomi, kita tidak mungkin memilah-milah hisab dan rukyat. Keduanya terintegrasi. Terkait dalil syar’i, wujudul hilal jelas terkesan dipaksakan (lihat https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/28/hisab-dan-rukyat-setara-astronomi-menguak-isyarat-lengkap-dalam-al-quran-tentang-penentuan-awal-ramadhan-syawal-dan-dzulhijjah/). Sayangnya, teman-teman Muhammadiyah seolah sudah mengidentikkan hisab dengan hisab wujudul hilal. Mengapa tidak mengikuti trend astronomi yang kini sudah mengarah pada hisab imkan rukyat untuk mendekatkan dengan praktek rukyat yang bagi sebagain kalangan harus dilakukan, walau hisab diperbolehkan.

      Masalah hari raya, keseragaman menjadi cermin yang kasat mata untuk dilihat. Apakah nyaman sekelompok orang sudah makan-makan, sedangkan kelompok lainnya masih berpuasa? Apalagi kemudian ada ungkapan haramnya puasa pada hari itu. Bagaimana pun ummat agama lain melihat berbedanya hari raya ummat Isalm digambarkan sebagai perpecahan. Dengan perbedaan itu, kita tidak pernah mempunyai sistem kelender hijriyah yang mapan yang berlaku dalam skala nasional dan global. Muhammadiyah tampaknya cukup puas kerdilnya sistem kalender hijriyah yang terkotak-kotak dalam kalender-kelender ormas.

      “Saling menghormati” adalah obat sementara untuk menyembuhkan keresahan. Sedangkan penyakit kronisnya dibiarkan tak tersentuh. Keresahan itu akan muncul berulang. Tiga tahun berturut-turut 1433 – 1435/2012-2014 kita juga dihantui potensi perbedaan awal Ramadhan kalau Muhammadiyah tidak mengubah kriteria wujudul hilalnya. Mungkin ada rasa “kepuasan” kalau Muhammadiyah berbeda, dengan nuansa “unggul” dengan metode hisabnya (yang sesungguhnya menggunakan kriteria usang dalam pandangan astronomi modern).

      Satu hal lagi, betapa berat tanggung jawab ahli hisab Muhammadiyah ketika memutuskan Idul Fitri sementara ummat Islam yang lain masih berpuasa. Ijtihad memang tidak ada yang berdosa, kalau niatnya ikhlas didasarkan pada kebenaran dalil dan ilmunya. Tetapi, benarkah niat itu yang ada di dalam hati, bukan niat ego organisasi? Benarkah ilmunya sudah memadai untuk menkaji kebenaran itu, karena bisa jadi itu sekadar ilmu warisan yang diikuti secara taqlid? Pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh para pemikir di Muhammadiyah dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Tetapi dengan keenganan untuk mengkaji wujudul hilal yang dikritik kalangan ahli falak-astronomi, mungkin niat ikhlas berdasar kebenaran tercemar dengan niat mempertahankan keputusan organisasi, karena menutup diri dengan menganggap keyakinannyalah yang paling benar.

      Ibaratnya seorang muadzin mengumandangkan adzan maghrib berdasarkan jadwal lama di masijd. Jamaah di masijd itu yakin dengan ijtihad waktu shalat berdasarkan jadwal lama itu, tanpa mau mengoreksi dengan kondisi matahari terbenam. Padahal sudah ada jadwal shalat baru yang lebih akurat. Ego kelompok mempertahankan jadwal shalat lama itu, tanpa peduli dengan dampak adzan yang berkumandang sebelum matahari terbenam. Masyarakat di sekitar masjid yang resah dengan adzannya diabaikannya, hanya diimbau “marilah kita saling menghormati”.

      • Kayaknya bapak senang memaksakan pikiran sesat ya pak….menganggap kerdil orang atau pihak lain saya kira bukan pemikiran seorang ilmuwan besar atau jangan2 bapak antek-antek pihak yang mau mendeskriditkan pihan lain bapak????…..Janganlah arogan dan merasa benar bapak “DIATAS LANGIT MASIH ADA LANGIT” dan ilmu yang paling luas hanyalah milik ALLAH SWT…

      • Dengan ada kata2 bpk “Tetapi, benarkah niat itu yang ada di dalam hati, bukan niat ego organisasi?” tsb, saya yg tadinya agak simpatik jadi agak anti pati dikit, yg tadinya saya rasa objektif jadi agak subjektif pemikiran bpk ini. Coba tampil yg elegan pak tdk emosional, itu salah satu ciri pemikir (ulil albab). lagian kalau min 4 derajat saya rasa puasa akan selalu 30 hari, padahal jaman Nabi 30 hari itu hanya alternatif, silakan bpk pelajari kata alternatif baik menurut bhs Inggris maupun bhs Indonesia…

      • Dulu kyai Ahmad Dahlan juga merubah arah kibalt dengan ilmu pengetahuan. Kenapa sekarang generasi Muhammadiyah tidak mau instropeksi dengan berkembanganya ilmu pengethuan?

      • masalah niat janganlah bapak pertanyakan, hanya org yang bersangkutan dan Allah swt yang paling tahu tetang apa isi hati org. saya yakin niat bapak juga baik, karena memang akan lebih baik bila hari raya dapat dirayakan secara serempak. tapi kalau bapak dan muhammadiyah sama2 BERTAHAN di posisi masing2, niscaya cita-cita kita bersama untuk merayakan hari raya secara serempak akan sulit untuk diwujudkan.

        kalau saya boleh menambahkan, mari kita hindari kata-kata menuduh org lain dengan sebutan kuno anti pembaruan, saya yakin niat muhammadiyah juga ingin melakukan pembaruan dgn tidak menggunakan metode rukyat.

        kiranya Allah memberikan ampunanNya untuk kita. amin.!

      • kalau Bpk. prof. yg merasa terakurat terus mengungkit-ungkit keseragaman, paksa umat lain masuk islam. bicara soal ego, bagaimana dengan ego bpk proff sendiri. Apakah Proff. nyaman melakukan hal semacam ini..? Apa org lain nyaman …?
        Mungkin proff, sudak terlalu tua, lelah dan letih karena sudah tidak bisa berbuat byk sedangkan ini sudah menjelang akhir zaman. IKHLASKAN saja proff… anda tak akan merubah apapun dengan cara begini.

      • Semoga Umat muhamadiyyah meu berubah, dan bisa lebih bijak untuk merumuskan gagasan agar kriteria penetapan awal bulan bisa bersatu dan itu tidak akan tercapai apabila hanya mengedepankan ego organisasi, tetapi dengan hati nurani dan niat yang suci insya Alloh kebersamaan dalam berhari raya bisa terpenuhi, dari seorang hamba yang mengidam-idamkan kebersamaan dan ukhuwah islamiyah

      • “Dengan perbedaan itu, kita tidak pernah mempunyai sistem kelender hijriyah yang mapan yang berlaku dalam skala nasional dan global. Muhammadiyah tampaknya cukup puas kerdilnya sistem kalender hijriyah yang terkotak-kotak dalam kalender-kelender ormas”

        …kalo kita bicara sistem kalender hijrayah global, mestinya yang betul adalah caranya hisab muhammadiyah, bukan nya cara pemerintah dll, buktinya 1 syawal 1432 H di Indonesia versi muhammadiyah yang jatuh pada selasa (30/8/2011) sama dengan malaysia, singapura, arab saudi, mesir, bahrain, qatar, uni emirat arab, dll. kan aneh kalo ada dua negara berdekatan seperti indonesia – malaysia pada hari yang sama memiliki tanggal berbeda… mohon pencerahannya pak prof…

      • saling menghormati memang adalah kata yg dapat meredam perbedaan. tetapi bukan kunci untuk menyelesaikan masalah.
        saya tidak memiliki background astronomi. saya hanya sekedar ingin berbeagi cerita ttg penentuan shalat ied negeri tempat saya tinngal (USA). awalnya, banyak organisasi islam di sini menggunakan metode global or local moon sighting, yg belakangan diplesetkan menjadi “moon fighting”. ketika kita mememsan tempat/hall untuk shalat ied, kita selalu memesan dua hari, karena kita blm bisa memastikan kapan ied akan tiba. suatu saat, pengurus satu hall bertanya, mengapa kita tidak bisa memastikan kapan bulan baru akan datang? bagi mereka ini suatu yang aneh, termasuk bagi saya pribadi. They have already landed on the moon, but we are still fighting to calculate a new moon.
        berdasarkan kesepakatan para ulama di sini, maka sekarang penentuan ramadahan dan syawal mayoritas mennugakan metode hisab. sehingga untuk 2-3 tahun ke depanpun, kita telah dapat menentukan kapan ramadhan, syawal, hajj dll.

        merujuk pada tulisan bapak, saya jadi bertanya-tanya. siapa gerangan kah yang menonjolkan ego? sebegitu sulitkan menentukan bulan baru sementara kalender NASA (lembaga antariksa terbaik di dunia) selalu membuat perhitungan bulan baru berdasarkan kalkulasi tanpa melihat metode rukyat atau metode hisab. kenapa pula kita harus menentukan 1-7 derajat untuk hilal? mengapa kita mempersulit diri sendiri dan menjadikan kita nampak bodoh di mata umat lain? benarkan metode yg NU, Persis, dan pemeritnah indonesia gunakan saat ini telah teruji? secara pribadi, saya lebih meyakini perhitungan yg dikeluarkan oleh NASA. lembaga ini bagi saya tidak terkontaminasi oleh ego pribadi, kelompok maupun pengaruh politik. jika kalender NASA menunjukkan bahwa bulan baru adalah 30 august dan bahkan mayoritas muslim di dunia menyatakan 1 syawal adalah 30 august, bagaimana mungkin anda menyatakan 1 syawal 31 august????? PERTANYAAN BESAR BAGI SAYA!!!!!!!!!!!!!

      • Menurut saya, persoalan pokok yg susah untuk dikompromikan adalah pandangan pak thomas yg masih belum dapat melepaskan diri dari terminologi ‘rukyat’. Kalau kita masih ada sedikit ruang untuk berhusnudzon, sebenarnya dibalik ‘kengototan’ Muhammadiyah mempertahankan hisab wujudul hilal, tersembunyi agenda besar yg sangat ambisius, yaitu bagaimana mewujudkan impian dunia Islam memiliki kalender hijriyah tunggal yg berlaku satu untuk planet bumi ini. Tulisan ini (http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-153-det-sekali-lagi-mengapa-menggunakan-hisab-.html) menggambarkan bagaimana langkah Muhammadiyah bersama masyarakat dunia Islam memulai impian itu (saya tidak tahu apakah pak prof thomas ikut dlm beberapa temu pakar tsb. Setahu saya, Indonesia hanya diwakili oleh Bos-nya Majelis Tarjih PP Muhammadiyah). Lompatan besar Muhammadiyah, disamping penerimaan hisab secara total dan tidak lagi berpegang pd ‘rukyat’, adalah penerimaan Garis Tanggal Internasional (IDL= International Date Line) sebagai prinsip yg menentukan dlm penyusunan kalender hijriyah. Di kalangan Muhammadiyah pun sudah dikenalkan 3 kriteria lain (diluar Wujudul Hilal) sebagaimana yg ada pd tulisan tsb. Tetapi Wujudul Hilal masih tetap dipakai (sembari menunggu kriteria yg disepakati dan berlaku mengikat secara global), karena kriteria ini yg memberikan pembelajaran yg sangat penting ketika kriteria hisab global nantinya akan disepakati. Di dalam penentuan 1 Syawal 1432 H ini memberikan pembelajaran yg sangat berharga. Bayangkan, ketika garis peta ketinggian hilal 0 derajat membelah wilayah negeri ini, warga Muhammadiyah yg berada di wilayah timur harus berlebaran bersama dgn saudaranya yg ada di wilayah barat, pdhal wilayah timur jelas2 masih berada di wilayah ‘bulan masih dibawah ufuk’. Bagi kita yg masih berpaham ‘rukyat minded’ akan gagal memahami kenyataan ini. Tetapi bagi saya, ini adalah investasi besar masa depan bagi berlakunya kalender hijriyah tunggal yg berlaku satu utk planet bumi. Karena apapun kriteria yg nantinya disepakati berlaku global, sepertinya wilayah negeri ini akan sering ‘ketiban sial’ karena fitrahnya sebagai negeri muslim terbesar paling timur. Ketiban sial, karena seringkali nantinya akan kita temui pada penentuan mulai puasa, berlebaran dan ber’idul adha (terutama sekali berkaitan dgn puasa arafah), wilayah ini secara geografis belum masuk wilayah ‘imkanur rukyat’ bahkan ‘masih di bawah ufuk’ (tetapi wilayah negeri lain sudah ‘imkanur rukyat’), kita di Indonesia akan (“dipaksa”) melaksanakan ibadah2 itu bersama2 pd hari yg sama dengan umat Islam di belahan bumi lain. (Inilah mungkin salah satu dari makna TAUHID, ketika masalah ibadah sudah tidak lagi terkotak2 oleh batas wilayah administratif politik negara). Dan, pada saatnya nanti kita boleh berbangga, karena kita mempunyai kalender hijriyah tunggal yg berlaku, bukan hanya utk kepentingan administratif, tetapi juga untuk kepentingan ibadah. Sehingga dalam melaksanakan ibadah akan lebih pasti dan dapat direncanakan jauh2 hari… cukup hanya dengan melihat kalender, kapan kita berpuasa, berlebaran, berpuasa arafah… tanpa perlu menunggu sidang itsbat lagi… allahu a’lam..

      • Menurut seorang teman di Tuban, pada 30 Agustus 2011, saat pagi hari, warga kampungnya melihat hilal yang sangat jelas di langit. Karena mereka mengikuti Sidang Istbat, mereka sempat melakukan Sahur. Akan tetapi, setelah melihat hilal di pagi hari, mereka segera membatalkan puasa.

        Begitulah mungkin orang awam menjalankan ibadah. Saya sendiri, juga melakukan hal yang sama, membatalkan puasa pada 30 Agustus 2011 di pagi hari. Sebab, salah satu keluarga yang ahli Tarekat, dan diyakini mampu menembus alam kebatinan, menyatakan bahwa pukul 08.00 WIB (pagi) pada 30 Agustus 2011 hilal sudah terlihat. Hal ini terjadi di kota Ciamis dan di lingkungan warga NU.

        Saya menyayangkan kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh Pak Thomas yang cenderung provokatif. Ada agenda apa, sesungguhnya, selain penyeragaman kalender? Saya juga sempat bertanya-tanya, mengapa rukyat hanya dilakukan pada 29 Agustus, dan 30 Agustus tidak dilakukan? Dan, mengapa pada 31 Agustus 2011 lalu harus puasa sampai Magrib jika misalnya jam 12 siang sudah tampak hilal?

        Jika menggunakan hisab, pada 29 Agustus 2011, saat Magrib hilal sudah 1 derajat 50 menit. Logikanya, jam 20.00 WIB sudah masuk 2 derajat lebih (masuk imkan). Dan, jika keesokan harinya sekitar jam 08.00 WIB perkiraan hilal sudah lebih dari 10 derajat. Lalu, dalam rukyat, berapa derajat hilal bisa dilihat?

      • Ibadah itu harus dengan ilmu. Kalau tanpa ilmu, nanti ibadahnya tidak sah. Tidak mungkin hilal terlihat padi hari. Kalau terlihat menjelang matahari terbit, namanya bulan sabit akhir bulan. Hilal fenomena mata fisik, tidak tepat kalau digunakan mata batin untuk melihatnya.
        Tidak mungkin hilal makin tinggi di lokasi yang sama, karena hilal akan terbenam bersama dengan benda-benda langit lainnya.

      • kok sepertinya pak djamaludin sendiri masih keras hati, masih blm bisa terima kenyataan, apa bapak masih bisa mnjelaskan, hilal tanggal 30 agustus malam?kalo itu awal bulan ya aneh aja udah seterang itu, dan tadi mas samijan bilang, kalo jam20.00 harusnya diperiksa lagi. lha wong hilal pagi hari 10derajat. knp anda tidak mengomentari yang itu?tadinya, saya simpati, tapi lama2 melihat komen2 ini bnr2 antipati sama anda. anda sendiri menyudutkan teori hisab, tapi anda tidak bisa netral dan malah bersuuzon, malah semakin memaksakan teori anda. apa anda sadar?kalo anda masih tidak sadar ya sudah, omongan anda ini saya GAK PERCAYA!!

    • Sangat bijak nampaknya, dan peran Muhammadiyah selama ini tidak terbukti memecah ummat bahlan amal usaha Muhammadiyah tidak hanya menolong orang Muhammadiyah. Mhn Muhammadiyah juga tetap mau mengoreksi ilmu-nya.

      salam

      • kebanyakan sudah kadung merasa paling tepat dalam methodologi jadi mana mau membuka diri Mas?

    • Like this..

    • Benar, ‘otoritas tunggal’ itulah kuncinya. dan itu termasuk dalam ranah aqidah.
      Kenapa masih saja berputar2 sementara ulil amri sudah menetapkan dan berusaha sebaik mungkin.

    • Senang membaca pandangan anda Ki Ageng AF. Wibisono & Prof Djamaludin. Saya Warga Muhammadiyah yang sampai saat ini masih meyakini Hisab Wujudul Hilal sebagai landasan yang tepat dengan berbagai latar belakang dan tujuannya.

      Tetapi tetap saya meminta kepada pemimpin dan cendikiawan Muhammadiyah tidak berdiam diri dan merasa puas dengan metode yang ada saat ini. Cobalah jawab dengan bijak dan santun seperti Ki Ageng AF Wibisono semua kritikan dari Prof Djamaludin. Kalau Wujudul Hilal dianggap usang coba dijawab dengan baik dan uraikan kelemahan atau kelebihan dari metode yang baru yang dianggap lebih baik oleh Prof Djamaludin.

      Tetapi Prof Djamaludin juga harus bersabar dan melihat ini tidak bisa dengan ukuran waktu tertentu atau membandingkan dengan yang lain sudah “mau” melakukan perubahan tetapi Muhammadiyah tidak mau berubah. Tetapi jika semua ini Prof niatkan agar Muhammadiyah juga menjadi lebih baik,silahkan kritik Muhammadiyah tanpa harus kehabisan kesabaran. Insya Allah niatannya saja sudah mendapat Pahala…

      Trims untuk Ki Ageng AF Wibisono atas pandangannya….

      • @Moh. Sofyan Abdullah ; Alhamdulillah… saya warga Muhammadiyah merasa terwakili dengan komentar Bapak yang mencerahkan ini, smoga Allah selalu menuntun langkah2 kita dalam beribadah.. Amien.

  15. sebagai simpatisan Muhammadiyah, saya memohon para ahli Muhammadiyah menanggapi tulisan ini untuk kemaslahatan ummat.

  16. Ass,wr.Wb.
    Sedikit pertanyaan,
    apakah di zaman Nabi prnh terjadi perbedaan penentuan 1 syawal ? Tlng dijawab mas krn msh ada pertanyaan lanjutan.

    • Tidak ada, karena ada otoritas tunggal, yaitu Nabi. Saat ini terjadi perbedaan karena adanya beberapa otoritas.

      • Imam Muslim meriwayatkan:
        Diriwayatkan dari Kuraib bahwa Ummul fadhl binti harits pernah mengutusnya ke syam. Kata kuraib, “akupun datang ke syam lalu aku sampaikan pesan ummul fadhl dan tibalah awal ramadhan ketika aku berada di syam, maka aku melihat bulan DI MALAM JUM’AT, lalu aku datang ke madinah di akhir bulan, kemudian aku ditanya oleh Abdulloh bin Abbas, lalu dia membicarakan tentang hilal kemudian dia bertanya , “Kapan kamu melihat hilal, ?”
        aku menjawab, “Kammi melihatnya pada malam jum’at.”
        Dia bertanya, ” Kau melihatnya ?”
        aku jawab, ” Ya, dan orang orang juga melihatnya, lalu mereka berpuasa, mu’awiyah juga berpuasa”
        Kata ibnu abbas, ” Tapi kami melihat hilal pada malam sabtu, maka kami selalu berpuasa sehingga kami sempurnakan 30 hari, kecuali kalau kami melihat hilal.”
        Lalu kami bertanya, “Mengapa kamu tidak mengikuti ru’yat mu’awiyah dan puasanya ?”
        Dia Menjawab, “TIDAK, Demikianlah Rasululloh Mengajarkan pada kami”.

        Dari hadits atsar diatas pernah terjadi perbedaan ru’yat dikalangan Para sahabat.

      • perbedaan yang ada dasarnya itu masalah matlak tunggal, bila satu tempat lihat hilal seluruh dunia ikut. Atau matlaknya ikut daerah masing-masing.

        Tapi untuk seri muhammadiyah ini, bukan masalah matlak, tapi masalah metode hisab, yang tidak pernah dicontohkan oleh nabi dan para sahabat meskipun di kalangan sahabat pun ada yang bisa hisab (tapi gak terpakai) meskipun gak secanggih sekarang.

  17. “….. Adakah solusi permanennya? Ada, Muhammadiyah bersama ormas-ormas Islam harus bersepakati untuk mengubah kriterianya……”
    “……Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat……”
    – Mengapa koq HANYA Muhammadiyah yang diharapkan berubah ????
    – Mengapa pula cuma masalah awal ramadhan, 1 syawal, atau 10 dzulhijjah yang diributkan “orang-orang pintar” sehingga masyarakat (katanya) dibikin bingung. Padahal kalo mau konsisten mestinya jadwal shalat yang hasil hisab hakiki itu nggak usah dipakai aja. Dan orang-orang mestinya menunggu “pengumuman pemerintah” setiap kali mau melaksanakan shalat yang 5 kali sehari itu…..kan nggak ada dalilnya, kalo waktu shalat itu berdasarkan jadwal…..

    • Mengapa hanya Muhammadiyah yang diharapkan berubah? Karena hanya Muhammadiyah yang enggan berubah. Ormas-ormas lain sudah mau berubah. NU yang semula tidak mempercayai hisab imkan rukyat kini mereka menerapkannya untuk memandu rukyat, termasuk untuk menolak kesaksian rukyat. Persis yang sama-sama Muhammadiyah mendasarkan pada hisab sudah meninggalkan hisab wujudul hilal, beralih ke hisab imkan rukyat.
      Tanggapan kedua tidak relevan, karena tampak kental nuansa dikhotomi “hisab-rukyat”. Padahal secara astronomi, hisab dan rukyat setara.

      • Prof. selain bulan Ramadhan dan Zhulhijah kok tidak dirukyat? Mengapa? Pake apa dalam menentukan bulan Safar, Muharram dan 10 bulan lainnya?

      • @muhammad sayuti
        mohon cek qur’an anda dahulu di surat Al-baqoroh ayat 183 dst, bulan romadhon ini ada perintah untuk melihat.(melihat loh ya, bukan menghitung) Maka berpuasalah…

      • Untuk menentukan awal bulan hijriyah semua memang menggunakan ilmu hisab dan nantinya digunakan untuk membantu kita dalam pelaksanaan ru’yah. dan ru’yah tanpa ilmu hisab juga dipertanyakan keakuratannya. dan untuk bulan selain 3 bulan tersebut tidak serta merta/ terekspose dimedia massa, namun para ahli falak ataupun ahli astronomi tentu ingin membuktikan kebenaran dan keakuratan hitungan ilmu hisabnya dengan melaksanakan ru’yah, namun tidak mengundang media masa sehingga anda (m sayuti) tidak mengetahuinya. lha dari sinilah para pakar falak, Astronomi selalu ingin membuktikan secara ilmiyah kebenaran ilmu yang telah dia dapat untuk mendapatkan ilmu yang baru dari Allah sehingga ilmu falak (hisab-red) selalu berkembang mulai dari urfi, taqribi sampai yang tahqiqi semua itu tidak muncul serta merta, tapi itu merupakan menyempurnaan karena memang dilihat ada kekurangan yang ditunjukkan Allah. Jadi kagak benar kalo orang mengkritik itu menunjukkan bahwa orang tersebut itu paling hebat itu adalah persepsi yang sangat salah dan tidak beretika dalam kaidah ilmu pengetahuan.

        perlu diketahui bahwa bumi ini bulat, sehingga permukaannya melengkung namun mata manusia melihatnya sebagai garis lurus karena memang keterbatasan manusia sehingga dalam melihat hilal tentunya ada koreksi dan batas kemampuan manusia untuk melihat sesuatu di balik bumi tersebut lha faktor koresksi itulah yang saat ini dikenal sebagai “IMKANUR RU’YAH”

        Wallahu A’lam bishowaf

      • Bung Djamal, kalau beberapa ormas pindah dari rukyat murni ke imkan rukyat itu berarti secara implisit mereka sudah pusing tujuh keliling dengan metoda rukyat dan diam2 mulai mengakui tepatnya pilihan hisab. Hanya saja krn malu ngikut hisab wujudul hilal lalu dibuatlah kriteria baru yg “banci”: Rukyat bukan, Hisab pun bukan.
        La imkan rukyat yg 2 derajad itu dasarnya apa? Anda juga tahu itu tidak berdasar, tapi anda pasti tidak akan mempermasalahkan seperti mempersalahkan metoda yg dipakai muhammadiyah seandainya nanti hilal 2.3 derajad terus ada yg ngaku bisa merukyat dan oleh krnnya diterima dalam sidang isbat krn sdh “sesuai” kriteria, padahal anda tahu persis 2.3 pun masih mustahil teramati.
        Jadi ini justru meyakinkan saya bahwa cara hisab wujudul hilal lah yg paling masuk akal dan applicable unt memecahkan semua permasalahan kalender islam.
        Unt Muhammadiyah jangan berkecil hati. Prediksi saya suatu saat nanti semua akan realistis pakai wujudul hill.

    • membaca tulisan pak tj jamaluddin,kami yang awam merasa ada harapan mengenai perbedaan penetapan 1syawal,tapi harapan ini sirna melihat tertutupnya hati saudara2 kami Muhammadiyah yg justru tidak mau menerima masukan ini dengan pemikiran jernih.Mereka terkesan emosi.Nu,Persis udah mau berubah hanya Muhammadiyah yg kaku.Dari umat Islam yang ada di Indonesia itu yang paling banyak umat yg tdk terikat oleh organisasi Islam manapun,tolong ini diperhatikan,dimana mereka binggung oleh perbedaan 1syawal.Utk itu organisasi2 Islam NU,Muhammadiyah,presis dll,juga pemerintah duduk satu meja cari solusi/titik temu tentang penetapan 1 syawal. InsyaAllah bisa.Apa yg disampaikan oleh Prof itu terobosan positif yg patut ditindak lanjuti.Semoga Allah selalu bersama Prof dlm mempersatukan umat Isam di Indonesia ini

    • Berbicara mengenai ru’yat sebagai suatu dalil yang bisa digunakan untuk penetapan waktu-waktu ibadah boleh dikatakan semua orang muslim memahaminya dalam tataran konsep.Walaupun dalam tataran praktis penggunaan hisab bukanlah hal yang baru, apalagi untuk penetapan waktu-waktu shalat. Hampir bisa dikatakan bahwa kita tidak bisa lepas dari yang namanya hisab. Hal ini bisa dibuktikan dari hampir selalu adanya jadwal waktu-waktu shalat di masjid-masjid maupun mushalla-mushalla yang kita jumpai. Demikian pula halnya dengan keberadaan kalender hijriyah yang secara praktis merupakan produk hisab, masih bisa diterima di seluruh lapisan muslim. Sedikit berbeda ketika berhubungan dengan penetapan awal dan akhir Ramadhan dan awal Dzulhijjah, perbedaan mengemuka di kalangan ummat dengan kepentingannya dan argumentasinya sendiri-sendiri. Secara garis besar terdapat tiga faham yang berbeda dalam penetapan penanggalan Islam:
      1.Hanya menggunakan ru’yat khususnya untuk bulan-bulan ‘ibadah.

      2. Menggunakan ru’yah, dan hisab digunakan untuk validasi kebenaran kesaksian ru’yat

      3. Hisab dapat digunakan secara mandiri untuk penetapan penanggalan dan waktu-waktu ‘ibadah lainnya.

      Kelompok-kelompok yang ada tersebut tidak ada yang menolak mengenai sahnya penetapan penanggalan dengan ru’yat, hanya saja bagi yang bermadzhab hisab, hisab memiliki lebih banyak aspek mashlahatnya karena lebih memberikan kepastian mengenai posisi hilal yang menjadi dasar penetapan penanggalan Islam. Sementara bagi penganut ru’yat, ru’yat hilal merupakan aspek ta’abbudi yang harus diikuti untuk mengawali dan mengakhiri bulan-bulan ‘ibadah.

      Namun bila dinyatakan bahwa hisablah sebenarnya yang dianjurkan Islam untuk penetapan waktu-waktu ‘ibadah mungkin banyak orang yang mempertanyakannya termasuk mungkin bagi mereka yang menggunakan hisab.

      Hisab sesuai Sunnatullah

      Ilmu hisab falak adalah ilmu yang diajarkan Allah kepada hamba-Nya secara langsung, sekaligus sebagai bukti al-Qur’an kalam Allah bukan buatan Muhammad seorang yang ummi sebagaimana yang dituduhkan sebagian orang-orang kafir, sekaligus sebagai bukti kebenaran berita al-Qur’an yang merupakan mu’jizat sepanjang zaman. Dalil-dalil ini di antaranya:

      الرحمن علم القرءان خلق الإنسان علمه البيان الشمس والقمر بحسبان (الرحمن:1-5)

      (Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.

      هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون(يونس:5)

      Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui

      Pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa ilmu hisab bukan sebagai ilmu Islam justru bertentangan dengan banyak dalil dari al-Qur’an, dan jelas suatu pendustaan terhadap firman Allah.

      Pandangan sebagian ulama terdahulu yang menentang hisab terutama muncul dari kalangan mereka yang kurang memahami Ilmu ini dan mengabaikan firman-firman Allah dalam al-Qur’an mengenai hisab dan ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian diikuti fara muqallidin dari kalangan ulama khalaf yang mengikuti pendahulunya dengan menisbahkannya sebagai sunnah. Inilah yeng menjadi akar timbulnya pertentangan di kalangan ummat karena mereka telah meninggalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

      Sikap penolakan terhadap ilmu hisab khususnya untuk penetapan bulan-bulan ‘ibadah terutama dilatarbelakangi oleh:

      Ketidak-fahaman sebagian ulama (bukan ahli hisab) tentang hakikat ilmu hisab dan menganggapnya sebagai ilmu meramal yang tidak bisa mencapai derajat yakin.
      Adanya anggapan bahwa ilmu hisab sebagai bagian dari ilmu peramalan nasib dengan bintang yang ditentang Islam, sehingga haram menggunakannya.
      Ketidak-fahaman para penentang hisab yang menganggap hisab sama-sekali lepas dari ru’yat dan menyalahi sabda-sabda Rasulullah tentang penetapan penanggalan Islam terutama bulan-bulan ‘ibadah.

      Alasan-alasan di atas dengan jelas ditentang oleh Allah seperti dalam dalil-dalil tersebut di atas, yang menyatakan bahwa sifat ‘bi-husbaan’ merupakan sunnatullah yang sama sekali berbeda dengan ilmu meramal nasib oleh para ahli nujum (astrologi), bahkan mendalami astronomi sangat dianjurkan oleh Allah Ta’ala.

      Penolakan terhadap ketetapan Allah ini jelas-jelas merupakan kekufuran terhadap ayat-ayat Allah yang tidak mungkin dilakukan oleh generasi awal ummat ini, dengan demikian terbantahlah anggapan bahwa telah adanya ijma’ dari generasi awal ummat bahwa mereka menolak hisab. Yang benar adalah mereka belum menguasai ilmu hisab falak sehingga mereka tidak sepenuhnya menggunakannya, sebagaimana yang akan kita bahas berikut ini.

      Anggapan bahwa ilmu hisab sebagai bagian dari ilmu peramalan nasib dengan bintang yang ditentang Islam, sehingga haram menggunakannya sama sekali tidak bisa dipertanggung-jawabkan dan bertentangan dengan firman Allah bahwa itu merupakan ketetapan-Nya yang haq (sunatullah) dan sama sekali tidak sama dengan ilmu ramalan bintang. Pendapat ini muncul dari kebodohan orang tentang ilmu ini dan enggan untuk mentafakuri ayat-ayat Allah tentang alam semesta, sebagaimana tersebut dalam firman Allah

      إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب(190)الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السموات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار (أل عمران: 191)

      “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

      Anggapan bahwa hisab sama-sekali lepas dari ru’yat dan menyalahi sabda-sabda Rasulullah tentang penetapan penanggalan Islam jelas suatu pendapat yang sangat keliru, karena ilmu hisab falak ini lahir dari serangkaian penelitian data-data ru’yat yang dilakukan selama periode yang panjang bahkan dari generasi ke generasi, serta melalui tahap ujicoba dan analisis yang cermat sehingga ditemukan formulasi hisab, yang akurat dan teruji dengan baik.

      Al-Qur’an menekankan Hisab untuk Penentuan Penanggalan

      Landasan penanggalan kalender Islam (kalender hijriyyah) ditetapkan langsung oleh Allah dalam al-Qur’an dalam beberapa ayat yang terpisah-pisah.

      إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السموات والأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة واعلموا أن الله مع المتقين (التوبة:36)

      Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

      Berdarakan ayat di atas, Allah Ta’ala mengajarkan kepada kita bagaimana kalender Islam seharusnya dibangun yang berbeda dengan kalender luni-solar yang sebelumnya digunakan oleh Arab pra Islam. Kalender Arab pra-Islam adalah kalender qamariyah yang disesuaikan dengan periode pergantian musim tahunan, sehingga setelah periode tertentu, satu tahun ada penambahan satu bulan untuk menyesuaikan dengan musim tahunan. Bulan tersebut dikenal dengan bulan Nasi. Dan oleh Islam kebiasaan tersebut dibatalkan. Selanjutnya Allah berfirman:

      إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ(التوبة:37)

      Sesungguhnya an-nasi’ (mengundur-undurkan bulan haram) itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

      Allah juga menegaskan bahwa wujud hilal-lah yang menjadi batas-batas berawal dan berakhirnya suatu bulan, yaitu hilal yang dapat disaksikan di akhir setiap bulan. Dan oleh karena pergantian hari kalender Islam adalah maghrib maka hilal tersebut adalah hilal yang muncul bersamaan dengan terbenamnya Matahari. Allah berfirman:

      يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج (البقرة:189)

      Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji

      Allah menjelaskan suatu fenomena sekaligus mengajarkan bahwa Matahari dan bulan beredar mengikuti perhitungan.

      الرحمن علم القرءان خلق الإنسان علمه البيان الشمس والقمر بحسبان (الرحمن:1-5)

      (Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al-Qur’an, Yang telah menciptakan manusia, Yang mengajarinya ilmu pengetahuan. Matahari dan bulan beredar mengikuti perhitungan.

      Bahkan Allah menjelaskan bahwa sebagai akibat dari peredaran tersebut, fase-fase bulan terbentuk dan membentuk siklus bulanan. Allah berfirman:

      وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ(يس: 39)

      Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.

      Fase dari hilal pertama ke hilal berikutnya dari satu siklus itulah yang dinamakan satu bulan. Allah Ta’ala menjelaskan bahwa terbentuknya fase-fase tadi merupakan suatu ketetapan Allah yang semuanya bisa diukur, bisa dihitung dan dengannyalah Allah mengajarkan ilmu bagaimana menghitung tahun dan menghisabnya kepada kita.

      هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون إن في اختلاف الليل والنهار وما خلق الله في السموات والأرض لآيات لقوم يتقون(يونس:5-6)

      Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.

      Allah menjelaskan dengan itu bukti-bukti kebenaran firmanNya, bahwa al-Qur’an adalah kalamullah mustahil dibuat oleh Muhammad saw seorang yang ummi melainkan semata-mata wahyu Allah yang diterimanya dan disampaikannya kepada ummatnya apa adanya.

      Bukti-bukti ini memang pada masa-masa awal Islam belum bisa dipahami sepenuhnya oleh kaum muslimin karena kebanyakan dari mereka adalah kaum yang ummi, namun al-Qur’an adalah mu’jizat sepanjang zaman yang akan membatalkan setiap tuduhan siapapun yang mengatakan al-Qur’an buatan Muhammad. Dan bukti-bukti ini telah terbukti bagi kita sekarang. Lalu apakah kita masih akan ragu dengan kebenaran al-Qur’an? Inilah mungkin rahasia yang terungkap dari turunnya ayat al-Qur’an surat Ali Imran 190-191.

      إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب(190)الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السموات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار (أل عمران:191)

      “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

      Dalam suatu riwayat dijelaskan setelah turun ayat ini Rasulullah terus menerus menangis sepanjang malam bahkan ketika Rasulullah melaksanakan shalat malam, hingga ketika waktu shubuh datang dan Rasulullah belum hadir Bilal mengunjunginya dan menanyakannya apa gerangan yang membuat seorang Rasul yang ma’shum menangis. Rasulullah menjawab turunnya ayat inilah yang membuatnya menangis. Lantas beliau mengatakan celakalah orang yang membacanya tapi tidak mau mentafakurinya.

      Rasulullah Mengajarkan Prinsip-prinsip Dasar Hisab

      Penggunaan hisab ini sebagai dalil penentuan penanggalan qamariyah maupun waktu-waktu ibadah lainnya ditetapkan dan dijamin oleh Allah, namun kaum muslimin saat itu bukanlah orang-orang yang bisa menghisab bulan. Pengetahuan ilmu hisab belum berkembang saat itu dikalangan kaum muslimin. Perhitungan yang dikenal dan dikuasai umumnya sebatas perhitungan-perhitungan sederhana yang biasa digunakan dalam transaksi jual-beli, takar-menakar, dan sebagainya. Untuk menentukan waktu harian mereka biasa melihat posisi Matahari; dan untuk menentukan penanggalan, mereka melihat posisi dan fase bulan. Praktek ru’yat ini merupakan praktek yang sudah terbiasa dikalangan bangsa Arab pra Islam, tidak ada yang asing dalam hal bagaimana meru’yat hilal, dan memahami perubahan fase-fase bulan. Mereka bisa secara langsung memprediksi tanggal berapa hanya dari melihat posisi dan fase bulan yang muncul.

      Rasulullah menyampaikan sesuatu yang baru dalam menetapkan penanggalan dalam Islam sesuai ketentuan Allah. Beliau mengoreksi sistem penanggalan era pra-Islam yang mengenal adanya bulan ke-13 pada tahun-tahun tertentu dan menetapkan hanya ada 12 bulan dalam satu tahun sebagaimana telah dijelaskan di muka. Beliau juga menjelaskan dan memperkenalkan hisab secara sederhana dan bertahap tanpa secara langsung meninggalkan ru’yat. Apa yang dijelaskan Rasulullah adalah membimbing kaum muslimin bagaimana memahami hisab secara sederhana dengan menekankan pada kaidah-kaidah dasar yang harus dipenuhi, yang bisa dijadikan rujukan baik bagi kalangan awam maupun para ulama Islam berikutnya.

      Berikut ini di antara dalil-dalil yang menceritakan panduan-panduan yang diajarkan Rasulullah untuk menghisab bulan.

      وحدثني زهير بن حرب حدثنا إسماعيل عن أيوب عن نافع عن بن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم إنما الشهر تسع وعشرون فلا تصوموا حتى تروه ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدروا له ( مسلم )

      وحدثني حميد بن مسعدة الباهلي حدثنا بشر بن المفضل حدثنا سلمة وهو بن علقمة عن نافع عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم الشهر تسع وعشرون فإذا رأيتم الهلال فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا فإن غم عليكم فاقدروا له ( مسلم )

      Dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya satu bulan itu 29 (hari), maka janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihatnya dan janganlah kamu berbuka sehingga melihatnya, maka jika terhalang atasmu maka perkirakanlah ia. (Muslim)

      حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا أبو أسامة حدثنا عبيد الله عن نافع عن بن عمر رضي الله عنهما ثم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر رمضان فضرب بيديه فقال الشهر هكذا وهكذا وهكذا ثم عقد إبهامه في الثالثة فصوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن أغمي عليكم فاقدروا له ثلاثين

      وحدثنا بن نمير حدثنا أبي حدثنا عبيد الله ثم بهذا الإسناد وقال فإن غم عليكم فاقدروا ثلاثين نحو حديث أبي أسامة ( مسلم )

      وحدثنا عبيد الله بن سعيد حدثنا يحيى بن سعيد عن عبيد الله بهذا الإسناد وقال ثم ذكر رسول الله صلى الله عليه وسلم رمضان فقال الشهر تسع وعشرون الشهر هكذا وهكذا وهكذا وقال فاقدروا له ولم يقل ثلاثين ( مسلم )

      Dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar ra, ia berkata, kemudian Rasulullah saw menyebut Ramadhan memberi isyarat dengan kedua tangannya kemudian bersabda: “Satu bulan itu begini, begini dan begini kemudian nabi melipat jempolnya pada yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihatnya dan berbukalah kamu karena melihatnya, maka jika terhalang atasmu maka perkirakanlah 30. Di riwayat lain dari Ubaidillah dengan isnad ini kemudian Rasulullah saw menyebut Ramadhan kemudian beliau bersabda: “Satu bulan itu 29, satu bulan itu begini, begini dan begini dan berkata maka perkirakanlah baginya, dan beliau tidak menyebut 30. (Muslim)

      وحدثني عن مالك عن عبد الله بن دينار عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ثم الشهر تسعة وعشرون فلا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فاقدروا له ( مالك )

      Dari Ibn Dinar dari Abdullah bin ‘Umar ra, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda: “Kemudian satu bulan itu 29 (hari), maka janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal dan janganlah kamu berbuka sehingga melihatnya, maka jika terhalang atasmu maka perkirakanlah ia. (Malik)

      Hadits-hadits tersebut mengajarkan bagaimana prinsip-prinsip hisab dibangun, sekaligus Rasulullah menjelaskan mengenai apa yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an:

      Dasar lamanya satu bulan adalah 29 hari.

      Dalam banyak hadits yang shahih Rasulullah mengatakan bahwa satu bulan adalah 29 hari (malam). Pengenalan ilmu hisab pertama dari Rasulullah. Bahwa satu bulan cukup menghitung 29 hari dari saat pertama terlihatnya hilal tanpa harus mengamati perubahan fase bulan dari hari-ke hari. Hilal baru tidak mungkin muncul di hari-hari kurang dari itu. Dan ini merupakan batas minimal satu bulan yang diajarkan Rasulullah, selanjutnya:

      Yakinkan wujudnya hilal pada akhir hari ke-29 (saat ghurub), jika hilal diyakini ada maka tetapkanlah lama bulan 29 hari.
      Jika wujud hilal pada saat itu dipastikan tidak ada maka tetapkanlah hitungan bulan 30 hari.

      Kaidah ini merupakan kaidah hisab praktis yang dapat dengan mudah diterima oleh kaum muslimin, karena sesuai dengan realita. Jika pada akhir tanggal 29 hilal dipastikan tidak wujud, maka dapat dipastikan bahwa keesokan harinya sudah jauh di atas ufuk, walaupun mendung menghalangi pandangan. Dengan demikian tidak diperlukan lagi adanya ru’yat, cukup hisablah bulan 30. Dan tentunya kesimpulan ini didukung oleh bukti-bukti ru’yat yang cukup panjang.

      Meyakinkan wujudnya hilal dengan hisab bukanlah hal yang sulit, namun dalam kondisi awal-awal Islam kaum muslimin boleh dikata belum menguasai ilmu hisab, kemampuan ilmu hisab hanya terbatas penjumlahan dan pengurangan sederhana yang sering dipakai dalam transaksi jual beli atau takar menakar. Bahkan alat ukur waktu seperti yang ada sekarang belum pernah diberitakan ada semua dibaca dari tanda-tanda alamiah alam, sehingga diperlukan suatu kaidah transisi, yang diajarkan Rasulullah yang kemudian diceritakan dan atau disampaikan para sahabat apa adanya atau sesuai pemahaman mereka.

      Jika pada akhir hari ke-29 (saat ghurub) hilal tidak terlihat (tidak wujud) karena terhalang, maka yakinkanlah akan wujudnya hilal, dan tetapkan hitungan 30 hari saat wujud hilal tidak bisa dibuktikan (tidak ada berita kesaksian hilal).

      Pernyataan ini menolak anggapan bahwa penghalang menjadi illat hukum ikmal jumlah hari menjadi 30, karena illat hukumnya sendiri adalah wujud hilal (diyakini wujudnya hilal). Dan ini sesuai kaidah ushul:

      الحكم يدور مع علته وجودا و عدما

      “Hukum berjalan sesuai ‘illatnya ada dan tiada.”

      Wujud hilal itulah yeng menjadi illat hukum ditetapkannya tanggal baru, bukan mendung sebagaimana difahami sebagian orang. Kaidah ikmal menjadi tiga puluh hari saat mana hilal diyakini belum wujud pada akhir tanggal 29 adalah sejalan dengan kaidah ushul ini, karena bila pada tanggal 29 hilal tidak wujud naka dapat dipastikan bahwa hilal wujud pada tanggal 30 walaupun pandangan kita terhalang untuk melihatnya. Argumentasi bahwa wujud hilal sebagai illat hukum ditetapkan awal bulan sesuai dengan firman Allah Ta’ala:

      يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج (البقرة:189)

      Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji

      Dan ini secara praktis diakui oleh kaum muslimin bahwa terhalangnya pandangan dari segolongan besar muslim akan melihat hilal gugur manakala ada kesaksian walaupun sebagian kecil tentang adanya hilal. Dengan demikian sesungguhnya yang menjadi ijma’ di kalangan shahabat adalah wujud hilal sebagai dalil ditetapkannya awal bulan, dan bukan melihatnya itu sendiri. Dan ini sesuai dengan firman Allah di atas. Dari uraian ini maka akan jelaslah makna firman Allah Ta’ala:

      فمن شهد منكم الشهر فليصمه

      “Maka barang siapa di antara kami menjadi syahid (datangnya) bulan maka hendaklah ia berpuasa.”

      Makna syahid berdasarkan banyak dalil lebih mengarah kepada pengetahuan dan keyakinan dan bukan kepada kesaksian dengan mata. Dan keyakinan datangnya bulan bisa diketahui dengan melihat langsung, dengan kesaksian orang lain atau dengan hisab sebagaimana yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an. Coba perhatikan bagaimana Rasulullah menuntun para sahabatnya yang ummi untuk bisa menghisab dengan mengajarkan bahwasanya satu bulan 29 hari tanpa harus mengamati perubahan fase bulan dari hari ke hari, kemudian apa yang kemudian difahami para sahabat tentang menghisab atau menetapkan hitungan 30 saat sama sekali hilal tidak bisa disaksikan mata pada akhir tanggal 29.

      Dan dengan penggunaan hisab prediksi wujudnya hilal lebih bisa dipastikan daripada dengan ru’yat dan inilah yang disinyalir dalam al-Qur’an:

      هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون

      Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

      Berdasarkan ayat ini Allah memberitakan bahwa Dia telah menetapkan fase-fase bulan dan memungkinkan untuk menghisabnya. Sehingga fase-fase hilal tersebut sebenarnya bisa dihitung untuk menetapkan apakah hilal sudah ada atau belum. Ayat inipun memberi indikasi bahwa ilmu hisab tidaklah lahir dengan sendirinya tetapi melalui proses yakni proses ru’yat dan pencatatan data-data ru’yat yang Selanjutnya dianalisis, diuji dan diformulasikan sehingga dihasilkan formulasi hisab seperti yang ada sekarang. Namun kaum muslimin saat itu adalah kaum tidak menguasai ilmu hisab, sehingga untuk meyakinkan hadirnya hilal dimintailah kesaksian orang-orang dari daerah-daerah sekitar tentang tampaknya hilal pertama tadi. Di satu daerah bisa jadi berkabut, mendung atau karena halangan-halangan lainnya sehingga hilal tidak bisa disaksikan, namun di daerah-daerah lainnya yang berdekatan bisa jadi hilal bisa dilihat. Dan kesaksian inilah yang diakui. Ini menggambarkan bahwa begitu ada halangan melihat hilal tidak serta merta satu bulan dihitung menjadi 30, tapi menunggu kepastian ada tidaknya hilal dari hasil penglihatan orang-orang lainnya. Hal inilah bisa jadi rahasia mengapa Allah menekankan hisab, karena kemampuan melihat seseorang bisa terhalang oleh berbagai hal seperti lokasi, mendung, debu dan sebagainya.

      Berkaitan ini saya nukilkan beberapa riwayat yang menggambarkan fenomena ini:

      Dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Manusia mencari-cari hilal, maka aku kabarkan kepada Nabi bahwa aku melihatnya, maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pun menyuruh manusia berpuasa.” (HR Abu Daud (2342), Ad Darimi (2/4), Ibnu Hibban (871), Al Hakim (1/423), Al Baihaqi (4/212), dari dua jalan, yakni dari jalan Ibnu Wahb dari Yahhya bin Abdullah bin Salim dari Abu Bakar bin Nafi’ dari bapaknya dari Ibnu Umar, sanadnya hasan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At Talkhisul Habir (2/187)[i].

      Dikisahkan ketika seorang Arab Badui melapor kepada Nabi bahwa ia menyaksikan hilal, maka Nabi menerimanya padahal ia berasal dari daerah lain dan Nabi juga tidak minta penjelasan apakah mathla’-nya berbeda atau tidak. (Majmu’ Fatawa, 25/103) Hal ini mirip dengan pengamalan ibadah haji jaman dahulu di mana seorang jamaah haji masih terus berpegang dengan berita para jamaah haji yang datang dari luar tentang adanya ru’yah hilal. Juga seandainya kita buat sebuah batas, maka antara seorang yang berada pada akhir batas suatu daerah dengan orang lain yang berada di akhir batas yang lain, keduanya akan memiliki hukum yang berbeda. Yang satu wajib berpuasa dan yang satu lagi tidak. Padahal tidak ada jarak antara keduanya kecuali seukuran anak panah. Dan yang seperti ini bukan termasuk dari agama Islam. (Majmu’ Fatawa, 25/103-105)[ii]

      1993 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكَّارِ بْنِ الرَّيَّانِ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ يَعْنِي ابْنَ أَبِي ثَوْرٍ ح و حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ يَعْنِي الْجُعْفِيَّ عَنْ زَائِدَةَ الْمَعْنَى عَنْ سِمَاكٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُومُوا غَدًا *(أبو داود)

      Fenomena di atas menjelaskan bahwa kepastian hilal yang dilakukan melaui ru’yat perlu dikonfirmasi dengan kesaksian-kesaksian yang lainnya untuk mendapatkan informasi yang meyakinkan tentang wujudnya hilal. Sehingga untuk kasus ini berlaku kaidah bahwa yang melihat secara langsung setelah diketahui kejujurannya didahulukan dari yang tidak bisa melihat, bahkan informasi yang tertunda tetap diterima walau hari sudah berjalan.

      Dengan demikian jelaslah sebenarnya hisablah yang ditekankan dalam Islam dan diajarkan Rasulullah. Rasulullah telah mengajarkan prinsip-prinsip dasar hisab kepada kaum muslimin saat itu sebagai bahan rujukan bagi generasi sesudahnya, sekaligus memandu bagaimana ilmu hisab itu bisa terwujud dengan digalakkannya ru’yat hilal, yang dari data-data yang ada yang dikumpulkan selama waktu yang panjang, para ulama yang terpanggil dengan seruan Allah bisa mempelajarinya, merumuskannya, lantas mengujinya dan menuangkannya menjadi suatu ilmu yang bermanfaat yaitu ilmu hisab (falak).

      Ayat-ayat al-Qur’an ini tidak hanya memandu orang beriman, bahkan juga telah memberi inspirasi dan mendorong orang-orang kafir mempelajari ilmu pengetahuan tentang jagat raya dan mengungkap rahasia-rahasia kebesaran Allah lainnya di alam semesta ini sehingga mereka bisa mencapai pengetahuan dan teknologi seperti yang terjadi sekarang ini.

      Dan inilah salah satu hujjah atas orang-orang kafir yang membantah kebenaran al-Qur’an sebagai kalamullah. Namun adakah mereka masih meragukannya, setelah bukti-demi bukti kebenaran al-Qur’an dibukakan dihadapan mereka?

      Lalu bagaimana mungkin ada segolongan yang mengatakan beriman dan mau tunduk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah justru mengatakan ilmu ini sebagai bagian dari ajaran paganisme? Kalau memang demikian keimanan kepada siapakah yang dianut ketika ungkapan penolakan ini dilontarkan. Ingatlah saudara-saudaraku dan segeralah kalian bertaubat kepada Allah agar kalian diampuni-Nya.

      أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ(الجاثية: 23)

      Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

      • jangan lupa dalam memahami apalagi menafsirkan alquran harus dengan ilmu dan petunjuk dr rasulullah serta para sahabat para tabi’in tabiut tabi’in akhi, karena sahabat atau assaabikuunalawwalunlah yg lebih paham dan menyaksikan langsung wahyu diturunkan kpd nabi, makanya ada sunnah(hadist nabi) yg mejelaskan kitabullah. nabi shallallahu’alaiwassallam jg memerintahkan ke kita sdelalu menggigit sunnahnya sedangkan perkataan beliau yang keluar bukanlah hawa nafsunya yang berbicara, melainkan sama jg datangnya dari Allah ‘Azzawajalla, beda dg kita yg jauh sekali jarak hidupnya dan tingkat keimanannya dg mereka, apakah kita menafsirkan dg akal kita yg sangat terbatas apalagi mendahului mereka seperti imam2 empat yg mana tidak satupunpun generasi-generasi terbaik dan para jumhur ulama sebelum kita ini yg mengadakan sesuatu yg baru seperti model hisab ini, padahal di jaman nabipun hisab itu sudah ada, pertanyaannya kenapa nabi lantas tidak memakainya/? bukankah akan sangat membantu.. justru nabi memerintahkan dengan melihat langsung hil;al dan apabila tdk memumngkinkan hilal tidak nampak maka lebaran digenapkanlah jadi 30 hari, karena disitulah hikmah dr penegasan melihat langsung hilal yg sesuai dengan sunnahnya. nabi shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda; “puasa kalian adalah pada hari kalian berpuasa.dan berbuka kalian ialah pada hari kalian (semua) berbuka. dan hari penyembelihan kalian(idul adha), ialah hari ketika kalian menyembvelih”. dalam menjelaskan hadist ini At tirmidzi berkata: ” sebagian ahli ilmu menfsirkan hadist ini; berpuasa & berbuka bersama jama’ah (kaum muslimin pada umumnya)”. lihat sunan Tirmidzi bertsama Tuhfah(3/383)

  18. Tulisan ini terkesan emosional dan subjektif. Karena penulis adalah profesor, mestinya setiap klaim metode Muhammadiyah lemah atau metode NU kuat, disertai dgn evidence sehingga terungkap kebenaran hakiki, bukan kesan subjektif. Karena ditulis pakar astronomi, alangkah asiknya jika ada penjelasan ilmiah mengapa metode NU bagus, akurat dan modern, dan mengapa metode Muhammadiyah tidak akurat dan kadaluarsa? Setelah membaca alasan alasan ilmiahnya masyarakat bisa menentukan mana yg lebih akurat, sesuai tuntunan agama, dan perlu diikuti. Jadi pilihan masyarakat bukan karena ikut ikutan pakar tapi karena memang benar.

    • Bagi yang faham ilmu hisab-astronomi, mereka tahu bahwa hisab wujudul hilal sudah kaladuwarsa alias usang. Trend astronomi sekarang mengarah pada hisab imkan rukyat yang kini dipakai NU dan Persis. Ingin tahu lebih banyak? Silakan baca tulisan-tulisan saya di blog saya ini. Jika berminat, saya mengajak untuk belajar ilmu hisab juga untuk memperkuat Muhammadiyah. Ilmu hisab itu mudah.

      • Kesombongan hanya milik pemilik Jagat Raya ini bapak…jangan menempatkan seakan-akan anda yang paling pintar bapak……kalo memang bapak mau berniat memperbaiki keadaan jangan malah menjelekan MUHAMMADIYAH dan mengagungkan PERSIS dan NU….semua ada pijakan dan dasarnya bapak sebagai ahli astronomi kok malah memberikan pencerahan yang dangkal dan murahan…Allah SWT maha segalanya kalaupun Allah SWT berkehendak pada ukuran berapa derajatpun posisi bulan akan terlihat bila Allah SWT berkehendak….

      • @Manis Suharjo :
        Anda benar, yang mempunyai ilmu hanya Allah dan Allah akan menempatkan ilmuNya pada orang-orang yang tepat dan benar. Sebagai seorang Ilmuwan sudah sepantasnya beliau Prof. Djamaludin memberikan kritik terhadap ilmu-ilmu yang telah kedaluarsa, karena memang ada kesalahan-kesalahan serta kelemahan yang muncul. dan para ilmuwan itu memang tugasnya adalah selalu bereksperimen dan membuktikan secara empirik dengan kenyataan yang ada.

        dalam hal ini ilmu adalah (HISAB) sedangan pembuktiannya yaitu dengan (RU’YAH) melihat langsung.

        Tidak mungkin seorang Profesors dari LAPAN tugasnya hanya menghitung dan meru’yah pada bulan Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah saja.

      • Imkanu rukyat bisa dinafikan dengan real ruyat (istilah saya) gak , ato mabni? toh ketika ada 2 ato 3 orang yang melihat hilal dan di sumpah tetep aja di tolak karena gak sesuai dg imkanu rukyat, padahal zaman nabi ada satu orang saja yg disumpah melihat hilal sudah dipercaya dan diambil kesaksiannya.

      • Boleh gak sih sombong sama orang yang sombong ! Kayaknya boleh, deh !

      • @Prof T. Djamaluddin :

        gini pak, sedikit pertanyaan dari kami orang awan tentang astronomi….

        td pada saat berbuka puasa (tgl 30 agustus 2011)ada beberapa kawan kami di daerah saya (jayapura) sudah melihat bulan / hilal..
        pertanyaan saya . apakah tadi hari selasa sudah masuk 1 syawal atau hari rabu baru masuk 1 syawal…

        Mohon Penjelasannya pak prof.. terima kasih

      • ngerti gax son, masalahnya bukan jadul atau gax, methode itulah yg dianggap paling tepat (bagi Muhammadiyah), apalagi rukyat itu kan super jadul, tapi bagi sbagian kel. tertentu itu yg paling pas. begitu masalahnya son, jangan terbawa bhs bpk professsssor TeHHomas.

      • Agak lucu juga tim pemantau rukyat ini. Seharusnya tim-tim pemantau ini ditujukan untuk melihat hilal, dengan hasil laporanTERLIHAT atau TIDAK TERLIHAT.
        Menjadi aneh, bila Badan Hisab dan Rukyat sebelum dilakukan pemantauan Rukyat, sudah punya kesimpulan. Dimana KESIMPULAN itu adalah HILAL HARUS TIDAK TERLIHAT. Sehingga ketika Tim dari Jepara dan Cakung melaporkan MELIHAT HILAL, LANGSUNG DITOLAK. Lalu kalau kesimpulan itu sudah ada di kantong BADAN HISAB RUKYAT sebelumnya, jadi untuk apa dilakukan Pemantauan lagi. Itu buang-buang biaya, juga kasihan kepada yang sudah bersusah payah melakukan rukyat, tapi hasilnya tidak diakui walau sudah disumpah. Betul-betul ini KEANEHAN YANG LUAR BIASA.

      • sbnarnya yg di buat muhammadiyyah ap teorinya ap bd dngn yg anda buat…..jadi semrawut………

      • Sederhana masalahnya, hanya beda kriteria (batasan). Saya sedang mengupayakan penyatuan kriteria untuk membangun kalender Hijriyah yang mapan. Kriteria itu harus bisa mempersatukan para pengamal rukyat dan pengamal hisab. Kalau digunakan kriteria wujudul hilal (WH) tidak mungkin, karena WH jadi penyebab perbedaan ketika bulan rendah. Maka diusulkan untuk sama-sama menggunakan kriteria imkan rukyat (kemungkinan bisa dirukyat) dengan syarat ketingggian tertentu. Semua ormas Islam palaksana hisab rukyat sudah sepakat, hanya Muhammadiyah yang masih menolak.

    • Harusnya sebagai seorang yg bergelar Prof bisa duduk dalam posisi di tengah tidak provokatif dan membela satu pihak. Silahkan di informasikan ke masyarakat. kapan waktu saat bulan sudah 2 derajat dan kapan pada saat matahari tengggelam dan muncul tanpa melihat derajat. Sehingga masyarakat dipersilahkan memilih. Jadi tehnologi yg bapak punya untuk dua posisi ini bukan memaksakan yang 2 derajat saja. Jangan jual prof anda untuk mencari popularitas satu golongan. Cari nama dan cari aman dengan membela pemerintah, silahkan. Allah yg akan membalasNya.

  19. aku ikut yang cocok sajahhh dweeeh…..

  20. Wawasan yang mencerahkan…terima kasih! Salam kenal.

  21. Penyatuan kalender akan berdampak besar utk syiar dan dakwah. Berubah uldemi kemakmuran Islam, insya Allah mendapat ridho Allah. Amiin.

    • PERMASALAHAN MENYATUKAN SISTEM PENANGGALAN ISLAM
      (Tanggapan Profesor terhadap tulisan Profesor juga….)

      Tentu merupakan suatu keprihatinan bahwa umat Islam sampai saat ini belum dapat menyatukan sistem penanggalannya sehingga selebrasi momenmomen keagamaan penting seperti puasa Ramadan, Idul fitri atau Idul adha belum selalu dapat disatukan. Memang harus diakui pula bahwa penyatuan tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena aspek-aspek syariah dan astronomis harus dikaji secara seksama. Persoalan sulitnya penyatuan tersebut bukan selalu dan tidak terutama karena perselisihan pendapat fikih antara pengguna hisab dan pendukung rukyat. Akan tetapi terutama adalah karena masalah bagaimana memformulasikan suatu sistem kalender yang dapat mencakup baik urusan agama (ibadah) maupun urusan sivil dan administratif (maksudnya urusan muamalat) serta bagaimana agar kalender itu juga dapat menyapa seluruh umat Islam di berbagai penjuru bola bumi ini secara sama. Jangan sampai kalender itu memaksa satu kelompok orang di kawasan tertentu tertunda memasuki bulan baru padahal hilalnya sudah terpampang di ufuk mereka. Sebaliknya juga jangan sampai kalender itu memaksa mereka masuk bulan baru sementara belum terjadi kelahiran bulan.
      Dalam pada itu penulis membaca sebuah tulisan berjudul “Kalender Hijriyah Bisa Memberi Kepastian Setara dengan Kalender Masehi.” Tulisan ini dibuat oleh seorang pakar senior dalam astronomi dan dikenal luas dalam masyarakat bidang ini serta sudah banyak malang melintang dalam masalah hisab-rukyat. Dalam tulisan tersebut penulisnya mengajak untuk bermimpi membuat suatu kalender hijriah yang mapan. Sayang sekali tulisan tersebut terlalu singkat sehingga tidak dapat memuat gagasan yang mendalam dan terkaji secara seksama. Namun barangkali hal itu mungkin karena tulisan itu tidak ingin membebani pembaca dengan pikiran yang berat-berat. Sebetulnya dari kepakaran beliau sangat diharapkan suatu rancangan kalender pemersatu yang handal.
      Dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa ada tiga syarat bagi terwujudnya suatu sistem kalender yang mapan, yaitu:
      1) ada otoritas (penguasa) tunggal yang menetapkannya,
      2) ada kriteria yang disepakati,
      3) ada batasan wilayah keberlakukan (nasional atau global).
      Pada tahap sekarang, demikian tulisan tersebut, sudah dipenuhi dua syarat, yaitu sudah ada otoritas yang menetapkannya, dalam hal ini pemerintah melalui Menteri Agama, dan satu lagi adanya batas wilayah keberlakuannya, yaitu wilayah hukum Indonesia. Tulisan tersebut menyerukan lebih lanjut agar jangan jauh-jauh mencita-citakan pembuatan kalender hijriah global. Mulailah dari yang sudah ada di depan mata kita, yaitu kalender hijriah nasional. Artinya menurut beliau satukan dulu kalender hijriah pada tingkat nasional, kemudian baru melakukan penyatuan internasional.
      Menurut tulisan tersebut lebih lanjut lagi, kalau kita berhasil menjadikan kalender hijriah mapan di Indonesia dengan 3 prasyarat terpenuhi, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, kita bisa menjadikannya sebagai prototipe sistem kalender Hijriyah global yang mapan. Insya-Allah, kita dapat menyepakati kriteria yang bersifat global yang ditetapkan oleh suatu otoritas kolektif negaranegara Islam. Batas wilayahnya bukanlah batas wilayah tetap (seperti Garis Tanggal Internasional), tetapi batas wilayah yang dinamis sesuai dengan kemungkinan terlihatnya hilal. Itu mudah ditetapkan berdasarkan kriteria yang disepakati. Demikian inti pokok tulisan tersebut.
      Bila boleh menanggapi, menurut penulis, otoritas penguasa saja untuk menetapkannya tidak cukup apabila tidak ada suatu rancangan kalender yang autoritatif berdasarkan argumen syar’i dan ilmiah yang kuat yang dibuat oleh pakar serta yang dapat menjawab akar permasalahan. Kalau tidak, yang akan terjadi hanyalah semacam pemaksaan yang sulit diterima oleh yang merasa bahwa ketetapan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i dan keilmuan namun dipaksakan. Selama ini yang sering dihandalkan dalam upaya penyatuan adalah otoritas ulil amri yang didukung dengan kaidah fikih hukmul-hakim yarfa’ulkhilaf” (ketetapan penguasa mengakhiri pertikaian pendapat). Bagaimana ketetapan ulil amri dapat mengakhiri pertikaian pendapat apabila ketetapan itu sendiri tidak autoritatif, malah sebaliknya bisa jadi menimbulkan permasalahan ?
      Soal kesepakatan mengenai kriteria semata juga belum cukup, karena perumusan kalender Islam tidak hanya sekedar soal kriteria awal bulan. Masalah kriteria hanya sebagian saja dari keseluruhan masalah penyatuan penanggalan. Persoalan lain yang harus dipecahkan meliputi (1) masalah konsep hari dari mana dan kapan dimulai (garis batas tanggal), (2) masalah penerimaan hisab karena tidak mungkin membuat kalender berdasarkan rukyat fikliah, (3) masalah transfer imakanu rukyat.
      Selain itu kalender hijriah itu harus merupakan sebuah kalender global dalam sifatnya, bukan kalender lokal. Hal itu karena adanya problem puasa hari Arafah. Oleh karena adanya problem puasa hari Arafah ini, maka rumusan kalender Islam harus dapat membuat suatu penanggalan yang dapat menjatuhkan hari Arafah pada hari yang sama di seluruh dunia. Kalau tidak, maka akan timbul masalah kapan orang melaksanakan puasa Arafah karena hari Arafah di Mekah jatuh berbeda dengan di tempat lain. Misalnya di Mekah sudah hari Arafah
      sementara di Indonesia baru tanggal 8 Zulhijah. Kalender seperti ini tidak memenuhi syarat kalender Islam lantaran kalender tersebut tidak dapat menepatkan waktu ibadah umat Islam pada momen sesungguhnya. Akan banyak orang yang menolak kalender tersebut, karena di Indonesia banyak yang berkeyakinan bahwa puasa Arafah itu adalah puasa pada hari jamaah haji wukuf di padang Arafah di Mekah dan memang ini yang benar. Inilah artinya bahwa kita harus membuat kalender global, bukan lokal. Soal dari mana mulai pemberlakuannya apakah diberlakukan dulu dalam wilayah Indonesia kemudian kita mengajak masyarakat dunia Islam untuk menerimanya, itu silahkan saja. Untuk itu kalender tersebut harus teruji validitasnya secara syar’I dan astronomis agar dapat diberlakukan di seluruh dunia dan dapat diterima oleh masyarakat Islam global.
      Apabila dibuat kalender lokal yang bertujuan menyatukan penanggalan di Indonesia saja lebih dulu dan kalender itu tidak bersifat global, maka pertama pada bulan Zulhijah tahun tertentu akan timbul kekacauan pelaksanaan ibadah puasa Arafah, dan kedua akan membuat kita bekerja dua kali, di mana kita menyatukan penanggalan secara lokal lebih dulu, kemudian setelah bersatu, kalender diubah untuk dibuat yang baru yang sifatnya global. Secara psikologis mengubah kalender yang sudah diterima dengan mapan itu tidak mudah. Kita mengharapkan para astronom Muslim Indonesia menggagas suatu sistem kalender hijriah global. Sejauh ini penulis belum pernah mendengar adanya upaya demikian dari para pakar astronomi kita. Pemikiran yang sering terdengar baru soal kriteria awal bulan. Penyatuan kriteria saja belum akan memecahkan masalah penyatuan penanggalan Islam, karena masalahnya jauh lebih kompleks dari sekedar kriteria awal bulan. Bahkan termasuk para pakar astronomi dan ilmu falak Muhammadiyah, sebuah organisasi yang dikenal berpegang kuat kepada hisab, belum banyak yang tertarik untuk mengikuti perkembangan upaya pembuatan kalender global hijriah. Kalender Muhammadiyah yang berlaku pun juga masih kalender lokal. Namun telah ada kemajuan karena telah berani meninggalkan rukyat dan memegangi hisab secara konsisten. Hisab yang digunakan bukan hisab tertentu, melainkan yang penting bagaimana dengan hisab itu dibuat sebuah kaidah dan rumusan kalender yang dapat menyatukan penanggalan Islam dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia.
      Di dunia Islam sekarang Tim Kerja ISESCO (yang lahir dari rekomendasi Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam tahun 2008) telah membuat empat rancangan kalender global hijriah. Rancangan-rancangan kalender tersebut sekarang dalam proses uji validitas untuk waktu selama hampir satu abad ke muka hingga akhir tahun 2100 guna menemukan satu yang paling baik dan reliabel di antaranya. Hasil uji validitas telah mencapai 93 tahun. Hendaknya para pakar astronomi Muslim Indonesia yang mempunyai perhatian terhadap masalah penyatuan penanggalan Islam mengikuti perkembangan ini dan
      bila perlu ikut mengujinya sehingga apabila masih mempunyai kelemahan, maka buat rancangan kelima, keenam dan seterusnya yang lebih akurat dan lebih teruji.
      Penulis agak sulit memahami pernyataan dalam tulisan yang disebut di atas bahwa batas wilayah kalender Islam global yang harus dibuat bukanlah batas wilayah tetap (seperti Garis Tanggal Internasional), tetapi batas wilayah yang dinamis sesuai dengan kemungkinan terlihatnya hilal. Apa yang dimaksud dengan statemen ini? Barangkali maksudnya bahwa kalender Islam global yang hendak dibuat itu menerapkan sistem garis batas tanggal bergerak yang diusulkan oleh Mohammad Ilyas (astronom Malaysia) dan Syaraf al-Qudah (pakar syariah Yordania). Meskipun kedua pakar ini sama-sama mengusulkan garis batas tanggal bergerak, namun konsepnya sedikit berbeda. Garis batas tanggal versi Ilyas, yang disebutnya International Lunar Date Line (ILDL), merupakan batas memulai tanggal baru hijriah yang mengikuti garis lengkung kurve imkanu rukyat yang menjorok ke timur. Kawasan yang berada dalam lengkungan garis kurve rukyat tersebut adalah kawasan yang bisa merukyat sehingga keesokan harinya memulai bulan kamariah baru. Kawasan di luar garis lengkung kurve merupakan kawasan yang tidak dapat melihat hilal, sehingga ia harus menggenapkan bulan berjalan tiga puluh hari dan memulai bulan kamariah baru pada hari lusa.
      Apabila garis batas tanggal versi Ilyas adalah melengkung, maka garis batas tanggal versi Syaraf al-Qudah tegak lurus yang ditarik dari utara ke selatan pada ujung paling timur dari garis lengkung kurve rukyat bulan bersangkutan. Hanya saja apabila garis ini membelah-dua negara yang dilewatinya, maka garis itu ditarik ke batas timur negara bersangkutan. Semua negara yang terletak di sebelah barat garis tersebut memasuki awal bulan kamariah baru keesokan harinya dan negara-negara di sebelah timurnya lusa. Pada dasarnya kedua versi
      garis batas tanggal ini sama, hanya bedanya dalam versi Ilyas garis itu melengkung dengan lengkungan menjorok ke arah timur sesuai dengan garis kurve imakanu rukyat, sementara versi Syaraf al-Qudah tegak lurus dari utara ke selatan dengan catatan menyesuaikan dengan garis batas timur negara yang dilewatinya.
      Kedua garis batas tanggal ini akan timbul di tempat berbeda-beda dari bulan kamariah ke bulan kamariah lain sesuai dengan perbedaan timbulnya garis kurve imkanu rukyat setiap bulan. Itulah mengapa ia disebut garis tanggal bergerak karena kemunculannya yang berpindah-pindah dari satu ke lain tempat. Pergerakan itu adalah dari timur ke barat muka bumi. Apabila ujung kurve itu pada suatu bulan kamariah timbul jauh di timur, misalnya di Indonesia, maka bulan berikutnya ia akan timbul lebih ke barat, misalnya, di Afrika, kemudian bulan berikutnya lagi di benua Amerika atau Samudra Pasifik.
      Kedua versi garis batas tanggal ini tidak dapat dipedomani guna menyatukan kalender Islam karena konsep garis batas tanggal bergerak ini sendiri bermasalah. Apabila garis batas tanggal tersebut hanya dijadikan sebagai batas memulai bulan baru dan tidak dijadikan batas di mana dan kapan hari dimulai (hari tetap dimulai di Garis Tanggal Internasional [GTI] yang ada sekarang), maka kalender tersebut tidak akan menyatukan karena garis itu hanya akan membelah kawasan dunia antara kawasan yang bisa merukyat dan kawasan yang tidak bisa merukyat sehingga kedua kawasan itu akan memulai bulan kamariah pada hari yang berbeda. Apabila garis bergerak tersebut dijadikan juga batas memulai hari, maka akan lebih kacau lagi karena akan timbul dualisme hari di dunia, yaitu hari konvensional yang dimulai dari GTI dan hari “Islami” yang dimulai dari garis tanggal bergerak yang berubah setiap bulan. Selain itu juga akan berakibat bahwa durasi hari dari bulan kamariah pada kawasan yang terletak antara dua garis tanggal bulan kamariah berurutan adalah 30 hari sementara di luarnya 29 hari sehingga tidak sama memasuki bulan kamariah baru. Atau kalau diharuskan bulan baru serentak dimulai di seluruh dunia, maka hari terakhir bulan kamariah pada kawasan yang terletak di atara dua garis tanggal bulan kamariah berurutan harus diperpanjang menjadi empat puluh delapan jam. Artinya hari yang sama harus diulang lagi. Ini tentu tidak masuk akal.
      Selain itu garis batas tanggal bergerak ini akan lebih banyak lagi menimbulkan problem pelaksanaan puasa Arafah. Hal itu karena bilamana garis batas tanggal tersebut pada bulan Zulhijah muncul di sebelah barat Mekah, maka itu akan menimbulkan masalah puasa Arafah bagi kawasan di sebelah barat garis tersebut dan apabila timbul di sebelah timur Mekah akan timbul problem puasa Arafah bagi kawasan di sebelah timur garis itu. Penggunaan garis batas tanggal bergerak tidak akan membantu apa-apa terhadap upaya penyatuan kalender Islam. Justeru malah membuat lebih banyak problem daripada memecahkan masalah. Atas dasar itu tidak ada jalan lain kecuali menerima GTI yang ada sekarang yang terletak di tengah-tengah Samudera Pasifik tanpa banyak membelah pemukiman padat penduduk.
      Sebagai penutup ingin ditegaskan bahwa:
      1) kalender Islam harus dibuat bersifat global, tidak lokal, untuk mengatasi masalah pelaksanaan puasa Arafah;
      2) kalender Islam terpaksa harus meninggalkan rukyat karena rukyat tidak dapat menyatukan dan membuat kalender dan harus menggunakan hisab, namun hisab yang digunakan bukan aliran tertentu, melainkan adalah bagaimana hisab digunakan sebagai sarana membuat sebuah rumusan dan kaidah kalender hijriah global yang akurat;
      3) tidak mungkin menggunakan sistem garis batas tanggal bergerak karena penggunaan garis semacam itu lebih banyak menimbulkan problem daripada memecahkan masalah;
      4) kalender Islam tidak boleh mamaksa satu kelompok orang Muslim di kawasan tertentu dari muka bumi memasuki bulan baru sebelum kelahiran Bulan;
      5) kalender Islam juga tidak boleh menyebabkan sekelompok umat Islam di kawasan tertentu tertunda masuk bulan baru padahal di ufuk mereka hilal bulan kamariah baru telah terlihat.

      (dari makalah Prof. Syamsul Anwar)

      • Tanggapan sudah saya tuliskan di blog saya, silakan simak:

        Menuju Kalender Hijriyah Tunggal Pemersatu Ummat

      • Menarik prof. Cuman ente lupa baca sejarah GTI, sejarah pergantian hari versi lunar dst.
        Prof, apakah ente yakin hari ini adalah selasa 30 Agustus 2011? kenyataannya, hari ini adalah selasa 30 Agustus 2011 + 3/4 hari. tahun depan tahun kabisat, jadi ada tambahan 1 hari prof.
        Ingat, dalam kalender lunar ada “kesepakatan” (baca: ada pendekatan yang disepakati)
        Maaf prof (dua-duanya)

  22. tapi bukan muhamadiyah yg harus dipersalahkan, krn semua hari lebaran kmrn semuanya tepat hasilnya….coba kita lihat dimalaysia waktunya sesuai gn muhammadiyah…kalo pemerintah selalu terlambat 1 hari……krn berpatokan kpd yg kurang benar…..jadi tulisan ini isinya hanya mengada-ada saja……

    • ckckckckc Ash: gw kasian ma loe kok malaysia, malaysia tu blajar agama di indonesia bung!!!! loenya ja yang tolol baca yang teliti tulisan baru bisa komen….haleluya?!!!

      • haleluya mau berhari raya..hahaha..dasar..malaysia belajar dari siapapun tapi lebih modern dari Indonesia..sekarang yang lebih tau..kita akui saja

    • astaghfirullahalazim.. sabar mbak… kan permasalahannya hanya penyamaan penentuan penanggalan Islam dg hisab dan rukyat, kok malah melenceng dan mengait-ngaitkan dg keyakinan?? wah2 itu itu nggak betul mbak.. buktinya tahun ini antara brunei, malaysia, singapura, dan indonesia sama kok jatuhnya tgl 31. sah-sah aja wong udah bisa dibuktikan dengan kenampakan hilal. jangan ditanggapi dengan emosi tapi marilah kita pahami…!

  23. Sebagai warga Muhammadiyah, saya berterima kasih atas perhatian Anda, Prof. Insya Allah, Muhammadiyah tetap menyatu dengan komponen umat Islam secara keseluruhan. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik dan hidyah kepada kita sekalian. Amin.

  24. dulu pernah dapat pelajaran pengamatan matahari, bintang serta observasi benda benda angkasa…..tdk ada yg konstatn….changeable sekali….apalagi sekedar visibility. Mungkin enggan keluarkan dana buat observasi….??? karena yg sosial dan muamalaha nya ckp banyak….??? namun rukyat : juga disarankan bahkan dengan perintah, knapa Muhamadiyah msh dg ” lagu lama ” sdg alat alat/ instrumentasi ckp support…???

  25. insya Allah bermanfaat tulisannya… Sungguh mengagumkan ternyat astronomi itu… Allahu Akbar.

  26. Duhai pemimpin umat, sungguh engkau akan ditanya Allah SWT: “Knp anda begitu pelit memberi Umat ini satu hari saja untuk bisa BERSATU?”
    tanyalah pd umat ini, adakah mereka yg ingin Idul Fitri BERBEDA? tapi knp “pemimpin” umat ini bebal?

    • Belajar islam yang baik dulu bapak, karena Islam itu satu tetapi diyakini oleh hati, fikiran, dan kepala yang beragam. Ke depan akan slalu ada perbedaan, bapak pasti stress kalau mikir perbedaan sebab di otak bapak semua ingin seragaam dan sama.

      Sudah jelas, musyawarah, berbeda pendapat, adalah rahmat dan sama sekali bukan bencana

      • Ooo… Tidak bissa boss.. Perbedaan urusan Hari Raya itu jgn ditutupi dgn apologi “perbedaan itu rahmat” ini murni masalah arogansi alias kepala batu… Mohon Maaf Lahir Batins

    • gk boleh menyalahkan ulil amri tanpa dasar akhgi, sungguh hanya Allah tabaarokawata’ala yg berhak menghakimi beliau dalam masalah ini.. apalagi mereka sudah niat ikhlas berijtihad insya Allah.. seandainya ummatnya menghendaki persatuan,mengapa mencela pemimpin ummat yg mana mereka megusahakan persatuan sedangkan ummatnya sendiri yg ingin berpecah tida mau bersatu. bukanhkah pemerintah sudah memfasiliytasi segalanya dengan adanya sidang isbat itu/? sesungguhnya muslim itu adalah cerminan sesama muslim. ‘atiiullaha wa’atiurrosuul wa uulililamri mingkum

  27. Alhamdulillah… Semoga Tulisan ini bermanfaat bagi semua ^_^

  28. assalamu’alaikum..
    saya setuju dengan paparan bapak. dan saya berharap Muhammadiyah berani merevisi dalam masalah ini. Atau mungkin karena saking pobianya dengan rukyat sehingga muhammadiyah bersikukuh dengan metode wujudul hilal?

    • PERMASALAHAN RUKYAT

      Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah,
      disidangkan pada hari Jumat 22 Juli 2011 / 20 Syakban 1432 H, dimuat dalam Suara Muhammadiyah,
      No. 16 / Th. Ke-96, 16-31 Agustus 2011.

      Tanya:
      Saya mahasiswa Semarang, yang dahulu pernah wawancara dengan bapak.
      Saya mau tanya, apa kelemahan rukyat menurut Muhammadiyah? [Pertanyaan disampaikan lewat pesan pendek (sms). Penanya adalah mahasiswa S2 Ilmu Falak IAIN Walisanga, Semarang. Tidak ada nama).

      Jawab:
      Hal yang perlu difahami adalah bahwa di zaman Nabi saw metode penentuan awal bulan kamariah, khususnya bulan-bulan ibadah, adalah rukyat. Nabi saw sendiri memerintahkan melakukan rukyat untuk memulai Ramadan dan Syawal, sebagaimana dapat kita baca dalam hadis beliau,
      “Berpuasalah kamu ketika melihat hilal dan beridulfitrilah ketika melihat hilal pula; jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Syakban tiga puluh hari [HR al-Bukhari, dan lafal di atas adalah lafalnya, dan juga diriwayatkan Muslim].”
      Dalam hadis lain beliau diriwayatkan mengatakan,
      “Janganlah kamu berpuasa sebelum melihat hilal dan janganlah kamu beridulfitri sebelum melihat hilal; jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah [HR al-Bukhari dan Muslim].”
      Hadis pertama jelas memerintahkan berpuasa atau beridul fitri ketika hilal bulan bersangkutan terlihat; hadis kedua melarang berpuasa atau beridul fitri sebelum dapat merukyat hilal bulan bersangkutan. Oleh karena itu para fukaha berpendapat bahwa penentuan awal bulan kamariah, khususnya bulan-bulan ibadah, dilakukan berdasarkan metode rukyat.
      Namun dalam perjalanan sejarah peradaban Islam, muncul gagasan untuk menggunakan hisab sebagai metode penentuan awal bulan kamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Tercatat bahwa ulama pertama yang menyatakan sah menggunakan hisab adalah Mutharrif Ibn ’Abdillah Ibn asy-Syikhkhir (w. 95/714), seorang ulama Tabiin Besar. Kemudian Imam asy-Syafi‘i (w. 204/820), dan Ibn Suraij (w. 306/918), seorang ulama Syafiiah abad ke-3 H. Memang mula-mula penggunaan hisab dibatasi saat bulan tertutup awan saja. Namun kemudian pemakaian hisab itu meluas hingga mencakup penentuan awal bulan dalam semua keadaan tanpa mempertimbangkan keadaan cuaca. Di zaman modern penggunaan hisab semakin meluas dan didukung oleh ulama-ulama besar seperti Muhammad Rasyid Rida, Mustafa al-Maraghi, Syeikh Ahmad Muhammad Syakir, Muastafa Ahmad az-Zarqa, Yusuf al-Qaradawi, Syeikh Syaraf al-Qudhah, dan banyak yang lain.
      Dalam “Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam” tahun 2008 di Maroko, diputuskan bahwa, “Para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan kamariah di kalangan kaum Muslimin tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penggunaan hisab untuk menetapkan awal bulan kamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu salat …”
      Apabila dilihat secara fakta alam, maka penggunaan rukyat di zaman Nabi saw itu tidak bermasalah karena umat Islam di zaman itu hanya berada di Jazirah Arab saja. Islam belum tersebar ke luar kawasan itu. Apabila hilal terukyat di Madinah atau di Mekah, maka tidak ada masalah bagi daerah lain, karena belum ada umat Islam di luar rantau Arabia itu. Begitu pula sebaliknya apabila di Mekah atau Madinah hilal tidak dapat dilihat, maka tidak ada dampaknya bagi kawasan lain di timur atau di barat. Namun setelah Islam meluas ke berbagai kawasan di sebelah barat dan timur serta utara (pada abad pertama Hijriah Islam sudah sampai di Spanyol dan di kepulauan Nusantara), maka rukyat mulai menimbulkan masalah.
      Permasalahannya adalah bahwa rukyat itu terbatas liputannya di atas muka bumi. Rukyat pada saat visibilitas pertama tidak mengkaver seluruh muka bumi. Artinya pada hari pertama terjadfinya rukyat tidak semua bagian muka bumi dapat merukyat. Rukyat hanya bisa terjadi pada bagian muka bumi tertentu saja, sehingga timbul masalah dengan bagian lain muka bumi. Hilal mungkin terlihat di Mekah, tetapi tidak terlihat di kawasan timur seperti Indonesia. Atau hilal mungkin terlihat di Maroko, namun tidak terlihat di Mekah. Apabila ini terjadi dengan bulan Zulhijah, maka timbul persoalan kapan melaksanakan puasa Arafah bagi daerah yang berbeda rukyatnya dengan Mekah. Perlu dicatat bahwa Bulan bergerak (secara semu) dari timur muka bumi (dari Garis Tanggal Internasional) ke arah barat dengan semakin meninggi. Oleh karena itu semakin ke barat posisi suatu tempat, semakin besar peluang orang di tempat itu untuk berhasil merukyat. Jadi orang di benua Amerika punya peluang amat besar untuk dapat merukyat. Sebaliknya semakin ke timur posisi suatu tempat, semakin kecil peluang orang di tempat itu untuk dapat merukyat. Orang Indonesia peluang rukyatnya kecil dibandingkan orang Afrika yang lebih di barat. Apalagi orang Selandia Baru, Korea atau Jepang akan lebih banyak tidak dapat merukyat pada saat visibilitas pertama hilal di muka bumi.
      Problem pertama yang muncul sehubungan dengan masalah keterbatasan rukyat ini adalah apa yang dicatat dalam hadis Kuraib yang amat terkenal itu :
      “ Dari Kuraib (diriwayatkan) bahwa Ummul-Fadhl Binti al-Haris mengutusnya menemui Mu‘awiyah di Syam. Kuraib menjelaskan: Saya pun tiba di Syam dan menunaikan keperluan Ummul-Fadhl. Ketika saya berada di Syam, bulan Ramadan pun masuk dan saya melihat hilal pada malam Jumat. Kemudian pada akhir bulan Ramadan, saya tiba kembali di Madinah. Lalu Ibn ’Abbas menanyai saya tentang hilal. Katanya: Kapan kalian melihat hilal? Saya menjawab: Kami melihatnya malam Jumat. Ia bertanya lagi: Apakah engkau sendiri melihatnya? Saya menjawab: Ya, dan banyak orang juga melihatnya. Mereka berpuasa keesokan harinya dan juga Mu‘awiyah berpuasa (keesokan harinya). Lalu ia menimpali: Akan tetapi kami melihatnya malam Sabtu. Oleh karena itu kami akan terus berpuasa hingga genap tiga puluh hari atau hingga kami melihat hilal (Syawal). Lalu saya balik bertanya: Apa tidak cukup bagimu rukyat Mu‘awiyah dan puasanya? Ia menjawab: Tidak! Demikianlah Rasulullah saw memerintahkan kepada kita [HR Muslim].”
      Rukyat Ramadan yang dilaporkan Kuraib dalam hadis ini, menururt suatu penelitian, adalah rukyat Ramadan tahun 35 H, bertepatan dengan hari Kamis sore (malam Jumat), 03 Maret 656 M. Permasalahn rukyat dalam hadis ini adalah bahwa di Damaskus rukyat berhasil dilakukan pada malam Jumat, sementara di Madinah malam Sabtu 04 Maret 656 M. Timbul pertanyaan dapatkah rukyat Damaskus diberlakukan ke Madinah? Ibn Abbas dalam hadis tersebut mejelaskan tidak dapat. Jadi awal Ramadan tahun itu berbeda antara Damaskus dan Madinah, meskipun kedua kota itu masih dalam satu negara Khulafa Rasyidin. [Catatan: Tidak terlihatnya hilal Ramadan 35 H di Madinah pada sore Kamis / malam Jumat 03 Maret 656 M itu bukan karena hilal masih rendah. Hilal sudah amat tinggi (sekitar 14º). Tidak terlihatnya hilal tersebut mungkin karena langit Madinah berawan.
      Masalah ini kemudian dalam sejarah Islam berkembang menjadi apa yang dikenal dengan “masalah matlak”. Matlak adalah batas berlakunya rukyat yang terjadi di suatu tempat. Pertanyaannya adalah apakah rukyat yang terjadi di suatu tempat dapat diberlakukan kepada tempat lain yang tidak dapat merukyat? Kalau dapat, sejauhmana? Mengenai ini terdapat dua pendapat dalam fikih.
      Pertama, pendapat yang menolak doktrin matlak. Bagi mereka tidak ada matlak. Rukyat yang terjadi di suatu tempat berlaku untuk seluruh penduduk di muka bumi. Pendapat ini dipegangi oleh para fukaha Hanafi dan beberapa ulama Syafiiah. Imam Nawawi (w.676/1277), seorang ulama Syafiiah, menyatakan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa rukyat di suatu tempat di muka bumi berlaku untuk seluruh muka bumi (VII: 197). Kebanyakan ulama lain memegangi doktrin matlak, yaitu bahwa rukyat dibatasi berlaku pada tempat tertentu, tidak dapat diberlakukan ke seluruh dunia. Namun mereka tidak sepakat tentang batasan itu. Ada yang mengatakan rukyat di suatu tempat hanya berlaku dalam batas salat belum bisa diqasar (± 90 km). Ada yang berpendapat rukyat dapat berlaku dalam satu negeri, dan ada pula dalam beberapa negeri berdekatan. Ibn Taimiah (w. 728/1327) menolak semua pendapat ini dan mengatakan bahwa “rukyat tidak ada kaitannya dengan qasar salat dan negeri atau negeri-negeri tidak ada batas yang jelas.” Memang di zaman dahulu tidak ada batas geografi wilayah suatu negara seperti halnya sekarang ini.
      Kini pada abad ke-21, umat Islam sudah berada di seantero keliling bola bumi yang bulat ini. Bahkan di pulau-pulau terpencil di Samudera Pasifik pun sudah ada umat Islam, seperti di kepulauan Tongga dan Samoa. Rukyat yang terjadi pada hari pertama visilitas hilal tidak dapat mengkaver seluruh umat Islam di dunia. Justeru rukyat akan memaksa umat Islam di dunia berbeda memulai bulan baru karena rukyat hanya bisa dilakuan di sebagian muka bumi saja.
      Dengan demikian sangatlah jelas problem yang ditimbulkan oleh rukyat. Kalau ini mau disebut kelemahan silahkan sebut demikian. Secara ringkas keseluruhan problem rukyat itu adalah:
      1) rukyat tidak bisa membuat sistem penanggalan yang akurat karena penanggalan harus dibuat jauh hari ke depan, sementara dengan rukyat tanggal (awal bulan baru) baru bisa diketahui sehari sebelumnya;
      2) rukyat tidak dapat menyatukan sistem penanggalan (kalender) hijriah sedunia secara terpadu dengan konsep satu hari satu tanggal di seluruh dunia karena rukyat akan selalu membelah muka bumi antara yang bisa merukyat dan yang tidak bisa merukyat;
      3) rukyat tidak dapat dilakukan secara normal pada kawasan lintang tinggi di atas 60º LU dan LS;
      4) rukyat menimbulkan problem puasa Arafah karena tidak dapat menyatukan hari Arafah di Mekah dan kawasan lain pada bulan Zulhijah tertentu.
      Oleh karena itu tidak berlebihan apabila Temu Pakar II di Maroko menyatakan bahwa penyatuan kalender Islam se dunia tidak mungkin dilakukan kecuali dengan berdasarkan hisab. Memang, sebagaimana dikemukakan oleh Nidhal Guessoum, adalah suatu ironi yang memilukakan bahwa setelah hampir 1,5 milenium perkembangan peradaban Islam, umat Islam belum mampunyai suatu sistem penanggalan terpadu yang akurat, pada hal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik. Menurut Prof. Dr. Idris Ibn Sari, Ketua Asosiasi Astronomi Maroko, sebab umat Islam tidak mampu membuat kalender terpadu adalah karena mereka terlalu kuat berpegang kepada rukyat.
      Kini dalam rangka mewujudkan kalender Islam tunggal (terpadu) yang dapat menyatukan selebrasi umat Islam sedunia, sedang dilakukan perumusan kalender Islam yang dibuat dan diuji selama kurang lebih satu abad ke muka hingga akhir tahun 2100. Ada empat rancangan yang diuji dan telah sering diberitakan. Perkembangan paling mutakhir tentang uji validitas ini adalah bahwa uji tersebut telah mencapai 93 tiga tahun, dan akan segera diadakan Temu Pakar III untuk membahas hasil uji validitas tersebut.

      • Mahasiswa yang bertanya adalah mahasiswa S2 Ilmu Falak bimbingan saya di IAIN Walisongo Semarang. Pertanyaan dalam kerangka survai pendapat ormas-ormas terkait penyatuan kalender Islam.
        Terkait substansi kelender Islam terpadu, baca tanggapan saya di https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/25/menuju-kalender-hijriyah-tunggal/

      • Berbeda itu adalah wajar karena memang ada riwayatnya, misal nya tentang hilal di syam dan madinah, seperti hadis yang saya kutip diatas, masalah shalat asar utusan Nabi di bani Quraizah, asalkan tidak menyelisihi SUNNAH dan Tho’at serta ittiba’ kepada Rosul semuanya oke 2 saja yang salah adalah mengadakan hal baru yang diatasnamakan dan dinisbahkan kepada Nabi SAW, Seperti kata INI yang terlontar dari mulut seseorang Yang shubhat

        ” Rasululloh adalah orang yang sangat menghargai Ilmu Pengetahuan, Seandainya Rasululloh masih hidup maka Beliau SAW akan menggunakan / menyetujui Hisab yang kami lakukan “.

        ini adalah pernyataan yang terlalu berani dan mengada ada yang menisbatkan hawa nafsu seseorang terhadap pribadi seorang rasul yang hanya bertindak berdasarkan Wahyu . Bukan logika
        Wallohu A’lam

      • Terima kasih atas penjelasan yang lebih rasional ini.

      • info yang bagus pak asep.
        berarti muhammadiyah menggunakan perhitungan (hisab) yang hasilnya akurat dan bisa digunakan untuk semua wilayah di muka bumi.

        yang saya bingung pak profesor jamal, sepertinya beliau mempermasalahkan metode perhitungan (hisab).
        bukankah hasilnya jelas, bulan sudah positif derajatnya meskipun belum 2 derajat.
        artinya hari selasa 30 agustus merupakan bulan syawal.
        apakah menurut profesor jamal tanggal 30 agustus belum bulan syawal karena bulan belum terlihat?

      • Prof Djamaluddin… untuk ide anda tersebut saya pikir sudah ketinggalan jaman… karena sudah ada “Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam” tahun 2008 di Maroko, dan ssudah menghasilkan keputusan. Sifatnya sudah GLOBAL… ida anda itu baru bersifat LOKAL…

    • saya setuju dengan komentar bapak, demi mencari kebenaran..

  29. Assalamu alaikum..

    Sebelum menyepakaiti kriteria Hisab Hilal, satu lagi yang harus disepakati bersama terlebih dahulu. Yaitu definisi HILAL itu sendiri. Yang saya pahami dan yakini, hilal adalah cahaya yang nampak pada sebagian piringan bulan yang teramati di tempat kita berada karena adanya pancaran cahaya matahari. Dan hal ini memerlukan syarat2 tertentu, di antaranya ketinggian bulan sekian derajat. MABIMS mensyaratkan minimal 2 derajat, itupun elongasi (jarak) bulan – matahari minimal 3 derajat. Menurut kriteria Wujudul Hilal, ketinggian berapapun asalkan bulan sudah di atas ufuk, dianggap HILAL sudah wujud. Karena itu dalam menghitung ketinggian mar’i-pun faktor semidiameter bulan harus ditambahkan terhadap ketinggian hakiki. Dengan demikan yang dihitung dalam hal ini adalah bagian piringan bulan sebelah atasnya, dan jika dikaitkan dengan pemahaman saya di atas jelas berbeda, karena tidak mungkin HILAL wujud pada ketinggian 0,5 derajat misalnya. Jika seperti ini yang dimaksud dengan Wujudul Hilal, HILAL sudah wujud meskipun pada ketinggian 0,5 derajat. Lagi2 pemahaman saya yang dho’if, jika benar demikian maka saya menganggap yang wujud itu bukan HILAL, melainkan QAMAR (wujud bulan mati, berlum bercahaya). Jadi bukan Wujudul HILAL, tetapi Wujudul QAMAR. Masih perlu adanya redefinisi HILAL…

    Wallahu A’lam…

  30. Perhitungan dengan Imkanur Rukyat, sangat mustahil utk mendapatkan kalender Hijriah Global…karena dalam satu wilayah bisa saja berbeda. Bagaimana Pak..mohon tanggapan

  31. Sebagai orang awam soal ilmu Falaq, sekilas melihat tulisan bapak ini terlalu kuat merepresentasikan kubu pemerintah yang (lucunya) selalu mengakhirkan 1 Syawal dan anti pati terhadap yang mau 1 syawal duluan. Aromanya seperti tulisan Jubir yang sedang menyerang Pak Dien karena memang selama ini Pak Dien sangat kritis ke Pemerintah lalu sekarang digelontorkan isu bahwa Muhammadiyah menjadi ‘pemecah belah ummat”.

    Ini sungguh tidak bijak, Muhammadiyah atau organisasi apa pun pasti berubah tinggal menunggu waktu dan perubahan Muhammadiyah memang akan terjadi, tetapi tidak selalu karena peran Bapak dengan subjectifitas yang beku. Semoga pemerintah ini bukan orde baru, yang selalu mau seragam dan sama. Ini dunia sudah berubah masak nanti muncul ‘corong pemerintah yang sok ilmiah’ sedang memerangi ummat islam yang berdakwah melalui Muhammadiyah; bapak harus bijak ya meskipun itu kebenaran harus dismapaikan dengan bijak dan bajik.

    salam hormat

  32. saya kira tidak seperti itu pak thomas… hisab penentuan awal bulan memang acuannya atau patokannya adalah wujudul hilal berapapun ketinggiannya diatas ufuk. tidak bisa kita memaksakan kriteria imkanurrukyat (visibilitas hilal) pada ketinggian hilal tertentu walaupun dalam prakteknya memang hilal hanya bisa terlihat pada ketinggian tertentu itu. perbedaan sering terjadi dan niscaya terjadi jika wujudul hilal di suatu negara di bawah kriteria imkanurrukyat dan rukyat dibatasi oleh wilayatul hukmi negara tersebut. sekiranya rukyat itu tidak dibatasi oleh wilayatul hukmi suatu negara adalah sebuah keniscayaan pula bahwa pasti di seluruh dunia ada tempat atau daerah yang bisa melihat bulan sehingga jadilah kesatuan antara hisab dan rukyat. dan bahwa hasil hisab itu juga adalah sebuah kebenaran karena berlandaskan wahyu (QS Yasin 39-40) dan metode ilmiah (ilmu falak). dan itu sudah diverifikasi dari fakta yang ada. jika hari ini hisab menentukan wujudul hilal pada ketinggian di bawah visibilitas hilal maka besoknya pasti ketinggian hilal sudah bertambah 12 derajat. apakah kita akan kekeh mengatakan hilal (awal bulan / bulan tanggal 1) pada ketinggian di atas 12 derajat???? (tidak mungkin dan tidak rasionil). bagaimana pak thomas menjelaskan hal ini????? wallahu a’lam

    • saya setuju dengan anda..

    • sejak jaman dulu hilal itu dengan cara dilihat. padahal syarat terlihat adalah 2 derajat (bahkan ada yg bilang 6 derajat). jikalau dipakai standarnya jadi nol derajat (wujudul hilal) berarti standarnya berubah donk.
      seharusnya standar khn tak pernah berubah sejak pertama ditetapkan jaman dulu. seperti halnya adzan maghrib yang selalu setelah matahari tenggelam sempurna, bukan ketika matahari menyentuh cakrawala.

      • setau saya, zaman Rosulullah, blm ada perhitungan seperti ini, g ada hadist atau dalam Quran yg mnyatakan bahwa hilal haruslah terlihat 2 derajat atau 6 derajat. apakah hilal 1,5 derajat ttp bukan hbilal namanya kalo terlihat waktu magrhib?

  33. Saya setuju dengan Hisab, tapi tanpa menghapus atau menghilangkan Rukyat, sebagaimana keputusan tarjih muhamadiyah di Padang yang menegaskan bahwa penetapan awal bulan hijriyah bisa dilakukan dengan hisab dan rukyah. Hisab punya dasar hukum yang kuat dan sangat memudahkan, Tetapi Rukyat juga merupakan sunnah fi’liyyah Rasulullah serta para sahabat, Sehingga Rukyat bukan perbuatan Bid’ah.

    Dalam penentuan awal bulan hijriyyah apa YANG DIHISAB? Bulan atau hilal? Hisab apa yang digunakan? Apakah hisab “wujudul hilal” satu-satunya hisab yang paling benar & akurat?

    Hisab dan Rukyat itu berkembang, tidak mungkin ada Hisab tanpa Rukyat, begitu pula Rukyat yang baik memerlukan panduan hisab. Ahli hisab sering membuktikan akurasi hisabnya dengan Rukyat. Selanjutnya berdasar hasil rukyat akurasi hasil hisab sering diperbaiki/dikoreksi, sehingga dalam kitab-kitab Falak dan Hisab, selalu ada “ta’dil” (koreksi). Begitu pula pada beberapa program hisab yang menggunakan komputer ada up date/up grade.

    Muhamadiyah dan Persatuan Islam (persis) semula menggunakan Hisab Ijtima qobla ghurub, yang menetapkan awal bulan dimulai jika jitima terjadi sebelum maghrib. prinsip ini menggunakan kaidah “ijtima’in-nayyiroini itsbatun baina syahrain” Ternyata pada beberapa kondisi ditemukan saat maghrib (setelah ijtima) bulan terbenam mendahului matahari. Kemudian Persis berubah menggunakan prinsip wujudul hilal (tepatnya wujudul-qomar), yaitu tidak hanya menghisab ijtima saja tapi ditambah dengan ketinggian (irtifa) hilal setelah matahari terbenam.
    Kelemahan wujudul hilal adalah tidak didukung argumentasi ilmiah dan dalil yang kuat. Kriterianya terlalu sederhana, belum mencerminkan kriteria BULAN sebagai HILAL, yaitu hanya memperhitungkan ijtima dan ketinggian (irtifa) saja, padahal agar bulan menjadi hilal harus pula menghitung variabel lainnya seperti elongasi, umur bulan, iluminasi dll. Jadi wujudul hilal hanya menghitung kapan BULAN berada di atas ufuk setelah maghrib. Wujudul hilal tidak menghitung kapan bulan menjadi HILAL. Sehingga kriteria tersebut kurang tepat menggunakan istilah wujudul hilal tapi lebih tepat istilahnya wujudul qomar.

    Walaupun kriteria wujudul-hilal sangat jelas dan sederhana, tetapi tidak didukung argumen ilmiah dan Syara yang qathi, tak ada dalil yang menyatakah bahwa awal bulan ditetapkan jika matahari terbenam mendahului bulan, Quran Surat Yasin ayat 40 yang digunakan kelompok wujudul hilal sebenarnya menegaskan bahwa matahari dan bulan masing-masing memiliki peredaran yang berbeda (kullun fi falakin yasbahun) tidak ada kaitan dengan awal bulan (hilal).
    QS Yasin 40 merupakan rangkaian dari ayat 38 yang menjelaskan peredaran matahari, ayat 39 menjelaskan peredaran bulan dan ayat 40 menerangkan bahwa bulan dan matahari tidak saling mendahului karena keduanya memeliliki garis edar masing-masing yang berbeda.

    Hisab imkanur-rukyat didukung oleh dalil yang kuat serta berdasarkan argumentasi ilmiah yang teruji. Prinsipnya mengacu pada pengalaman zaman Rasulullah walaupun bulan berada positif diatas ufuk, tetapi kalau “gumma” bulan dalam posisi tersebut oleh Rasulullah dianggap bukan hilal sehingga ibadah shaum dilaksanakan 30 hari (Muslim 1808). Hisab ImkanurRukyat merupakan upaya menghisab kapan bulan muncul sebagai HILAL atau kapan bulan manyerupai ‘urjunil qadim seperti yang digambarkan dalam QS Yasin 39

    Awalnya imkanRukyat yang digunakan Persis menggunakan kriteria kesepakatan MABIMS, tetapi mulai tahun 2009 kriteria MABIMS sudah tidak lagi digunakan Persis, karena ternyata kesepakatan MABIMS tsb banyak bertentangan dengan hasil pengamatan empirik di lapangan. Saat ini Persis cenderung menggunakan kriteria Prof. Dr. T Djamaluddin (astronom yang sudah puluhan tahun bergelut dalam Hisab Rukyat di Indonesia)

  34. berdasarkan astronomi hilal < 2* itu ada atau tidak ada ?

  35. kalau kriteria visibilitas hilalnya sudah disepakati, lalu pada saat rukyat ternyata tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Kaidah mana yang mau dipakai ?

  36. Tidak semuanya yang tidak terlihat itu tidak ada kan ? Ayo siapa berani bilang Allah itu tidak ada karena tidak terlihat ?

    • KALAU KITA MENINGGALKAN SUNNAH RASULULLUAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM AKHIRNYA BINGUNG SENDIRI KAN/? PADAHAL SUDAHJELAS DITERANGKAN OLEH NABI KITA APABILA HILAL TERHALANG MAKA GENAPKANLAH BILANGAN 30 HARI. DARIPADA HANYA DISIBUKKAN DG MEMPERTAHANKAN METODE BUATAN MANUSIA SENDIRI!! PADAHAL ALLAH DAN RASULNYA SUDAH MENYODORKAN METODENYA YG SEDERHANA YAITU RUQYAH HILAL.. KENAPA HARUS BERTAHAN DG PENDAPAT HAWANAFSU EGO SENDIRI DG MEMBUANG SUNNAH YG DI SEDIAKAN UTK AGAMA ISLAM YG SUDAH SEMPURNA AJARANNYA..

      • – Bukankah hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar juga bisa dipakai (itu lho yang ada faqduru lah-nya).
        – Melihat hilal dengan mata kepala versus melihat hilal dengan akal pikiran. (ini juga patut dihargai…donk)
        – dari 9 kali Rosul shaum ramadlan, hanya 2 kali saja yang 30 hari (ini juga hadis…….khan)
        – “Faman Syahida minkumus syahro” : syahida itu artinya menyaksikan, bersaksi. Dasar kesaksian khan bisa penglihatan mata kepala, bisa juga ilmu pengetahuan.
        – Ala kulli halin…….prof ini memang cerdas : “melempar wacana kontroversi di penghujung bulan di saat orang diuji kesabarannya setelah sebulan berpuasa”. Sebagai “syetan”, wacana ini telah mampu memperlihatkan hasilnya (bisa kita lihat di koment-koment itu). Bagi saya, syetan sekalipun, eksistensinya perlu kita syukuri.

      • – Bukankah hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar juga bisa dipakai (itu lho yang ada faqduru lah-nya).
        – Melihat hilal dengan mata kepala versus melihat hilal dengan akal pikiran. (ini juga patut dihargai…donk)
        – dari 9 kali Rosul shaum ramadlan, hanya 2 kali saja yang 30 hari (ini juga hadis…….khan)
        – “Faman Syahida minkumus syahro” : syahida itu artinya menyaksikan, bersaksi. Dasar kesaksian khan bisa penglihatan mata kepala, bisa juga ilmu pengetahuan.
        – Dalam masalah agama seperti ini orang nggak bisa seenaknya merekomendasikan satu kelompok merubah prinsipnya untuk mengikuti kelompok lain atau orang kebanyakan. Coba dech logikanya dibalik…..
        – Ala kulli halin…….prof ini memang cerdas : “melempar wacana kontroversi di penghujung bulan di saat orang diuji kesabarannya setelah sebulan berpuasa”. Sebagai “syetan”, wacana ini telah mampu memperlihatkan hasilnya (bisa kita lihat di koment-koment itu) baik positif maupun negatif. Bagi saya, syetan sekalipun, eksistensinya perlu kita syukuri.

      • @saudara MUFLIH :

        oke sekarang kita pake metode Ruqyah Hilal.. tp kita harus tau jelas neh metode lokal apa global…
        contoh kasus di daerah kita indonesia belom lihat hilal, sedangkan sudara kita di malaysia dan arab saudi sudah melihat hilal… apakah kita harus memperpanjang 1 hari lagi untuk dapat melihat hilal pada esok harinya ataukah kita mengikuti saudara kita yg di arab saudi ataupun malaysia>>???

        terus satu lagi, kamarin pada saat tim hisab dan rukyat memantau hilal, ternyata di darah cakung dan jepara sdh melihat hilal, tp kenapa oleh pemerintah/MUI di batalkan.. sedangkan pada zaman rasullulah dulu ketika ada 1 orang saja sahabat yg melihat hilal maka rusullullah mengatakan bahwa sudah masuk bulan baru…

        mungkin saudara bisa bantu jelaskan kepada saya yg orang awam ini..

      • dengan sunnah rasul ada yang sudah melihat hilal..kenapa tidak dipercaya ??

  37. perbedaan idulfitri, tidak hanya menyangkut sekelompok orang sudah makan sedangkan yang lain masih saum, tetapi juga menyangkut ibadah lain yang sangat terkait dg 1 syawal, yaitu zakat fitrah..

  38. Zaman Rasul walaupun bulan berada diatas ufuk tapi kalau “ghumma” maka bulan tidak ditetapkan sebagai hilal dan nabi shaum 30 hari (Hadits Muslim nomor 1808). Muhamadiyah menganggap zaman sekarang tak ada “ghumma”.

    Untuk jadi HILAL harus pula dihisab umur bulan, jarak sudut, iluminasi bulan, dll. Hisab Muhamadiyah hanya menghisab ketinggian saja, jadi belum lengkap. Bulan yang saat maghrib tingginya kurang dari 4 derajat belum menjadi hilal baru calon hilal

  39. Alhamdulillah….., ada pencerahan baru di persimpangan ini….

  40. Dampak sosial perbedaan Hari Raya ini sangat besar…..bisakah kita sepakat agar yang menetapkan awal syawal cukup pemerintah saja?….Bagi kami di Maluku yang hidup berdampingan dengan komunitas agama lain sangat terganggu dengan perbedaan ini…..bahkan menjadi bahan olok-olok oleh umat lain……..

  41. menyangkut soal kreteria, sy mau tanya kreteria apa yg digunakan Muhammadiyah dalam menentukan bulan Ramadhan, syawal, dan Dzulhijjah, selama zaman orde baru, mengingat perbedaan tsb tampak lebih sering pasca reformasi. Apakah pada saat itu Muhammadiyah pakai imkanu rukyat, tapi pasca reformasi lantas ganti pakai sistem murni wujudul hilal? Yg mengakibatkan sering tjd perbedaan dg kalangan imkanu rukyat? Mohon pencerahan sejarah tsb. Trims

    • di orde baru pemerintah ikut muhamadiyah,kemudian yang berbeda tidak boleh woro-woro secara nasional karena bisa diciduk aparat…stlh reformasi sdh bebas informasi tersebar bahkan berskala nasional merebak…jadi, utk urusan ramadhan dan syawal memang harus ada ketegasan pemerintah,blokir akses yang berbeda khusus utk ramadhan..gitu aja koq repot…sisa,beranikah ?!?!

    • Hampir pasti karena ketika itu Menag-nya Muhammadiyah = Mukti Ali

  42. Sy org yg sama skl awam soal hisab, rukyat & semacamnya.sy hny tergelitik sekelumit tulisan “apakah nyaman sekelompok orang sudah makan-makan, sedangkan kelompok lainnya masih berpuasa? Apalagi kemudian ada ungkapan haramnya puasa pada hari itu”.kalimat itu (& yg senada) bbrp kali muncul. maaf kl kesan sy kalimat itu ditujukan utk kaum muhammadiyah.seingat sy bbrp thn yg lalu, sekitar dekade 80-90an (persisnya thn brp sy ndak ingat), NU bbrp kali pernah mendahului lebaran.

    • betul itu…klo yang diatas atau yang paham sih tidak mungkin bicara begitu…tapi,akar rumput yang ela-elu selalu bilang bgt,haram puasa karena sdh ada yang lebaran,begitu juga yang puasa bilang haram berbuka karena belum waktu sdh lebaran,nah lho?..

    • anehnya,yang ela-elu/ikut-ikutan dr akar rumput hanya cari enaknya saja,yang penting kalo sdh ada yang lebaran tidak puasa sholat id besoknya, dibilang pengikut muhammadiyah bukan,dibilang pengikut NU jg bukan…jadinya hanya mengikut hawa nafsu,mereka selalu puasa 29 hari tdk pernah 30 hari…inilah masalahnya…

  43. Terlalu mendiskreditkan walau dikemas dalam bahasa intelek dan penuh argumen pribadi…..mohon bapak memberikan pencerahan yang lebih humanis dan tidak menyalahkan pihak lain seakan-akan kita paling benar….

  44. Terima kasih Pak atas penjelasannya. Memberikan pencerahan atas permasalahan penetapan awal romadhon.

  45. saya lebaran,mengikuti Muhammadiyah,krn ktanya hilal akan tampak meskipun tak mencapai 2 derajat.Dan td di tv saya lihat pak kepala Lapan mengatakan bahwa hilal akan tampak namun tdk akan melebihi 2 derajat..Krn yg saya pahami,walopun tdk sampe 2derajat,kalo hilal nampak,berarti menandakan awal bulan syawal kan?Definisi 1 bln spt itu kan?Dimulai dr munculnya bulan hingga nanti bulan mati lg

    • saya sependapat dengan panjenengan

    • setuju….selamat hari raya idul fitri 1 syawal 1432 h

    • wah..wah..terlalu emosional nich…nampak oleh apa ? oleh mata telanjang atau mata tekhnologi? mata telanjang atau yang bersarung sekalipun kecil kemungkinan hilal dilihat…kalo mata tekhnologi sdh jelas nampak dan sdh bulan baru…masalahnya adalah perintah rukyah itu apakah bisa di qiyaskan ke mata tekhnologi? wallahu a’lam…
      untuk sementara saya tetap sepakat dengan metode muhamadiyah,namun idul fitri ikut pemerintah yang punya otoritas hukum…karena saya warga negara indonesia bukan warga negara muhamadiyah meski saya lahir dari komunitas muhamadiyah

      • Itulah yang menjadi perbedaannya. Ada perbedaan penafsiran di sini. Saya ingin berdiskusi dengan anda (Irfan Ashari). Tolong baca gambaran yang saya tulis ini: Di Yaman ada masjid lama, yang dibangun oleh seorang sahabat Nabi. Di masjid itu ada jam matahari untuk menunjukkan waktu sholat dzuhur. Misalnya nih (sekali lagi, ini misalnya), kita sudah punya jam seperti jam jaman sekarang. Terus saya nanya ke sahabat nabi tersebut..jam berapa saat sholat dzuhur? Pasti beliau akan jawab, “LIHAT jam matahari itu. Klo bayangan matahari ada di tengah, berarti sudah waktunya sholat dzuhur. Tp bgmn kalo mendung?Kalau mendung, ingat kemarin, jam berapa kemarin sholat dhuhur, supaya aman, tambahkan 10menit (krn klo sudah nambah 10 menit, dijamin udah masuk waktu dzuhur kan?)”. Nah, disini yang saya tangkap, Saat sholat dzuhur itu dilaksanakan adalah saat matahari ada tepat ada di atas kita. Sehingga akan meninggalkan bayangan di tengah (betul demikian?). Nah,beberapa tahun kemudian, perhitungan matematika dan astronomi berkembang. Lalu dengan perhitungan itu saya bisa mengetahui dengan pasti, setiap hari kapan matahari akan berada tepat di atas kita, baik itu dalam keadaan mendung atau tidak. Di sini, kalo saya gak lagi pake jam matahari, apakah saya berarti mengingkari perintah sahabat nabi tersebut, karena saya tidak pernah MELIHAT jam matahari lagi??

    • Prof, saya ada pertanyaan yg masih mengganjal…. Dalam sidang Isbat 29 Agt 2011, dari 30 saksi dikatakan ada 4 saksi yang telah melihat Hilal. Sebagaimana kita ketahui bersama, saksi2 tsb sebelumya telah disumpah dan dianggap menguasai ilmu tentang perhilalan. Bukankah dgn adanya saksi yg melihat hilal (walaupun minoritas jumlahnya) sudah cukup dipakai dasar utk meyakini 1 Syawal.
      Yg buat saya yg awam, saya tidak bisa menerima keputusan penentuan 1 Syawal pada akhirnya diputuskan hari rabu berdasarkan hasil rapat pemerintah dgn para ormas. Dgn alasan kurang lebih, berdasarkan ilmu sains, hilal tidak dapat dilihat.
      Tolong jelaskan kepada kami, apakah kesaksian penglihatan hilal tsb dieliminir dgn asumsi para ahli sains yg berpendapat hilal ‘Tidak Mungkin’ terlihat karena berbagai alasan dsb dsb. Jika pada akhirnya penentuan 1 syawal, ditentukan berdasarkan hasil rapat tsb – buat apa diperlukan saksi2 yg disebar diseluruh Indonesia, toh pada akhirnya kesaksian tsb tersebut tdk digunakan sebagai dasar keputusan penentuan 1 syawal.

      Mohon pencerahannya

    • setuju..andai kita masih berpuasa pd hari ke 30 sedang yang lain sydah berlebaran..puasa di hari tasryk berpahala kah? ikut Muhammadiyah dan selama ini sama dgn Mekkah..puasa wajib bisa diganti dari pd berdosa ..

  46. Klo misalkan gerhana dan solat 5 waktu bukanya pake hisab…??

  47. Astaghfirullah…semoga Allah SWT memberikan jalan yang lurus kepada pak Profesor…Jangan mengkerdilan, menjelekan, mengusangkan ataupun sebagainya yang membuat anda merasa paling pintar..paling mutakhir..atau paling bagus…Semua ada pijakan dan dasarnya…Kesombongan hanya milik Sang Pemilik Jagat bukan milik pak profesor..pak profesor jangan terjebak pada ego dan keyakinan bapak sebagai seorang penganut paham tertentu..letakkan ilmu sebagai jalan kebenaran bukan sebagai pesananan ataupun jalan meraih jabatan didunia..AMIN..

    • emosi kok nggak habis-habis… sabar sabar…

      • Bagi warga muhammditah sabar dan jangan merasa selalu benar, dan bagi yg bukan m juhammdiyah jangan merasa muhammdiyah sudap pasti slah. ini ranah ilmu dan belajar dan berusaha lebih baik

    • Belajarlah lebih dewasa dalam menyampaikan pernyataan, cobalah pakai nurani, jangan pakai hawa nafsu, insya Alloh dengan kelapangdadaan dan komitmen bersama kita bisa persatukan hari raya, tinggal kita bikin kesepakatan bersama tentang kriteria dalam menetapkan awal bulan, saya lihat pak Profesor sdh memberikan alternatif dan jalan pemecahan dari kebuntuan yang berujung bedanya umat indonesia dalam berhari raya

  48. satu lagi nambah ilmune, semoga bermanfaat….barokallah fii umrik

  49. Asslkm Wr.Wb.

    Terus terang sy orang yg awam mengenai penentuan Ramadhan dan Idul Fitri, akan tetapi ingin saya sampaikn 2 hal dlm tulisan ini. 1) sebenarnya seluruh ormas Islam bisa dan pasti bisa menyeragamkan penentuan hal2 tersebut di atas andaikata tidak menonjolkan Egonya masing2. sbgmana disebutkan dlm tulisan2/komen di atas bahwa kalender Islam itu tidak kurang dari 29 dan tidak lebih dari 30 hari..oleh karena itu andaikata ormas2 Islam tidak egois dgn ke ilmuannya maka bs sj di seragamkan asalkn tidak kurang dan tidk lebih dari hari dalam kelnder trsbut. 2.) Tidak adanya ketegasan pemerintah sbgai UMARA (Pemimpin) untuk memutuskan hal tersebut, seolah-olah tidak ada gunanya Sidang Isbat yg diikuti oleh ormas2 Islam di Indonesia kalo akhirnya tetap sj ormas2 Islam trsebut menjalankan keyakinan dan ke Ilmuan masing2, dan pemerintah membiarkan hal tersbut terjadi berulang2 seolah2 tidak ada jalan keluar. Yang di khawatirkan Justru Umat Islam ini mendapat cemoohan dari penganut agama lain, dan saya yakin hal ini pasti terjadi (penganut agama lain mentertawakan agama Islam).. Mudah2an Allah S.W.T memberikan petunjuk dan membukakan hati para pemimpin baik dari kalangan ormas Islam maupun dari pemerintah, shingga tdk mmbuat umat (makmum) dalm ke ragu2an dan justru bisa membawa kemaslahatan buat umat Islam seluruhnya.

  50. Wooow kt itu terbesit dlm benak saya manakala membaca kritikan anda yg sangat porno tentang hisab muhammadiyah wuah anda profesor berani mempertaruhkan keakademikan anda untuk menyatakan bahwa hisab wujudul hilal adalah usang, wuah hebat benar anda!
    Pak Profesor, saya hanyalah orang awam tentang ini namun setelah membaca tulisan tanggapan prof. SyamsulAnwar yg sangat taktis akademis dan sy jg baca tanggapan anda spt dlm link anda. Tdk menampilkan urgensi dr tanggapan prof. Syamsul…
    Terima Kasih Mas Asep atas tulisan dan panduan anda dalam memahami profesor yg satu ini. Apa yg anda keluarkan tdk ada tanggapan yg dramatis dr sang Profesor. Justru dari situ nampak keterkedilan sang Prof. dalam menyikapi perbedaan ini…
    Pak Prof justru andalah yg hrs merenungkan diri.

  51. prof, solusi yang bapak berikan insya alloh bisa menjadi rujukan kawan2 dan saya sendiri yang masih belum terlalu mendalami ilmu falak. terima kasih. sedikit tambahan, ada beberapa negara yang memang menggunakan rukyat murni seperti saudi, dan beberapa negara timteng. adapula yang menggunakan hisab murni seperti ormas MD dan negara Libya. tetapi memadukan hisab dan rukyat tentu akan lebih bijaksana, disamping itu telah menempuh thoriqotul jami’, menjalankan matan ayat dan hadits tanpa ada yang dinafikan.

  52. Tolong dijawab Prof. menggunakan hisab wujudul hilal. Bila posisi bulan sudah positif di atas ufuk, boleh tidak arang menetapkan sudah pergantian bulan Hijriyah? berdosakah mereka?

  53. Saya cuma punya pertanyaan, mengapa muhammadiyah yang harus berubah? Menurut saya harus dicari ilmunya dl krn peredaran matahari, bulan dan bumi kan sudah fix. Bahkan memperkirakan kapan gerhana saja sdh bisa padahal masih dimasa depan. Mosok menghitung ganti bulan tidak bisa. Mengamati hilal tentusaja perlu tapi tolong tidak dilupakan bahwa Allah mengkaruniakan akal untuk digunakan. Jadi temukan standar ilmunya, dan semua ormas islam dpersilahkan siap berubah tidak hanya muhammadiyah

    Salam

    Intan

  54. Saya tidak mengerti ilmu falak,tapi yg saya tahu adalah ini merupakan domein nya pemerintah.Wilayah Indonesia itu sangat luas,jadi untuk penentuan kapan idul adha, idul fitri dapat mengakomodir seluruh wilayah indonesia.apabila disalah satu wilayah sudah dapat ditentukan saat itu idul fitri/idul adha maka seyogya nya itu membawa seluruh wilayah indonesia untuk mengikutinya.Tulisan ini sangat bagus,tapi disampaikan di forum masyarakat awam (seperti saya), menurut saya ini tidak bagus karena mestinya ada forum tersendiri yang dilakukan pemerintah dengan mengundang para pakar,krn kalo disampaikan ke masyarakat awam maka masyarakat akan smakin bingung.Biarkanlah hal ini berjalan sebagaimana keyakinan masing-masing.Kalo mau dibahas gak perlu dgn kami (orang awam).Gak perlu lah menyampaikan ilmu yang tidak dapat kami pahami.kami yakin Bapak bisa memaklumi…

  55. Kalau astronot yang cenderung tiap saat lihat bulan, bagaimana menentukan kalendernya Pa? Pake Hisab saja atau mesti ru’yat dulu?

  56. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H
    Mohon Maaf Lahir & Batin

  57. Alhamdulillah atas tulisan yang bermanfaat, namun dengan kata2 terakhir “ormas modern tapi memakai kalender usang” saya melihat ada tendensi yang kurang baik dari si penulis. Kebetulan saya dekat dengan kalangan profesor. Ciri khas Prof adalah merasa paling benar. Mudah2an tulisan ini memang benar adanya untuk pengetahuan bersama bukan untuk memojokkan pihak tertentu. Wallahualam bishowab.

  58. Tulisan Pak Professor sangat jitu!

  59. saya manut pemerintah,

  60. Meskipun penulis di blog ini seorang guru besar di bidangnya, namun ada beberapa hal yang dapat saya tangkap:
    1. Mental akademik yang masih cukup rendah. Ini terkait dengan sikap beliau yang tidak mau menerima perbedaan.
    2. Kecakapan akademik yang dimiliki tidak diimbangi oleh kematangan emosional. Sehingga tulisan yang diberikan bukan memberikan pencerahan, namun lebih bersifat provokatif.

  61. Guru besar yang berjiwa kerdil…Mhn maaf lahir dan batin Prof. Belajarlah ilmu tasawuf agar Prof lebih dapat menghargai orang lain…

  62. Tulisan anda ini sangat tendensius sekali terhadap muhammadiyah.
    Anda tidak ojektif dalam melihat persoalan perhitungan yang dipakai muhammadiyah…Mengapa hanya muhammadiyah yg anda persoalkan..? terlihat sekali anda apatis terhadap metode hisab muhammadiyah.

  63. Model hisab Muhammadiyah akurat untuk menghitung mundur sekitar 1400 tahun ke Zaman Nabi Muhammad (masih hidup), yaitu saat terjadi Hari Raya yang bertepatan dengan hari Jum’at. Perhitungan hisab Muhammadiyah bisa mengidentifikasi hari raya apa dan tahun ke berapa hijriyah peristiwa itu terjadi. Peristiwa ini kemudian menghasilkan hadits tentang pilihan untuk shalat salah satu saja antara shalat Ied dan shalat Jum’at. Apakah metode yang Prof Djamaluddin tawarkan memiliki kelebihan yang sama?
    Terimakasih.

  64. anologinya gini menurut saya. Shalat dzuhur dimulai ketika tergelincir matahari. Tergelincirnya berapa derajat? kalau saya gak pake derajat-derajatan ketika tergelincir pokoknya sudah masuk waktu dzuhur, yg mau pake 2 drajat monggo bahkan yg mau pake 45 drajat pun monggo toh sama2 masih masuk waktu dzuhur, yg mau memaksakan 4 drajat karena lebih afdhol krn 2 drajat khawatir belum masuk waktu dzuhur itupun monggo. ummat Islam secara keseluruhan dan Allah lah yg akan menilai. trm kasih

  65. apakah ketika menetapkan munculnya bulan baru itu secara hisab bulan sudah ada tapi belum terlihat dengan mata telanjang, atau memang melihat bulan itu harus secara kasat mata sehingga baru bisa dianggap sah? berarti selama ini beberapa ibadah kita harus rukyat dulu dong, seperti mau sholat harus nunggu ketetapan pemerintah, di rukyat dulu, baru ditentukan masuknya waktu sholat, nggak bisa pake jadual berdasarkan jadual sholat abadi secra hisab, , sy kira pernyataan ilmiah memang harus jujur apa adanya, tetapi ketika ia dilontarkan untuk merendahkan satu pemikiran ilmiah lain nya, apa masih layak ia menjadi panutan prof?

  66. ini pada ngributin apa tho…?
    wah akhir puasa mengajarkan kita untuk ribut dech kayaknya,,…,,

  67. Inilah sebenarnya sosok pribadi muslim yang diharapkan ..untunglah prof perintah pertama dalam kalam Allah adalah “BACALAH” bukan dengarkanlah atau ikutilah. Wahai orang NU, Muhammadiyah, Persis dan semua orang yang mengaku Islam bacalah (belajarlah dengan sungguh2 agar kamu bisa mendapat ilmu yang mencerahkan). Maju terus prof semua ormas Islam memang harus terus didorong untuk berubah. Karena sekarang Muhammadiyah, NU, Persis dan bahkan FPI sudah menjadi “seperti” agama. Kalau dikritik langung marah (padahal nabi Muhammad s.a.w.meskipun diludahi tetap tabah dan malah mendo’akan yang meludahi/menyakiti). So mereka yang suka marah dan gampang tersinggung meniru siapa ya?

  68. PENULIS NYA PENGURUS NU KAH???????????????????
    MEMOJOKKAN SATU GOLONGAN?? mudah2an pembaca dapat menilai sendiri bagaimana karakter orang ini. masih kah bisa dipercaya tulisan nya, yg menganggap pendapat nya paling benar. tanpa mau belajar mencari tau kenapa dan bagaimana dasar keyakinan menentukan hilal. sungguh egois. orang modern yg ortodok 🙂

  69. Artikel yang sangat bermanfaat Pak.. Semoga dengan Artikel ini Ummat mendapatkan pemahaman yg lebih jernih.. Nice Share Prof..

  70. orang sudah sampe di bulan kita masih ribut bagaimana cara kita melihat bulan, kasian…..deh…

  71. alangkah indahnya perbedaan! NAmun, jauh lebih indah PERSATUAN… hehehehe…
    Seru sekali diskusinya, terus terang saya orang yg sangat awam sekali tentang penentuan hari idul fitri, menjadi bingung. Semuanya dengan pendapatnya masing-masing, dengan sumbernya masing-masing pula. Hmmm… hal ini mengindikasikan bahwa ‘sebenarnya’ orang Islam itu sangat sangat sangat pandai, pintar dan ahli.
    Semua hal tercakup dalam islam.
    Namun, mengapa kita selalu kalah oleh ‘yang lainnya’???
    menurut saya, karena mentang-mentang kita diberi kebebasan untuk berpendapat, kita terlalu asyik bercumbu dengan dunia perbedaan, sehingga kita lupa NIKMATNYA PERSATUAN.

  72. Saya sepakat dengan artikel ini.

    Saya tumbuh di keluarga yang sangat Muhammadiyah. Namun sangat menyayangkan “kekeraskepala-an” Muhammadiyah untuk terus menggunakan metode hisab yang jelas tidak syar’i (Apakah Allah melalui Rasulullah dahulu memerintahkan untuk menggenapkan Ramadhan menjadi 30 ketika tertutup awan, namun tidak mengetahui bahwa ilmu hisab itu ada, dan berkembang terus sampai akhir zaman? Tentu TIDAK. Islam sudah sempurna ketika Ayat terakhir diturunkan).

    Dalilnya sudah jelas, bahwa untuk kriteria penentuan awal dan akhir Ramadhan tidak hanya Terjadi, namun juga harus Terlihat. Kalau hanya terjadi, tentu bisa dihitung menggunakan ilmu hisab.

    Saya bersyukur, pemerintah Indonesia masih mengamalkan Rukyat, yang memang syar’i. Semoga Muhammadiyah dapat kembali meninjau metode yang telah digunakan selama ini.

    Seperti yang telah Pak T. Djamaluddin sampaikan, kebingungan di masyarakat itu sudah menjadi indikator yang sangat jelas. Mana mungkin perselisihan seperti ini adalah rahmat? (dan itu jelas mengacu pada sebuah hadist yang tidak ada asal usulnya. Jelas tidak bisa dijadikan hujjah)

    Semoga kita semua bisa bersatu dalam Sunnah Rasulullah..

    Terima kasih Pak T. Djamaluddin, atas penjelasan yang gamblang ini. Semoga Allah membalas dengan kebaikan.

  73. Klo menyatukan Ied sj repot, bgm mungkin ormas2 itu bisa menyatukan ummat dalam skala yg lebih luas?!. Saatnya mengalah untuk ummat. Ikuti pengumuman pemerintah. Kita harus memahami bhw ada wilayah publik yg seharusnya pemerintah yang punya otoritas! Wallahu a’lam

  74. pertanyaan utk Prof:
    1. karena imkan rukyat merupakan trend vs wujudul hilal adalah kriteria usang; bagaimana sebaran (persentase) penggunaan kedua metode tersebut di dunia utk penanggalan?
    persepsi saya: bila hanya menggunakan trend biasanya akan berubah! masa ibadah pake trend? trend dunia atau trend lokal?
    2. Zaman Nabi SAW, romadhon 29 hari lebih banyak dibanding 30 hari (9 banding 1), bagaimana perbandingan lama romadhon di negara kita dalam 10 dan 20 tahun terakhir?
    persepsi saya: rasanya di kita lebih banyak yg 30 hari. dan kalo itu benar, secara astronomi, mungkinkah ada pergeseran rasio tersebut?

    hanya saran dari orang awam utk Prof:
    1. dunia maya dunia ragam orang, meskipun ada istilah “blog aing nu aing kumaha aing” tapi lebih bijak kalau kita menulis untuk semua orang (ini saya baca di blog juga, lupa alamatnya)
    2. mudah2an tidak lupa diri karena sudah profesor terutama dengam tendensi menyebut metode lain sudah usang
    3. dijawab terima kasih, tidak dijawab terima kasih, yang penting selamat idul fitri mohon maaf lahir dan bathin

  75. SELAMAT JALAN RAMADHAN

    Assamu’alaikum wr. wb.

    Pada hari ini SAYA melihat Ramadhan berkemas, tepatnya besok Selasa 30 Agustus 2011 akan meninggalkan kita Mukinin dan Mukminan. SAYA bertanya … akan kemana engkau ya Ramadhan? Dengan lembut mereka menjawab…Aku akan pergi jauh selama 11 bulan. ….. Tolong sampaikan kepada MUKMININ MUKMINAN terimakasih-ku, karena mereka telah menyambut-ku dengan ikhlas BERPUASA dan menahan semua nafsu, MENGHIASI malam-ku dengan SHALAT TARWIH, TADARUS, DAN I’TIKAF, serta MEMPERBANYAK SEDEKAH…. dan …… Sampaikan kepada mereka kalau merindukan-ku… INSYA ALLAH aku akan datang lagi tahun yang akan datang, tapi….jika mereka sudah berpulang ke hadirat Allah……mereka akan aku tunggu di SURGA lewat pintu AR-RAYYAN. …..SELAMAT TINGGALl saudaraku MUKMININ MUKMINAN. Sebenarnya .. kalian masih ada kesempatan beberapa hari ini untuk bertemu denganku.. manfaatkan ! manfaatkan! sekali lagi manfaatkan!. Kataku… Insya Allah akan aku manfaatkan sisa hari itu …. dan aku sampaikan terimakasih-ku kepada Engkau Ya Ramadhan, SAYA tunggu kehadiran-mu tahun depan….karena aku sangat rindu kepada-mu.

    Kepada semua sahabat handai-tolan… saya sampaikan SELAMAT IDUL FITRI 1432 H. dengan iringan doa “taqabbalallahu minna wa minkum” mohon maaf lahir dan batin.

    Salam dari Tjipto Subadi dan Keluarga
    Dosen UMS, Sekretaris ISPI Jawa Tengah

  76. Kalau saya ikut cara yang dipraktekkan nabi Muhammad saw saja, lihat dulu ada bulan baru nggak (melihatnya pakai mata telanjang atau teleskop), kalau tidak bisa karena ada gangguan awan barulah dihitung-hitung lewat komputer.

  77. Mengapa muhammadiyah(dan ormas2 lain tentunya) tidak mau berhari raya dg pemerintah?bukankah itu lebih bermaslahat daripada memaksakan pemikirannya?mungkin bisa saja bicara saling menghormati,tetapi bukankah jika ada yg mengalah itu lebih baik lagi?hanya pemikiran dari orang awam yg merindukan bersatunya umat tanpa dipecahbelah atas nama ‘organisasi’.
    http://muslim.or.id/ramadhan/berhari-raya-dengan-siapa.html

  78. Banyak sekali orang yang tidak ahli tp bnyk berkomentar ttg sesuatu yang bukan pada ahlinya/bidangnya, akibatnya akan memperkeruh suasana dan hanya lebih mementingkan ego golongan semata, mg2 masukan Prof. Djamaludin yang memang pakar dibidang astronomi bisa memberikan masukan yang berarti dan lebih diintensifkan komunikasi antar organisasi sehingga persatuan ummat tetap terjaga. Kritik yang membangun semoga dapat mencerahkan.

  79. Kriteraia 2 derajat juga tidak kalah dipaksakannya. saya yakin 100% kesimpulan 2 derajat adalah hasil observasi. tentu observasi tidaklah benar mutlak.
    Okelah pak Djamal pakai imkanurrukyat, tapi mengapa mesti 2 derajat?

    Untuk yang ingin menilai Hisab Muhammadiyah, sebaiknya baca dulu pedoman dan argumen yang digunakan Muhammadiyah, bukan dari tulisan blog ini semata.

    Tendensi “memojokkan” sangat terasa di blog ini, maupun cara bicara pak Djamal di metro tv (yg tidak menghadirkan ulama dari Muhammadiyah). Kalau memang istilah yg bapak gunakan tidak memiliki makna pejoratif secara ilmu alam, tapi secara sosiologis ada efeknya pak, mohon tidak menutup mata. Buktinya di blog ini saja sampai ada yg komen berucap “Muhammadiyah sudah ujub terhadap dirinya, merasa paling hebat, tapi tdk memikirkan persatuan umat.”…
    Mohon para ilmuwan juga membina kerukunan umat.

    salam

  80. Terima kasih atas penjelasannya. Saya jadi tahu bahwa perbedaan yg ada pada dasarnya terletak pada “kesepakatan” kriteria. Namun, sy pikir masalah kesepakatan adalah ranahnya orang politik sehingga memang susah mengharapkan hal itu diterapkan pada ranah ilmu pengetahuan. Sejarah Galileo adalah salah satu contohnya. \
    Sukar bagi saya membayangkan perasaan seorang ayah yang mencoba menjelaskan kejadian ini kepada anaknya sbb: ” secara ilmu falak memang hari ini kita sudah memasuki bulan baru, tetapi demi persatuan bangsa maka tanggal 1 kita sepakati besok”.
    Oleh sebab itu, saya tetap menghormati mereka yang memegang prinsip dalam ber(beda) pendapat. Soal perbedaan, saya pikir di dunia sosial dan politik memang sudah biasa kok. Yang penting bagaimana kita semua saling menghormatinya dengan berbekal pandangan bahwa perbedaan itu adalah berkah dan sangat manusiawi.
    Kepada kepada seluruh saudaraku, saya mengucapkan Selamat Iedul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.
    Saya juga berdoa semoga hari Iedul Fitri yang akan kita rayakan. dapat berlangsung pada hari yang sama. Amiin ya Rabb.

  81. apik apik apik
    jooosssssssssss

  82. Hari ini masih puasa. Mari menahan diri dari menuliskan kata-kata yang dapat menyinggung orang.

    Beda-beda lebarannya, santun-santun bicaranya.

  83. ass. Prof Jamal. Terkait dengan masalah hisab ini.,sesuai tulisan bapak, saya melihat masalahnya semata-mata ada pada belum adanya teknologi yang mampu melihat hilal pada elevasi antara ~1-4 deg. Memang pada ketinggian tersebut akan sulit klo tidak ingin dikatakan mustahil untuk melihat hilal karena adanya albedo. Menurut saya sepanjang perhitungan hisab dan wujud hilal meskipun secara teori sudah diatas ufuk, maka semestinya sudah dapat diterima sebagai bulan baru. Seandainya cara perhitungan hisab tersebut salah tentnya hal ini yg menjadi persoalan. Menurut saya sepanjang teori hisabnya dapat dipertanggungjawabkan maka tidak menjadi masalah. Insya Allah hanya butuh waktu untuk menemukan teknologi yang mampu melihat hilal pada ketinggian rendah tersebut. Hal ini tentu menjadi PR kita sesama ummat muslim untuk mewujudkannya. Ingatlah ketika perdebatan tentang pusat tata surya dimulai dan pada akhirnya dengan teknologi hal itu bisa dibuktikan. Oleh karena itu tidak bijak rasanya untuk menyalahkan metode masing2, hanya karena ketidakmampuan kita untuk membuktikan bahwa teori yang digunakan itu salah. Sama dengan NU yg kemudian beradaptasi dari tidak menggunakan teropong kemudian menggunakan teropong, kita pun semestinya berusaha untuk membuktikan berapa sih limitasi elevasi yang mampu dilihat dengan teknologi. Mungkin teknologi kita yg digunakan sekarang yang sudah usang, jika kita menganggap cara berhisab kita sudah benar. Mudah2an akan semakin banyak umat islam yang terdorong untuk memperkuat teknologi yg dapat dimanfaatkan untuk kemajuan Islam. Semoga Allah meridhoi.

  84. Heran juga nih liat profesor yang satu ini… ga ada kerjaan lain ya? atau anda malah sengaja merusak kedamaian ummat Islam di negeri ini?

  85. Diskusi yang sangat baik, mudahan dibarengi dengan bilhikmah. saya setuju bahwa kalender islam seharusnya bersekala nasional seperti apa yang disampaikan pak prof. cuma ada sedikit yang mesti saya tanyakan kepada pak prof. sebenarnya diseluruh dunia hari itu apa sama? terus perbedaan jam apa berpengaruh pada bilangan hari sebab kalo berpengaruh bilangan hari bisa jadi di negara lain 31 hari di indonesia 30 hari.
    Selain itu sy tertarik dengan penyampaian pak prof bahwa belajar hisab itu mudah supaya saya bisa tambah ilmu apa bisa pak Prof kirimkan saya ebook atau tutorial atau apalah yang bisa saya pelajarai tentang rukyat dan hisab. terima kasih lanjutkan diskusinya

  86. alhamdulillah … kita saling membuka apa yang ada dalam diri ini.. sungguh ya Allah ternyata meskipun berulang-ulang saya berpuasa …..masih kuat hawa nafsu tidak menyukai orang lain, ujub pada pengetahuan yang saya miliki… memandang salah itu berada pada orang lain sangat mudah bagi saya menghujat orang lain ….sehingga saya menjadi lupa akan MISI RAMADHAN yang Engkau Tugaskan Ampunilah saya ya Allah

  87. Terima kasih Prof.. ini pencerahan bagi saya yang awam… semoga kesombongan-kesombongan para elit, siapapun itu bisa terbuka fikirannya dan lebih mementingkan umat Islam secara keseluruhan bukan fanatisme golongan/aliran yang sempit… Konon katanya cuman Indonesia yang berbeda-beda… Sudahlah Siapapun penetap dengan methode apapun mereka adalah orang yang harus siap mempertanggung jawabkan hasil penafsirannya di depan Allah… Bagi saya seorang makmum… kami serahkan ke ahlinya saja karena saya awam…. Silahkan anda-anda para ahli merumuskan… asal untuk kemaslahatan semua umat pasti saya mendukungnya… Lahaulawalakuwata Illabillah…

  88. QURAN MEMBOLEHKAN PERBEDAAN TETAPI HRS ADA SOLUSI. Hikmah perbedaan berkepanjangan membawa petaka dan perpecahan Sampai sekarang ada ummat Islam yang tidak percaya manusia bisa kebulan dan keliling angkasa. Menembus atmosfir dengan sulthon / kekuatan / roket yang menemukan non-muslim. Padahal mengambil ilmunya dari Bagdad / Mesir.
    Bagi kaum yang tidak memiliki PEMIKIR silahkan gunakan rukyat (tanda-tanda alam). Bagi yang telah memilki bahkan dilengkapi peralatan canggih ya seharusnya gunakan AQAL/OTAK.
    Masih inget di Tajug Agung Cirebon bila akan azan sholat jua’at, petugas Tajug melihat bayangan besi (bancet). Kini cukup melihat Jadual Waktu Sholat yang dibuat untuk 1 tahun bahkan bisa lebih. Aqal menciptakan teknologi untuk kemudahan manusia. Menunjjuk Adam menjadi khalifah tanpa aqa tidak mungkin, makanya ditiup RUH-Alloh yang membawa pula aqal / rasa peduli / siap berkorban dll yang positif. Isalam pernah jaya menguasai dunia dari selat Giblatar sampai ke Cina didukung ilmu pengetahuan. Setelah kita hanya menegadahkan tangan dan non-muslim mengembangkannya setalh belajar di Timur tengah…..mereka menguasai dunia. Janji Alloh : Aku tingkatkan beberapa derajat bagi orang yang beriman diantaramu dan berilmu pengetahuan.
    Bahkan Ulama tempo doeloe saudagar kaya-raya seperti Muhammad saat sebelum jadi Rusul, penuh ikhlas, jihad mengembangkan islam.
    Sekarang lahir dari kelompok menengah bawah……..tanpa ihlas, bahkan jual ayat. Semoga kita bisa merubahnya untuk diwariskan kepada generasi penerus. Allohu Akbar.

  89. bagaimana prof kalo manusia sudah tinggal di planet lain bukan bumi mungkin pada tahun 5000??? apa harus ke bumi dulu me rukyat ???

  90. bacaan lain yang menarik:

    Problematika Hisab Rukyah di Indonesia

  91. Gw orang bodo dalam bidang agama…penulis dgn bhs bijak menerangkan secara rinci baik b`sifat ilmiyah maupun kauniyah, namun justru gw sedih dengan para komentator justru ngawur bukan malah kasih pndaat yg ilmiyah juga malah emosi ga karuan….buat penulis aku suka gaya loe
    Wat yang komen ga jelas penuh emosi menandakan kapasitas kedangkalan pola pikir…..last haleluya…..

  92. terimakasih prof, tulisannya membuka wawasan.

  93. Semoga ada titik temu di antara 2 pndapat yg berbda dan tdk malah menimbulkan perpecahan bahkan permusuhan.

  94. hmmm…jadi ingat cara strategi yahudi memecah belah Islam…. akhirnya umat Islam jd saling menjatuhkan, saling hujat… siapa pun itu… ANDA berhasil….

  95. tulisannya bagus n sangat cerdas…..

  96. apik banget ulasane jadi kayak kuliah s2 diskusinya menukik

  97. assalamu’alaikum.
    selama ini saya cukup respek dgn profesor fdjamaluddin melalui tulisan-tulisannya utamanya yang dimuat di sarat kabar.
    tapi setelah membaca tulisan prof yang satu ini saya malah menjadi kurang respek karena jauh dari sikap seorang ilmuwan yang profesor.
    justru terkesan arogan, ada kebencian dan nafsu keilmuannya.
    atau pak prof sendiri sedang frustasi?
    jadilah profesor pemerintah yang arif dan bijak
    wassalamu’alaikum

  98. Semoga dengan adanya tulisan ini tidak membuat ormas baru yang menyakini suatu temuan baru…

  99. Saya 3 tahun ini mempelajari Hisab Rukyat, Dan kesimpulan saya sama dengan kesimpulan Prof Jamaluddin. Mudah2an ini bisa dijadikan Muhammadiyah untuk secara jernih menelaah kembali metodenya.

  100. kalo disaudi seorang ahli falak mengeluarkan pendapat “Imkan Ru’yatul Hilal” hasilnya bulan tidak mungkin terlihat pada tgl. 29/8/2011….ditegur oleh kiyai saudi dia bilang: semua kalo Allah kehendaki mungkin…karena sang ahli falak tdk bilang “Bi Idznillah/InsyaAllah” hasil imkan ru’yatul hilal bulan tdk terlihat….

  101. Assalamualaikum Prof,

    Sebelum nya saya minta maaf karena memang saya masih awam dalam masalah ini,

    yang ingin saya tanyakan

    – Apakah umat islam bisa menentukan tanggalan untuk satu tahun kedepan (qomariyah), bila setiap tanggal 1 syawal harus melihat bulan terlebih dahulu?

    – Untuk menentukan tanggal 1 bulan berikutnya, apakah harus selalu melihat bulan ?

    terimakasih atas perhatian dan tanggapannya.

    Kurang lebih mohon maaf,

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

  102. Bismillahirrahmaanirrahim,
    Hati2 semua saudaraku yang membaca tulisan ini ” Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab” . menurut saya penulis seperti inilah yang memecah belah ummat ini dengan kalimat atau kata yang provokatif dibungkus ilmiah,
    (Perhatikan beberapa kalimat yang memojokkan yang satu dan memprovokasi yang lain)

    Bayangkan jika saya juga membuat tulisan dengan judul misal “NU Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab”

    atau “Persis Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab”

    Kata2 NU,Muhammadiyah, Persis, tentu sangat sensitif bagi sebagian orang, maka jangan heran jika pada sebahagian komentar tulisan ini (coba anda perhatikan) isinya adalah saling membantah atau membela metode dakwah (organisasi) masing2.

    Mohon Koreksi Bapak THOMAS djamaluddin
    1. Tulisan anda cukup tendensius tidak bersifat netral
    2. Disini Mau cari dukungan ya pak ? (dengan tulisan ilmiah)
    3. Sudah dapat berapa duit dana dari luar negeri untuk semua kegiatan bapak?
    4. Semangat bapak bukan semangat mencari kebenaran, tapi semangat memecah belah ummat, bersama dengan kesombongan bapak.
    5. Beberapa Tulisan bapak yang kurang santun dan bijak (malah terdengar provokatif)
    – Masyarakat dibuat bingung, tetapi hanya disodori solusi sementara, “mari kita saling menghormati”. Adakah solusi permanennya? Ada, Muhammadiyah bersama ormas-ormas Islam harus bersepakati untuk mengubah kriterianya. (ooo, jadi Muhammadiyah harus ngalah ya pak, ikut pemerintah?)
    – Jadi, selama Muhammadiyah masih bersikukuh dengan kriteria wujudul hilalnya, kita selalu dihantui adanya perbedaan hari raya dan awal Ramadhan. (ooo, jadi muhammadiyah itu biang keroknya ya pak?)
    – Banyaknya pertanyaan, “kapan kepastian lebaran?” menunjukkan kebingungan di masyarakat (masyarakat tidak bingung cuma bertanya kapan lebaran, bapak saja yg bingung dan membuat-buat kebingungan itu). Dua versi hari raya pasti membingungkan masyarakat (tidak pasti, hanyal Allah yang pasti dan Maha memastikan). Mungkin sebagian saudara-saudara kita di Muhammadiyah dengan nyamannya melaksanakan shalat ied dan makan minum pada saat saudara-saudara lainnya masih berpuasa (Provokatif). Mungkin pula ada yang provokatif menyatakan haramnya puasa pada hari itu (Provokatif). Kondisi itu sungguh tidak nyaman bagi sebagian besar masyarakat (Provokatif). Hari raya bukan sekadar ibadah individu, tetapi terkait juga dengan aspek sosial yang berdampak luas.(masyarakat sudah dewasa dan bisa berfikir luas, hanya bapak saja yg mungkin sombong dan menganggap orang2 gak punya otak secerdas bapak).

    AKhir Kesimpulan Saya
    Menurut saya bapak telah tertabiri oleh ilmu bapak sendiri, atau kemungkinan bapak telah disusupi oleh fihak2 yg tidak menginginkan ummat ini rukun, atau malah bapak menggunakan Agama untuk kepentingan duniawi semata. Segeralah Bapak bertaubat dan memohon ampun kepada Allah.
    Mohon PetunjukNya ke jalan yg lurus, Ingatlah Azab Allah sangat Pedih

    • Cuma setan yang mempunyai sifat sombong…..bisa dalam jelmaan manusia. Padahal Allah berfirman “Aku lebih mengetahui….”, maka malaikat pun tunduk, kecuali setan dengan sikap sombongnya.

  103. hisab dpake utk membantu prediksi posisi bulan. Rukyat dgunakn utk memastikn bulan. Saat kt merukyat tp bulan mungkn sdh ada atau dpastikn sdh ada menurt hisb tp tdk dpt drukyat krn terlindung awan mk menurut syar’i kt harus cvkupkn bil buln 30 hari dan bukanx mengikuti hisab.

  104. mau Selasa ke, Rebo ke, sama aja, emang gue pikirin, yang penting make baju ma kolor baru……gua juga ga tau gua orang Muhamadiyah apa Nu, yang penting gua ngikut bareng orang-orang sekampung gua aja…..he..he..he…

  105. tulisan yg bagus..jika masing2 ormas islam memiliki kriteria sendiri2 yg berbeda satu sama lain dlm menentukan masalah ini, maka akan semakin membuat rakyat awam semakin bingung dan terpecah belah.

    Menaati keputusan ulil amri (pemerintah) dlm masalah ini adalah salah satu solusi pemersatu umat. Jika mereka (pemerintah) benar smg mendapatkan pahalanya, dan jika salah maka kita sbg rakyat tidak menanggung dosanya dan smg Allah mengampuni mereka

  106. harusnya bapak mempublikasikan tulisan ini jauh-jauh hari, bukan sekarang ketika masyarakat sudah bingung kapan 1 syawal, apalagi dikalender nasional sudah ditetapkan tgl 30 sebagai hari raya!

  107. tulisan yang nggak penting…:)

  108. wah iya nih. Bapak saya juga pengikut Muhammadiyah. nampaknya dia beranggapan waktu di Arab sama dengan waktu di Indonesia. tapi emang selisih waktunya berapa ya? atau apakah sekedar mengamalkan wujudul hilal seperti yang disebutin diatas? saya masih kurang ngerti dan nggak mau salah bicara. tapi dengan segala hormat saya masih pengen tahu bagaimana yang sebenarnya yang diyakini pengikut Muhammadiyah. terimakasih.

  109. Saya salah satu Warga Muhammadiyah berterimakasih atas masukan nya….., saya berharap kedepannya Bapak akan lebih bijak lagi dalam memaparkan masalah……. Minal aidzin walfaidzin…..

  110. Prof Djamaluddin, yg saya inin tanyakan apakah anda seorang yg beragama? Terimakasih

  111. Assalamu’alaikum wr.wb.
    Wah Idul Fitri ada yang berbeda hari lagi, apa mau samapai hari kiamat begini terus ?
    Sebenarnya definisi penanggalan Hijriah itu apa sih ? Setahu saya itu kalender yang dimulai pada jaman Nabi Muhammad Hijrah, tentu saja dimulainya di daerah Arab sana, tepatnya barangkali di Madinah. Tapi kenapa banyak yang melakukan mulai perhitungan di masing-masing daerah, misalnya di Jawa melihat hilal di pulau Jawa (seperti mulai kalender Jawa saja !).
    Kalau mau disebut kalender Hijriah, saya pikir mestinya dimulainya dari Medinah sana. Begitu terlihat hilal di Medinah, maka dimulai hari pertama bulan baru Hijriah, sehingga seluruh duniapun menjadi tanggal 1 bulan baru Hijriah teserah waktu di lokasinya pagi siang atau malam. Bahkan seandainya kalau ada penduduk di bulan atau planet lain, itupun harus mengikuti tanggal 1 (namanya juga tahun Hijriah).

    Kalau sudah sepakat definisi kalender Hijriah seperti itu, kirim saja ahli rukyat ke Medinah sana. Jaman sekarang dunia sudah menjadi satu, informasi dari Arab Saudi sana bisa langsung sampai ke seluruh dunia.
    Kalau jaman dulu sih, tentu saja rukyat di masing-masing lokasi dibutuhkan, karena info dari Arab sana perlu waktu berbulan-bulan untuk menyebar ke seluruh dunia, keburu ganti hari bahkan bulan.

    Karena dimulainya bakda magrib, terserah tanggal masehinya berapa saja.

    Jaman sekarang dunia ini satu, kalender Masehi juga cuma satu, kalender Hijriah juga cuma satu, kalender Jawa juga satu. Kenapa umat Islam berbeda menentukan kalender Hijriah ? Mungkin karena Kalender Hijriah diperkosa dengan sistem lokal, seperti memulai kalender Jawa saja.

    Hanya Allah yang Maha Tahu.
    Wassalamu’alaikum wr wb.

    • ha..ha..ha..betul,betul,betul…kalo konsisten seharusnya madinah jadi patokan kalender hijriyah…skrg sudah global village,tinggal klik sdh bisa dpt info..islam adalah kaffatan linnas….

  112. Hooooih dimana tanggapan anda koq tdk muncul2 juga!!
    Orang goblok akan terlihat sangat goblok manakala dia menggoblokkan orang lain. Astagfirullah! Rendah sekali anda
    Kalau perlu merukyat rukyat dulu tradisi hindu pitung dinoan, 40 hari,100hari dst sebab hisabnya akan sangat berat di pengadilan akhir

  113. Assamu’alaikum wr. wb.

    Marilah semua organisasi islam untuk membuat kalender hijriyah yang sudah disepakati bersama dan sebarkan kepada seluruh umat muslim di indonesia supaya tidak menjadi perbedaan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak senang dengan islam…..!

    Silahkan berasumsi, tetapi hati-hati media ini dapat menjadi baik dan menjadi buruk bila ada yang saling mencela antara umat islam. Lebih baik berkirim melalui email saja untuk hal-hal yang dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan, karena saya pun merasa risi dengan beberapa kalimat yang ada.

    Bukankah bulan Ramadhan adalah bulan yang suci, dimana kita harus digidik untuk dapat mengendalikan diri dari amarah yang dapat merusak pada diri kita dibulan berikutnya?

    Wassalamu’alaikum wr. wb.

  114. Bukankah Muhammadiyah akan lebih tepat untuk ukuran negara sebasr Indonesia… kalau berdasarkan pengamantan mata.. akan tidak valid karena cuaca yang tidak sama.. karena ketinggian yang tidak sama.. dan yang paling penting karena persepsi penulis yang pro NU seandainya ia adalah MUHA tulisan di atas akan lain… betul tidak ?

  115. 1 sywal jatuh pada 30 agustus 2011.
    Teori Visibilitas Hilal terbaru telah
    dibangun oleh para astronom dalam
    proyek pengamatan hilal global yang
    dikenal sebagai Islamic Crescent
    Observation Project (ICOP) berpusat di
    Yordania berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang
    dianggap valid. Teori ini menyatakan
    bahwa hilal hanya mungkin bisa
    dirukyat jika jarak sudut Bulan dan
    Matahari minimal 6,4° (sebelumnya
    7°) yang dikenal sebagai “Limit Danjon”. Kurva Visibilitas Hilal sebagai
    hasil perhitungan teori tersebut
    mengindikasikan bahwa untuk
    wilayah sekitar Katulistiwa
    (Indonesia) hilal baru mungkin dapat
    dirukyat menggunakan mata telanjang minimal pada ketinggian di
    atas 6°. Di bawah itu hingga
    ketinggian di atas 4° diperlukan alat
    bantu penglihatan seperti teleskop
    dan sejenisnya. Melihat lokasi Indonesia menurut peta
    visibilitas di atas sesuai dengan teori
    visibilitas hilal maka seluruh wilayah
    Indonesia mustahil dapat menyaksikan hilal pada hari pertama
    ijtimak sore setelah Matahari terbenam
    walaupu menggunakan teleskop.
    Dengan demikian maka diberlakukan
    ISTIKMAL sehingga awal bulan akan
    jatuh pada: Rabu, 31 Agustus 2011.
    Tolong pencerahannya.

  116. Pada intinya tulisan ini prookatif dan dapat memecah belah umat…. tak hanya ditulisan ini saya kira tapi jga dari pencapat beliau tadi pada sidang penentuan 1 syawal dengan ormas- ormas hari ini. seorang Prof. seharusnya berpikir ilmiah apa pengaruh dari kata – katanya tersebut… apa mungkin si Profesor ini sangat embenci Muhamadiyah hingga berani bertindak provokatff seperti ini ????

  117. Yang penting kita saling menghargai perbebedaan berkeyakinan Biar Allah yang menentukan mana yg salag dan mana yg benar.

  118. saya walaupun awam terhadap ilmu astronomi, tetap menganggap astonomi bisa diandalkan untuk mempersatukan umat
    mengenai komentar diatas yang bilang “tahun 80an NU juga pernah beda2 kok” itu sudah dijelaskan oleh Prof Djamaluddin kalo NU sudah mengubah metodenya…

    mungkin saya tidak memihak Muhammadiyah atau NU…tapi tendensi untuk mempertahankan pendapat yang tidak relevan saya pikir terlalu naif…
    saya takut justru egosentris dasar manusia, narsistik timbul…berbeda itu lebih keren…
    “menghormati perbedaan” sebenernya merupakan suatu tameng yang tidak boleh dipakai saat sesuatu bisa diputuskan dengan suatu kriteria yang tetap.

    Prof Djamaluddin mengatakan bakal dibuat suatu kalender hijriyah tetap…disini kan terlihat bahwa “perbedaan” itu sebenernya bisa disatukan…bukan dengan mengedepankan ego narsistik dengan menggunakan tameng menghormati perbedaan…

    Prof Djamaluddin tidak memojokkan Muhammadiyah saya rasa, tapi mengkritisi cara nya saja…dan cara itu bisa disamakan persepsinya…

    Semoga kita dilindungi dari sikap merasa benar sendiri, dan terbuka terhadap kritik ilmiah..
    mungkin banyak yang mengatakan bahwa prof Djamaluddin “ngomong gini karena sok pinter, diatas langit masih ada langit”
    itu komentar yang ga relevan…karena keilmuan yang sudah diputuskan pemerintah pasti didasarkan pada pembuktian ilmiah, tahapan pertanggungjawaban ilmiah, dan lain2 sehingga valid…jadi seandainya Prof Djamaluddin nganggep dirinya “benar”, berarti seluruh orang yang terlibat dalam proses penyusunan “kebenaran” itu juga akan berkata demikian…

    My point is…Prof Djamaluddin ga bener sendirian, yang lain juga ngomong gitu…

    kritik klise “diatas langit masih ada langit “bisa juga disampaikan kepada ahli falaq muhammadiyah…bukan berarti kritik itu tidak berlaku dipakai apabila suatu pihak “menghormati pihak lain”
    jadi saat suatu oknum “kita berbeda, tapi kita menghormati pihak lain”, kritik klise tersebut relevan juga ditempatkan….

    • mungkin kita perlu putar ulang pernyataan propesor ini di sidang isbat yang begitu sarkastik ( menurut saya ) tentang opini nya pada metode hisab muhammadiyah sementara jawaban dari pihak muhammadiyah begitu santun dan mencerminkan akhlaqul karimah ( menurut saya lagi yang bukan propesor )

    • Bila pihak-pihak yang berbeda masing-masing mempertahankan prinsipnya, dan resiko dari perbedaan itu SUDAH BISA DIPREDIKSI untuk beberapa tahun ke depan :
      – Mengapa hari ini repot-repot mempermasalahkan harus ada pihak yang mau merubah prinsipnya untuk keseragaman ?
      – Mengapa tidak memikirkan sosialisasi resiko yang akan terjadi beberapa tahun ke depan itu kepada masyarakat, agar mereka tidak kaget lagi ??
      – Bukankah perbedaan seperti tahun ini pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, dan belum pernah terjadi keretakan ukhuwwah karenanya ?
      – Mengapa harus ada kelucuan-kelucuan sbb :
      > BHR menugaskan tidak kurang dari 100 orang perukyat, padahal BHR sudah tahu bahwa mereka tidak akan bisa melaksanakan tugasnya “berhasil merukyat hilal” karena posisi hilal memang invisible berdasarkan hisab, kalaupun ada yang berhasil pasti ditolak.
      > Dua hari tanggal merah libur Iedul Fitri di kalender (yang katanya SKB 3 menteri itu) ternyata tanggal 30 Ramadlan 1432 dan 1 Syawwal 1432, bukannya tanggal 1-2 syawal 1432.
      > Mengumumkan hasil hisab jauh-jauh hari kepada masyarakat dianggap “meresahkan”. Padahal itulah bedanya hisab dari rukyat. (memberi kesaksian dengan kemampuan akal-pikiran versus memberi kesaksian dengan kemampuan mata-kepala — “faman syahida minkumus syahro”)

  119. tadi di televisi saya juga menyaksikan bagaimana perdebatan penentuan 1 syawal terjadi…..sebagian besar tidak melihat hilal…karena secara hisab juga ketinggian hilal dibawah 2 derajat….tapi ternyata ada yang melihat hilal yaitu dicakung jakarta dan jepara…dicakung ada 3 ustad yang sudah disumpah oleh pimpinan NU setempat menyatakan melihat hilal dengan ketinggian 3,5 derajat sd 4 derajat…tapi oleh ketua MUI berdasarkan acuan beberapa hadis katanya itu diabaikan…..saya juga merekam data kalau yang di cakung rata rata berusia muda dibawah 30 tahun sedangkan yang 30 orang dri 30 tempat berbeda usianya rata rata 50 tahunan..bila secara logika yang usia muda pasti penglihatannya lebih baik dari yang tua…saya juga bingung kenapa yang melihat hilal tadi diabaikan…..daripada pusing yahhh..saya dan keluarga tetap ber idul fitri besok…karena banyak hal yang membingungkan disini…prinsip saya bulan sdh nampak meski ada yang bilang dibawah 2 derajat dan juga ada yang sudah melihat meski diabaikan….ALLAH maha besar…semoga yang salah mendapatkan ampunan dari ALLAh SWT…aminnn…

  120. Assalamu’alaikum
    Pak Tomas, kenapa kok sangat provokatif dan arogan. Padahal sebagai pakar mestinya bapak bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat bukan memprovokasi. Lebih dari itu, saya bisa menghargai pendapat bapak tentang astronomi karena itu kepakaran bapak. Akan tetapi dalam ilmu Syari’ah, bapak bukan pakar. Oleh karena itu,bapak tidak berkompeten dalam masalah itu. Argumen Muhammadiyah menggunakan hisab wujudul hilal semakin diperkuat hasil penelitian disertasi di UIN Jakarta ttg hadis-hadis ttg penetapan awal Ramaadan . Setelah dilakukan takhrij, ternyata hadis “faqdurulah” (hadis Ibn Umar) sebagai landasan hisab Muhammadiyah lebih kuat (rajih) dari pada hadis-hadis tentang istikmal (hadis Abu Hurairah) yang dijadikan rujukan ormas lain. Ini hasil kajian ilmiah dalam ulumul Hadis yang bukan kepakaran bapak.Apakah bapak akan menolak hasil penelitian tersebut dengan dasar Astronomi ? Kalau ini yang terjadi, tidak nyambung pak ? Oleh karena itu, akan lebih arif apabila bapak membatasi diri dalam kepakaran bapak di bidang astronomi. Semoga, tanggapan saya ini dapat dipertimbangkan. Mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan.
    Wassalam,
    Sopa

    • Pak Sopa, saya sudah berdiskusi dengan teman-teman Muhammadiyah lebih dari 10 tahun. Tahun 2003 pun saya diundang ke Munas Tarjih di Padang khusus untuk mengkritik wujudul hilal. Saat ini saya hanya mengungkapkan secara lebih lugas agar publik tahu bahwa perbedaan Idul Fitri yang terjadi berulang-ulang disebabkan karena Muhammadiyah masih menggunakan kriteria usang. Masalah kriteria adalah domainnya astronomi, bukan fikih. Masalah fikih saya singgung juga karena dalil QS 36:40 terlalu dipaksakan. Bukan masaah hisabnya, karena bagi saya hisab dan rukyat setara. Saya berbicara pada kompetensi saya di bidang astronomi, yaitu soal kriteria wujudul hilal, bukan soal dalil hisab yang sudah saya yakini benarnya. Silakan baca lebih seksama tulisan saya. Saya khawatir Muhammadiyah kebanyakan ahli “fikih hisab” untuk memperkuat posisinya, tetapi kekurangan ahli hisab karena sudah puas dengan hisab wujudul hilal yang sudah usang. Maaf, atas kelugasan saya yang bersifat provokatif bagi Muhammadiyah yang saya maksudkan agar Muhammadiyah terbangun dari kejumudan hisabnya. Saya mengenal hanya 3 ahli hisab Muhammadiyah (Pak Oman, Pak Susiknan, dan Pak Sriyatin), tetapi saya mengenal lebih banyak ahli fikih hisabnya yang siap berdebat soal dalil hisab.

      • Prov (=Provokator, bukan Prof), menurut saya kalau sudah kutip kutip ayat alquran itu ya masalah agama. Mana ada ilmu astronomi pakai dalil alquran. Begitu kok masih ngeles saja. Kalau anda ngomong hisab saja atau posisi kritis hilal saja, atau probabilitas visibilitas hilal, mungkin itu benar soal astronomi, tapi kalau sdh dikaitkan dengan soal “kelayakan” atau “pilihan cara” ber ibadah, itu ya sudah masuk wilayah agama. Sama dengan kalau kita cuma bicara soal “laser” itu ya otoritasnya ahli fisika/laser, Tapi kalau sudah dikaitkan dengan aplikasinya misalnya boleh tidak laser untuk sunat karena jaman nabi belum ada laser, ini jelas sudah masuk wilayah agama. Dan mestinya anda juga begitu.
        Lebih dari itu, sebenarnya menurut saya anda SANGAT tidak layak untuk ikut mengkritisi muhammadiyah bukan karena modal agama anda yg minim, tapi lebih karena kepicikan dan sempitnya pikiran anda.
        Saya jadi makin bisa membaca “internal map” dalam diri anda. Sepertinya anda punya masa lalu yg kuper, MERASA rendah diri dan MERASA dilecehkan oleh komunitas tertentu (kelompok muhammadiyah?) sehingga terus hati anda dirasuki dendam, iri, dan dengki yg tiada habis-habisnya yg mengakibatkan tindakan anda sekarang jadi ngawur, subyektif dan tidak rasional.
        Saran untuk anda: Sadar Prov!! Jadikan puasa kemarin sebagai tempat belajar anda untuk menjadi Prof yg sebenarnya!!!

  121. terimakasih banyak atas penjelasannya 🙂

  122. […] Catatan: 1. H.R. Bukhari no. 1900. 2. Sumber: Blog Thomas Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN dan anggota badan hisab rukyat, Kementerian Agama RI. […]

  123. apakah sistem falak yang digunakan Muhammadiyah bersifat global ? jika kita ingin bersama, maka begitu mudah bagi jiwa untuk bisa bergembira ria, dan jika dengan keyakinan dan tawadlu’, mengakui kebenaran dari mana datangnya, mengapa sulit untuk merobah diri ?

  124. Ini orang cuma gelarnya saja yang profesor, tapi isi kepalanya kosong! ga malu apa sama negara-negara tetangga, Malaysia saja yang udah lebih canggih dari indonesia, menetapkan 1 Syawalnya tanggal 30,

    ini sama saja menghina ilmuwan2 astronomi dan astrofisikawan Islam zaman dulu, maklumlah.. Thomas ini kan orang pemerintah, berarti imamnya adalah pemerintah, pemerintah dijadiin patokan, ngurusin si Udin aja ga becus, apalagi ngurusin umat? huft…

    dia sendiri orang LAPAN, mana pernah dia makan uang halal 100%, pasti ada duit2 KKN-nya, wkwk… sok-sokan menyalahkan ormas lain lagi,

    • mas REGE,, kok jadi bahas KKN? ada bukti??
      memangnya mas REGE makan uang halal 100%? tolong dijawab, agar tidak jadi komentar sampah… terimakasih

  125. sayangnya waktu sidang isbath yg ditayangkan tv ,bapak menggunakan kata2 yang mengeruhkan suasana. buat saya yg tidak menjadi anggota ormas manapun, hal tersebut menurunkan rasa simpati pada pemikiran bapak yg boleh jadi benar.

  126. penulis sudah rancu dengan memandang negatif pihak tertentu.
    dalam benaknya kebenaran sudah tidak lagi objektif.
    merendahkan dan menjelekkan pihak lain.
    kebetulan saya bukan NU dan bukan Muhammadiyah.
    walau sebenarnya ada kebenaran di dalam tulisan ini, tetapi sisi negatif memandang rendah pihak lain adalah negetifitas, semacam teror kepada pihak lain.
    hal semacam ini yang mesti dibersihkan di tengah kegelisahan. salam.

  127. ternyata berdasarkan hasil rukyat dan hisab di malaysia lebarannya selasa prof, saya baca di internet di arab saudi juga selasa prof, trus di berita kompas dotcom ada orang jepang yang menulis lebaran di jepang juga besok selasa prof, kan jepang dan indonesia selisihnya cuman 2 jam, sementara malaysia malah nggak ada selisih nya, mungkin ilmu propesor bisa menjelaskan knapa ipin upin bisa lebaran bareng ama metode kuno model muhammadiyah, juga orang jepang en arab saudi

  128. Prof, Saya Syahrul, mahasiswa UNAIR..saya sudah membaca artikel anda…saya UMI (tidak mengerti) tentang hisab, tapi saya tertarik untuk belajar..agar tidak hanya ikut2an tapi paham…Tolong di bagi ilmunya ya prof… 🙂

    mohon penjelasan tentang ayat “berpuasalah ketika melihat hilal” apakah yang dimaksud disini jika hilal itu sudah muncul walaupun tidak teramati oleh mata (karena faktor cuaca, dll) kita sudah bisa mulai puasa atau lebaran Prof?

    di artikel dikatakan ada kriteria imkanur rukyat (menghitung kemungkinan hilal teramati) ada kriteria Wujudul Hilal (hilal wujud di ufuk.. tapi saya tidak paham apakah wujud itu maksudnya tampak?).. Profesor menganjurkan menggunakan imkanur rukyat, yang saya masih bingung bagaimana jika menurut hisab Pada hari itu Hilal kemungkinan sudah muncul, tapi menurut hisab pula Pada hari itu Hilal kemungkinan belum bisa teramati dan baru bisa di amati besok… apakah 1 syawal dimulai pada hari itu atau besoknya prof ??

    mohon penjelasannya…terima kasih sebelumnya…

  129. Assalamualaikum…
    Saya orang yang awam .
    artikel ini sangat menarik terlepas pro dan kontra.
    artikel dan semua komentar di blog ini menambah wawasan ,membuat pikiran saya terus berpikir dan bertanya.
    Pak Thomas ada ga gambar hilal tiap derjatnya?
    terima kasih

  130. Pertanyaan tambahan untuk Prof (pertanyaan senada di komen posting lain, tapi tidak ada jawaban dari Prof)
    – dengan teknologi yang tersedia saat ini, hilal kurang 2 derajat tidak mungkin teramati, meskipun sudah positif diatas ufuk! zaman Nabi SAW, hilal teramati jauh lebih tinggi karena hanya dengan mata telanjang. Artinya, kemajuan teknologi memungkinkan kita mengamati hilal pada posisi lebih rendah. APAKAH TIDAK MUNGKIN, KE DEPAN, TEKNOLOGI YANG ADA MEMUNGKINKAN KITA MENGAMATI HILAL POSITIF DIATAS UFUK (KURANG 2 DERAJAT)? bila hal itu mungkin, sama saja dengan membatasi visibilitas hilal saat ini pada kelemahan teknologi yang sudah dicapai manusia! lho kok bisa??? jadi, dimana letak kepakaran???
    maaf bila salah memaknai, mohon pencerahan secara ilmiah!!

  131. Dari semua peserta sidang itsbat 2011 semuanya menyampaikan pendapat berdasarkan pemahaman terhadap hadits dan Alqur’an. Dan gak da yang berani menyalahkan pemahaman kelompok lain terhadap hadits dan Al Quran kecuali si profesor yang ngomong ayat di surah Yassin aja gak becus. Jadi justru dia ini yang provokator dan mau membesar2kan perbedaan di kalangan masyarakat

  132. Prof maaf mau tanya;
    1. seberapa kuat hujjah 2 derajat untuk hilal?
    2. sudahkah ilmu pengetahuan modern menjelaskan posisi standar derajat hilal?
    3. apakah relevansi astronomi saat ini setara dengan maqosid syar’i?

    terima kasih atas jawabannya

  133. yang jadi masalah knapa jauh hari sebelumnya tidak di ingatkan ke pemerintah kalau hilal yang terjadi pada tanggal 29 agustus hanya kurang dari 2 derajat padahal sdh dpt di prediksi sebelum tanggal 29 agustus. dan itu dikatakan belum cukup,Prof juga sdh mengetahui tapi tdk di ingatkan ke pemerintah,sehingga yang terjadi bingung,ibu2 yang sdh masak hidangn untuk idul fitri terpaksa harus di panaskan kembali…hahaha

  134. dan sekali lagi mohon dibaca lebih dahulu,,
    jangan menjadikan isalm terpecah belah hanya mengedepankan EGO suatu kaum

    http://www.tribunnews.com/2011/08/29/penentuan-lebaran-harus-berkiblat-pada-arab-saudi

  135. Terima kasih bapak prof atas tulisan anda . Saya jadi terpacu untuk mendalami ilmu tsb . Tetapi, saya kurang setuju dengan tulisan anda yang terkesan memojokkan muhammadiyah . saya yakin semua ormas punya pedoman masing-masing . Maaf sebelumnya prof. Saya tau anda mungkin mengganggap diri anda adalah ahli dalam bidang ini . Tatapi apakah pantas anda seolah menyalahkan muhammadiyah yang menjadi sumber masalah utama perbedaan hari raya ini ? Karena setau saya hari ini pun ada sekelompok masyarakat (saya lupa namanya) yang sudah melaksanakan shalat id . Bagaimana itu prof ?
    Terima kasih .

  136. tepatnya bukan muhammadiyah tapi mukamadiyah…

    • Sebenarnya pokok persoalannya bukan disitu, tapi verifikasi hasil PERKIRAAN hisab (dengan berbagai formula dan pendekatan) dengan KEJADIAN AKTUAL (sebenarnya). Metode hisab apapun memuat galat (error) yg dpt diketahui setelah melihat yg sebenarnya. Rasulullah shollalohu ‘alaihi wa sallam sudah sangat tepat, menetapkan melakukan ru’yat pada tanggal 29 Sya’ban atau 29 Ramadhan “Berpuasalah kamu ketika melihat bulan (hilal) dan berlebaranlah kamu karena melihat bulan,dan jika tidak dapat melihat maka genapkanlah hitunganmu menjadi 30”.
      Jadi solusi hisab harus diposisikan sebagai putusan tentatif (sementara),yang harus diuji dengan melakukan obeservasi langsung. Mustinya dengan teknologi inderaja dan astronomi serta pengolahan citra dan video, akan lebih memudahkan kita,untuk mengumpulkan data, mengolah data,menganalisis dan menyimpulkannya. Data yang dikaji adalah video capture saat-saat terakhir terbenamnya matahari (sunset). Dan pengamatan dilakukan di beberapa titik pemantauan di seluruh negeri, agar peluang untuk menemukan hilal dapat dimaksimalkan. Kita dapat memanfaatkan jaringan dan infrastruktur teknologi informasi dan media, shg masyarakat dengan mudah dapat mengaksesnya secara obyektif dan transparan.

      Saya heran saja, 1300 tahun lebih pemerintah dan masyarakat Islam dapat mempraktekan sabda Rasulullah tsb dan bersepakat, meskipun dengan cara sangat sederhana dan bersahaja (metode hisab klasik dan dibuktikan dengan pandangan mata telanjang). Sekarang, dengan teknologi (teleskop, kamera, inderaja, IT, dsb) yang sangat memudahkan, kok menjadi ruwet ???
      Ingat, ilmu dan teknologi itu untuk memudahkan (menyederhanakan) pekerjaan/masalah yang rumit, bukan sebaliknya. Ingat juga bahwa dengan keterbukaan informasi dan pengetahuan, maka masyarakat menjadi semakin kritis dan menuntut transparansi dan rasionalitas.

      Terakhir, saya menangkap sepertinya ada pandangan yang melecehkan terhadap upaya tulus sebagian ummat Islam yang ingin mengamalkan sunnah Nabi, dengan ru’yatu hilal. Sepertinya mereka dianggap masyarakat yg terbelakang (krn tdk percaya dan mengikuti perkembangan metode hisab).

      Wallahu a’lam.

    • tulisan pelecehan anda ini akan tercatat lauhul mahfuz…mau ditarik ? atau gak ditarik ?

  137. saya warga nahdiyin, tapi saya tidak setuju dengan tulisan anda yang provokatif ini, benar-benar tidak mencerminkan kualitas seorang profesor.. maaf.

    lebih baik tidak usah menulis daripada tulisan seperti ini di posting, saya yakin anda sedang berbahagia karena respond yang luar biasa tulisan anda.

    dan saya juga yakin, anda bukan negarawan yang baik, ataupun bukan seorang nahdiyin yang baik

  138. Sy orang yg awam mengenai ilmu agama, terlebih lagi ilmu falaq ini. Dan sy bukanlah pengikut NU maupun Muhammadiyah. Oleh karena itu sy hanya mau mengomentari masalah etika komunikasi dalam berdiskusi atau menyampaikan pendapat. Begini, pernyataan dan komentar prof thomas yg menganggap org lain kerdil, dangkal n keras kepala menrut sy malahan mencerminkan pribadi prof sendiri . Menurut sy etika dalam berdiskusi hrslah saling menghargai n tidak merasa paling pintar/tahu sendiri. Setahu sy cendikiawan muhammadiyah sudah terkenal sejak dahulu ttg intelegensia n modernitasnya. Kalau sy secara pribadi akan sgt berhati2 dalam melontarkan statement bhw org lain adalah kerdil, dangkal dan keras kepala dalam pemikiran, terlebih kepada organisasi se”canggih” muhammadiyah. Kalau memang pendapat prof yg benar gak ada masalah, tetapi kalau ternyata di kemudian hari atau di akhirat nanti ternyata salah, bagaimana pertanggung jawabannya??? Sementara prof telah mendiskreditkan kelompok tertentu yg berisi jutaan orang.
    Menurut sy, kata2 yg prof lontarkan sangat tidak bijak, marilah kt belajar menghargai pendapat org lain dan lebih santun dalam menyampaikan pendapat, itu saja..sy pikir prof lebih tahu akan hal itu, terimakasih atas perhatiannya.
    Wassalamualaikim Wr. Wb.

    • yang jelas tanggung jawab pemerintah .. kan prof thomas hanya mengusulkan .. jadi dosa yg nanggung pemerintah lah .. tenang aja prof .. sampeyan aman dari dosa kok ..

      • Iya nggak dosa tapi pikirannya dangkal, kerdil, arogan, tidak beretika, keras kepala dan hobi memaksakan kehendak.

  139. Assalamu’alaikum wr.wb.
    Wah Idul Fitri ada yang berbeda hari lagi, apa mau samapai hari kiamat begini terus ?
    Sebenarnya definisi penanggalan Hijriah itu apa sih ? Setahu saya itu kalender yang dimulai pada jaman Nabi Muhammad Hijrah, tentu saja dimulainya di daerah Arab sana, tepatnya barangkali di Madinah. Tapi kenapa banyak yang melakukan mulai perhitungan di masing-masing daerah, misalnya di Jawa melihat hilal di pulau Jawa (seperti mulai kalender Jawa saja !).
    Kalau mau disebut kalender Hijriah, saya pikir mestinya dimulainya dari Medinah sana. Begitu terlihat hilal di Medinah, maka dimulai hari pertama bulan baru Hijriah, sehingga seluruh duniapun menjadi tanggal 1 bulan baru Hijriah teserah waktu di lokasinya pagi siang atau malam. Bahkan seandainya kalau ada penduduk di bulan atau planet lain, itupun harus mengikuti tanggal 1 (namanya juga tahun Hijriah).

    Kalau sudah sepakat definisi kalender Hijriah seperti itu, kirim saja ahli rukyat ke Medinah sana. Jaman sekarang dunia sudah menjadi satu, informasi dari Arab Saudi sana bisa langsung sampai ke seluruh dunia.
    Kalau jaman dulu sih, tentu saja rukyat di masing-masing lokasi dibutuhkan, karena info dari Arab sana perlu waktu berbulan-bulan untuk menyebar ke seluruh dunia, keburu ganti hari bahkan bulan.

    Karena dimulainya bakda magrib, terserah tanggal masehinya berapa saja.

    Jaman sekarang dunia ini satu, kalender Masehi juga cuma satu, kalender Hijriah juga cuma satu, kalender Jawa juga satu. Kenapa umat Isalam berbeda menentukan kalender Hijriah. Mungkin Kalender Hijriah diperkosa dengan sistem lokal, seperti memulai kalender Jawa.

    Hanya Allah yang Maha Tahu. Wassalamu’alaikum.

  140. ingin memberi argumen dan wawasan : (copy dari blog anggota Muhammadiyah)

    “mengapa Muhammadiyah menggunakan metode hisab (wujudul hilal)”

    Salah satu saat Muhammadiyah ‘naik’ di media massa adalah ketika menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Pasalnya, Muhammadiyah yang memakai metode hisab terkenal selalu mendahului pemerintah yang memakai metode rukyat dalam menentukan masuknya bulan Qamariah. Hal ini menyebabkan ada kemungkinan 1 Ramadhan dan 1 Syawal versi Muhammadiyah berbeda dengan pemerintah. Dan hal ini pula yang menyebabkan Muhammadiyah banyak menerima kritik, mulai dari tidak patuh pada pemerintah, tidak menjaga ukhuwah Islamiyah, hingga tidak mengikuti Rasullullah Saw yang jelas memakai rukyat al-hilal. Bahkan dari dalam kalangan Muhammadiyah sendiri ada yang belum bisa menerima penggunaan metode hisab ini.

    Umumnya, mereka yang tidak dapat menerima hisab karena berpegang pada salah satu hadits yaitu “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan bebukalah (idul fitri) karena melihat hilal pula. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban tigapuluh hari” (HR Al Bukhari dan Muslim). Hadits tersebut (dan juga contoh Rasulullah Saw) sangat jelas memerintahkan penggunaan rukyat, hal itulah yang mendasari adanya pandangan bahwa metode hisab adalah suatu bid’ah yang tidak punya referensi pada Rasulullah Saw. Lalu, mengapa Muhammadiyah bersikukuh memakai metode hisab? Berikut adalah alasan-alasan yang diringkaskan dari makalah Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. yang disampaikan dalam pengajian Ramadhan 1431.H PP Muhammadiyah di Kampus Terpadu UMY.

    Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtimak, ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk. Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut.

    Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.

    Kedua, jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa AzZarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”. Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qaradawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.

    Ketiga, dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr.Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.

    Keempat, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat. Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.

    Kelima, jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.

    Keenam, rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.

    Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian system waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariahdi kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.
    (Disalin sesuai dengan aslinya oleh PD IPM Kabupaten Magelang dari: http://immugm.web.id ).

    • Rasulullah SAW bersabda: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal (bulan) dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal) 30 hari.“
      Berdasarkan hadits tersebut Nahdhatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam berhaluan ahlussunnah wal jamaah (ASWAJA) yang berketetapan mencontoh sunah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Hijriyah wajib menggunakan rukyatul hilal bil fi’li, yaitu dengan melihat bulan secara langsung. Hukum melakukan rukyatul hilal adalah fardlu kifayah dalam pengertian harus ada umat Islam yang melakukannya; jika tidak maka umat Islam seluruhnya berdosa.
      Bila tertutup awan atau menurut Hisab hilal masih di bawah ufuk, warga nahdliyyin tetap merukyat untuk kemudian mengambil keputusan dengan menggenapkan (istikmal) bulan berjalan menjadi 30 hari. Hisab bagi NU hanya sebagai alat bantu, bukan sebagai penentu masuknya awal bulan qamariyah. Sementara hisab juga tetap digunakan, namun hanya sebagai alat bantu dan bukan penentu awal bulan Hijriyah.
      Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut: (1)-Ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horison tidak kurang daripada 2° dan jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi) tidak kurang daripada 3°. Atau (2)-Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang daripada 8 jam selepas ijtimak/konjungsi berlaku.
      Ketentuan ini berdasarkan Taqwim Standard Empat Negara Asean, yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS)
      Sementara itu organisasi Islam Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) juga mengakui Rukyat sebagai awal penentu awal bulan Hijriyah. Namun, Muhammadiyah mulai tahun 1969 tidak lagi melakukan Rukyat dan memilih menggunakan Hisab. Muhammadiyah berpendapat rukyatul hilal atau melihat hilal secara langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit sementara Islam adalah agama yang tidak berpandangan sempit, maka hisab dapat digunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah.
      Hisab yang dikemukakan oleh Muhammadiyah bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak, sebagaimana dilakukan NU, akan tetapi dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus jadi bukti bahwa bulan baru sudah masuk atau belum. Pasca 2002 Persatuan Islam (Persis) mengikuti langkah Muhammadiyah menggunakan Kriteria Wujudul Hilal.
      Sebagian muslim di Indonesia lewat organisasi-organisasi tertentu yang mengambil jalan pintas merujuk kepada negara Arab Saudi atau terlihatnya hilal di negara lain dalam penentuan awal bulan Hijriyah termasuk penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Cara ini dinamakan Rukyat Global.

  141. Sebenarnya pokok persoalannya bukan disitu, tapi verifikasi hasil PERKIRAAN hisab (dengan berbagai formula dan pendekatan) dengan KEJADIAN AKTUAL (sebenarnya). Metode hisab apapun memuat galat (error) yg dpt diketahui setelah melihat yg sebenarnya. Rasulullah shollalohu ‘alaihi wa sallam sudah sangat tepat, menetapkan melakukan ru’yat pada tanggal 29 Sya’ban atau 29 Ramadhan “Berpuasalah kamu ketika melihat bulan (hilal) dan berlebaranlah kamu karena melihat bulan,dan jika tidak dapat melihat maka genapkanlah hitunganmu menjadi 30”.
    Jadi solusi hisab harus diposisikan sebagai putusan tentatif (sementara),yang harus diuji dengan melakukan obeservasi langsung. Mustinya dengan teknologi inderaja dan astronomi serta pengolahan citra dan video, akan lebih memudahkan kita,untuk mengumpulkan data, mengolah data,menganalisis dan menyimpulkannya. Data yang dikaji adalah video capture saat-saat terakhir terbenamnya matahari (sunset). Dan pengamatan dilakukan di beberapa titik pemantauan di seluruh negeri, agar peluang untuk menemukan hilal dapat dimaksimalkan. Kita dapat memanfaatkan jaringan dan infrastruktur teknologi informasi dan media, shg masyarakat dengan mudah dapat mengaksesnya secara obyektif dan transparan.

    Saya heran saja, 1300 tahun lebih pemerintah dan masyarakat Islam dapat mempraktekan sabda Rasulullah tsb dan bersepakat, meskipun dengan cara sangat sederhana dan bersahaja (metode hisab klasik dan dibuktikan dengan pandangan mata telanjang). Sekarang, dengan teknologi (teleskop, kamera, inderaja, IT, dsb) yang sangat memudahkan, kok menjadi ruwet ???
    Ingat, ilmu dan teknologi itu untuk memudahkan (menyederhanakan) pekerjaan/masalah yang rumit, bukan sebaliknya. Ingat juga bahwa dengan keterbukaan informasi dan pengetahuan, maka masyarakat menjadi semakin kritis dan menuntut transparansi dan rasionalitas.

    Terakhir, saya menangkap sepertinya ada pandangan yang melecehkan terhadap upaya tulus sebagian ummat Islam yang ingin mengamalkan sunnah Nabi, dengan ru’yatu hilal. Sepertinya mereka dianggap masyarakat yg terbelakang (krn tdk percaya dan mengikuti perkembangan metode hisab).

    Wallahu a’lam.

    • …………..Berpuasalah kamu ketika melihat bulan (hilal) dan berlebaranlah kamu karena melihat bulan,dan jika tidak dapat melihat maka genapkanlah hitunganmu menjadi 30

      tapi boleh ngak tambah lagi puasanya sampai hari kamis.?soalnya sy mulai puasanya setelah 2 harinya bulan puasa…biar cukup sih…30 hari…

  142. […] Purwanto Sejak kemarin saya diminta seorang sahabat untuk membaca tulisan Prof Thomas Jamaluddin (https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/27/muhammadiyah-terbelenggu-wujudul-hilal-metode-lama-yang…) tentang pandangan beliau atas hisab Muhammadiyah. Karena saya di kampung agak jauh dari akses […]

  143. wah, prof Thomas Djamaluddin yang pinter ini sekarang namanya naik hitnya… pasti besok dipromosikan jadi menteri agama dech… atau paling tidak jadi dirjend urusan penentuan ramadhan dan syawwal.. selamat ya prof….

  144. Ass. Ayo, kita buat workshop yang dihadiri oleh para pakar agama maupun keilmuan, sejarah islam maupun astronomi. Hasilnya: bagaimana membuat satu hari raya, satu kalender Hijriah. Selamat datang untuk upaya pembaharuan, kesimpulan akhir serahkan kepada masing-masing, yakin yang mana? Kalau ada yang lebih baik untuk persatuan ukhuwah islamiyah, mengapa egois dan harus terpecah belah. Wass

  145. yah semoga kelak umat Islam mengadopt semua ilmu yg berasal dari Islam yang murni…karena setau saya ilmu kedokteran pun yg dicuri dari Avicena dikembangkan dengan istilah dan metode2 barat..tidak tertutup kemungkinan astronomi baik metode, rumus dsb masih berbau2 barat…kembali lagi deh ke asal…jam ya bukan GMT, kalender bukan syamsiyah, riba menjadi bagi hasil, dll…dijamin meski ada beda ga separah ini…yang pasti nyaman deh..dan ga bakal ada lagi cerita bahwa nenek moyang manusia dari kera…aduhh…semoga

    • Terima Kasih atas penjelasan Prof T.Djamaludin, jadi semakin jelas keyakinan akan jatuhnya 1 syawal.

      Perpaduan antara Teknologi dan Ilmu Hadis yang luar biasa indah…

      Masalah penyampaian, kritik ketika diadakan untuk membangun, saya kira tidak ada salahnya… Bagi yang berbeda mestinya mengeluarkan dalil-dalil yang lebih baik, namun ketika argumennya non-sence ya mustinya legowo.

  146. yang menarik adalah…jika memang bapak Profesor benar….coba bapak dan teman2 lainnya lihat…winget sebelah kanan (fase bulan saat ini) sendiri menyatakan bahwa BESOOKKKKK ADALAH 1 SYAWAL hi..hi..hi.luce deh…mending di apus pak plug-innya mantabbbbb

    • ironis ya

    • Maju terus pak prof, tolong real time moon phase widget nya dimodifikasi sekalian, agar sesuai dengan apa yang sampeyan sampaikan. Lain kali mesti berhati-hati pak prof, zaman sekarang ini semua orang punya akses ilmu dan informasi lho, jadi jangan ada salah sedikit pun. Mantap pak prof silakan lanjutkan, berkat bapak, banyak semua orang jadi ingin melek astronomi.

      Menurut saya, tidak apa2 rakyat dibuat bingung, mereka tetap eksis kok, tetap bayar pajak, tetap lebaran berkumpul bersama keluarga, bahagia, mereka itu tangguh, bingungnya gak lama2, masih banyak urusan yang lebih penting bagi mereka. jangan2 hanya kita kita ini yang bingung.

      Respek juga dengan Muhammadiyah yang kelihatannya tidak sedangkal seperti yg anda tulis prof, mereka berbicara tentang memperjuangkan kalendar islam internasional, yg saya pikir sangat mulia. semoga Allah memberi pahala atas usaha kalian, pak prof maupun orang2 muhamadiyah.

      Thanks prof, bagaimanapun anda telah jadi pintu masuk ke dunia pendalaman ilmu.

  147. assalamualaikum..

    “Tidak satupun orang mau dikatakan rumahnya buruk dibandingkan dengan rumah orang lain, walaupun memang rumah orang lain itu lebih bagus dan mewah dari rumahnya, dan ini manusiawi sekali”
    -apakah cat-nya itu kusam?
    -apakah kayunya itu lapuk?
    -apakah lantainya itu ubin?
    marilah dibantu supaya rumahnya menjadi indah… walaupun tidak akan sama.

    wassalamualaikum..

  148. maaf prof…widget (di bagian kana atas liat deh) anda sendiri menunjukan bahwa hari ini sudah 1 syawal tuh…..omelin yang bikin software gih wkwkwkwkwkwk

  149. saya ga akan ambil pusing dengan dengan perbedaan Muhammadiyah dan NU tentang penetapan ! syawal. yang jadi pertanyaan saya Bapak ini dengan yakin mengatakan 1 Syawal 1432H tanggal 31 Agustus 2011 tapi di windgatnya sendiri 1 syawal 1432H tanggal 30 Agustus 2011???

  150. bila arab saudi berbeda idul fitri dg indonesia, wajar karena posisi hilal berbeda! Tapi bagaimana dg malaysia? Apakah karena kriteria malaysia berbeda dg kriteria indonesia (lapan? Prof?)?
    Ah, saya mau ikutan muhammadiyah saja meskipun bukan warganya! Karena, tidak ada penjelasan dari Prof atas banyak pertanyaan di komentar hari ini (kecuali justru penjelasan profokatif di sidang itsbat)!
    Maaf, lho, pak Prof!

  151. apa yang sampeyan cari prof….. perbedaan itu hal yg lumrah… memaksakan pemikiran itu yang gak lumrah… saya menghormati pendapat anda tetapi tidak respek terhadap gaya bahasa anda… marilah jalani idhul fitri dg keyakinan hati atas para pemimpin (ulil amri) diantara kita… selamat idhul fitri 1432 h bagai yg merayakan tgl 30 maupun 31 agustus… tetap jaga ukuwah.. mg Allah meridhoi. amin

  152. Perbedaan merupakan anugrah…. jgn dibesarkan shg memecah umat. Yg benar adalah apa yg engkau yakini.

    Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H.

  153. Terima kasih Prof atas tulisan yang mencerahkan. Saya sudah sering membaca analisa ilmiah mengapa muncul perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan dalam kalender hijriah, namun tulisan Prof adalah tulisan terbaik yang pernah saya baca. Saya langsung lahap beberapa tulisan sekaligus, dari perbedaan penentuan tanggal Arab Saudi dengan Indonesia sampai dengan usulan kalender islam global . Tulisan Prof sangat mudah dibaca dan tidak terlalu teknis, saya pikir kontribusi inilah yang sangat diperlukan bagi masyarakat kita. Perbedaan itu ada (dan saya tetap yakin bahwa perbedaan itu rahmat), namun diperlukan keberanian untuk menjelaskan duduk perkaranya, sehingga kita bisa menimbang dan membandingkan argumentasi kedua pihak tersebut.

    Saya setuju dengan Prof, jelas sekali bahwa hisab dan rukyat tidak bisa dipisah, keduanya saling melengkapi dan memperkuat. Wujudul hilal hanyalah ada di atas kertas, namun mata manusia dengan teknologi secanggih apapun tidak akan mampu memastikannya. Jika para ahli astronomi telah sepakat bahwa 2 atau 4° adalah batas minimum penampakan hilal yang bisa dicerna, maka saya setuju saja. Dalam hal ini Pemerintah telah menggunakan kriteria tersebut, sehingga saya semakin yakin bahwa tanggal 1 Syawal adalah hari Rabu, 31 Desember.

    Tentunya yang berpuasa hari Selasa tidak bisa kita salahkan, karena mereka menggunakan kriteria yang berbeda. Adalah tugas para ahli astronomi dan alim ulama untuk meluruskan kriteria mana yang lebih baik. Kebenaran mutlak hanya ada pada Allah, kita manusia hanya berusaha mendekatinya.

    Lucunya, walau saya ikut pemerintah, saya malah minoritas karena orang tua, adik-kakak, keluarga besar dan mertua sudah memutuskan untuk berlebaran pada hari Selasa. Tidak mengapa, justru saya punya alasan untuk datang, silaturahmi dan mohon maaf lahir batin dua kali hehehe.

    • tp Ternyata padi hari selasa tanggal 31 agustus 2011di daerah jayapura telah terlihat hilal, apakah kita harus sholat pada keesokan harinya dan tetap menajalnkan ibadah puasa kita???

      menurut pak profesor gmna??
      mohon di jawab..

  154. untuk 2011, malaysia, dan saudi arabia dikabarkan 1 syawal pada tanggal 30 agustus.. Bagaimana menurut anda? Sedangkan indonesia pada 31 agustus.

  155. saya benar-benar telah muak dengan perbedaan tanggal lebaran, bila tidak ada kesepakatan kriteria dari semua ormas di Indonesia tentang derajad hilal terhadap ufuk. Saya yang akan angkat kaki dari negara ini sebelum bom waktu ini pecah, bila Allag mengizinkan saya akan pergi dari negara tanpa persatuan ini. Muak saya muak sekali membaca keEGOISAN Muhammadiyah dan Ketidak pedulian Pemerintah. Muak saya dengan tetinggi NU dan Muhammadiyah dalam keengganannya duduk bersama dengan kepala dingin dan keEGOISAN Muhammadiyah yang tidak pernah menjalankan setiap keputusan mufakat rapat. MUUUAAAAK…. pikir sapa senang kalau terus terkotak kotak? Sopo? Dengkulmu

  156. he.he..
    makan ketupat dulu yuukk…
    saya suka dengan wordpress. gratis sih.
    hadduuhh….gretongan choy..

  157. Tergelitik juga kalau mendengar kalimat ‘perbedaan itu indah dan merupakan rahmat’
    Menurut saya ya perbedaan itu akan menjadi indah dan merupakan rahmat dari Allah, ketika perbedaan itu adalah merupakan buah dari hasil berfikir positif dalam mencari kebenaran. Bukan perbedaan yang terjadi karena hanya sekedar ikut aliran A atau aliran B tanpa berfikir sedikitpun. Kenapa ribut soal hilal, hisab, rukyat dan lain sebagainya kok hanya muncul pada saat menjelang akhir ramadhan? Kenapa tidak setiap waktu dimunculkan atau didiskusikan secara publik, seperti sidang isbat tadi malam? Kalo perlu dibuatkan pansusnya di DPR he he he. Intinya kenapa umat muslim secara keseluruhan tidak diajak untuk lebih mau tau tentang hal ini. Sehingga akhirnya umat secara pribadi (privat) dapat membuat keputusan sendiri kapan dia harus berlebaran, tidak dibuat bingung seperti sekarang ini.
    Seperti yang termaktub dalam UUD negara kita tugas pemerintah adalah memberikan jaminan dan fasilitas warga negaranya untuk melakukan ibadah sesuai agama dan keyakinannya. Tidak tersirat ataupun tersurat bahwa pemerintah

  158. bacalah dengan otak bukan hati…..tulisan ini menggugah…..nampak sebagian besar pengikut ormas yang dikritik lgs defensif…persis yang digambarkan oleh prof t djamaluddin. ITULAH YANG DISEBUT JUMUD (BEKU PIKIRAN) sampe kapan juga sulit maju dan berkembang.

  159. Wong Kok do RIBUT atau CEREWET. Gek malaysia, Brunei, Singapura aja Lebarannya Tanggal 30 Agust 2011. Masak Indonesia tgl 31 ????? Piye hare???? Masak dalam satu garis lurus bisa berbeda??? Kalau beda dengan Arab sih gak papa,,,, tp ini dengan tetangga sendiri masak beda…. BODHO……. FPI yang ormas besar masak gak diajak sidang istbath, Pada takut sma FPI apa ya??? Dalam blog ini aja udah kelihatan bulannya…… Dihapus aja gambar bulannya kalo gak dipakek….

  160. Mohon izin… saya warga Muhammadiyah sekaligus Anggota Pemuda Muhammadiyah mau lebaran duluan hari Selasa 30 Agustus 2011…. Fastabiqul Khairat..

  161. ancuuurr!!!!

    ga ada rukun” nya nih umat muslim…

  162. Tergelitik juga kalau mendengar kalimat ‘perbedaan itu indah dan merupakan rahmat’
    Menurut saya ya perbedaan itu akan menjadi indah dan merupakan rahmat dari Allah, ketika perbedaan itu adalah merupakan buah dari hasil berfikir positif dalam mencari kebenaran. Bukan perbedaan yang terjadi karena hanya sekedar ikut aliran A atau aliran B tanpa berfikir sedikitpun. Kenapa ribut soal hilal, hisab, rukyat dan lain sebagainya kok hanya muncul pada saat menjelang akhir ramadhan? Kenapa tidak setiap waktu dimunculkan atau didiskusikan secara publik, seperti sidang isbat tadi malam? Kalau perlu dibuatkan pansusnya di DPR he he he. Intinya kenapa umat muslim secara keseluruhan tidak diajak untuk lebih mau tau tentang hal ini. Sehingga akhirnya umat secara pribadi (privat) dapat membuat keputusan sendiri kapan dia harus berlebaran, tidak dibuat bingung seperti sekarang ini.
    Seperti yang termaktub dalam UUD negara kita tugas pemerintah adalah memberikan jaminan dan fasilitas warga negaranya untuk melakukan ibadah sesuai agama dan keyakinannya. Tidak tersirat ataupun tersurat di dalamnya bahwa pemerintah berhak untuk memutuskan bagaimana seseorang harus beribadah. Tetapi memberikan fasilitas agar seorang warga negara menjadi ahli ibadah yg benar adalah kewajiban negara. Bagaimana caranya? Ya jadikanlah warga negara ini (dalam hal ini umat muslim khususnya) menjadi orang yang berfikir aktif dan positif, bukan menjadi keputusan pemerintah.
    Beragama adalah hak manusia yang bersifat haqiqi, tidak ada hak siapapun untuk mempengaruhinya.

  163. Ya Allah, disini ramai sekali. senang melihatnya, semoga semua ini adalah sebuah pengantar yang manis untuk hubungan ummat yg lebih harmonis.

    Bagi yg hari ini merayakan idul fitri harus lebih berhati-hati dan waspada sebab iblis telah bebas dari kerangkengnya dan siap menggodamu melalui segala celah dan dengan berbagai upaya. Dan bagi yang hari ini masih menjalankan ibadah puasa, saya ucapkan selamat menikmati ibadah puasa yang nikmat.

    *mari dukung fatwa “MESJID WAJIB MEMILIKI PERPUSTAKAAN.”

  164. Tumben wordpress rame masalah kayak gini. Biasanya gak ada yang nanggapi.

    Mau nanya prof, jika tertutup mendung, berarti dianggap tidak keliatan (biarpun secara hisab sudah lebih dari 3 drajat, upamanya)?

    Trima kasih.

  165. hhe.. kesepakatan sesat itu yg 2°!
    klo astronomi itu ilmu pasti & tdk terbantahkan.

  166. hhe.. kasian jg liat umat yg kek gini!

  167. sebenarnya saat terjadi rukyat dngan ketinggian 1 drjat 48 menit di atas afuk itu berapa lama lagi baru berada di ketinggian 2 drajat di atas ufuk?

  168. Katanya Muhammadiyah kolompok pembaharu, ternyata masih memakai cara kuno & tidak melek Teknologi (ngotot lagi)..Wkwkkwkwkkw… Sangat Miris…

    • Oh ya,, yang kuno siapa?? Nanti lo kalo mau sholat, gak usah pake jadwal sholat ya, teropong dulu tuh matahari ma bulan, karena kalo pake jadwal sholat, itu pake hisab lho, caranya muhammadiyah,,

      ngerti kan,,??!!
      gag ya??
      goblok jugag sih….

  169. A : “Kamu Natal atau Lebaran?”
    B : ” Lebaran”
    A : “Selasa atau Rabu?”
    B : “Selasa”
    A : “Muhammadiyah atau bukan?”
    B : “Bukan”
    A : “Jadi kok selasa?”
    B : “iya, klo ikut pemerintah, penentuan hari rayanya itu berdasarkan hasil korupsi, kolusi dan nepotisme!”
    A : “kwkwkwkwkwkwk….”

  170. metode rukyat yang tertuang dalam hadits Rasulullah SAW H.R. Bukhari-Muslim tentang menggenapkan bulan menjadi 30 hari memang pernah dilakukan. Rasulullah SAW puasa 29 hari dari 9 kali Ramadhan, puasa 30 hari 1 kali karena tidak melihat bulan.

    Di jaman Rasulullah SAW tentunya ilmu astronomi belum sehebat sekarang, sehingga metode hisab yang digunakan pun masih manual, seperti tertuang dalam hadits tersebut.

    Tapi disayangkan, seringkali memulai puasa Ramadhan dan mengakhirinya tidak sesuai dengan suara minoritas Muslim yang benar telah melihat al hilal, atau mendengar kabar hilal di negara lain.

    Keputusan pemerintah berbeda dengan suara minoritas Muslim selama ini, karena keputusan pemerintah masih diartikan sebagai keputusan mutlak benar dan harus ditaati oleh rakyat Indonesia.

    Padahal sejak dimulainya berpuasa Ramadhan, sejak tahun ke-2 Hijriyah, selama di Madinah, Rasulullah lebih sering berpuasa 29 hari, dan hanya sekali saja berpuasa genap 30 hari, karena gagal melihat al hilal.

    Sedangkan, di Kerajaan Saudi, berpuasa 29 hari bukanlah hal aneh. Mereka biasa berpuasa seperti itu, dan lebih jarang berpuasa 30 hari. Artinya, usaha melihat al hilal juga lebih banyak suksesnya, daripada gagalnya.

    Tapi di Indonesia lain lagi. Mayoritas puasa di negeri kita 30 hari, jarang sekali 29 hari. Padahal panjang wilayah Indonesia jauh lebih panjang daripada Kerajaan Saudi. Ini menjadi pertanyaan yang penuh misteri.

    Satu kelemahan fundamental penentuan ru’yatul hilal di Indonesia adalah pihak yang berhak melihat hilal itu hanyalah orang-orang tertentu yang ditunjuk oleh negara, dengan SK, fasilitas, serta honor tertentu(golongan tertentu). Adapun kaum Muslimin yang melihat secara mandiri alias swasta tidak akan diterima hasil penglihatannya, meskipun dia Muslim yang adil dan benar-benar telah melihat al hilal.

    Kalau merujuk ke sistem kaum Muslimin di masa Rasulullah, setiap Muslim yang benar-benar telah melihat al hilal, bisa diterima kesaksiannya. Dan proses melihat al hilal itu tidak harus dimonopoli oleh pemerintah. Semua Muslim boleh melihat dengan caranya masing-masing dan di tempat masing-masing.

    Penetapan 1 Syawal dalam proses pengamatan al hilal sejatinya tidak menjadi monopoli badan tertentu. Ia bebas milik umat Islam dan melibatkan siapapun yang mampu dan sempat melakukannya. Jangan sampai, ketika ada seseorang yang telah melihat al hilal, hanya karena dia tidak tergabung dalam panitia ru’yatul hilal, pengamatannya ditolak.

    semoga menjadi pencerahan bagi profesor Jamaluddin (karena menurut saya pikirannya masih keruh)

    JANGAN MALU UNTUK MENERIMA KEBENARAN, APALAGI BERUSAHA MENUTUP-NUTUPINYA

  171. namanya aja thomas christiani banget

  172. Saya semakain faham setelah membaca artikel ini. perbedaan MU-NU’ tapi mohon ulama’ MU-NU untuk mengkaji, sehingga hari raya sama, memaqng beda itu rohmat, tapi kalo masalah bisa dikompromi mengapa tidak !, saya mohn tahun depan tidak ada perbedaan lagi ttg hari raya, tinggaalkan EGO. ayo bersatu, jangan sampai meniru “cerai” itu halal kenapa tidak

  173. Assalamu’alaikum..wr.wb.
    Thanx prof atas pncrahan-a.
    Tampak-a bnyk yg kbakaran jenggot dg tulisan prof d atas, hahaha…
    Ga usah dtanggepin prof, krn tampak skli comen2-a hanya luapan emosi. Jd abaikan saja n maafkan mrk yg menggunakan kata2 yg kurang sopan.
    Lanjutkan perjuanganmu prof.

    Oh ya sy minta tanggpan saja trkait berita dbwh ni :
    http://m.detik.com/read/2011/08/30/041448/1713399/10/prof-sofjan-jangan-sakralkan-rukyah

  174. wallahu alam

  175. bahasa nya di perbaiki sedikt dong pak prof…?biar gak memecah umat dong… ni terlalau kasar menurutku…

  176. alhamdulillah, diskusi ini bisa dijadikan buku. sungguh luas khazanah ilmu islam. tapi tolong edit kata-kat yang saling menghina.

  177. Seharusnya seperti ibadah haji di Saudi, begitu ditentukan harinya oleh raja, maka semua jamaah mengikutinya, walaupun pasti ada yang berbeda pendapat tentang itu. Jadi demi persatuan umat seharusnya kita taati satu keputusan dari pemerintah. Jika Rosulullah masih ada, apakah beliau akan mentolerir perbedaan ini????

  178. Jauh-jauh hari udah ngumumin lebaran, giliran keputusannya ga sama dg maunya, eh marah-marah. Jd ky anak kecil, lucu.
    Klo mau bilang egois atau sombong, itu yg ngumumin duluan yg egois & sombong plus sok pinter.
    Emang di ormas-ormas lain apa ga ada yg ngerti hisab, ga ngerti wujud hilal ? Ngerti broo.. Org-org yg ahli hijab bnyak, softwarenya aja ada. Kita semua bisa ngitung.

  179. Ilmu Anda hanya pas buat indonesia ya? Koq satu dunia 1 Syawal sama, indonesia aja yg beda. Jangan2 muhammadiyah udah buka cabang di Malaysia, Eropa, dan Timur Tengah..

  180. Salut Untuk Pak Menteri Agama, Prof T.Djamaludin dan ulama-ulama yang hadir

    Pemerintah Indonesia sangat akomodatif, dan sama sekali tak mengingkari perhitungan HISAB (metode ilmiah dengan ilmu astronomi modern) seperti yang dipegang secara ‘harga mati’ oleh ormas Muhammadiyah.

    Kalau Pemerintah mau menang sendiri, karena 30 Agustus itu sudah ditetapkan sebelumnya di kalender nasional sebagai 1 Syawal, bisa saja dengan otoritas kekuasaannya (seperti yang dilakukan pemerintah Arab Saudi saat ini meskipun para astronomnya juga berpendapat, HILAL tak mungkin terlihat di Mekkah dan seluruh Arab Saudi pada 29 Agustus itu), menetapkan tanggal 1 syawal 1432H jatuh hari Selasa, 30 Agustus 2011. Tapi karena justru mengakomodasi semua pandangan di negeri ini, dan mayoritas mereka (yang pendapatnya juga berdasarkan al-Qur’an dan hadits, bukan hanya Muhammadiyah aja) yang umumnya berpandangan bahwa HILAL tak terlihat pada akhir puasa hari ke 29 itu, makanya kemudian menginginkan puasa digenapkan selama 30 hari.

    Tanggal 1 syawal sendiri memang jatuh 30 Agustus 2011, karena kalender Islam yang menganut sistem lunar (qomariah) yang mana maksimal jumlah harinya adalah 29 hari setiap bulannya, tapi karena sepakat para akhli falak dan astronomi se dunia bahwa tadi malam (29 Agustus malam) HILAL belum tampak di Indonesia, termasuk di Arab Saudi. Nabi saw berpesan melalui haditsnya, bahwa kalau puasa sudah 29 hari, tapi belum tampak bulan sabit baru di langit (HILAL) akibat tertutup awan misalnya, beliau memerintahkan ummatnya melengkapkan puasa selama 30 hari. Berdasarkan itulah, Ulama Islam di Indonesia menetapkan bahwa puasa digenapkan 30 hari karena saksi mata tak ada yang mengaku melihat bulan sabit. Kalau ada, ternyata HOAX.

    Banyak umat kecewa dengan sikap Muhammadiyah yang mau lain sendiri dan bahkan Pimpinannya mengaku kecewa dengan sidang isbhat, yang justru sangat demokratis. Bahkan PERSIS saja pun membulatkan puasanya 30 hari. Sekiranya saat ini baginda Nabi Muhammad saw masih hidup di Madinah atau Mekkah sana, pasti di hari akhir ke 29 berpuasa Ramadhan kemarin itu, beliau pun meminta sahabatnya untuk menyaksikan bulan baru yang diperkirakan akan terlihat dan muncul untuk menghentikan puasa atau berbuka. Dan, karena berdasarkan perhitungan ilmu falak modern (astronomi) ternyata tak mungkin terlihat, maka karena itu juga hukum sunatullah, pastilah tak banyak bedanya dengan pengamatan secara riel (rukyat). Insya Allag, nabi juga akan mengenapkan puasanya 30 hari. Karena beliau pernah juga bersabda, ketika beliau menanyakan soal pertanian (sahabatnya sedang melakukan perserbukan bunga kurma pada waktu itu), yang menurut beliau saat itu bahwa kalau soal ilmu dunia, sahabatnya yang memang punya keahlian di bidang pertanian itu, pasti lebih paham di bidangnya itu dibanding diri beliau meskipun dirinya adalah nabiullah. Ilmu astronomi modern adalah ilmu dunia, seperti halnya ilmu pertanian pada waktu zaman nabi masih hidup saat itu. Wallahu’alam!

  181. mohon pencerahan,
    1. di jaman nabi muhammad saw sudah ada teropong untuk lihat hilal paa belum yaa………….???
    2. berapa derajat kah hilal itu bisa dilihat dengan mata telanjang (tanpa terhalang oleh mendung)……………???
    mohon jawaban valid para ahli astronom dan juga ahli sejarah.
    makasih banged sebelumnya………..

  182. Situasi diskusi memang terkadang menuntut bahasa yang seperti itu. Ndak perlu dirisaukan dan dibesar-besarkan sebagai bentuk egois atau provokatif. Menunjuk itu sebagai bahasa ego dan provokatif dengan bahasa yang setara menunjukkan derajat bahasa yang sama. Ini soal komunikasi diskusi. Hanya saja, umat jangan terjebak hanya karena kehalusan bahasa atau kerasnya suatu istilah.
    Sikap terhadap perbedaan (Idul Fitri) memang bisa berbeda-beda, tapi jika perbedaan itu didasarkan pada pegangan terhadap landasan ilmu, insya-alloh, tidak berbahaya. Saya pernah berbeda hari Idul Fitri dengan seluruh anggota keluarga, tidak menjadi masalah, tetapi coba terus dibicarakan dan didiskusikan secara internal keluarga dengan baik, tanpa sikap emosional. Alhamdulillah, akhirnya, bapak saya sebagai kepala keluarga bisa luluh melepaskan kebiasaan berbeda hari raya ini karena dari sekian kali diskusi yang berkesinambungan itu mungkin -akhirnya- beliau sampai pada kesimpulan bahwa “pandangan” yang saya lontarkan lebih argumentatif.
    Riwayat tentang “Perbedaan sebagai rahmat” sudah masyhur kelemahannya. Tidak perlu “dipaksakan” menjadi dalil bagi setiap perbedaan. Sikap terhadap perbedaan bergantung pada kondisi keyakinan dan keteguhan agama masing-masing.

    Akhir kata, jadikanlah tulisan Pak Thomas Jamaluddin ini sebagai bahan perimbangan dan kejelasan dalam memperkukuh landasan kita dalam beribadah yang waktunya berdasar pada hitungan astronomi. Insya-alloh, dengan sikap bijak, tulisan ini bisa menjadi pencerah. Tinggalkan saja subjektivitas, jika ada kata-kata yang mengarah ke sana. Ambil ilmunya. Insya-alloh, sangat bermanfaat.

  183. Nah loh, singapur, malaysia & arab saudi lebaran hari ini, indonesia yg lebih cepat 4 jam dr arab kok malah besok?
    Apakah pakar2 di negara2 tersebut salah? Ataukah pakar kita yg error?
    Sombong tiada guna 😀

  184. tulisan ini bagus kok, mencerahkan. jadi satu masukan. ga ada kata2 merendahkan di dalamnya, hanya mengajak muhammadiyah berfikir ulang.

    jadikan satu wacana saja. kawan2 muhammadiyah juga tidak usah mencak2, ini wacana, dan ilmiah.

    setuju, terima. tak setuju dan punya pandangan lebih kuat, ya monggo.

  185. Drpd ulama2 kita sibuk “baku panas” mending kedepanx kt patokan sj sm Idul Fitri & Idul Adha Saudi Arabia .. Beda 4 jam sy kira gak masalah.. Yg penting seragam lah.. Klo ada yg bilang perbedaan itu Rahmat .. Untuk urusan Hari Raya its Bullshit ! 1 Syawal itu cm 1 hari .. Bukan 2 hari atau 1 1/2 hari..

  186. Mending patokan sm Lebaran di Arab Saudi deh.. Gitu aja kok repots !

  187. Bagaimana Prof. Thomas menjelaskan idul fitri 30 Agustus 2011 di Mekkah, Malaysia dlsb, apa mereka juga memakai metode usang?

    • woi anda diindonesia, mana bisa disamakan, lawong gerhana dibenua lain dikita aja tak tampak, saya melihat banyak yang jahil yang tak menegrti masalah koment diblog ini, sebagian fanatik buta, sebagian taklid buta, sebagian marah buta, itulah muhammadiayah, semenjak kemunculannya hanya meringankan syariat dan bikin pecah belah keluarga dan masyarakat, boh te saboh

      • Kejayaan persatuan islam bukan hanya di inginkan hanya ada di Indonesia Bung..
        Tapi di seluruh permukaan bumi.
        Arab, Malaysia dan Jepang aja tanggal 30 kok..

      • Woi, ini berdasarkan riwayat zaman Rasulullah dimana ada seorang Badui yng datang kepada Rasulullah mengabarkan bahwa ia telah melihat bulan dan berdasarkan itu Rasulullah memerintahkan sahabatnya berbuka. Rasulullah tidak ertanya Anda dari negeri mana. Sekarang yg kurang referensi itu saya atau And??

      • Kaender itu mesti internasional Bung,justru lucu kalau kalendernya lokal, testnya ya dikonversi ke kalender Miladiah /Masehi

      • knapa awal puasa sama..knapa kalendernya sama..mestinya bulan yang laen jg beda…knapa 1muharam tdak liat hilal..knapa idul adha bisa sama…toh yang dipakai perhitungan jg..bukan meliat hilal

  188. ma`af anda seorang ahli bhkan prof. tp gya bahasa anda seperti seorang profokator
    ….ma“aaf sebelumnya

  189. Prof seharusnya memahami arti sebuah rahmat.Tak aneh zaman sahabat perbedaan selalu ada.Jangan menjustice bahwa Muhammadiyah terkesan terkungkung dan tertinggal oleh ormas lain.Adakalanya sebuah ormas memiliki paham idealisme dan ke-kitaban.Memang kalau terus dibiarkan, perbedaan akan selalu ada.Merujuk pada hadits Nabi saja tidak cukup.Butuh ilmu jarh wa ta’dil demi melengkapi keabsahan suatu hadits.Kalau misalnya masih ada budaya “ormas di atas segalanya”, sebaiknya sudahi saja dengan cara yang bijak.Tetap rujukan pada Alquran dan Sunnah Shohihah.Intinya, lebih luas lagi pemahaman kita tentang Islam dan Teknology._a religion without science is blind, and science without religion is lame_

  190. […] konstruktif dari Prof Thomas Djamaluddin pakar astronomi untuk menstandarkan dan memperbarui kriteria-kriteria hisab yang digunakan di metodo… nampaknya disambut angin lalu saja. Padahal ini hal penting yang sering diseplekan […]

  191. Perbedaan adalah rahmat dan kita tidak harus memaksakan diri untuk menyatukan metode perhitungan hilal … Dan saya menegur dengan baik-baik Pak Thomas Djamaludin atas pengungkapan pendapatnya yang kurang santun pada sidang itsbat tadi malam yang secara langsung “menyerang” Muhammadiyah … Insya Allah semua perbedaan ini akan sirna manakala Khilafah kedua ‘ala minhaj nubuwwah terbentuk lagi, sesuai dengan skenario Akhir Zaman yang direncanakan oleh Allah … “Allah membuat makar, mereka membuat makar, dan makar siapakah yang lebih baik daripada makarnya Allah ?” (Al-Qur’an) … Wallahu’alam bishshowab …

  192. ko di widget di pinggir to 1 shwaal tg 30ya?

  193. pokok permasalahan bukan pada muhamadiyah,mereka tdk bisa juga di salahkan buktinya,hilal juga sdh muncul meskipun msh krng dari 2 derajat,mereka konsisten.ttp pemerintah tdk konsisten buktinya seluruh masyarakat indonesia mengacu pada kalender hijriah 30-31 idil fitri,ini yg jadi pkok prmasalahan,pemerintah menerbitkan kalender ttp,di ralat lagi,jadi tdk ada yang bisa di salahkan seluruh ormas smuanya benar,tapi mslhnya jauh hari sebelumnya permasalahan ini tdk di antisipasi sehingga menimbulkan kebingungan pada orang awam………….

  194. anehnya arab saudi dan negara2 uni emirat arab idul fitri jatuh pada 30 agustus 2011,muhamadiyah konsisten yang lain silahkan tanya sendiri…………………..

  195. Tapi perlu diingat ,ratyatkan masih banyak yg ga tau jadi kenyataanya memang membingungkan umat, kan rasul juga memerintahkan agar kita menuruti pemerintah,please. Taklid pada suatu paham juga kan dilarang ..? ga usah gengsi bro.

  196. owalah dalah,orang diajak maju dalam ilmu kok gak mau..padahal ilmu tiap tahun berubah,.dikaji dari saar i saja kuat yg dipakai nu dan persis. muhamadiyah gak malu sama persis..yg lbh maju.coba dilihat dari sudut pandang ilmu jangan ormas..jawabanya tehnik ilmu yg dipakai muhamadiyah memang ketinggalan akui saja.
    SALUT DAN SUPORT UNTUK PROF T JAMALUDIN DEMI KEMAJUAN ..yg ngomong panas paling juga gak tahu astronomi dan kajian sarr i,.sudah tahu ilmu awam kok bantah.akui saja dan jujur .

    • Bukannya gk mau di ajak maju mas,cm mslhnya apa iya kita di ajak maju?wong semua negara tgl 30 agustus lebaran kok kita mlh mundur.Mbok ya yg lain jg introspeksi,tmasuk Mr Thomas ini

  197. Kenapa ikutin arab saudi.,sudah jelas ulamanya sekarang alim2 orang indonesia.kalau bangga as ya jgn disini.
    AS=AS (ARAB SAUDI = AS(AMERIKA SERIKAT) DUA NEGARA YG BEDA TAPI KOMPAK..?

  198. secara kultur, masyarakat Indonesia memang susah menerima kritik dan saran. Tugas akademisi sudah dijalankan dgn tepat dan benar oleh Prof. Jamaluddin. Lanjutkan prof!

  199. saya pengen banget merasakan kebersamaan bukan perbedaan…….persis, nu bisa bareng kenapa muhammadyah tidak mau bareng…..tolong dong kasih alasan yg gampang ga usah mbulet2 kayak benang…

    • Coba aja logikanya dibalik Mas…..mengapa orang Indonesia kebanyakan nggak mau diajak bareng oleh Muhammadiyah untuk lebaran bareng dengan kaum muslim sedunia…….
      Tapi nggak masalah kayanya bagi Muhammadiyah, karena nampaknya sejak awal berdiri di tahun 1912 suratan taqdir Muhammadiyah memang kebagian disalahkan melulu oleh orang kebanyakan……bahkan oleh NKRI yang pernah dibidaninya….

      • Masalahnya, kan katanya YANG BANYAK, BELUM TENTU BENAR !
        Saya melihat, penetapan 1 Syawal 1432 yang dilakukan oleh para ulama kita, lebih keren ketimbang – maaf – para raja (Saudi, Malaysia, brunei misalnya). Mereka sering mengabaikan hitung-hitungan astronomi, dan lebih memercayai hasil rukyat para perukyat. Di Saudi, misalnya, teleskop mereka yang di Jeddah itu aja tidak bisa melihat hilal (karena hilal masih sangat rendah), tapi ndilalah…. katanya ada beberapa orang yang bisa melihatnya. Karena Saudi pake rukyat hakiki (mungkin mengabaikan hisab), ya diketuk palu Selasa. Dan beberapa negara Teluk pun mengikutinya. Beda banget dengan ulama kita! Disamping kita gunakan hisab dan rukyat, juga minta pandangan para ahli di bidang astronomi. Hasilnya, silakan disimpulkan sendiri ….

  200. dh qta ikut di mekkah aja klo di sana puasa 29hari qta ikut 29hari klo 30hari qta ikut puasa 30haru …
    #pendapat orang awam nih

  201. Pemerintah bohong mengatakan ada kesepakatan dengan Malaysia, Singapura lebaran 1 syawal tanggal 31 Agustus, ternyata Mereka (malaysia dan singapura) ditambah lagi beberapa negara arab seperti Saudi Arabia, Mesir, Qatar dan UEA menetapkan 1 syawal tanggal 30 Agustus, bagaimana logikanya pak prof, karena saudi arabia itu terlambat 5 jam dari indonesia, atau penetapan 1 syawal nggak perlu pakai logika, hanya nafsu saja

  202. bapak profesor aneh, tulisan banyak salah ketik lagi, entah apa niat bapak di balik tulisan seperti ini..memalukan!

  203. Paparan yang menarik, disini fungsi pemerintah untuk menyatukan yang berbeda. Semoga ke depan pemerintah bisa lebih menekankan adanya persatuan

  204. emmm…..tulisan ini bagus untuk dipelajari….tentunya dengan kepala dingin dan cermat mempelajari sebab musababnya,,,,,,,banyak hal yang terkait disini dan banyak juga yang mempunyai dasar masing-masing dalam penentuan hari raya. mohon untuk para bapak dan ibu disini…ingatlah seseorang yang beragama islam adalah saudara kita. mari kita hargai pendapat satu sama lain.
    mari kita mau menerima kritik walaupun tajam.
    salam ukhuwah…
    Mustafit.

  205. Ilmu mukasyafah (Haqiqat dan Ma’rifat) sudah tak digubris lagikah atau etah di kemanakan ketika Ilmu Mu’amalah (Syari’at dan Thoriqoh) dijadikan hujah / alasan paling telak? Padahal kedua ilmu atau keempat ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan dalam kajian dan pengamalannya, termasuk untuk mengurus ketepatan (ukuran dan satuan) masa (mongso) demi penetapan pergantian hari (sedino-sewengi), bulan (komariyah), dan tahun hijriyah. Jika subyek atau obyek yang dibuktikan pasti sama dari segi hakekatnya, mengapa masih ada perbedaan cara pandang, peralatan, proses, dan hasil penyaksian terhadap peristiwa alam? Peristiwa kasat mata saja sering berbeda hasil pandangan, bagaimana dengan kesaksian adanya keenam hal yang patut diimani (Rukun Iman) oleh semua muslim di dunia? Subhanalloh, tentu saja pihak yang kurang mampu menjangkau ilmu mu’amalah dan ilmu mukasyafah bakal cukup mendapat hiburan berupa wejangan: ‘perbedaan adalah rahmat’, selama segala sesuatu masih sulit dibuktikan (baca: disaksikan) hingga menggunakan ilmu dan amalan berdasar ilmu mukasyafah. Mungkin hanya ulama warotsatul anbya’i (mewarisi keutuhan ilmu Sang Nabi) yang tak mudah memproduksi fatwa perbedaan (atau berbeda fatwa). Agak untunglah jika ‘kita orang yang dihibur’ ini masih bisa mengingat sebuah pangkal bijak: ‘kulit tanpa isi = kosong-bolong, isi tanpa bungkus = batal’ (hadist).

  206. Terimakasih pak T atas pencerahannya yang sangat menarik. Tapi lebih menarik lagi bagi saya melihat tanggapan-tanggapan yg defensif dan agresif sekali ingin menembak si pembawa berita (shoot the messenger) tanpa menghiraukan isi beritanya. Mereka kelihatannya tidak mampu mengambil nilai positif dari sebuah perspektif dan menganggap memberikan pendapat sesuai dengan keahlian hanyalah sebuah kesombongan. Menyedihkan kalau mereka mewakili cara berfikir ormas tersebut, tapi mudah-mudahan tidak.

  207. tapi saudi arabia,
    yg sbg pusat Islam
    mnntukan hariraya sekarang
    tgl 30 agustus 2011

  208. Info untuk Profesor : berikut daftar Negara yang menetapkan 1 Syawal 1432H pada 30 Agustus 2011 Mekah,Madinah (Arab Saudi), Malaysia, Thailand, Jepang, New York, California, Hawaii, London, Belanda, Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Australia, Yordania, Rusia, Turki, Irlandia, Hong Kong.

    • yang berbeda siapa sekarang, yang usang siapa sekarang,, yg membuat idul fitri beda “Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementeria Agama RI” sok bener tp keblinger

    • Udah jelas yang usang itu pemikiran prof, itu sendiri… Hahahaha

  209. […] Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab Posted on 27 Agustus 2011 by tdjamaluddin 20 Votes […]

  210. Perkembangan ilmu Astronomi yang semakin canggih, membuat ilmu hisab menjadi semakin akurat,,, perbadaan sekarang ini bukan perbedaan metode hisab melainkan kriteria yang ditetapkan dalam menentukan tanggal syamsyiah. Kriteria penentuan tanggal tersebut menggunakan “imkanur rukyat” dan “wujudul hilal’. terlepas dari perbedaan kriteria tersebut dengan ilmu hisab kita sudah bisa memastikan penentuan tanggal pada tahun-tahun berikutnya tanpa harus menggunakan metode rukyat. Timbul sebuah pertanyaan apakah metode rukyat harus ditinggalkan karena sudah ada metode hisab yang telah akurat (untuk menentukan posisi hilal)?

  211. membingungkan !!!!!!!!!!!……..itulah indonesia,,,,kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah……kita sebagai umat yang awam hanya dijadikan bola yg bisa ditendang sana tendang sini… lempar sana sini apa tdk lbh baik kalo di indonesia itu hanya ada satu forum ajayaitu umat islam indonesia….bayangkan di ponorogo ada 2 masjid ( yang kalau ditarik garis lurus tdk ada 50 m ) yang masing-2 di klaim oleh milik warga aliran tertentu dalam satulingkungan tepatnya di kelurahan kertosari sehingga umat terpecah belah….sungguh memprihatinkan masing masing mengedepankan egonya…..

  212. Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari: hari Fithr dan hari Adha. (HR Muttafaq ‘alaihi)

  213. Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari: hari Fithri dan hari Adha. (Hadist Riwayat Muttafaq ‘alaihi).
    Jika di hari kiamat nanti diputuskan tgl 30 masih ramadhan, masih bisa dibayar lain waktu, tapi jika ternyata 1 syawal dan puasanya haram, gimana bayarnya dan siapa yg nanggung dosanya ???

    lebaran tgl 30, shalat ied tgl 31, beres kan ???

    • Saya bingung, Muhammdiyah yang biasanya “Social Oriented” (ingat Surat Al-Mau’n itu dasar pendiriannya!)…. kok tiba-tiba menjadi “Ritual Oriented” jika bicara tentang 1 Syawal ….

  214. kayaknya metode yg berkembang bukan hal yg harusnya diperdebatkan, tp didiskusikan lebih lanjut antar tokoh/ahli yg selisih paham..
    Menurut sy Muhammadiyah hanya perlu mengikuti lebaran yg ditetapkan Pemerintah, masalah masih puasa atau belum, tergantung keyakinan masing2 pada metode yg dipilih.
    ada yg bisa kasi dalilnya mengenai keharusan mengikuti pemerintah dalam hal hari raya ??

    • ngaco !!!, itu bid’h namanya masa shalat ‘Idul fitri tgl 2 dilaksanakan oleh warga muhammadiyah ?! Lagian nanti suatu saat kalau ulil amri condong kpd pemahaman Muhammadiyah, apk yg tdk sepaham dg Muhammadiyah harus shalat ‘Id padahal mrk masih berpuasa?? yg benar mah Pemerintah jangan ikut campur, kalau mau ikut campur berantas saja perbedaan, contohlah Islam Iran, disana hanya ada satu pemahaman, mesjid2 yg tdk sepaham diberantas. Beres kan…

      • @uut maaf, bukannya biasanya Muhammadiyah sdh berbuka duluan ?
        jadi tidak masalah khan jika shalat iednya ikut sama pemerintah ?
        apakah hal tsb bid’ah ?
        bukannya adalah kewajiban bagi kita untuk patuh sama pemerintah ?
        dalam hal penentuan lebaran (shalat ied) adalah hak dan tanggungjawab pemerintah…
        bukankah shalat ied itu dianjurkan agar gema takbir dikumandangkan di negeri ini secara bersama2.. bukan sendiri2…
        Jadi, tdk ada perbedaan yg mesti diberantas.. yg ada hanyalah turun ke jalan bertakbir bersama, dan shalat ied bersama2 pula..

        Dalam hal ini tentu saja sy tidak condong ke Muhammadiyah ataupun NU, dalil keduanya cukup masuk akal, tetapi krn sy kurang ilmu, sy tdk cukup berkompeten untuk menyatakan siapa yg paling benar..

        hanya saja, menurut sy tanggungjawab mesti kita serahkan pada pemegang tanggungjawab, dalam hal ini pemerintah… sedangkan penentuan apakah sdh masuk 1 syawal atau tdk kembali kpd keyakinan pribadi masing atas metode mana yg dianggap yg paling benar.

        perlu diingat, puasa adalah urusan manusia dgn tuhannya
        sedang Lebaran / shalat ied adalah SYIAR ISLAM.. wanita berhalangan pun disuruh ke lapangan untuk meramaikan…

        makanya sy katakan sebelumnya, Muhammadiyah seharusnya tdk membuat lebaran sendiri.. tapi ikut pemerintah.. karna ini adalah SYIAR ISLAM
        sedangkan jika keyakinan Muhammadiyah, 1 syawal tgl 30/08/11 maka mereka yg berkeyakinan sama tdk berpuasa pada hari itu adalah sesuatu yg tdk perlu diperdebatkan…

  215. .
    Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari: hari Fithri dan hari Adha. (Hadist Riwayat Muttafaq ‘alaihi).

    Nah lo, kalo ternyata di hari kiamat nanti diputuskan bahwa 30 agustus 2011 adalah Hari Raya Fitri, siapa yg mau menanggung dosa ratusan juta muslim Indonesia yg berpuasa pada Hari itu ??? 😦

    • Tidak ada yag berdosa mas, kalau yang mereka lakukan itu ijtihad dan syar’i, tapi sekali lagi dengan hisab itu tidak syar’i, melainkan ada orang yang berani disumpah melihat hilal….

    • Kalau ternyata di akhirat nanti diputuskan 31 agustus 2011 adl 1 syawal, siapa pula yg nanggung?
      #tidak ada manfaat berdebat kusir, sebaiknya dipahami saja argumen masing2.

  216. sekarang bnyak negara sudah lebaranan.so ya sudahlah. yang nanggung dosa adalah ulil amri kan, juga yang meyakinkan dan memaksakan pendapatnya ke ulil amri tersebut. okelah

  217. to bapak djamaluddin,perbedaan itu biasa.jdi kita harus slg menghormati…………Saya tahu bapak ahli dalam hal ini.tapi hal tersebut (1 Syawal) sangat berhubungan dgn masalah kemantapan hati.wajar donk kalo beda,…..

  218. janganlah tendensius ke satu ormas saja dalam hal ini ke (M)… lihat aja negara2 lainnya. mereka pun pastinya ahli dan alatnya lebih canggih dari indonesia. dan sebagai muslim n mu’min mestinya punya sandaran syar’i dong tentang penetapan 1 ramadhan n 1 syawal ini. ada hadits Rasulullah Saw yg menyatakan walaupun hanya 1 org saja yg berani disumpah sudah melihat hilal,maka itu sah.(Hr. Abu Dawud).

    • benar mas, kalau tdk salah tahun-tahun sebelumnya justru cakung yg dijadikan patokan, eh pas gikliran ada org lihat hilal di Cakung dan Jepara malah ditolak, alasanya ini dan itu …kakkakkkakkkkakkak… lucu kan ???

    • Penulis diatas memojokan ormas M karena ormas itulah yg bertentangan dengan cara atau hasil penelitaian mereka. Makanya gak perlu itu hisab, satukan pendapat sesuai dg hadits nabi mengikuti ru’yah, untuk penetapan romadhon dan Syawal, Ibadah haji.

      • yg rukyat juga gx diakui kalo gx sesuai dg ketentuan penafsirannya, ntuh contohnya yg di cakung n jepara kaga diakui. Maunya opo sih..?

  219. Ass. Pak thomas sy gak mihak salah satu ormas, hari raya skrang ktnya tgl 31/8/2011, tp yg aneh, arab saudi udah lebaran tgl 30/8, khan arab saudi mulai puasa sama dng indonesia tgl 1/8/2011, hrsnya indonesia puasa tgl 2/8/2011, gimana ini, trus terang saya sempat puasa tp tak batalin?

  220. Menurut saya, kriteria muhammadiyah itu lebih tepatnya wujudul qamar (moon) bukan wujudul hilal (crescent). Karena yang namanya hilal itu adalah cahaya tipis berbentuk bulan sabit yang pertama kali muncul setelah bulan baru akibat pantulan cahaya matahari yang diterima manusia saat ba’da maghrib. Artinya, wujud-nya hilal itu ya yang visible. Secara perhitungan bisa saja dikatakan telah mengalami konjungsi. Tetapi dalam derajat tertentu, tidak visible. Nah, dalil syar’i menunjuk pergantian bulan (syahru, month) itu wujudul qamar (moon) atau wujudul hilal (crescent)?

  221. @awam
    Agar bisa merukyat bulan, jarak bulan dan matahari minimal 6,4 derajat dan beda antara tinggi bulan dan matahari dari ufuk minimal 4 derajat. Sampai saat ini di dunia tidak ada teleskop yang mampu melihat hilal dengan ketinggian di bawah 4 derajat. http://www.tutiempo.net/en/moon/phases_8_2011_S.htm

  222. komennya pake metode TBC mereka (ini seandainya jika yang pake HIsab adalah golongan non Wahabi)—

    “Hilal bisa dibawah 2 derajat itu TAHAYUL yang percaya TAHAYUL itu Musryik.”

    “Hisab tak pernah dicontohkan nabi, Itu perbuatan BID’AH semua BID’AH itu sesat dan semua yang sesat masuk neraka”

    “Secanggih-canggihnya hitungan matematis tak ada yang 100% akurat, Merupakan KHUROFAT bagi yang percaya bahwa hasil hitungan akurat 100%, Coba berapa konstanta Phi yang paling akurat”

    • hakkkakkakk….
      masih aja memaksakan pikiran ne….. (wong jowo omong mekso.. wagu..)

    • Tambahan lagi, melihat hilal di Indonesia itu bisa jadi bid’ah, gak ada contohnya dari nabi. Lihatlah hilal di Medinah !

    • @irwan: koq bilang2 orang goblok,, anda lebih goblok lagi, di jaman Rasulullah gak ada Internet,, berarti itu bid’ah….
      Kuno sekali cara anda…
      Itu jadwal sholat, pake apa??? hisab kan,,
      kalo emang bid’ah, teropong dulu tuh matahari ma bulan, baru sholat, jangan pake jadwal sholat,,
      ini koq bilang2 bid’ah tapi gak konsisten…..

    • @rendah hati, yg ga kebalik tu….
      biasanya omongan mencerminkan tingkat pendidikannya…. (biasanya lo)
      kayaknya dengan kata2 anda tu dah tercermin mana yg lbh g*bl*g
      😀 :p

  223. Berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

    “(Waktu) puasa itu adalah ketika kalian berpuasa dan (waktu) Idul Fitri adalah ketika kalian beridul Fitri dan (waktu) Idul Adha adalah ketika kalian Beridul Adha.”
    Hadits ini tidak menyinggung sama sekali tentang ru’yah atau hisab. Tapi ia menegaskan bahwa puasa dan Idul Fitri serta Idul Adha adalah ibadah jama’iyah (yang dilakukan secara bersama) umat Islam, sebagaimana yang dijelaskan maknanya oleh para ulama Hadist dan para fuqaha.(Shahih Imam Tirmidzi, Silsilah ash-Shahihah, Syaikh al-Albani, I/440 dan al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, II/ 9374-9375)

    Lengkapnya silahkan baca Menyatukan Idul Fitri Secara Syar’i Dalam Semangat Ukhuwah dan Persatuan Ummat:

    Wahdah Islamiyah

    Wallohu’alam.

  224. Bismillah…
    Wasshalaatu wassalaamu `alaa Rasuulillaah, wa ba`d:

    Standar penetapan awal Ramadhan dan Syawal itu adalah “Rukyatul Hilal (Melihat hilal)”

    sesuai sabda Nabi Saw..Shuumuu lirukyatihi wa afthiruu lirukyatihi… bukan “Wujud Hilal”,

    tidak ada dalilnya bahwa wujud hilal adalal standar menentukan awal Ramadhan/Syawwal. Karena

    idul fitri adalah perkara ibadah, maka ia seharusnya didasarkan pada dalil yg jelas…

    Ketika rukyat tidak bisa dilakukan sekalipun, Nabi Saw telah memberikan metode lain

    menghadapi problem ini, yaitu metode Ikmaal. Sebab lanjutan hadits abi Saw diatas berbunyi

    kurang lebih: “fa in gumma `alaikum fa akkmiluu Sya’baana tsalaatsiina yaumman…” (kalau

    kalian tak dapat merukyat karena mendung, maka genapkanlah bilangan Sya’ban menjadi

    tigapuluh hari). Nabi tidak lantas menyuruh menggunakan hisab, ataumemerintahkan untuk

    bertanya kepada ahli hisab.

    Betul bahwa umat Muhammad Saw kala itu adalah umat Ummi, sebagaimana sabada baliau: “Kami

    adalah bangsa yang Ummi, tidak membaca dan berhitung hisab”. Tapi tentu tidak semua mereka

    demikian. Perhatikanlah perkataan imam Ibnu Hajar di bawah ini dalam kitabnya Fathul Baari:

    “Orang-orang Arab disebut sebagai bangsa ummy (ketika itu) karena tulis-menulis adalah hal

    yang sulit bagi mereka. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman: “Dialah yang mengutus kepada

    bangsa yang ummy itu seorang Rasul dari kalangan mereka.” Hal ini tidak berarti di antara

    mereka tidak ada sama sekali orang yang bisa menulis dan berhitung. Hanya saja tulis-menulis

    bagi mereka tergolong sedikit dan langka. Yang dimaksudkan dengan hisâb dalam hadits di atas

    ialah perhitungan bintang dan peredarannya. Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang hal

    ini kecuali sedikit saja. Maka Nabi menetapkan hukum puasa dan ibadah lainnya dengan rukyat

    hilal guna mengatasi kerumitan perhitungan bintang bagi mereka. Penetapan hukum (dengan

    hilal) ini tetap berlaku dalam masalah puasa walau setelah itu ada orang yang mengerti

    masalah hisab. Bahkan konteks hadits mengisyaratkan penolakan penggunaan metode hisab sama

    sekali. Hal ini dijelaskan dengan sabda beliau: “Jika terjadi mendung, maka genapkanlah

    bilangan (bulan Sya`ban) tiga puluh hari”, beliau tidak menyabdakan, “Tanyakanlah kepada

    ahli hisab?”

    Ayat-ayat yang menegaskan bahwa matahari dan bulan telah ditetapkan bagi keduanya manzilah-

    manzilah untuk mengetahui perhitungan tahun dan hisab (waktu), telah dikhususkan oleh hadits

    di atas. Nabi pasti tahu akan ayat-ayat tentang matahari dan bulan tersebut, tetapi dalam

    menentukan awal puasa dan lebaran Nabi Saw menyuruh kita menggunakan rukyat.. dan siapakah

    yang paling memahami makna ayat Al-Quran selain Nabi Saw?!

    Selain itu Allah Swt berfirman dengan tegas: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.

    Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah ‘mawaaqiit’ (tanda-tanda waktu) bagi manusia dan (bagi

    ibadat) haji” (Al-Baqarah: 189). Menjelaskan hal ini Imam Ath-Thabari berkata: “Ia adalah

    mawaaqiit bagi manusia, menjadikannya untuk (ketentuan awal) puasa kaum muslimin dan awal

    Idul Fitri mereka, untuk manasik dan haji mereka, masa iddah istri-istri mereka, tenggat

    waktu hutang mereka…”

    Menurut saya tidak penting ketepatan akurat atau tidaknya hasil hisab dalam menentukan awal

    Ramadhan/Syawal ini… Yang terpenting adalah persatuan umat…. Persatuan itu hukumnya

    wajib, sementara hari raya itu Sunnat, tentu tidak layak mendahulukan Sunnat dan mengabaikan

    yang wajib… Jikapun seandainya hasil rukyat salah/tidak akurat, tidak akan ada yang

    berdosa… karena prosedur penetapan telah dijalankan sesuai perintah Nabi Saw. Bahkan salah

    pun akan mendapat pahala satu, karena hal ini termasuk perkara ijtihadiyah….

    Nabi Saw pernah bersabda kepada Aisyah: “Kalaulah kaummu tidak hadiitsu `ahdin bil islaam

    (baru masuk Islam), niscaya aku akan mengubah bangunan ka’bah sesuai dengan pondasi yang

    dibangun oleh Ibrahim….” Tetapi Nabi tidak melakukannya demi supaya tidak terjadi

    perpecahan..dan mempertahankan persatuan umat. Padahal pondasi ka’bah yang sekarang tidak

    seratus persen benar/tidak sesuai dengan yang sebenarnya, yang dibangun oleh nabi Ibrahim As

    dahulu…Para shahabatpun tidak melakukan apa yang tidak dilakukan oleh Nabi Saw.

    Sebaliknya jika hasil hisab Salah, tentu lain masalah. Selain hasil yanKarena tidak hanya

    salah hasil tapi juga menyalahi perintah Nabi Saw… Dan kalaupun benar, tetap saja

    menyalahi perintah Nabi Saw, karena beliau memerintahkan menggunakan metode rukyat….

    Menggunakan hisab dalam hal ini bukanlah ijtihad, karena kaidah fikih mengatakan: “Tidak ada

    ijtihad pada hal-hal yang ada nasnya…”

    Hadits Kuraib juga sering menjadi alasan untuk tetap berbeda dan mengajak orang untuk tetap

    berbeda. Berikut bunyi haditsnya:

    “Aku pernah pergi ke negeri Syâm dan hilal Ramadhan terbit ketika aku berada di sana. Aku

    melihat hilal pada malam Jumat. Kemudian aku datang di Madinah pada akhir bulan (Ramadhan).

    Lalu Ibnu `Abbâs bertanya kepadaku: “Kapan kalian melihat hilal?” Aku menjawab: “Kami

    melihatnya pada malam Jumat.” “Engkau yang melihatnya sendiri?” Tanya Ibnu `Abbâs. “Ya, dan

    dilihat juga oleh orang-orang, mereka berpuasa dan Mu`awiyah pun berpuasa”, jawabku. Lalu

    Ibnu `Abbâs berkata: “Tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka kami akan berpuasa

    hingga menyempurnakan (bilangan Ramadhan) tiga puluh hari atau (29 hari jika) kami melihat

    hilal.” Lalu aku berkata: “Tidakkah cukup bagi Anda rukyat Mu`awiyah.” Ibnu `Abbâs menjawab:

    “Tidak, beginilah yang diperintahkan kepada kami oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi

    wasallam.” [HR. Muslim].

    Memang sebagaian ulama berpendapat bahwa rukyat setiap negeri menjadi dasar penetapan awal

    bulan bagi negeri itu sendiri berdasarkan hadits di atas. Akan tetapi mayoritas ulama

    menjawab hadits ini, bahwa hadits ini khusus bagi orang yang berpuasa mengikuti rukyat

    negerinya, kemudian ia mendapatkan informasi di tengah-tengah bulan puasa bahwa di negeri

    lain orang-orang melihat hilal lebih dahulu satu hari. Dalam keadaan seperti ini ia harus

    meneruskan puasanya bersama penduduk negerinya hingga menyempurnakan (bilangan Ramadhan)

    tiga puluh hari atau (29 hari jika) penduduk negerinya melihat hilal (tanggal satu pada sore

    hari ke-29 itu). Tidak ada di dalam hadits itu anjuran untuk tetap berbeda dalam satu

    negeri.

    Yang ideal menurut saya adalah “Rukyat Global”, dimana ketika ada salah satu negeri Islam

    yang berhasil merukyat hilal, maka negeri-negeri Islam yang lain harus mengikut. Terutama

    masalah (penyatuan awal puasa) ini menjadi mudah di zaman ini (dengan majunya media

    informasi dan komunikasi). Akan tetapi kalaupun hal ini belum bisa terwujud, karena

    dibutuhkan perhatian yang serius dari seluruh negeri-negeri Islam, minimal kita jangan

    berbeda dalam satu negeri. “Tak elok kelihatannya dan tak nyaman rasanya.”

    Selain itu penting juga untuk melihat siapa yang memiliki wewenang menentukan itsbat awal

    Ramadhan/Syawal… Wewenang adalah milik pemimpin, sesuai perintah Al-Quran dan Sunnah yang

    mewajibkan untuk menaati pemimpin…. Siapa saja para sahabat Nabi boleh merukyat … tetapi

    tetap saja yang menentukan akhirnya adalah Nabi Saw… Begitu juga di Negara kita, siapa

    saja boleh merukyat dan meng-hisab, tetapi tetap saja pemerintah yang berwenang untuk

    menentukan….bukan pribadi atau golongan tertentu…. apalagi umat Islam wajib mengikuti

    pemimpin selama dalam hal kebaikan dan kemaslahatan umat, bukan dalam hal maksiat…

    Maka wewenang adalah milik Pemerintah,,,, dan tidak wajib, bahkan termasuk ketidaktaatan

    kepada perintah Allah jika tidak menaati pemerintah selama mereka memerintahkan kepada

    kemaslahatan dan kebaikan…. Mengikuti keputusan Muhammadiyah dalam hal ini adalah

    mengikuti keputusan Ormas yang tidak berwenang memberi keputusan untuk ummat dalam hal ini, karena Muhammadiyah bukanlah Ulil Amri (Pemimpin)…

    Saya menyampaikan hal ini bukan berarti anti Muhammadiyah atau Hisab… Saya justru

    simpatisan Muhammadiyah. Saya hanya tidak ingin “ngototnya” para petinggi Muhammadiyah

    menjaga gengsi mereka menjadikan Organisasi ini dijauhi dan tidak disukai oleh sebagaian

    warga non Muhammadiyah…serta mempertajam perbedaan terutama antara warga NU dan

    Muhammadiyah… Saya tidak ingin kebahagiaan beridul fitri harus terganggu gara-gara

    perbedaan ini.

    Muhammadiyah berarti nisbat ke-Pengikut-an kepada Muhammad Saw, maka seharusnya Muhammadiyah

    harus mengikuti Nabi Muhammad dalam hal ini…. dan Nabi Muhammad Saw tidak menggunakan

    Hisab tapi Rukyat….. “In uriidu illal ishlaaha mastatha’tu, wamaa taufiiqi illaa billaahi

    ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib.”

    • Koq tidak disinggung-singgung hadis-hadis yang dari Ibnu Umar ya….. yang ada “faqduru lah” atau hadis-hadis yang menjelaskan bahwa dari 9 kali Ramadan yang dialami Nabi saw, hanya dua kali saja beliau puasa Ramadan 30 hari. Selebihnya, yakni tujuh kali, beliau puasa Ramadan 29 hari….. Di samping ada hadis lain yang dibaca Muhammadiyah, ternyata satu hadis yang sama pun bisa difahami berbeda……

    • Sayangnya rukyat yg sudah bisa melihat hilal ditolak dgn alasan hisab…, apakh tidak ironi. Maaf klo salah krn saya masih awam

  225. Alhamdulillah

    bertambah pengetahuan lagi, sukron

    http://www.pandawarepo.com

  226. Pak Thomas, mohon tanggapi ya pemahaman saya ini, dimana kelirunya:

    1. Qamar (Ar) Moon (En): Benda langit yg menjadi satelit bumi, bentuknya selamanya BULAT seperti BOLA (tidak pernah berbentuk sabit, setengah lingkaran, atau bundar ceper/cakram). Ia tidak memancarkan cahaya, melainkan hanya memantulkan cahaya matahari. Orang Indonesia menyebutnya Bulan.

    2. Syahr (Ar) Month (En): Periode waktu synodic Qamar/Moon mengelilingi bumi hingga ke titik semula. Orang Indonesia menyebutnya Bulan juga (mis: bulan Mawlid).

    3. Hilal (Ar) Crescent (En): Cahaya matahari yang dipantulkan Qamar ke arah bumi dan nampak terlihat berbentuk Sabit. Orang Indonesia menyebutnya Bulan juga (ditambah ‘sabit’).

    4. Badr (Ar) Full Moon (En): Cahaya matahari yang dipantulkan Qamar ke arah bumi dan nampak terlihat berbentuk Cakram. Orang Indonesia menyebutnya Bulan juga (ditambah ‘purnama’).

    Nah, empat hal yang dalam Bahasa Arab dan Inggeris disebut dengan istilah berbeda itu, dalam Bahasa Indonesia semuanya disebut dengan istilah yang sama: Bulan (dengan tambahan sabit atau purnama).
    Ini yg membuat banyak awam (termasuk muballigh yg awam astronomi) sering saling berdebat dengan istilah yg rancu.

    Kasus Muhammadiyah:
    Kalau posisi Qamar/Moon sangat rendah, ya gak bakalan ada Hilal/Crescent (cahaya matahari yg dipantulkan qamar ke arah bumi dlm bentuk sabit). Jadi sebenarnya yg sudah ada di atas ufuk adalah Qamar/Moon, bukan Hialal/Crescent. Jadi bukan “wujudul Hilal” melainkan “wujudul Qamar”.

    Hemat saya penggunaan istilah “wujudul Hilal” (padahal “wujudul Qamar”) adalah penyesatan opini umat, agar tetap terkesan berpegang pada hadits, padahal jelas obyeknya sudah bukan Hilal lagi.

    Juga problem utama mengapa hari raya berbeda tidak terletak pada penggunaan METODE (Hisab maupun Rukyah) karena kedua metode sudah sangat akurat dan saling mendukung. Problem ada pada APA yang mau dihisab dan yang mau dirukyat, QAMAR atau HILAL!

    Repotnya, Muhammadiyah menyamakan Qamar dengan Hilal. Padahal Qamar selamanya berbentuk bulat dan tak kan dapat dilihat mata manusia karena tak memancarkan cahaya.
    Beda dengan Hilal atau Badr, karena memang cahaya matahari yg dipantulkan Qamar maka dapat dilihat dengan mata.

    Saran saya, dalam komunikasi dan sosialisasi:
    a. pertajam pengertian Qamar dan pengertian Hilal.
    b. jelaskan perbedaan Qamar dan Hilal.

    Supaya umat tidak lagi terbingungkan dengan istilah “wujudul Qamar” yang disebut sebagai “wujudul Hilal”.

    Muhammadiyah pun harus jujur mengatakan, yg mereka jadikan patokan adalah “wujudul Qamar”, bukan “wujudul Hilal”!

    Terima kasih

  227. aslm sebaiknya di carikam solusi atas perbedaan 1 syawal pada tahun2 yang akan datang..berpikirlah untuk slalu mencari penyelesaiaan pada suatu permasalahan apalagi ini adalh permasalah ummat yang akan melahirkan sikap emosional dan fanatisme pd kelompok2 tertentu. sangat tak baik jika pada hari yang baik ini hati kita di selimuti prasangka buruk..apalagi sampai emosional dan akan melahirkan perpecahan…dari kasus ini tampak resistensi pada pemerintah dan fanatisme pada kelompok masing2… prof sebaiknya lebih banyak sosialisasi dr pada hanya menangapi pernyataan sampai menimbulkan persepsi prof dianggap provokator…wassalam

  228. Wah Prof tulisan anda sangat menyudutkan salah satu ormas, sama seperti perkataan dalam sidang isbat anda semalam dengan menyudutkan ormas tertentu. Maaf prof yang pintar ilmu falaq bukan hanya anda. ormas yang anda sudutkan juga mempunyai orang2 ahli falaq. Walau pun di dunia maya ini orang bebas mengepresikan bukan berarti anda boleh menyudutkan, anda seorang akedemis tp tidak mencerminkan itu. Saya bukan seorang warga ormas yang anda sudutkan.

  229. Dalam ilmu Aqoid ada 2 dalil yang itu dalil Aqli dan naqli. Menurut sepengetahuan kami metode hisab itu “dalil’aqli digunakan sebagai obor ditangan untuk penunjuk jalan … dan rukhyat itu dalil naqli digunakan sebagai otak dan mata dalam menentukan arah dan tujuan”

  230. Sampai tahun depan pun nggak akan beres masalah penentuan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
    Atau mungkin muslim Indonesia akan “dipaksa” berpuasa 30 hari penuh setiap tahunnya gara-gara Professor yang terhormat. Selamat kpd muslim Indonesia, kita tidak akan pernah seragam, jangankan dengan muslim di negara lain, di negara sendiripun tidak bisa bersama-sama.

  231. Mungkin ini bisa jadi bahan Pertimbangan sementara terkait Metode Rukyat & Hisab yg menjadi Pembicaraan ….

    http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-365-detail-apa-permasalahan-ruyat.html

  232. Thanks Prof atas ilmu nya….
    Sukses buat anda!!!

  233. saya jadi bingung, ya allah tunjukan kami jalan yang benar, maaf saya mengatakan jalan yang benar bukan jalan yang lurus, karena kalau ikut jalan yang lurus kita tidak akan sampai rumah, jalan berkelok-kelok semua.
    saya membaca buku-buku tentang astronomi kalau bulan sideris lamanya 27,5hari dan bulan sinodis 29,5 hari (dari bulan baru ke bulan baru lagi), saya jadi pusing, saya mau dong ikut di kursus bagaimana cara menentukan hilal

  234. lucu jaman modern kok malah maen tropong2an,

  235. Nabi saw dalam beberapa hadisnya menyatakan bahwa umur bulan itu 29 hari atau terkadang 30 hari. Jadi orang yang berpuasa 29 hari dan berlebaran besok adalah sah karena sudah berpuasa selama satu bulan. Secara astronomis, pada hari ini, Senin 29 Agustus 2011, Bulan di langit telah berkonjungsi (ijtimak), yaitu telah mengitari bumi satu putaran penuh, pada pukul 10:05 tadi pagi. Dengan demikian bulan Ramadan telah berusia satu bulan. Dalam hadis-hadis Nabi saw, antara lain bersumber dari Abu Hurairah dan Aisyah, dinyatakan bahwa Nabi saw lebih banyak puasa Ramadan 29 hari daripada puasa 30 hari. Menurut penyelidikan Ibnu Hajar, dari 9 kali Ramadan yang dialami Nabi saw, hanya dua kali saja beliau puasa Ramadan 30 hari. Selebihnya, yakni tujuh kali, beliau puasa Ramadan 29 hari.

    Mengenai dasar penetapan Idulfitri jatuh Selasa 30 Agustus 2011 adalah hisab hakiki wujudul hilal dengan kriteria (1) Bulan di langit untuk bulan Ramadan telah genap memutari Bumi satu putaran pada jam 10:05 Senin hari ini, (2) genapnya satu putaran itu tercapai sebelum Matahari hari ini terbenam, dan (3) saat Matahari hari ini nanti sore terbenam, Bulan positif di atas ufuk. Jadi dengan demikian, kriteria memasuki bulan baru telah terpenuhi. Kriteria ini tidak berdasarkan konsep penampakan. Kriteria ini adalah kriteria memasuki bulan baru tanpa dikaitkan dengan terlihatnya hilal, melainkan berdasarkan hisab terhadap posisi geometris benda langit tertentu. Kriteria ini menetapkan masuknya bulan baru dengan terpenuhinya parameter astronomis tertentu, yaitu tiga parameter yang disebutkan tadi.

    Mengapa menggunakan hisab, alasannya adalah:

    Hisab lebih memberikan kepastian dan bisa menghitung tanggal jauh hari ke depan,
    Hisab mempunyai peluang dapat menyatukan penanggalan, yang tidak mungkin dilakukan dengan rukyat. Dalam Konferensi Pakar II yang diselenggarakan oleh ISESCO tahun 2008 telah ditegaskan bahwa mustahil menyatukan sistem penanggalan umat Islam kecuali dengan menggunakan hisab.

    Di pihak lain, rukyat mempunyai beberapa problem:

    Tidak dapat memastikan tanggal ke depan karena tanggal baru bisa diketahui melalui rukyat pada h-1 (sehari sebelum bulan baru),
    Rukyat tidak dapat menyatukan tanggal termasuk menyatukan hari puasa Arafah, dan justeru sebaliknya rukyat mengharuskan tanggal di muka bumi ini berbeda karena garis kurve rukyat di atas muka bumi akan selalu membelah muka bumi antara yang dapat merukyat dan yang tidak dapat merukyat,
    Faktor yang mempengaruhi rukyat terlalu banyak, yaitu (1) faktor geometris (posisi Bulan, Matahari dan Bumi), (2) faktor atmosferik, yaitu keadaan cuaca dan atmosfir, (3) faktor fisiologis, yaitu kemampuan mata manusia untuk menangkap pantulan sinar dari permukaan bulan, (4) faktor psikologis, yaitu keinginan kuat untuk dapat melihat hilal sering mendorong terjadinya halusinasi sehingga sering terjadi klaim bahwa hilal telah terlihat padahal menurut kriteria ilmiah, bahkan dengan teropong canggih, hilal masih mustahil terlihat.

  236. kami umat yang awan cukup setia pada pemegang otoritas spiritual atau pun pemerintah yang bijak .jika berbeda biasa jika sama juga lauar biasa. yang kami harap bukan beda ataupun sama .tapi apa yang kami laksanakan yaitu bisa menjadi tujuan yang muttaqin dan berlandaskan perintah rosul rosul terdahulu,akhirnya kami bersukur kalau peristiwa ini menjadi perhatian para cerdik pandai dan pemerintah…

  237. Yang ngerti ilmunya aja dimaki maki, mungkin sebentar lagi keluar kata kata kafir hehehehe…..maju terus Prof….kemarin kemarin kan kaum ini merasa paling banyak Doktornya :), sebagai orang yg netral mungkin saran aja Prof memperbaiki gaya bahasa komunikasi, tapi yaa saya paham ilmuwan itu seperti …Jjadi KAUM SANG PENCERAH ini memang kudu DICERAHKAN…..mungkin mataharinya sudah mo redup kalee :)….pisssss

  238. tadi kami mengadakan shalat ‘Id di depan perguruan Muhammadiyah Cikampek dihadiri sekitar 1000 orang. Yang memukau, kami dibantu pengamanannya oleh Banser-NU, demi Allah tanyakan saja kpd pak Emay (ketua GP ansor merangkap ketua KPU kab. Karawang), bahkan 2 th yg lalu yg memimpin takbirannya salah seorang tokoh muda NU. Artinya di akar rumput kalau gak dipanas-panasin sama tokoh2 di atas seperti orang2 yg berebut mik semalam pd waktu sidang Isbath yg bahasanya semuanya menyadur dari pak Thomas-seperti direkayasa saja?, niscaya di akar rumput sangat kondusif ukhuwah Islamiyah terasa, kami pun sbg warga Muhammadiyah tdk ada yg berani makan dan minum secara bebas. Itulah persaudaraan yg sesungguhnya, dg sesama saudara meskipun berbeda khilafiyah tetap akrab. Bisakah bapak2 yg diatas yg antusias memegang mik serta pak Thomas Jamaludin meniru kami, di sini di Cikampek???

    • kita syukuri pemimpin dan penguasa bukan Wahabi sehingga masih kondusif spt diatas, harus berhati2 ketika Wahabi seperti di Saudi memegang pimpinan, keras dan kejam membunuhi para ulama yg berbeda haluan, baca referensi buku sejarah berdarah sekte wahabi

      • saya tahu maksud anda, persepsi wahabi anda sama dg persepsi ahlusunnah wal jama’ah anda, yg sangat berbeda dg persepsi wahabi serta ahlus sunah waljama’ah saya. gx bakalan nyambung bro… yg jelas dunia ini saling tarik menarik, jika kita elegan yg lain pun simpatik, meskipun beban Muhammadiyah amat berat krn sejak awal sdh dijustifikasi oleh sekelompok “ulama tertentu” sbg kafir,sesat, bukan Ahlusunah waljamaah dan pengikut wahabi (yg konotasi wahabi dinisbatkan kpd teror).

  239. http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=37929

    bukan provokasi atau apa, cuman ingin bertanya, rakyat islam indonesia sekarang dilanda keragu – raguan dalam hari 1 syawal. Dari lampiran link yang saya lampirkan di atas, bahwa hanya 4 negara saja yang 1 syawal hari rabu, yaitu oman, indonesia, selandia baru dan afrika selatan. Yang kita ketahui kenapa ada perbedaan yang begitu besar? sampai 1 hari? padahal jarak kita antar negara lain tak beda hanya 1 jam/2jam contoh malaysia/singapura, dan dari saudi pun kita berbeda 4 jam? bagaimana itu bisa terjadi? mohon masukannya mas thomas makasih. saya bukan muhammadiah tapi kami pun ragu, dan saya yakin banyak non muhammadiah yang ragu juga, makasih

  240. yang jelas di sini kita saudara…. apapun organisasi nya, ISLAM agamanya MUHAMMAD Rosulnya ALLAH tuhanya… kita semua harus saling banyak belajar dan belajar… mari kita saling hormat menghormati antar sesama MUSLIM, tidak perlu saling salah dan menyalahkan, apa yang kita percayai dan yg kita yakini itu lah yg kita jadikan pedoman. mohon maap lahir dan bathin wahai saudara muslim ku……..

  241. Tapi, kenyataannya pada malam sebelum sidang Isbath sudah ada 2 daerah yang menyatakan melihat bulan yaitu Daerah Jakarta Cakung dan Jepara tetapi kenapa tidak dipakai untuk disumpah sebagai dasar penetapan 1 Syawal 1432 H dan kenyataannya Negara Tetangga kita Singapura dan Malaysia,serta Mesir ,UEA dan Arab SAudi menetapkan 1 syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011.

  242. Sangat boleh jadi, Idul Fitri di Indonesia tahun ini berbeda lagi. Padahal di kebanyakan negara muslim lainnya tidak terjadi. Entahlah, kenapa begitu sulit menyatukan dua pendapat mayoritas itu disini. Padahal keduanya sama-sama bisa menghisab dan sama-sama bisa merukyat…

    Sulitnya menyatukan dua pendapat ini, seakan-akan menjadi cermin atas ego partisan yang masih begitu kuat di antara golongan-golongan umat Islam. Padahal, mestinya solusinya tidaklah sulit untuk dipecahkan. Masalah sebenarnya bukanlah ’tidak bisa’, melainkan ’tidak mau’ saja. Dengan kata lain, jika kedua pihak yang berbeda itu ’mau’ semua ini akan selesai dengan ending yang sangat melegakan umat yang sudah lama terombang-ambing dalam kebingungan yang tidak perlu ini.

    Masalah utamanya tidak lebih dari sekedar ’kesepakatan definisi’ tentang datangnya ’bulan baru’ alias penampakan hilal. Dalam hal ini adalah bulan Syawal. Bahwa, dalam kalender Hijriyah yang berpatokan pada putaran Bulan terhadap Bumi, satu bulan disandarkan pada lamanya Bulan mengitari Bumi satu putaran. Dari titik A ke titik A lagi, dari horison ke horison lagi, yang lamanya 29,5 hari.

    Periode satu putaran Bulan terhadap Bumi itu terlihat oleh manusia dari permukaan Bumi sebagai munculnya Bulan dalam bentuk Bulan sabit yang sangat tipis, kemudian semakin menebal, dan mencapai Bulan Purnama, lantas menjadi berbentuk sabit lagi sampai tenggelam.

    Maka, datangnya bulan baru (dalam hal ini Syawal) selalu ditandai oleh munculnya bulan sabit alias hilal di ufuk barat, yang tampak pada saat matahari tenggelam di hari terakhir Ramadan. Perbedaan muncul dikarenakan adanya prinsip yang berbeda.

    Kelompok pertama berpendapat, bahwa jika hilal sudah berada di atas horison alias diatas nol derajat garis datar Bumi, itu sudah menunjukkan datangnya bulan baru. Berapa pun ketinggian hilal, pokoknya sudah diatas nol derajat, itu artinya bulan Ramadan sudah habis, dan tidak boleh berpuasa lagi. Esok hari adalah 1 Syawal.

    Kelompok kedua berpendapat, bahwa untuk bisa disebut sebagai bulan baru hilal itu harus ’terlihat’. Karena ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa, barangsiapa melihat hilal maka hentikanlah puasa Ramadan. Dan jika hilal belum terlihat, maka genapkanlah puasanya menjadi 30 hari.

    Masalahnya memang, satu bulan Hijriyah itu berumur 29,5 hari. Sehingga kadang, kita berpuasa 29 hari, dan di waktu lain kita berpuasa 30 hari karena menggenapkan sampai terbenamnya matahari. Kita akan berpuasa 29 hari, jika 0,5 harinya itu sudah muncul di awal Ramadan. Dan kita berpuasa 30 hari, jika 0,5 harinya hadir di akhir Ramadan.

    Untuk tahun ini, sebenarnya 0,5 hari itu sudah muncul di awal Ramadan. Sehingga, di akhir Ramadan ini hilal sudah berada di atas horison meskipun tidak sampai 2 derajat. Bagi kelompok pertama, ini dianggap sudah cukup sebagai bukti bahwa bulan Syawal sudah datang. Karena itu, puasanya hanya 29 hari. Dan tanggal 30 sudah shalat Idul Fitri.

    Namun, bagi kelompok kedua, belum cukup hitungan di atas kertas itu, karena bisa saja salah. Karena itu harus dibuktikan dengan ’melihat’ munculnya hilal di ufuk Barat. Jika tidak terlihat, keputusannya adalah menggenapkan puasa menjadi menjadi 30 hari. Tetapi jika terlihat, mereka akan mencukupkan puasanya hanya 29 hari. Dan kita shalat Id bersama. Oh, betapa indahnya…

    Sayangnya, kemungkinan besar, hilal tidak akan terlihat karena bulan sabit itu demikian tipisnya. Ia akan menampakan diri di atas horison tidak sampai 2 derajat. Dari pengalaman para ahli astronomi, bulan sabit baru akan tampak oleh mata atau bahkan oleh peralatan jika berada di ketinggian minimal 4 derajat. Karena itu, di sejumlah negara dibuat kesepakatan, bahwa yang disebut bulan baru itu adalah jika hilal sudah setinggi minimal 4 derajat di atas horison.

    Nah, selama kedua belah pihak bersikukuh dengan pendapat masing-masing tentang datangnya bulan baru, maka ’masalah yang tidak perlu’ ini akan terus ada. Di Mesir, perbedaan ini dengan sangat mudah diatasi oleh pemerintah. Yakni, dengan menyerahkan kepada ahlinya. Masing-masing golongan yang berbeda tidak boleh melakukan perhitungan dan rukyat sendiri-sendiri, melainkan diserahkan kepada lembaga astronomi milik negara.

    Para ahli Astronomi itulah yang menghitung, dan kemudian merukyat di lapangan dengan menggunakan peralatan yang mereka miliki. Hasilnya diserahkan kepada lembaga fatwa yang dikenal sebagai Darul Ifta’ yang berisi para ahli fiqih dari Universitas Al Azhar. Maka, sidang isbat yang terjadi sangatlah singkat dan tidak ruwet. Cukup melakukan cross-check hasil pengamatan lembaga astronomi dari berbagai wilayah, dan kemudian melegitimasi. Hasilnya diumumkan oleh pemerintah, dan ditetapkan sebagai keputusan resmi yang harus diikuti oleh seluruh warga.

    Di Indonesia belum ada ketegasan dan kesepakatan seperti itu sehingga masalahnya tidak selesai-selesai. Tapi kita semua berharap, mudah-mudahan perbedaan ini tidak akan berlarut-larut ke masa depan. Tentu saja seiring dengan kedewasaan kita dalam beragama. Bahwa berbeda itu memang membawa rahmat, jika digunakan untuk kemaslahatan umat. Tetapi, menjadi mudharat jika umat menjadi terpecah belah dan tidak nyaman dalam beribadah. Allah tidak pernah mempersulit hamba-hamba-Nya dalam beribadah. Ambillah yang mudah, jangan dipersulit…

    QS. Al Baqarah (2): 185
    (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan maka (berpuasalah) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki KEMUDAHAN bagimu, dan TIDAK menghendaki KESUKARAN bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

  243. untuk pak thomas, karena kemarin masih belum di atas dua derajat, jadi hari ini pak thomas bisa tolong melihat lagi nanti sore sehabis magrib hilal sudah berada di ketinggian berapa? dan mohon untuk dipublikasikan ke rakyat Indonesia supaya rakyat tahu bahwa besok benar – benar bulan syawal… trims
    supaya dapat berlaku adil saja, hari ini ditunggu beritanya hilal sudah berada di ketinggian berapa.trims

  244. Buat yang komentarSudahlah ga usah saling menyalahkan,mau negara lain hari ini lebaran ya silahkan yang mau besok silahkan gitu aja kok repot, ngurus diri sendiri aja ga becus apalagi mau ngurusin lebaran orang lain

  245. bapak professor,gelar anda memang bagus tp itu cuma pemberian manusia bukan pemberian ALLAH SWT,tolong bapak kalau berbicara jangan memperkeruh suasana dengan menjudge suatu ormas tertentu,perbedaan dalam islam itu sudah biasa dan menjadi rahmat karnanya,anda berbicara seolah-olah paling ahli dan paling tau tp perlu anda ketahui hanya ALLAH SWT yg maha tau segala-galanya,muhammadiyah punya alasan tertentu dan NU jg demikian jd biarkanlah mereka sama-sama menjalankan keyakinannya,islam itu akan terpecah menjadi 73 bagian tp cuma satu bagian yg masuk surga,itu kata rasulullah,kita tak tahu Muhammadiyah atau NU yg masuk surga atau kedua-duanya tertolak wallahu’alam bissawab.

  246. dari dulu muhammadiyah itu sudah banyak salah jalan,titik!!!katanya ormas modern tp kok alergi pake toeri modern, membid’ahkan org padahal banyak bid’ah sendiri yang dijalankan, spt cara trwh yang dilakukan setelah isya’,pdhl rosul trwhnya tengah malam,apa itu jg gak bid’ah?!kalo mau murni kayak rosul ya tiap hari pake jubah,surban,imamah,trwh tengan malam,kyk rosul gitu..trs pergi haji ya jangan naik pesawar,soalnya rosul nggak naik pesawat waktu itu,apa bukan bid’ah itu?persis yang saudara dengan muhammadiyah aja lebih maju dan terbuka terhadap perubahan..dasar kepala batu!

    • iya yah dasar organisasi. bid’ah, jaman rosul gx ada organisasi, makan harus dg kurma, kendaraan pake unta-pakai bhs arab lagi. segala bikin sekolah ama rumah sakit segala, kalau mo mencontoh Nabi, orang2 muhammadiyah hrs punya istri lebih dari satu, bawa pedang, dasar muhammadiyah kelompok sesat sesesat-sesatnya. sholatnya gx pakai ushalli, qunut shubuh, orang mati kaya anjing gx ditahlilan, itu kan contoh Nabi..!!! nabi juga shlatnya pakai ushalli, siti Khadijah wafat ditahlili, banyak baca kitab dong…

    • WOOOOOOOOOI, pak propesor nya MANAAAAAAAAAAAAAA, kasi jawaban dong buat tanggapan kita, knapa kita beda sendiri lebarannya? knapa sumpah orang2 yang lihat hilal itu di tolak padahal nabi nggak pernah menolak sumpah arab badui yang menyatakan melihat hilal? Ayo dong pak propesor, kami tunggu kebesaran hati anda dan jawaban ilmiah anda untuk menjelaskan masalah ini, biar kami tau dan makin yakin dengan kualitas ilmu astronomi panjenengan, matur nuwun

    • sebetulnya muhammadiyah terpercik ludah sendiri, banyak bidah dijalankan dan juga taklid dg pemimpin2nya yg bisa salah memberikan fatwa

  247. yang ingin saya tanyakan APAKAH ANDA YANG BERANGGAPAN 1 SYAWAL JATUH HARI RABU 31 AGUSTUS berarti pula menyalahkan pelaksanaan shalat Id di Masjidil Haram yang terlakasana pada hari ini, selasa 30 Agustus.2011? MOHON JAWABAN DAN PENJELASAN.

  248. ini mah sudah basi…
    (saling menyalahkan pihka lain tanpa ada diskusi yang terbuka dan komprehensif)
    pak prof sekolahnya dibiayai sama pemerintah….
    hidupnya juga dibiayai sama pemerintah….
    diberi gelar professor riset malah, sama pemerintah….
    jadi wajar saja kalo membeo sama pemerintah…

    ga’ usalah pak bikin makalah panjang Lebar buat menegaskan kalo metodenya paling benar (yang ga’ menyentuh sama sekali dengan pokok persoalan). Kalo memang pake hisab kita sudah bisa menentukan pergantian bulan, ngapain mesti Pake hilal…
    Sama saja kita jihadnya pake pedang di zaman modern sekarang (maaf kalo saya naif)….
    Islam itu agama uiversal, berlaku sepanjang zaman,,,,
    kalo memang rukyat memiliki keterbatsan, kenapa harus kita pertahankan…
    masa’ mo disamakan status kita sama nabi…
    nabi mah dituntun sama wahyu…
    jadi tanpa hisab pun ga’ mungkin meleset perhitungannya itu bulan sudah berganti apa belum…
    di zaman sekarang teknologi astronomi sudah jauh lebih maju… (pak prof pasti lebih tahu itu)

    artikel yang bapak berikan di Link

    Menuju Kalender Hijriyah Tunggal Pemersatu Ummat


    sama sekali tidak memberikan penejelasan yang memadai mengenai keunggulan metode imkan rukyat yang bapak propagandakan itu terhadap metode hisab…
    malah hanya terkesan sebagai pembelaan emosional dari seorang professor (kaki tangan pemerintah) yang seharusnya memberikan uraian yang mesti lebih dari itu…
    saya hanya mendapat kesan kalo pernyataan bapak bahwa “metode yang dipake Muhammadiyah sudah ketinggalan zaman” itu hanya pernyataan kosong yang g’ berdasar sama sekali…

    lagian ngapain para anggota MUI gaya -gayaan jadi astronomer sampe pake teropong yang dipake galileo 600 tahun lalu buat mengamati hilal, kalo seandaianya data astronomi (yang diperoleh dari alat yang lebih canggih dari itu) mengenai pergantian bulan sudah ada sama mereka… (kan bapak sendiri jauh lebih tahu kalo operator matematik dikategorikan sebagai alat dalam astronomi)
    emang nabi dan sahabat2 jaman dahulu pake teropong buat melihat hilal..?? kan tidak….
    lalu darimana dasarnya bapak sampe mengatakan kalo metode imkan rukyat itu lebih Bagus dari Metode HIsab..??
    tolong pak diberikan penjelasan yang lebih detail..
    bila perlu sekakian sama dokumennya yang bisa di download….
    soalnya saya dan teman2 saya sangat penasaran dengan masalah ini…
    dan kebetulan saya juga masih awam…

    • kayaknya terbalik deh bos …. pemerintah dengan ketidak tahuannya butuh masukan … dan biar terkesan elegan maka masukannya harus dari profesor yg membidangi astronomi dan LAPAN adalah lembaga yg tepat. Jadi sebagai manusia dimana tempatnya salah dan lupa bisa saja seorang profesor salah melakukan diagnosa. Dan sudah kadung di lempar ke publik jadi meski salah harus dibela mati2 an demi wibawa pemerintah … hayoooo

  249. Yang saya heran, seperti kata teman saya : gerhana saja kita sudah bisa memastikan kapan terjadinya, dan ternyata pada saatnya terjadi, persis dari jam, menit hingga detiknya. Lha masalah 1 Syawal kok kisruh terus. Dan ini hanya terjadi di Indonesia. Atau memang ada kepentingan lain antara penguasa / pemerintah dengan ormas tertentu ? Yang pasti dengan kisruhnya tentang hal itu, yang senang adalah kaum non-Muslim.

    • persoalannya bukan disitu non…menurut perhitungan sdh jelas bahwa jam dan tanggal muncul bulan…yang jadi masalah adalah apakah terlihat hilal atau belum oleh mata telanjang (bersarung ?)…mudheng ?!?!

  250. Yang membela Muhammadiyah justru bukan orang Muhammadiyah, tapi fakta bahwa 1.Indonesia ditertawakan oleh negara negara OKI (hanya 4 negara yg 1 Syawalnya tgl.31) 2.Anda bilang alatnya canggih, ternyata dah ketinggalan 3.Anda bilang Muhammadiyah terbelenggu, ternyata anda sendiri yang terbelenggu dalam teori yg telah ktinggalan 4.Yg saya tau Muhammadiyah itu bagian dari jaringan Islam Internasional, jadi gak mungkin klo dibilang gak tau masalah ini.

  251. Untuk menentukan pertanggalan bukan hanya berdasarkan teknologi yang katanya moderen, mutakhir, tapi juga mengikuti dalil cara mana yang lebih sohih yang sesuai dengan pemahaman ataupun pengamalan nabi dan para sohabatnya, baru dibantu dengan teknologi astronomi, terbukti di saudi masih menjalankan sistem yang menurut artikel diatas udah ketinggalan teknologi atau banyak ditinggalkan. Mungkin juga perlu indonesia mengadakan studi banding ke saudi dalam penentuan pertanggalan, (bukan berarti kita tdak tahu teknologi), tapi menentukan cara yang shohih, berdiskusi dengan para pakar hadits dan ilmuwan saudi agar bisa diterima oleh semua kalangan di Indonesia. Sehingga Indonesia sepakat mempunyai satu cara dalam penentuan pertanggalan. Terima kasih.

  252. wah wah wah,, rame ya disini, sebagai orang awam, saya juga bisa liat koq sidang isbat tadi malam, siapa yang sangat “sok pintar” dan langsung menolak ada dua pendapat yang berbeda dengan pikirannya…
    Saya pikir Muhammadiyah tidak ada mendesak harus berlebaran tanggal 30, mereka hanya minta izin saja…
    urusan haram gak haram ya,, sama Allah aja,,

  253. Klo teori yg prof jelaskan ini benar, berarti negara-negara islam seperti malaysia, singapura, UEA, arab saudi dan beberapa negara islam lainnya salah dalam menentukan 1 Syawal donk?.

  254. pak thomas teh best dech muhamdiayah cuma ego, malu mengakui kebenaran, karena terlanjur berpendapat sebalik yang sudah ada, capek dech aku

  255. Wah makin banyak aja nih yg sok pinter dan nge”guru”in Muhammadiyah?Padahal untuk menutupi malunya mereka,krn metode terbarunya justru tidak dipakai negara asal agama Islam ataupun negara tetangga yg berdekatan?Yg merasa dirinya paling benar siapa?Mohon berkaca sebelum menghakimi.Kenapa hanya Indonesia yg lebaran tgl 31,knp Malaysia dan Singapur tetap tgl 30?Bisa jadi teori anda benar…Makanya,yg disuruh lihat hilal jgn yg matanya udah rabun atau katarak…Kita dikasih akal untuk berfikir,maka berfikirlah!Tidak perlu membela golongan tertentu dan menyudutkan golongan lain.Sekalipun Muhammadiyah tidak lebaran hari ini,saya tetap lebaran…Akal saya tidak boleh mandek seperti kalian,yang hanya menerima saja atau taklid buta terhadap pemimpin,meskipun pemimpin salah?Semoga saja yg dijadikan pimpinan bukanlah org yg masih percaya nyi roro kidul dan kirim-kirim sesajen serta diruwat dirinya karena percaya dengan dewa dewi…Karena saya org yg kurang paham agama,namun logika saya terhadap agama tidak demikian seperti yg diterapkan pemerintah atau yg dianggap kalian sebagai pemimpin…Mau lebaran tgl 30,atau tgl 31,kalian tetap muslim bukan?Kenapa harus menjatuhkan?Tidak malu dilihat non muslim?Ini kenapa Islam tidak bisa bangkit…Semua hanya mementingkan golongannya!Semoga kalian semua bertobat,karena mungkin kiamat sudah dekat…

  256. Ini profesor atau provokator? Orang ini benar-benar tidak beretika! Dalam berbagai tulisannya dengan mencolok dia menuliskan titel dan profesinya sebagai “Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN”. Sebagai seorang ilmuwan (Seperti yang selalu diiklankan dalam tulisannya itu) sudah selayaknya dia bebas nilai dan hanya bicara hal-hal yang berhubungan dengan disiplin ilmunya saja.
    Mestinya dia hanya bicara hal-hal yg berhubungan dengan astronomi dan bukan malah ikut-ikutan memberi penafsiran terhadap suatu masalah agama atau membuat penilaian terhadap hasil ijtihad yg dilakukan oleh kelompok agama lain. Apalagi kalau lalu diperparah dengan kreatifitasnya ikut2an menentukan kapan hari Idul Fitri yg benar .
    Sungguh memalukan, memanfaatkan titel untuk menggiring opini pembaca terhadap bidang lain diluar kompetensinya!

    Pada kenyataannya, sejak ada tulisan-tulisan rovokatif yg dipublikasikan secara luas dari profesor berhati dengki ini, keresahan dan “pergesekan” umat malah makin keras, Padahal soal perbedaan idul fitri ini kan bukan soal baru, dan selama ini elite-elite masing-masing ormas yg berbeda keyakinan selalu arif dan mengedepankan toleransi dalam bersikap atau pada saat membuat statement. La ini kok tiba-tiba ada orang yg ngaku2 pakar terus mengipas-ngipasi kerukunan dan toleransi yang selama ini sdh dibangun dengan baik.

  257. Pak Prof Kok belum juga memberikan Comment nya ya… sedang sibuk mudik kali ikut lebaran tanggal 30 Agustus 2011 (my be)… Mohon Maaf Lahir Bathin untuk semua yang comment di sini inga…. Inga… perdebatan berdasarkan ilmu dan hikmah jangan berdasarkan esmosi…. maaf sy hanya orang awam…

  258. iya deh indonesia paling bener nentuin lebaran tgl 31 agustus besok.., tapi kenapa negara2 lan yg notabene deket sama indonesia kok lebarannya tgl 30 agustus??…. yg jauh dari indonesia -eropa- dan arab saudi juga sama tgl 30 agustus??…
    jawabannya…. negeri kita polusi korupsi sampe2 si hilal aja ga mau muncul… takut dikorup juga pak!!!

  259. Mari kita baca tulisan Pak Thomas Djamaluddin ini secara bijak. Saya yakin bukan maksud beliau untuk mengecilkan suatu pihak. Malah beliau bermaksud agar yang bersangkutan bisa berlaku lebih adil.

    Menurut saya Muhammadiyah memang lebih baik mengedepankan semangat persatuan daripada mengunggulkan metode hisab yang dianutnya. Toh, Islam memungkinkan kita untuk bersepakat dalam hal ini berdasarkan dalil-dalil yang umum diketahui. Muhammadiyah tidak mungkin mengharamkan rukyat karena ilmu hisab adalah perumusan hasil observasi (rukyat). Maka, mengapa belum rela mengalah demi persatuan umat?

    Kriteria 2 derajat, walau dinilai tidak ilmiah, menurut saya tidak apa-apa digunakan sebagai nilai awal sebelum ditemukan nilai yang lebih tepat melalui penelitian yang berkesinambungan.

    Saya mengajak kita semua untuk membayangkan manfaat yang diperoleh jika kita bersepakat mengenai hilal ini dan hanya melihatnya dari sisi kerugian yang bisa dihindari berkat sikap saling menghargai yang mampu kita wujudkan (seperti dikatakan oleh beberapa orang).

    • ralat paragraf terakhir:

      Saya mengajak kita semua untuk membayangkan manfaat yang diperoleh jika kita bersepakat mengenai hilal ini dan BUKAN hanya melihatnya dari sisi kerugian yang bisa dihindari berkat sikap saling menghargai yang mampu kita wujudkan (seperti dikatakan oleh beberapa orang).

    • Islam itu lintas pulau, provinsi, negara. Kita gak boleh terlalu picik hanya bersepakat untuk Indonesia saja. Malah lebih lucu lagi, Indonesia yg lebih dahulu 4 jam dari Saudi Arabia, tapi lebih lama 1 hari untuk 1 Syawal nya. Dan profesor masih merasa pintar sendiri, tak mau minta maaf

  260. Maju terus prof
    sampaikan demi persatuan umat

  261. Sdr TDjamaludin ini memang sedang Frustasi, Berhalusinasi dan overdosis karena daganganya imkanurrukyat gak laku di Muhammadiyah. Coba kalau dijual kepada para penganut tahlil pasti laku keras karena habitatnya memang disitu.
    Tradisi Hindu pitung dinoan, 40hr, 100hr memang bisa dirukyat dengan metode Kyai TDjamaludin ini koq.
    Jadi jika anda mau Tahlilan gunakan saja tenaganya murah koq

    • kok emosi sih bahasa nya????

      • Bahasa yg dipakai sdr Argress memang kurang bijak, tapi komentar seperti itu seperti halnya komentar2 lain yg masuk kesini sudah bisa diprediksi sebelumnya.
        Semua komentar ini sebenarnya HANYA ASAP dari SUMBER API tulisan prov DJamaluddin sendiri yg sangat provokatif.
        Jadi kalau kita semua masih waras, Yang HARUS DIPADAMKAN adalah APINYA dan bukan sibuk menghalau asapnya. Kalau api padam otomatis asap juga hilang.

  262. banyak kepentingan ya. sehingga sulit menentukan 1 Syawal.

  263. Para ahli hisab dan rukyat di indonesia sebaiknya segera duduk satu meja dan bekerja keras menyatukan perbedaan pendapat..

    Saya tidak setuju dengan kata2 perbedaan adalah rahmat jika menyangkut penetapan 1 syawal…
    wong tata cara sholatnya sama kok mesti beda tanggalnya…

    Kita yang rakyat biasa yg tidak berafiliasi ke organisasi agama manapun dan awam tentang ilmu hisab dan rukyat jangan dibuat bingung…

    Selama belum ada kesepakatan, lebih baik mengikuti keputusan MUI dan sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai instansi yang sah mewakili Ulama dan Umaro

  264. Sdr TDjamaludin ini memang sedang Frustasi, Berhalusinasi dan overdosis karena daganganya imkanurrukyat gak laku di Muhammadiyah. Coba kalau dijual kepada para penganut tahlil pasti laku keras karena habitatnya memang disitu.
    Tradisi Hindu pitung dinoan, 40hr, 100hr memang bisa dirukyat dengan metode Kyai TDjamaludin ini koq.
    Jadi jika anda mau Tahlilan gunakan saja tenaganya murah koq

    inilah jiwa orang muhammadiyah. tak ada akhlak sedikiputpun. baru bisa taklid buta pada majlis tarjih, lalu baca buku terjemah namun belagu sebagai penghuni syurga. padahal umur 100 tahun belum sampai. muhammadiyah adalah kaum pemecah belah umat serta yang meringan ringan syariat, tempat mazhabnya orang tak bermazhab, tempatnya para fanatik buta yang takabur pada pemerintah, yang tak mengakui ulama sekelas ibnu hajar haitami, karena majlis tarjih jahilnya lebih dia taklid buta. kasian dech loe muhammadiah, sebagai cepat sadar dari kebodohan global.

    • kok nadanya sama dengan yg dikomentari … satu jari menunjuk … 3 jari lain menunjuk dirinya sendiri .. wak wawwwww

      • ha..ha..ha…ha…sampe kagak bisa berhenti ketawa ngebaca koment U,kay,,,lucu juga nih ya, yang menunjuk dan ditunjuk sama sama bodong…

  265. indonesia dan brunei, arab adalah iktilaf matali’;.
    rukyah itu untuk wujud hilal bukan wujud bulan
    untuk tahu kapan merukyah kita gunakan hisab
    metode hisab ada beberapa ada hisab 5 ada hisab 8, dll
    beda hisab beda cara lihat rukyah.

    rukyah hilal bila imkan, kalau tak imkan maka tak bisa rukyah
    kalau tak ruyah maka takmil
    kalau takbil maka rabu, siapa selasa dosa.
    hukmul imam tarfaul khilaf. kalau imam sudah ketok palu, khilaf pendapat tidak berlaku.
    wajib taat pada ulil amri kata tuhan.
    maka muhammadiayah.

    1. kumpulan orang jahil yang fanatik buta.
    2. kumpulan orang alim yang takabur. karena kalau ia ikut pemerintah harus menanggung malu yang besar terhadap kesalahan kesalahan tahun tahun sebelumnya. lucunya ditv semalam muhammadiayah gak pake hadist abu hurairah. jadi hadist nabi yang tak sesuai napsunya ditinggalkan. pake hadist ibnu umar karena cocok dengan napsu, anehnya yang jadi mujtahid gadungan dia sendiri. dimanakah warasatul ambiya. kalau majlis tarjih warasatul ambiya kok jauh ya,
    3. muhammadiyah kumpulan orang yang tidak mau capek.
    shalat tarawih 8 rakaat.
    tidak mau sedekah dihari kematian
    tidak mau bersedekah doa dihari kematian
    dengan alasan bid’ah yang ditaklid pada majlis tarjih yang modal buku buku terjemah, kalau ada yang paham bahasa arab, diragukan karena banyak uang organisasi jadi gaji mereka.jadi sesuai pesanan.
    4. tempat artis muhammadiah cari sesuap nasi dengan film sang pencerah.
    5. kalau saya buat daftar bisa panas lebih dari tulisan prof.

    prof. aku pendukung utamamu, jangan anda pedulikan para fanatik buta tampa ilmu itu, dan asik mencari pemebanran, karena ekor kucing mereka terpijak dengan manis oleh “kaki ilmiah anda”

    prof. bisakah saya dapat no hp anda kapan kapan saya telepon, karena ilmu hisab muhammaddiyah memang perlu ditinjau ulang karena sangat kadaluarsa sekali.

    • Saya dari kalangan keluarga muhammadiyah, tapi saya netral dan memandang baik kemajuan. saya ingin mengikuti ulil amri dan ingin puasa hari rabu, tapi…, saya rasa Indonesia tidak mempunyai ulil amri yang Siddiq. baca komen saya selanjutnya

    • emang ada sudah liat surga apa…

      di Luar sana ada banyak orang yang lebih jago dibandingkan pak prof ini kalo soal astronomi…
      yang dijadikan muhammadiyah senbagai patokan metode yang digunakan…

      saya yakin anda ini orang yang ngefens berat sama pak prof…
      sampe men-taklid buta pendapat Beliau..
      sampai ngatain orang lain sesat segala..

      ingat ini negara demokrasi…
      berpendapat itu pake akal…
      bukan taklid buta…
      jadi kalo Pemimpin sesat anda mau juga ikut2an sesat..??

      g’ ada kewajubannya buat tunduk sama pemerintahan yang zalim…

      anda kira dalam sejarah Islam g’ pernah terjadi kudeta apa…

      sejak zaman khulafaurrasyidin sudah ada itu yang namanya pemberontakan terhadap pemimpin…

      anda terlalu berhalusinasi menafsirkan hadits itu…

    • hihihi… kelihatan kok dari cara berbahasanya seperti apa orang dan organisasinya 🙂

    • 1. dari tulisannya udah keliatan siapa yang fanatik buta
      2. ngomong masalah nafsu, tp lisannya bicara pake nafsu
      3. terawih 20 rakaat tp klewat cpet, bisa khusyu’ mas?? keren ni orang
      4. artis dbawa2, ga nyambung mas, konteksnya mslah hilal nii
      5. yg suka ngompor2in = pengadu domba = pemfitnah = lanjutin sendiri…

      saya muhammadyah bung, keluarga saya jg muhammadyah, tp saya ikut lebaran tgl 31, jadi hati2 dg lisan anda!!!

    • muhammadiah tidak mau masuk neraka….maka tidak bebas dalam bertindak

  266. Sejak kejadian semalam, sidang penetapan, saya semakin ingin mengetahui, apa itu methode hisab, dan bagaimana methode rukyat. Saya dari kalangan keluarga Muhammadiyah, dgn mengikuti sidang semalam saya ingin puasa pada hari ini 30 agustus karena sepakat semua dan bahakn disebutkan sepakat 5 negara, namun akhirnya saya ikut lebaran yang tgl 30 agustus setelah lihat kebenaran yang dinyatakan oleh petugas laporan pemerintah.

    saya bisa terima Profesor sbg masukan yang sangat bagus dan menjadi latar blkg keinginan saya ingin belajar ilmu hisab dan rukyat.

    saya tidak mempermasalah yang selasa dan rabu, saya bisa terima itu sebagai perbedaan karena fitrah manusia.

    yang jadi masalah dan membuat saya EMOSI :
    PERNYATAAN PEMERINTAH BAHWA TELAH SEPAKAT 5 NEGARA INDONESIA DAN PARA TETANGGANYA. DUSTA BESAR !!!!!
    SEMUA HARI SELASA KECUALI INDONESIA. BAHKAN DI MALAYSIA TIDAK ADA YANG LEBARAN SELAIN HARI INI (SELASA)

    MAU SEBERAPA HEBATNYA TEKNOLOGI INDONESIA, SEBERAPA BENARNYA IJTIHAD, SAYA TETAP SAKIT HATI KALAU DIBOHONGI. KENAPA HARUS MEYAKINKAN UMAT DENGAN BERBOHONG???? HAMPIR SAJA SAYA MENJADI ORANG BIMBANG.

    JANGN SALING PECAH BELAH!!!

  267. muhammadiyah durhaka dengan pemerintah. alasan wajib taat kepada nabi, seolah nu tidak taat nabi. nu taat nabi taan pemerintah, muhammadiayah tak taat nabi tak taat pemerintah. ijtihad muhammadiyah dilakukan oleh orang dibawah imam mujtahid mutlaq, seperti din syamsuddin tahu apa dia, diacara tv one satu jam lebih dekat nampak sekali basis ilmu agamanya sangat rendah. anehnya muhammadiyah maui masuk syurga duluan dengan awal lebaran, sedangkan nu masuk neraka karena berpuasa dihari yang haram. capek dech

    • BETUL.. SETUJU… BIASANYA MEMANG ORANG KALAU AKALNYA TIDAK NYAMPE MAKA YANG KELUAR MARAH2, OKOLE METU… SABAR PROF…

      • sabar ya prof, anda morang jaman purbakala, bisanya cuma mencela, sabar ya prof, anda cuma unjuk gigi di dunia maya, sabar ya prof karena anda cuma OMONG DOANG!

    • anda baca alquran yg bener lagi deh, sebelum menghina orang lan, bicara soal ketaatan pada pemerintah ayatnya jangan di potong pak sunankalijaga gadungan!. baca lanjutan ayatnya. Apabila diantara kamu berselisih paham kembali kepadaku (Alquran dan rasulmu (Hadist). Jadi boleh kok gak nurut pemerintah, hanya saja pemerintah memang gak pernah meneruskan bacaan ayat Alquran tsb untuk kepentingannya. 🙂

    • Sunankalijaga sakti1,…gak ada guna bebantah2an, kalo seperti katak dibawah tempurung. Apa semua orang di Saudi Arabia dan negara tetangga lebih bodoh dari prof jamaludin ? Apakah mereka yg di Mekah tidak taat kepada nabi ?Kita lebih dahulu 4 jam dari Saudi Arabia…masak 1 Syawal telat 1 hari dari Saudi Arabia ? Itulah kalo kurang gaul, kurang silaturrahmi, disitulah kelebihan Muhammadiyah…..tidak taqlid buta sama profesor yg sebenarnya provocator

  268. ni profesor atau provokator? Orang ini benar-benar tidak beretika! Dalam berbagai tulisannya dengan mencolok dia menuliskan titel dan profesinya sebagai “Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN”. Sebagai seorang ilmuwan (Seperti yang selalu diiklankan dalam tulisannya itu) sudah selayaknya dia bebas nilai dan hanya bicara hal-hal yang berhubungan dengan disiplin ilmunya saja.
    Mestinya dia hanya bicara hal-hal yg berhubungan dengan astronomi dan bukan malah ikut-ikutan memberi penafsiran terhadap suatu masalah agama atau membuat penilaian terhadap hasil ijtihad yg
    dilakukan oleh kelompok agama lain. Apalagi kalau lalu diperparah dengan kreatifitasnya ikut2an menentukan kapan hari Idul Fitri yg benar .
    Sungguh memalukan, memanfaatkan titel untuk menggiring opini pembaca terhadap bidang lain diluar kompetensinya!

    Pada kenyataannya, sejak ada tulisan-tulisan rovokatif yg dipublikasikan secara luas dari profesor berhati dengki ini, keresahan dan “pergesekan” umat malah makin keras, Padahal soal perbedaan idul fitri ini kan bukan soal baru, dan selama ini elite-elite masing-masing ormas yg berbeda keyakinan selalu arif dan mengedepankan toleransi dalam bersikap atau pada saat membuat statement. La ini kok tiba-tiba ada orang yg ngaku2 pakar terus mengipas-ngipasi kerukunan dan toleransi yang selama ini sdh dibangun dengan baik.

    ini satu lagi contoh muhammdiyah jahil tak paham masalah. baca dulu, renung, jangan merasa muhammadiyah nabi bersih dari salah.

  269. Wah makin banyak aja nih yg sok pinter dan nge”guru”in Muhammadiyah?Padahal untuk menutupi malunya mereka,krn metode terbarunya justru tidak dipakai negara asal agama Islam ataupun negara tetangga yg berdekatan?Yg merasa dirinya paling benar siapa?Mohon berkaca sebelum menghakimi.Kenapa hanya Indonesia yg lebaran tgl 31,knp Malaysia dan Singapur tetap tgl 30?Bisa jadi teori anda benar…Makanya,yg disuruh lihat hilal jgn yg matanya udah rabun atau katarak…Kita dikasih akal untuk berfikir,maka berfikirlah!Tidak perlu membela golongan tertentu dan
    menyudutkan golongan lain.Sekalipun Muhammadiyah tidak lebaran hari ini,saya tetap lebaran…Akal saya tidak boleh mandek seperti kalian,yang hanya menerima saja atau taklid buta terhadap pemimpin,meskipun pemimpin salah?Semoga saja yg dijadikan pimpinan bukanlah org yg masih percaya nyi roro kidul dan kirim-kirim sesajen serta diruwat dirinya karena percaya dengan dewa dewi…Karena saya org yg kurang paham agama,namun logika saya terhadap agama tidak demikian seperti yg diterapkan pemerintah atau yg dianggap kalian sebagai pemimpin…Mau lebaran tgl 30,atau tgl 31,kalian tetap muslim bukan?Kenapa harus menjatuhkan?Tidak malu dilihat non muslim?Ini kenapa Islam tidak bisa bangkit…Semua hanya mementingkan golongannya!Semoga kalian semua bertobat,karena mungkin kiamat sudah dekat

    ini lagi muhammadiyah jahil fanatik buta

  270. Yang membela Muhammadiyah justru bukan orang Muhammadiyah, tapi fakta bahwa 1.Indonesia ditertawakan oleh negara negara OKI (hanya 4 negara yg 1 Syawalnya tgl.31) 2.Anda bilang alatnya canggih, ternyata dah ketinggalan 3.Anda bilang Muhammadiyah terbelenggu, ternyata anda sendiri yang terbelenggu dalam teori yg telah ktinggalan 4.Yg saya tau Muhammadiyah itu bagian dari jaringan Islam Internasional, jadi gak mungkin klo dibilang gak tau masalah ini.

    ini muhammadiyah bingung

  271. Bos, mana kalimat emosi saya? Coba camkan dan baca seribu kali renungkan! kalau perlu diwirid! Tidak ada bos.
    Saya hanya menyarankan bahwa tenaga dia bisa anda sewa untuk merukyat tahlilan, spt yang biasa anda lakukan. Terima saja karena anda mentradisikan budaya hindu itu.
    Justru anda yg sedang emosi! Ingat puasa lho anda wah jangan2 anda nggak puasa ya hari ini.
    Sumpah serapah yang anda sampaikan justru 100% cerminan dari mayoritas para penganut tahlil.

  272. bapak professor,gelar anda memang bagus tp itu cuma pemberian manusia bukan pemberian ALLAH SWT,tolong bapak kalau berbicara jangan memperkeruh suasana dengan menjudge suatu ormas tertentu,perbedaan dalam islam itu sudah biasa dan menjadi rahmat karnanya,anda berbicara seolah-olah paling ahli dan paling tau tp perlu anda ketahui hanya ALLAH SWT yg maha tau segala-galanya,muhammadiyah punya alasan tertentu dan NU jg demikian jd biarkanlah mereka sama-sama menjalankan keyakinannya,islam itu akan terpecah menjadi 73 bagian tp cuma satu bagian yg
    ,itu kata rasulullah,kita tak tahu Muhammadiyah atau NU yg masuk surga atau kedua-duanya tertolak wallahu’alam

    ini muhammdiyah peragu tapi diplomatis

    bung pendapat itu ada yang lemah, kuat, super kuat, ada yang maudu’.

    jadi prof adalah pendapat pling sahih lagi jadid untuk saat ini, sedangkan pendapat muhammadiyah pendapat qadim(usang) yang harus dibuang ketong sampah. gt lho

  273. Bos, mana kalimat emosi saya? Coba camkan dan baca seribu kali renungkan! kalau perlu diwirid! Tidak ada bos.
    Saya hanya menyarankan bahwa tenaga dia bisa anda sewa untuk merukyat tahlilan, spt yang biasa anda lakukan. Terima saja karena anda mentradisikan budaya hindu itu.
    Justru anda yg sedang emosi! Ingat puasa lho anda wah jangan2 anda nggak puasa ya hari ini.
    Sumpah serapah yang anda sampaikan justru 100% cerminan dari mayoritas para penganut tahlil.

    hindu beda lho sama islam. masa lupa sama serupa tapi tak sama.

    mana ada emosi yang ada semangat membela yang benar, jangan suudhan.

    jadi muhammadiyah itu penduga seperti anda, maka hari raya yang anda lakukan juga dugaan bahwa majlis tarjih anda benar???karena untuk yakin gak ada cara???betul????

  274. Menarik tulisan yang dikemukan ini. Namun sayang seorang Professor tidak memberikan informasi yang berimbang dan jelas sekali si prof ini sebagai wasit yang berat sebelah. Dan rasanya pendapat seperti ini diignore saja. karena akan lebih memperkeruh suasana.

    Ada yang perlu dicermati pada penetapan 1 Syawal 2011 ini. Pemerintah mengatakan bahwa titik pengamatan hilal 90 lebih. Namun yang ada 3 daerah yang melihat hilal yang kemudian dianulir. Sedangkan dilaporkan 33 tempat tidak melihat hilal. Lalu informasi dari 60 lebih tempat pemantauan hilal tidak ada infonya sama sekali. Ada apa dibalik ini???? Ini adalah tipe laporan yang menjadi kebiasaan pemerintah karena selalu hanya mengambil data yang sesuai dengan keinginannya. Inilah akibatnya kalau urusan agama dicampur adukkan dengan urusan politik.

    Pernyataan NU dan ketua MUI yang menyebutkan bahwa yang berhak menentukan 1 syawal adalah Amir atau Pemerintah dan wajib diikuti. Itu sangat BENAR. Namun kita tahu pemerintahan seperti apa yang bisa kita jadikan panutan seperti itu. Sudah bukan rahasia lagi pemerintah kita suka merekayasa data dan informasi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa departemen agama kita adalah departemen terkorup dinegeri ini.

    Yaa Allah tunjukilah kami kejalan yang Engkau Redhai dan Kuatkanlah hati kami ditengah-tengah pemerintahan kami yang amburadul ini… Amiiinnn….

  275. SEKARANG LEBARAN ATAU BESOK LEBARAN SAMA SAJA…..!!!…….JUSTRU YG MELECEHKAN KEPUTUSAN ULAMA ENTAH ULAMA DARI NU ATAU ULAMA MUHAMMADIYAH ATAU ULAMA ORMAS ISLAM LAINNYA ADALAH PROVOKATOR SEJATI….!!!!!…ENTE DI BAYAR BERAPA UNTUK MENYUDUTKAN ORMAS ISLAM YG CENDERUNG AKAN MENYULUT PERPECHAN UMAT ISLAM..?

  276. mana ada sumpah serapah. yang ada ungkapan perasaan lihat acara tv semalam, tampa malu minta izin pada pemerintah untuk lebaran, seolah olah tak ada harga pemerintah ii dimata muhammdiyah, jauh jauh hari sudah ada pengumuman. buat aja pengumuman 10 tahun kedepan.

    2012
    2013
    2014
    2015
    dst

    karena toh muhamadiyah pake hisab. gak perduli sama rukyah, artinya kalau tak nampak hilal pake hisab. buat aja pengumuman 10 tahun yang akan datang untuk muhammaddiyah biar waktu menteri buat sidang istbat gak undang muhammadiyah lagi, karena untuk apa diundang yang ada bikin bingung umat aja. muhammadiyah memang suka pake cara alkhaalif turaf, tampil beda supaya dikenal.

    lihatlah buat film sang pencerah
    dibawah lindungan ka’bah
    taraweh 8 rakaat

    semua itu cocok sama napsu orang awam, makanya banyak diikuti.

  277. karakter asli Muhammadiyah semakin terlihat. Indonesia tidak ada., negeri ini milik negera muhamadiyah,

    saya sepakat ied 30 agustus, seperti muhamadiyah. tapi persatuan lebih utama. seperti pendiri negeri ini menolak 7 kata piagam jakarta demi persatuan

  278. cobalah kita berfikir cobalah kite bercermin cobalah kita mawas diri… kita ini umat Islam.. tapi ternyata kalian semua bodoh… kalian hanya mementingkan golongan kalian sendiri, organisasi kalian sendiri.. membela mati-matian golongan kalian sendiri, sampai mampus pun anda bela… Justru itu firus yang menkerdilkan umat islam dan memecah belah. maka bubarkan aja muhamadiyah, bubarkan aja nu, bubarkan aja semua organisasi yg lain. percuma…!!!!! kita bersatu dalam ukuwah Islamiyah..

  279. pak…. streaming hilal hari ini bisa liat dimana nih???… tolong publikasikan dong!!

  280. @ Argres : Wahh mulai emosi sampai-sampai bawa-bawa tahlilan & yasinan

  281. MUHAMADIYA YESSSS
    Tanpa mengurangi
    rasa hrmt kpd
    sesama Islam.
    hari selasa tgl 30
    agustus pd pukul
    18.30 WITA Bulan sdh kelihatan jelas di
    daerah sulawesi.
    Terbenam pd pukul
    19.30. Berarti tgl 30
    agustus kita telah
    memasuki bulan Syawal.

  282. Tanpa mengurangi
    rasa hrmt kpd
    sesama Islam.
    hari selasa tgl 30
    agustus pd pukul
    18.30 WITA Bulan sdh kelihatan jelas di
    daerah sulawesi.
    Terbenam pd pukul
    19.30. Berarti tgl 30
    agustus kita telah
    memasuki bulan Syawal.

    • itulah….
      saya setuju skali dengan anda…
      makanya saya heran kenapa pemerintah ini jumud skali…

      ujung2nya masyarakat yang rugi…

      sudah menyiapkan bahan makanan buat di bacakan doa di mesjid keesokan hari…eh… ujung2nya hari raya t jadi…
      jadi basi itu makanan disimpan satu malam..

    • shoechardhiyehc, tanpa mengurangi hormat saya bisa nggak di tampilkan streaming penampakan hilalnya

  283. pak keadaan hilal hari ini bagaimana? terlihat? berapa derajat? tolong publikasikan biar adil. thanks

  284. Yang jelas dan terang.. Setiap tanggal 3 Syawal pasti semua jadi bareng.. semua sepakat sama !!! Tak ada yang tanya kapan tangal 2 Syawal bagi Muhammadiyah dan Depag ? lalu kenapa tgl 3 kok jadi bersama-sama ? knapa ini terjadi hanya di Syawal dan kadang Dzulhijah saja ? mengapa tak ada sidang Itsbat di Muharam, Safar. Saya’ban, Rabiul awal, Rabiul Akhir, dll ?? Awam selalu tanya masalah ini. Jika bulan mati itu siap ( 0 derajat,0′, o” ) mau masuk ke tanggal berikutnya berapa jam lagi? Tak ada yg tanya 1 Muharam yg sdh merah di kalender itu direvisi, dimajukan atau diundur ?? Mengapa oh mengapa… Mengapa kemunculan Thomas Djamaluddin hanya saat menjelang Syawal di Depag ? Saat Muharam dan Safar, Dzulqaidah kemana ?

    • soalnya yang mengandung unsur ibadah dalam hal ini hari raya, hanyalah romadhon-syawal dan dzulhijjah. bulan2 lain tak ada unsur ibadah wajib.
      1 muharom mah gak ada tuntunan utk beribadah wajib apapun. kalo ada perayaan di mana2 hanyalah seremoni atau adat setempat saja.

  285. saya merasa dengan pembuat blog ini. salah satu widget blognnya sendri menunjukkan bahwa 30 agustus adalah 1 syawal. kenapa harus diingkari lagi?

  286. Judul tulisananya terlalu profokasi,,,
    Dan ternyata pada 30 Agustus 2011 nyata-nyata seluruh dunia merayakan Idul-fitri sesuai apa yang dikatakan muhammadiyah,,,

    Hilal tertutup Venus mas,,,
    Indonesia yang berada di antara garis equator sangat sulit kalau mau lihat hilal dengan mata telanjang atau teleskop dibawah 2 derajat,, dan kalau sudah 2 derajat ke atas tanggal sudah lewat berapa jam,,

    Menurut ku berdasarkan matematik,,, dimana astronomi pun bertumpuan kensana diatas bilangan “0”, atau 0,5 itu sudah bilangan baru.

    Malaysia, singapore, brunai, dan negara-negara yang sama-sama diantara 95-135 garis bujur tmur ajh 30 Agustus 2011 indonesia sendiri 31 Agustus 2011 katanya hasil kesepakatan 4 negara,,
    aku buakan orang muhammadyah,,, tapi aku yakin yang benar adalah benar,, bukan pertimbangan atas keragu-raguan.

    Tolong jangan profokatif kalau buat judul

  287. Assalamualaikum pak TDj,

    Senang mendengar penjelasan bapak seputar hisab rukyat, tapi akan lebih senang jika penjelasan bapak disertai dengan tabayyun terlebih dahulu, terutama jika mengkritik metode hisab Muhammadiyah. Bpk memang ahli astronomi namun keilmuan hisab rukyat (khususnya terkait pentafsiran dalil2 nampaknya masih hrs belajar lbh dalam (maaf y pak), knp sy bilang demikian, krn tampak sekali dalam komentar & tulisan2 bpk yang cenderung provokatif. Sehingga dipertanyakan kapabilitas bpk sbg astronom atau hnya seseorang yg memperkuat kelompok tertentu dgn berkedok ilmuwan ??. Hal yg perlu sy kritik lg pada anda (krn anda sukanya mengkiritik), janganlah berpendapat seolah opini tsb mutlak & benar, contoh kongkrit adl ttg lebaran 30 or 31 agustus 2011, bgm menurut anda jika hampir seluruh negara2 di dunia beridul fitri pd tgl 30 agustus ?, mereka jg pnya dasar (hisab plus rukyat)…mohon maaf sekali lg, hnya bermaksud watawa saw bil haq watawa saw bissobri…

    Salam dr kami yg tinggal di Eropa (yang agak sedih mendengar koment bapak pada sidang itsbat 1432 H dimana “terkesan” bahwa semua yg nonton adalah orang bodoh)…satu pesan lg mg2 selalu ingat pepatah ‘diatas langit ada langit’ (nyambung dgn astronomis kali)

    Mumpung lebaran, dengan kerendahan hati mhn maaf sebesar2nya jika ada yang tidak berkenan

    Fastabiqul Khoirot
    Wassalamualaikum WW

    • asw,saya sepakat dengan mas rasid,pak prof. nih menulis dengan kesan ingin menyudutkan muhammadiyah saja dan membela si NU dan ormas lainnya.
      padahal seperti yang kita ketahui bersama hampir di semua negara telah melakukan sholat ied hari selasa ini,lha apakah para pakar astronomi dibelahan bumi itu tidak BELAJAR pada pak thomas(maaf profesornya ditinggal dulu)….

      jadi kalau pak thomas ini benar benar benar dibenarkan mengapa ndak menjabat di dunia lain saja????
      jadi pendapat pak thomas ini seperti celotehan org sedang bangun tidur saja

      segeralah cuci muka pak nthomas dan belajar untuk tidak mencuci otak org awam.

      atau jangan jangan jangan jangan lagi nih ….

      • mungkin bahasanya terlalu menyudutkan.
        tapi sepahit apapun kebenaran memang harus diungkapkan.

        meskipun kebanyakan belahan dunia syawalnya hari selasa, tapi kebanyakan dasar mereka tidak kuat (sekedar ikut2an). seperti diketahui (bagi yang tahu) kalo Arab Saudi sering mengesampingkan pendapat ulama – astronomnya. maklumlah, kerajaan gituh. bahkan pernah melakukan rukyat tanggal 28 … apa nggak aneh tuh?!

    • setuju setuju setuju dengan anda…
      ya… bapak thomas ini bisa saja…muhammdiyah itu sudah ada jauh berdiri sebelum terbenntuknya pemerintahan, tentunya sudah mempunyai landasn tersendiri dan Sudah DI Akui dunia. kok malah metode nya di bilang Usang. Apakah ada Ilmu Pengetahuan itu Usang??? malah ilmu itu harus di belajari..
      Seandainya penanggalan calender sehari2 menGGUnkan METHODE RuKHIYAH, apakah ada tanggal yang di mundurin…??? wah BISA KACAU JADWAL SAYA PAK.APA LAGI PRESIDEN… ATAU JADWAL ANDA SENDIRI… hemm ALahamdulillah yah… Allah masih menguatkan methode Muhammdiyah… ^_^

      ini hanya sekedar Menambah Ilmu untuk Bapak…
      Tak Lupa saya mengucapkan,
      Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Wa Ja’alanallahu
      Minal ‘Aidin Wal Faizin

  288. SAYA SANGAT SETUJU DENGAN PENDAPAT PROFESOR 🙂

    • Berarti anda tidak setuju dengan KUASA ALLAH SWT. yang telah menjukkan kuasanya pada MALAM RABU kemarin, itu bulan bukan tanggal 1 mbak… tapi tanggal 2. ISTIGHFAR……

  289. ingat ini hari raya bung,..,,
    waktunya bermaaf-maafan…
    jangan saling sesat-menyesatkan…
    mungkin ada di antara kita yang belum diberi Petunjuk oleh Tuhan,,,,
    minal aidin wal faidzin,.,,
    mohon maaf lahir dan batin….

  290. Saya Sependapat dgn Prof Thomas, Muhammadiyah sebaiknya mempertimbangkan pendekatan Ta’akulli, dlm menyikapi perbedaan ini yang InsyaAllah sejalan dengan pendekatan ta’abuddi, kerna Nabi Sudah mempraktikannya dgn cara me Rukyat

  291. saya ulangi lagi karena tidak di publikasikan…
    Sejak kejadian semalam, sidang penetapan, saya semakin ingin mengetahui, apa itu methode hisab, dan bagaimana methode rukyat. Saya dari kalangan keluarga Muhammadiyah, dgn mengikuti sidang semalam saya ingin puasa pada hari ini 30 agustus karena sepakat semua dan bahakn disebutkan sepakat 5 negara, namun akhirnya saya ikut lebaran yang tgl 30 agustus setelah lihat kebenaran yang dinyatakan oleh petugas laporan pemerintah.

    saya bisa terima Profesor sbg masukan yang sangat bagus dan menjadi latar blkg keinginan saya ingin belajar ilmu hisab dan rukyat.

    saya tidak mempermasalah yang selasa dan rabu, saya bisa terima itu sebagai perbedaan karena fitrah manusia.

    yang jadi masalah dan membuat saya EMOSI :
    PERNYATAAN PEMERINTAH BAHWA TELAH SEPAKAT 5 NEGARA INDONESIA DAN PARA TETANGGANYA. DUSTA BESAR !!!!!
    SEMUA HARI SELASA KECUALI INDONESIA. BAHKAN DI MALAYSIA TIDAK ADA YANG LEBARAN SELAIN HARI INI (SELASA)

    MAU SEBERAPA HEBATNYA TEKNOLOGI INDONESIA, SEBERAPA BENARNYA IJTIHAD, SAYA TETAP SAKIT HATI KALAU DIBOHONGI. KENAPA HARUS MEYAKINKAN UMAT DENGAN BERBOHONG???? HAMPIR SAJA SAYA MENJADI ORANG BIMBANG.

    JANGN SALING PECAH BELAH!!!

    • Maklumlah, Rakyat indonesia hanya patuh kepada pemerintah ketika mau lebaran aja…
      N pemerintah,, masalah ibadah aja udah ada unsur2 politik,,
      iya dong,, iya kan,, ahahahahaha…

      Pak Prof,, Cocok…???!!

  292. Assalamualaikum . . .

    Sejak kejadian semalam, sidang penetapan, saya semakin ingin mengetahui, apa itu methode hisab, dan bagaimana methode rukyat. Saya dari kalangan keluarga Muhammadiyah, dgn mengikuti sidang semalam saya ingin puasa pada hari ini 30 agustus karena sepakat semua dan bahakn disebutkan sepakat 5 negara, namun akhirnya saya ikut lebaran yang tgl 30 agustus setelah lihat kebenaran yang dinyatakan oleh petugas laporan pemerintah.

    saya bisa terima Profesor sbg masukan yang sangat bagus dan menjadi latar blkg keinginan saya ingin belajar ilmu hisab dan rukyat.

    saya tidak mempermasalah yang selasa dan rabu, saya bisa terima itu sebagai perbedaan karena fitrah manusia.

    yang jadi masalah dan membuat saya EMOSI :
    PERNYATAAN PEMERINTAH BAHWA TELAH SEPAKAT 5 NEGARA INDONESIA DAN PARA TETANGGANYA. DUSTA BESAR !!!!!
    SEMUA HARI SELASA KECUALI INDONESIA. BAHKAN DI MALAYSIA TIDAK ADA YANG LEBARAN SELAIN HARI INI (SELASA)

    MAU SEBERAPA HEBATNYA TEKNOLOGI INDONESIA, SEBERAPA BENARNYA IJTIHAD, SAYA TETAP SAKIT HATI KALAU DIBOHONGI. KENAPA HARUS MEYAKINKAN UMAT DENGAN BERBOHONG???? HAMPIR SAJA SAYA MENJADI ORANG BIMBANG.

    JANGN SALING PECAH BELAH!!!

  293. Sdr Sks, Saya bukan penduga justru andalah sbg Penganut tahlil yg penduga, baca kalimat saya “Sumpah serapah anda”. Copy paste lalu menduga.penganut tahlil-penganut tahlil.
    Banyak sekali ucapan2 najis dari tulisan anda yg justru mengarah pada kaum anda. Baca lagi dan mengacalah.
    Tayangan di tv? Sadarkah anda bahwa itu bagian dari nilai kesopanan kami. Boleh anda rendahkan, boleh anda hina. Alhamdulillah.
    Saya yakin kedengkian ada di hati anda, Jiwa iblis merasuki relung pemikiran anda. Anda sakit jiwa dan hampir gila.
    Saya nggak perlu menanggapi anda karena anda sakit jiwa dan hampir gila

  294. Assalamualaikum.
    Kalo kita liaht diskusi ini, semua berpegang pada keyakinannya tnt yg disampaikan profesor Djamaluddin yg pada akhirnya kita melupakan esensi dr Idhul Fitri itu sendiri.
    Yg setuju prosesor benar silahkan saja, memang Muhammadiyah harus mau untuk lebih memodernkan ilmu pengetahuannya. Dan saya yakin Muhammadiyah telah melakukan dan terus melakukannya.
    Yg mendukung Muhammadiyah juga benar dengan keyakinannya karena mereka yakin Muhammadiyah pasti mempunyai alasan yg dianggap tepat, dan yakin bahwa Muhammadiyah terus berusaha memperbaiki keilmuannya.
    Kita semua adlh orang yg tidak berkecimpung di Muhammadiyah, alangkah tidak pantasnya kita mengomentari sesuatu yg kita tidak tahu alasannya. Namun yg patut disayangkan adalah komentar pak Profesor didalam judul tulisan ini dan di alinea terakhir, yg mungkin tanpa disadari (semoga) telah menvonis Muhammadiyah salah. Sebaiknya dengan gelar yg dimiliki oleh bapak, bapak lebih berhati2 dalam menulis sebuah kalimat, dikarenakan kami dan teman2 masih bodoh dan terkadang menerima kalimat orang pintar apa adanya. Seharusnya bapak yg memang memiliki pengetahuan, datangi Muhammadiyah, katakan bapak ingin mengajak diskusi tentang ilmu yg bapak miliki. Jangan menunggu undangan, lalu ketika tidak ditanggapi menulis semau bapak. Lalu bapak juga bisa mendengar alasan mereka kenapa mereka tetap dengan keputusan mereka. Lakukanlah pak, jangan gengsi, trus berusaha temui. Kami umat akan dukung bapak selama memang niat bapak untuk kebajikan umat bukan untuk menunjukkan bahwa bapak lebih benar dan ilmu orang Muhammadiyah dibawah bapak. Dan saya yakin semua warga Muhammadiyah juga akan mendukung bapak jika itu memang untuk kebajikan umat. Untuk semua penulis komentar tulisan ini, ayo kita hentikan polemik ini, kita datangi masjid, sholat, bertakbir dan bersedekah unt kebajikan umat, sambil kita tunggu seperti apa langkah selanjutnya dari bapak profesor kita ini.

  295. Prof Thomas salah apa sih? Beliau kahn cuma ngomong blak blak kan ??? 🙂

  296. Buat semua khususnya Pak Prosesor “SELAMAT IDUL FITRI 2 SYAWAL 1432 H ”
    “SELAMAT IDUL FITRI 2 SYAWAL 1432 H ”
    “SELAMAT IDUL FITRI 2 SYAWAL 1432 H ”
    “SELAMAT IDUL FITRI 2 SYAWAL 1432 H ”
    “SELAMAT IDUL FITRI 2 SYAWAL 1432 H “

  297. As far as I know, Indonesia is the only country that has a method of Rukyatul Hilal where the hilal must be appeared at least two degrees. Why?

  298. pak Prof ilmu anda memang tinggi tapi anda melupakan ilmu yang sangat sederhana yaitu ilmu padi “semakin berisi semakin merunduk”

  299. Untuk semua saudaraku yang Muslim…..
    sebagai ibarat untuk menyatukan kriteria….
    10/3 = 3,33333333==>tak terhingga…..
    coba dibalik
    3,33333333 * 3 =9,9999999 seharusnya 10
    bila tidak ada kata sepakat berapa desimal di belakang koma untuk pembulatannya, maka pasti tidak diketemukan angka 10.
    oleh karena itu…mari kita kuatkan Islam dengan penyatuan visi.
    Secara umum ummat Islam itu sama, yang penting nilai ibadahnya…..
    Tawadlu’ adalah akhlaq Junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
    wallohu a’lam…….

  300. Onde onde qua qua qua….biar nda panas, diminum dulu aquanya…seger dingin…lebaran sekarang ato besok…sama saja…kebenaran cmn milik Allah…manusia cmn bisa berikhtiar…

    Sabar dolor…diunjuk disik kopi’ne…disumet rokok’e…oke

    Minal aidzin wal faidzin…
    Mohon maaf lahir bathin….

  301. pak prof,,kenapa negara lain di dunia lebaran hari ini,,sedangkan kita besok,,ada penjelasan ilmiahnya kah??

  302. Benar Tidaknya 1 Syawal Akan Terbukti Saat Bulan Purnama (Membuktikan Kebohongan/Kebenaran Dengan Cara Kampungan)

    SEBELUM membaca tulisan saya, mari simak pernyataan ini:

    –Kriteria hisab yang saat ini digunakan oleh Muhammadiyah seharusnya diperbaiki, kriteria tersebut terlalu sederhana—

    – Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kelendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah!—

    *****

    ITULAH beberapa potongan kalimat yang diungkapkan Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, yang juga Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama RI dalam blognya, maupun pernyataan kepada beberapa media massa nasional menjelang akhir Ramadhan 2011. Untuk melihat pemikiran ahli astronomi itu, silahkan dibuka link di atas. Saya tidak perlu mengulanginya.

    Pada saat sidang itsbat yang dipimpin Menteri Agama, Senin (29/8) malam, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin sempat diingatkan oleh salahsatu pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Dr. H. A. Fatah Wibisono, MA, agar menjaga lisannya. Fatah mengingatkan karena dianggap kurang santun berbicara di forum terhormat itu. Bagi Muhammadiyah yang telah lahir sebelum Thomas ada, tentu bukan hal baru dalam menentukan penetapan 1 Syawal setiap akhir Ramadhan. Maka dari itu, tidak seperti Pemerintah yang hanya mampu memprediksi 1 Syawal sehari sebelum waktunya, Muhammadiyah sudah melakukan itu jauh hari. Peringatan Fatah, di mata saya sangat serius dampaknya untuk ukuran sekarang. Bagaimana tidak, tiba-tiba Petinggi Muhammadiyah itu merasa harus mengingatkan seorang Profesor yang bekerja di Kementrian Agama. Padahal, dengan logika sehat, tak perlu Thomas melakukan obral pernyataan seperti itu saat seluruh media menyorot wajah dan mulutnya. Sangat tidak pantas. Ada kesan, arogansi yang tidak perlu menurut saya.

    Apalagi, ada indikasi kebohongan informasi dari pak Menteri yang menyatakan bahwa Malaysia dan Singapura serta negara-negara Arab juga melakukan Idul Fitri pada Rabu 31 Agustus 2011. Gara-gara informasi itu, nyaris semua peserta sidang itsbat maupun masyarakat yang menonton TV, terbius dan nyaris percaya begitu saja. Belakangan, dari informasi beberapa kolega di beberapa negara yang disebut di atas, ternyata didapat informasi bahwa mereka melakukan Idul Fitri pada Selasa 30 Agustus 2011. Bahkan hingga saat ini, informasi yang saya terima, ada sekitar 50 negara yang melakukan Sholat Idul Fitri pada Selasa tanggal 30 Agustus 2011 pagi ini. Sebagian beritanya juga dimuat di berbagai situs berita terpercaya. Jika ingin baca beritanya, buka saja link berikut:

    http://www.detiknews.com/read/2011/08/30/010128/1713387/10/mesir-qatar-emirat-arab-beridul-fitri-30-agustus?9922032

    atau

    http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=1099262d08ad760566784006371a19d1&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

    Sebelum diteruskan, penting saya sampaikan terlebih dahulu sedikit deskripsi. Saya pernah hidup di kampung di pedalaman Klaten, Jawa Tengah, hampir 20 tahun, sebelum mengembara ke Surabaya 8 tahun dan di Jakarta lebih dari 10 tahun dan beberapa negara saat masih aktif menjadi wartawan. Saat di pedesaan jauh dari teknologi, orangtua saya sudah mengajarkan bagaimana mengenali karakter alam. Misalnya, karakter lintang (baca: bintang), dan mbulan (bulan) serta srengenge (matahari). Hingga saat ini, saya masih memelihara sifat Ndeso saya, dengan tujuan sekedar agar memori saya saat kecil tidak hilang begitu saja. Jangan tanya soal khazanah budaya Jawa di otak saya. Masih tersimpan rapi. Karena saking Ndeso-nya, maka saya masih fasih betul berbahasa Jawa. Bahkan, oleh keluarga saya, sudah biasa menyebut dan mengucapkan Wulan Sawal, untuk mengganti istilah Bulan Syawal. Atau Wulan Rejeb, padahal yang dimaksud Bulan Rojab. Atau Wulan Ruwah, padahal nama yang benar adalah Bulan Sya’ban.

    Belakangan saya dapat ilmunya, penanggalan Jawa, memang mengadopsi penanggalan Islam. Maka dari itu, apa yang saya dapat dulu dari orangtua saya di Kampung, dengan mudah saya sesuaikan saat saya temukan kenyataan bahwa banyak istilah Kejawen yang di dalam Bahasa Arab ternyata mirip-mirip, namun istilahnya banyak berubah. Bulan Muharram, di dalam benak orang Jawa menjadi Wulan Suro. Entah bagaimana itu terjadi. Yang jelas, untuk ngelmu ngalam cara ndeso, saya sedikit banyak sudah mengetahui.

    Ketika semalam melihat keterangan Profesor dari LAPAN serta keterangan beberapa petinggi Ormas Islam, serta keterangan Menteri Agama RI, saya jadi ingat satu hal. Bahwa, mereka bisa saja berdebat dengan bersitegang dan berbagai sandiwara di depan kamera wartawan. Saya hanya menunggu satu hal. Apa yang akan diputuskan Menteri Agama malam itu. Tidak penting soal lebarannya, namun saya ingin mendengar kalimat 1 Syawal jatuh pada tanggal berapa di bulan Agustus 2011. Syukurlah, setelah diumumkan oleh Pak Menteri bahwa 1 Syawal jatuh pada Rabu 31 Agustus 2011, maka kemudian muncul ide gila saya.

    “Saya ingin menguji, apakah keputusan malam itu terbukti benar atau terbukti salah”

    Untuk melakukan uji tersebut tidak susah. Kita tidak perlu belajar ke LAPAN. Tidak perlu menjadi Professor. Tidak perlu menjadi Deputi di LAPAN. Tidak perlu belajar ke Amerika. Bagaimana caranya?

    Gampang. Namun kita butuh 15 hari lagi. Saya menggunakan pembuktian terbalik.

    Tampaknya, pengaruh Prof. Dr. Thomas benar-benar terlihat pada hasil keputusan sidang itsbat malam itu. Penjelasan sang profesor , benar-benar mampu membius seluruh peserta sidang itsbat, hingga Pemerintah pun akhirnya menetapkan 1 Syawal jatuh pada Rabu tanggal 31 Agustus 2011. Penjelasan meyakinkan Sang Profesor patut dipuji. Meskipun Pak Menteri Agama menetapkan 1 Syawal konon berdasarkan beberapa pertimbangan, termasuk kesaksian para ahli Rukyat, namun jika kita jeli, maka sesungguhnya apa yang diungkapkan Pak Menteri itu tampaknya adalah banyak dipengaruhi pemikiran ‘genius’ Pak Profesor. Saking berpengaruhnya yang bersangkutan, maka Thomas pun tak segan mengkritik Muhammadiyah. Pokoknya malam itu, Sang Profesor benar-benar berada di atas angin.

    Terbukti, tanpa ada keraguan, dengan sangat lantang, sang Profesor LAPAN itu memberi pendapat keras kepada Muhammadiyah. Jika sebelumnya organisasi bentukan KH Ahmad Dahlan tersebut dikenal sebagai Organisasi Islam Pembaharu dan modern, maka di mata Thomas, tiba-tiba jadi sebaliknya. Muhammadiyah disebut usang, kuno dan malah ketinggalan dari NU dan Ormas Islam lainnya.

    Namun harus diingat, seskipun selintas terkesan cukup meyakinkan dan mampu melambungkan nama Profesor LAPAN ini, coba tunggulah hingga 15 hari ke depan. Kehebatan Sang Profesor akan teruji 15 hari lagi!. Di saat itulah, akan terbukti keterangan berbusa-busa Sang Profesor akan menjadi barang murahan, atau akan menjadi emas mulia.

    Kenapa?

    Begini. Kita hanya menunggu 15 hari lagi ketika Allah SWT tunjukkan kepada Umat bahwa pada hari itu, akan muncul apa yang disebut Bulan Purnama. Sesuai perhitungan sederhana saya, sebut saja perhitungan kampungan saya, maka 15 hari dari tanggal 1 Syawal, dipastikan akan terjadi Bulan Purnama. Dengan munculnya Bulan Purnama, secara langsung dan tanpa rekayasa, akan membuktikan secara nyata mana pihak yang benar- dan mana pihak yang salah.

    Tuhan tidak pernah bohong soal satu ini.

    Anda juga mengalami. Saya juga mengalami. Sejak saya kecil hingga menginjak usia 40 tahun, setiap Bulan Purnama, pasti bulan akan muncul sangat mempesona. Selain sempurna wujudnya, bulan akan hadir sangat spesial karena berada tepat di atas kepala kita. Sekali lagi, saat itu, bulan tepat di atas kepala kita, dan wujud bulan akan sangat sempurna.

    Mengapa Bulan Purnama menjadi acuan kebenaran penetapan 1 Syawal?

    Sederhana. Dengan cara kampungan saya, maka penetapan 1 Syawal kemarin, akan terbukti benar atau tidaknya, cukup dengan melihat secara langsung Bulan Purnama. Kondisi bulan saat Bulan Purnama, sangat berbeda dengan kondisi bulan saat tanggal di awal Bulan Syawal. Jika pada awal Syawal, fisik bulan mungkin hanya terlihat tipis dan meragukan meski dilihat dengan alat teropong sekalipun, sebaliknya pada tanggal 15 Syawal, fisik bulan akan terlihat sangat jelas, dan mencapai ‘titik kulminasi’ dari fase perubahan fisiknya. Pada Bulan Purnama, manusia tidak perlu memakai teropong untuk membuktikan benar tidaknya terjadi Bulan Purnama. Kita cukup keluar rumah, tengok ke atas. Jika bulan terlihat bulat sempurna di atas kepala kita, itu sudah pasti tanggal 15 setiap bulan. Tidak perlu rukyat, tidak perlu Hisab, tidak pelu sidang itsbat. Pada tanggal 15 bulan Jawa/Islam, tak akan terjadi perbedaan pendapat antara para Petinggi Ormas Islam soal kebenaran Bulan Purnama. Pada malam itu, tak ada satupun Profesor Astronomi yang bisa membantah fenomena alam berupa Bulan Purnama. Semua harus bilang bahwa malam itu adalah tanggal 15 Syawal.

    Mulai saat ini, cobalah hitung.

    Jika ikut versi Muhammadiyah, maka tanggal 1 Syawal 1432 H, jatuh pada Selasa tanggal 30 Agustus 2011.

    Jika ikut versi Pemerintah, maka tanggal 1 Syawal 1432 H, jatuh pada Rabu tanggal 31 Agustus 2011.

    Logika kampungan saya mengatakan, jika dihitung sesuai dengan masing-masing versi, maka akan terjadi begini:

    Jika tanggal 1 Syawal 1432H jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011M, maka Bulan Purnama akan jatuh pada tanggal 13 September 2011.

    Jika tanggal 1 Syawal 1432H jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011M, maka Bulan Purnama akan jatuh pada tanggal 14 September 2011.

    Saya menjamin, pada dua malam di hari itu, masyarakat akan bisa membuktikan dengan alamiah dan akurat melalui mata kepala sendiri, versi siapa yang paling akurat dalam penentuan 1 Syawal 1432H. Jika bulan terlihat Sempurna (Bulan Purnama) pada 13 September, sudah pasti Muhammadiyah telah melakukan perhitungan dengan benar. Akan tetapi sebaliknya jika Bulan Purnama terjadi pada tanggal 14 September malam, maka sudah pasti pemerintah telah melakukan perhitungan dengan benar, dan Muhammadiyah perlu introspeksi diri dan mengubah sistem perhitungan penentuan awal dan akhir Ramadhan.

    Pada malam itu, akan menjadi malam penentuan yang menegangkan dan menjadi Hakim Alam terbaik untuk membuktikan kepada manusia, siapa yang terbukti melakukan kesalahan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan sehingga menyebabkan perbedaan 1 Syawal.

    Apabila Bulan Purnama berlangsung pada 13 September 2011, berarti sidang itsbat malam itu, yang dihadiri seluruh Petinggi Ormas dan Menteri Agama serta tamu kedutaan Negara Islam dan banyak tokoh Islam waktu itu, akan menjadi sidang sampah belaka.

    Jangan kaget apabila masyarakat kemudian menjustifikasi sidang malam itu sebagai bentuk baru kebohongan pemerintah terhadap masyarakat Islam seluruh Indonesia. Masyarakat mungkin bisa dikelabuhi di saat awal, namun untuk urusan satu ini, masyarakat bisa membuktikan perilaku aparat kita lurus atau tidak, hanya membutuhkan waktu 15 hari dari tanggal penetapan mereka.

    Ingat, pada Bulan Purnama, tidak ada satupun manusia yang mampu mengubah posisi Bulan serta bentuknya yang sangat sempurna, kecuali Allah SWT, Pangeran Sing Moho Kuwoso—bahasa Jawanya. Jadi, tidak mungkin pada malam itu, ada jumpa pers yang menyatakan, bahwa Bulan Purnama yang terjadi adalah kesalahan Tuhan. Tidak mungkin itu. Itulah hebatnya Bulan Purnama.

    Oleh karenanya, untuk membuktikan analisa saya, mari bersama-sama menunggu hadirnya Bulan Purnama. Tuhan akan memberi bukti langsung kepada kita, bukti fisik, betapa manusia sangat lemah dan tidak ada gunanya sombong. Bahwa manusia, tidak perlu saling menyindir dan saling menyalahkan. Bahwa manusia harus berkawan dengan alam untuk bisa memanfaatkan dia dalam mengatur tata kehidupan di dunia yang fana. Penasaran? Tunggu Bulan Purnama nanti. #(Mustofa B. Nahrawardaya)#

    sumber: http://politik.kompasiana.com/2011/08/30/benar-tidaknya-1-syawal-akan-terbukti-saat-bulan-purnama-membuktikan-kebohongankebenaran-dengan-cara-kampungan/

    hayo kita buktikan dan kawal sama sama…

  303. Konon, Muhammadiyah sudah meninggalkan teori Hisab “imkanurrukyat” sejak tahun 1933 (sebelum Indonesia merdeka). Tapi bagi Prof, Imkanurrukyat (dalam berbagai derajat yg belum/sudah disepakati) dan pemerintah (2 derjat) dianggap paling benar. MUNGKIN bagi Muhammadiyah “imkanurrukyat”lah yang TELAH USANG. Saya khawatir saja, jangan2 suatu saat ketika Muhammadiyah sudah tidak lagi menggunakan Teori Wujudul Hilal karena telah menggunakan teori yang dianggap lebih baik, eh Prof dan pemerintah malah menggunakan Wujudul Hilal…. siapa tau…..! Teori-kan bisa saja berubah…

  304. pak thomas ni ngetrend kalilah sejak semalam.ya walau cuma satu malam sih

    pak thomas layak diuji kembali keprofesoran anda,mengapa demikian?
    karena pakar astronomi di luar sana lebih ahli lagi drpd anda.
    saya bukan dr ormas muhammadiyah tp saya tidak pernah pelajari bahwa sikap seorang Rosulullah menyudutkan satu pihak,jika anda pengikut muhammad seyogyanya bersikap bijaksana.

    jika anda tidak mau lebaran ya udah gak masalah, salahin aja malaysia dan negara yg lainnya kenapa harus muhammadiyah yg disalahin.hati hati anda bisa menimbulkan perpecahan dan permusuhan yg besar di indonesia ini.

    laporan anda saja tidak anda tunjukkan semuanya.coba posting hasil laporan dari 90 titik itu.
    kalau mau memecah islam jgn disini om thomas,jgn sampai anda disebut pengacau islam!!!

    Parahnya lagi ada pulalah warga NU yg sholat ied hari selasa.hahaha
    macam mana tuh?ga taat lagi mereka sama gusdur rupanya

    tobatlahTOM

  305. Benar Tidaknya 1 Syawal Akan Terbukti Saat Bulan Purnama (Membuktikan Kebohongan/Kebenaran Dengan Cara Kampungan)

    SEBELUM membaca tulisan saya, mari simak pernyataan ini:

    –Kriteria hisab yang saat ini digunakan oleh Muhammadiyah seharusnya diperbaiki, kriteria tersebut terlalu sederhana—

    – Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kelendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah!—

    *****

    ITULAH beberapa potongan kalimat yang diungkapkan Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, yang juga Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama RI dalam blognya, maupun pernyataan kepada beberapa media massa nasional menjelang akhir Ramadhan 2011. Untuk melihat pemikiran ahli astronomi itu, silahkan dibuka link di atas. Saya tidak perlu mengulanginya.

    Pada saat sidang itsbat yang dipimpin Menteri Agama, Senin (29/8) malam, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin sempat diingatkan oleh salahsatu pengurus Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Dr. H. A. Fatah Wibisono, MA, agar menjaga lisannya. Fatah mengingatkan karena dianggap kurang santun berbicara di forum terhormat itu. Bagi Muhammadiyah yang telah lahir sebelum Thomas ada, tentu bukan hal baru dalam menentukan penetapan 1 Syawal setiap akhir Ramadhan. Maka dari itu, tidak seperti Pemerintah yang hanya mampu memprediksi 1 Syawal sehari sebelum waktunya, Muhammadiyah sudah melakukan itu jauh hari. Peringatan Fatah, di mata saya sangat serius dampaknya untuk ukuran sekarang. Bagaimana tidak, tiba-tiba Petinggi Muhammadiyah itu merasa harus mengingatkan seorang Profesor yang bekerja di Kementrian Agama. Padahal, dengan logika sehat, tak perlu Thomas melakukan obral pernyataan seperti itu saat seluruh media menyorot wajah dan mulutnya. Sangat tidak pantas. Ada kesan, arogansi yang tidak perlu menurut saya.

    Apalagi, ada indikasi kebohongan informasi dari pak Menteri yang menyatakan bahwa Malaysia dan Singapura serta negara-negara Arab juga melakukan Idul Fitri pada Rabu 31 Agustus 2011. Gara-gara informasi itu, nyaris semua peserta sidang itsbat maupun masyarakat yang menonton TV, terbius dan nyaris percaya begitu saja. Belakangan, dari informasi beberapa kolega di beberapa negara yang disebut di atas, ternyata didapat informasi bahwa mereka melakukan Idul Fitri pada Selasa 30 Agustus 2011. Bahkan hingga saat ini, informasi yang saya terima, ada sekitar 50 negara yang melakukan Sholat Idul Fitri pada Selasa tanggal 30 Agustus 2011 pagi ini. Sebagian beritanya juga dimuat di berbagai situs berita terpercaya. Jika ingin baca beritanya, buka saja link berikut:

    http://www.detiknews.com/read/2011/08/30/010128/1713387/10/mesir-qatar-emirat-arab-beridul-fitri-30-agustus?9922032

    atau

    http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=1099262d08ad760566784006371a19d1&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

    Sebelum diteruskan, penting saya sampaikan terlebih dahulu sedikit deskripsi. Saya pernah hidup di kampung di pedalaman Klaten, Jawa Tengah, hampir 20 tahun, sebelum mengembara ke Surabaya 8 tahun dan di Jakarta lebih dari 10 tahun dan beberapa negara saat masih aktif menjadi wartawan. Saat di pedesaan jauh dari teknologi, orangtua saya sudah mengajarkan bagaimana mengenali karakter alam. Misalnya, karakter lintang (baca: bintang), dan mbulan (bulan) serta srengenge (matahari). Hingga saat ini, saya masih memelihara sifat Ndeso saya, dengan tujuan sekedar agar memori saya saat kecil tidak hilang begitu saja. Jangan tanya soal khazanah budaya Jawa di otak saya. Masih tersimpan rapi. Karena saking Ndeso-nya, maka saya masih fasih betul berbahasa Jawa. Bahkan, oleh keluarga saya, sudah biasa menyebut dan mengucapkan Wulan Sawal, untuk mengganti istilah Bulan Syawal. Atau Wulan Rejeb, padahal yang dimaksud Bulan Rojab. Atau Wulan Ruwah, padahal nama yang benar adalah Bulan Sya’ban.

    Belakangan saya dapat ilmunya, penanggalan Jawa, memang mengadopsi penanggalan Islam. Maka dari itu, apa yang saya dapat dulu dari orangtua saya di Kampung, dengan mudah saya sesuaikan saat saya temukan kenyataan bahwa banyak istilah Kejawen yang di dalam Bahasa Arab ternyata mirip-mirip, namun istilahnya banyak berubah. Bulan Muharram, di dalam benak orang Jawa menjadi Wulan Suro. Entah bagaimana itu terjadi. Yang jelas, untuk ngelmu ngalam cara ndeso, saya sedikit banyak sudah mengetahui.

    Ketika semalam melihat keterangan Profesor dari LAPAN serta keterangan beberapa petinggi Ormas Islam, serta keterangan Menteri Agama RI, saya jadi ingat satu hal. Bahwa, mereka bisa saja berdebat dengan bersitegang dan berbagai sandiwara di depan kamera wartawan. Saya hanya menunggu satu hal. Apa yang akan diputuskan Menteri Agama malam itu. Tidak penting soal lebarannya, namun saya ingin mendengar kalimat 1 Syawal jatuh pada tanggal berapa di bulan Agustus 2011. Syukurlah, setelah diumumkan oleh Pak Menteri bahwa 1 Syawal jatuh pada Rabu 31 Agustus 2011, maka kemudian muncul ide gila saya.

    “Saya ingin menguji, apakah keputusan malam itu terbukti benar atau terbukti salah”

    Untuk melakukan uji tersebut tidak susah. Kita tidak perlu belajar ke LAPAN. Tidak perlu menjadi Professor. Tidak perlu menjadi Deputi di LAPAN. Tidak perlu belajar ke Amerika. Bagaimana caranya?

    Gampang. Namun kita butuh 15 hari lagi. Saya menggunakan pembuktian terbalik.

    Tampaknya, pengaruh Prof. Dr. Thomas benar-benar terlihat pada hasil keputusan sidang itsbat malam itu. Penjelasan sang profesor , benar-benar mampu membius seluruh peserta sidang itsbat, hingga Pemerintah pun akhirnya menetapkan 1 Syawal jatuh pada Rabu tanggal 31 Agustus 2011. Penjelasan meyakinkan Sang Profesor patut dipuji. Meskipun Pak Menteri Agama menetapkan 1 Syawal konon berdasarkan beberapa pertimbangan, termasuk kesaksian para ahli Rukyat, namun jika kita jeli, maka sesungguhnya apa yang diungkapkan Pak Menteri itu tampaknya adalah banyak dipengaruhi pemikiran ‘genius’ Pak Profesor. Saking berpengaruhnya yang bersangkutan, maka Thomas pun tak segan mengkritik Muhammadiyah. Pokoknya malam itu, Sang Profesor benar-benar berada di atas angin.

    Terbukti, tanpa ada keraguan, dengan sangat lantang, sang Profesor LAPAN itu memberi pendapat keras kepada Muhammadiyah. Jika sebelumnya organisasi bentukan KH Ahmad Dahlan tersebut dikenal sebagai Organisasi Islam Pembaharu dan modern, maka di mata Thomas, tiba-tiba jadi sebaliknya. Muhammadiyah disebut usang, kuno dan malah ketinggalan dari NU dan Ormas Islam lainnya.

    Namun harus diingat, seskipun selintas terkesan cukup meyakinkan dan mampu melambungkan nama Profesor LAPAN ini, coba tunggulah hingga 15 hari ke depan. Kehebatan Sang Profesor akan teruji 15 hari lagi!. Di saat itulah, akan terbukti keterangan berbusa-busa Sang Profesor akan menjadi barang murahan, atau akan menjadi emas mulia.

    Kenapa?

    Begini. Kita hanya menunggu 15 hari lagi ketika Allah SWT tunjukkan kepada Umat bahwa pada hari itu, akan muncul apa yang disebut Bulan Purnama. Sesuai perhitungan sederhana saya, sebut saja perhitungan kampungan saya, maka 15 hari dari tanggal 1 Syawal, dipastikan akan terjadi Bulan Purnama. Dengan munculnya Bulan Purnama, secara langsung dan tanpa rekayasa, akan membuktikan secara nyata mana pihak yang benar- dan mana pihak yang salah.

    Tuhan tidak pernah bohong soal satu ini.

    Anda juga mengalami. Saya juga mengalami. Sejak saya kecil hingga menginjak usia 40 tahun, setiap Bulan Purnama, pasti bulan akan muncul sangat mempesona. Selain sempurna wujudnya, bulan akan hadir sangat spesial karena berada tepat di atas kepala kita. Sekali lagi, saat itu, bulan tepat di atas kepala kita, dan wujud bulan akan sangat sempurna.

    Mengapa Bulan Purnama menjadi acuan kebenaran penetapan 1 Syawal?

    Sederhana. Dengan cara kampungan saya, maka penetapan 1 Syawal kemarin, akan terbukti benar atau tidaknya, cukup dengan melihat secara langsung Bulan Purnama. Kondisi bulan saat Bulan Purnama, sangat berbeda dengan kondisi bulan saat tanggal di awal Bulan Syawal. Jika pada awal Syawal, fisik bulan mungkin hanya terlihat tipis dan meragukan meski dilihat dengan alat teropong sekalipun, sebaliknya pada tanggal 15 Syawal, fisik bulan akan terlihat sangat jelas, dan mencapai ‘titik kulminasi’ dari fase perubahan fisiknya. Pada Bulan Purnama, manusia tidak perlu memakai teropong untuk membuktikan benar tidaknya terjadi Bulan Purnama. Kita cukup keluar rumah, tengok ke atas. Jika bulan terlihat bulat sempurna di atas kepala kita, itu sudah pasti tanggal 15 setiap bulan. Tidak perlu rukyat, tidak perlu Hisab, tidak pelu sidang itsbat. Pada tanggal 15 bulan Jawa/Islam, tak akan terjadi perbedaan pendapat antara para Petinggi Ormas Islam soal kebenaran Bulan Purnama. Pada malam itu, tak ada satupun Profesor Astronomi yang bisa membantah fenomena alam berupa Bulan Purnama. Semua harus bilang bahwa malam itu adalah tanggal 15 Syawal.

    Mulai saat ini, cobalah hitung.

    Jika ikut versi Muhammadiyah, maka tanggal 1 Syawal 1432 H, jatuh pada Selasa tanggal 30 Agustus 2011.

    Jika ikut versi Pemerintah, maka tanggal 1 Syawal 1432 H, jatuh pada Rabu tanggal 31 Agustus 2011.

    Logika kampungan saya mengatakan, jika dihitung sesuai dengan masing-masing versi, maka akan terjadi begini:

    Jika tanggal 1 Syawal 1432H jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011M, maka Bulan Purnama akan jatuh pada tanggal 13 September 2011.

    Jika tanggal 1 Syawal 1432H jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011M, maka Bulan Purnama akan jatuh pada tanggal 14 September 2011.

    Saya menjamin, pada dua malam di hari itu, masyarakat akan bisa membuktikan dengan alamiah dan akurat melalui mata kepala sendiri, versi siapa yang paling akurat dalam penentuan 1 Syawal 1432H. Jika bulan terlihat Sempurna (Bulan Purnama) pada 13 September, sudah pasti Muhammadiyah telah melakukan perhitungan dengan benar. Akan tetapi sebaliknya jika Bulan Purnama terjadi pada tanggal 14 September malam, maka sudah pasti pemerintah telah melakukan perhitungan dengan benar, dan Muhammadiyah perlu introspeksi diri dan mengubah sistem perhitungan penentuan awal dan akhir Ramadhan.

    Pada malam itu, akan menjadi malam penentuan yang menegangkan dan menjadi Hakim Alam terbaik untuk membuktikan kepada manusia, siapa yang terbukti melakukan kesalahan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan sehingga menyebabkan perbedaan 1 Syawal.

    Apabila Bulan Purnama berlangsung pada 13 September 2011, berarti sidang itsbat malam itu, yang dihadiri seluruh Petinggi Ormas dan Menteri Agama serta tamu kedutaan Negara Islam dan banyak tokoh Islam waktu itu, akan menjadi sidang sampah belaka.

    Jangan kaget apabila masyarakat kemudian menjustifikasi sidang malam itu sebagai bentuk baru kebohongan pemerintah terhadap masyarakat Islam seluruh Indonesia. Masyarakat mungkin bisa dikelabuhi di saat awal, namun untuk urusan satu ini, masyarakat bisa membuktikan perilaku aparat kita lurus atau tidak, hanya membutuhkan waktu 15 hari dari tanggal penetapan mereka.

    Ingat, pada Bulan Purnama, tidak ada satupun manusia yang mampu mengubah posisi Bulan serta bentuknya yang sangat sempurna, kecuali Allah SWT, Pangeran Sing Moho Kuwoso—bahasa Jawanya. Jadi, tidak mungkin pada malam itu, ada jumpa pers yang menyatakan, bahwa Bulan Purnama yang terjadi adalah kesalahan Tuhan. Tidak mungkin itu. Itulah hebatnya Bulan Purnama.

    Oleh karenanya, untuk membuktikan analisa saya, mari bersama-sama menunggu hadirnya Bulan Purnama. Tuhan akan memberi bukti langsung kepada kita, bukti fisik, betapa manusia sangat lemah dan tidak ada gunanya sombong. Bahwa manusia, tidak perlu saling menyindir dan saling menyalahkan. Bahwa manusia harus berkawan dengan alam untuk bisa memanfaatkan dia dalam mengatur tata kehidupan di dunia yang fana. Penasaran? Tunggu Bulan Purnama nanti. #(Mustofa B. Nahrawardaya)#

    sumber: http://politik.kompasiana.com/2011/08/30/benar-tidaknya-1-syawal-akan-terbukti-saat-bulan-purnama-membuktikan-kebohongankebenaran-dengan-cara-kampungan/

    mari kita kawal dan buktikan sama sama…

  306. Kerjaan Dajjal emang nipu ummat, Arab udah lebaran kita malah belum.

  307. Mulai saat ini, cobalah hitung.

    Jika ikut versi Muhammadiyah, maka tanggal 1 Syawal 1432 H, jatuh pada Selasa tanggal 30 Agustus 2011.

    Jika ikut versi Pemerintah, maka tanggal 1 Syawal 1432 H, jatuh pada Rabu tanggal 31 Agustus 2011.

    Logika kampungan saya mengatakan, jika dihitung sesuai dengan masing-masing versi, maka akan terjadi begini:

    Jika tanggal 1 Syawal 1432H jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011M, maka Bulan Purnama akan jatuh pada tanggal 13 September 2011.

    Jika tanggal 1 Syawal 1432H jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011M, maka Bulan Purnama akan jatuh pada tanggal 14 September 2011.

    Saya menjamin, pada dua malam di hari itu, masyarakat akan bisa membuktikan dengan alamiah dan akurat melalui mata kepala sendiri, versi siapa yang paling akurat dalam penentuan 1 Syawal 1432H. Jika bulan terlihat Sempurna (Bulan Purnama) pada 13 September, sudah pasti Muhammadiyah telah melakukan perhitungan dengan benar. Akan tetapi sebaliknya jika Bulan Purnama terjadi pada tanggal 14 September malam, maka sudah pasti pemerintah telah melakukan perhitungan dengan benar, dan Muhammadiyah perlu introspeksi diri dan mengubah sistem perhitungan penentuan awal dan akhir Ramadhan.

    Pada malam itu, akan menjadi malam penentuan yang menegangkan dan menjadi Hakim Alam terbaik untuk membuktikan kepada manusia, siapa yang terbukti melakukan kesalahan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan sehingga menyebabkan perbedaan 1 Syawal.

    Apabila Bulan Purnama berlangsung pada 13 September 2011, berarti sidang itsbat malam itu, yang dihadiri seluruh Petinggi Ormas dan Menteri Agama serta tamu kedutaan Negara Islam dan banyak tokoh Islam waktu itu, akan menjadi sidang sampah belaka.

    Jangan kaget apabila masyarakat kemudian menjustifikasi sidang malam itu sebagai bentuk baru kebohongan pemerintah terhadap masyarakat Islam seluruh Indonesia. Masyarakat mungkin bisa dikelabuhi di saat awal, namun untuk urusan satu ini, masyarakat bisa membuktikan perilaku aparat kita lurus atau tidak, hanya membutuhkan waktu 15 hari dari tanggal penetapan mereka.

    selengkapnya baca….
    http://politik.kompasiana.com/2011/08/30/benar-tidaknya-1-syawal-akan-terbukti-saat-bulan-purnama-membuktikan-kebohongankebenaran-dengan-cara-kampungan/

  308. Trims Prof.
    Jazakallah atas pencerahannya Prof.
    solusi nya duduk bersama kembali.
    tentunya hal ini bukan tuk cari dukung mendukung berbagai pihak.
    ditunggu makalah selanjutnya Prof.
    jazakumullah khairon katsiro

  309. nilai kesopanan kami?……ugh….ditemapat ane org muhammadiyah sombang semua sok pinter padahal gak ada sekuku ane pengetahuannya….udah sering ane ajak debat…otaknya tumpul……sopan?…..ente bilang gila ke org itu sopan?…..belajarlah jadi manusia bung…!!!!

  310. perputaran bulan memangnya berapa lama sampai di indonesia…?masa Mekkah dah sholat IED, klo indonesia tunggu 1 hari lagi…,jelas haram hukumnya puasa hari selasa ini, klo pemerintah sudah mengatakan begitu berarti siapa saja yang mengikutinya berarti dosa baginya….klo dihitung2 sih yg masih puasa hari ini juatann orang yaa….

  311. Perbedaan itu keindahan 🙂

  312. puanasss….. nerakanya bocor kali ya????

  313. direwangi mati2an, ngotot-ngototan, sumpah serapah segala… ckckckck… yg seneng yg nonton, pd tepuk tangan rame2… sadar…

  314. Pak Professor, hari-hari ke depan, kami tunggu penjelasan Pak profesor di televisi. Tolong berikan keterangan sejelas-jelasnya, antara lain mengapa di asia tenggara hanya Indonesia yang lebarannya hari Rabu, dan mengapa Timur Tengah lebarannya Selasa. Pak Profesor, penjelasan ini sangat kami tunggu, karena pak Profesor ahli astronomi, jadi tidak cuma sebatas Indonesia saja yang dibahas. Kalo tidak ada penjelasan komprehensif dari pak Profesor, Lebaran tahun depan jangan coba-coba nongol di televisi lagi deh Pak. Gak kebayang saya siksaan neraka untuk pak Profesor yang sudah sebegitu yakinnya membuat umat berpuasa di tanggal 1 Syawal. Masya Allah…

  315. wakaka…
    Pak Prof sudah ngacir ngga berani komen setelah mendapatkan fakta mayoritas muslim di Dunia menggunakan metode Usang 🙂

    eh, diluar ini semua, ane mau nanya ama pak Prof.
    Kalau mengandalkan metode pak Prof, maka secara yuridis, bila Bumi mengalami masa-masa seperti pasca letusan Tambora dan Krakatau, dimana bumi berselimut kabut selama 2 tahunan tanpa cahaya matahari, maka artinya selama 2 tahun, kita mendapati tahun hijriah 360 hari, karena setiap bulannya harus digenapkan 30 hari 🙂

  316. cuma bisa ketawa liat blog seorang profesor yang cuma bisa menyalahkan lewat dunia maya, dengan berbicara ilmunya yang dibilang tinggi, sadar pak, hidup anda meenyedihkan satu agama digolong2kan, anda ini berkuasa layaknya tuhan, sudah pantaskah anda? buat perubahan jangan cuma asal bacot di dunia maya, inilah kenapa orang2 seperti anda susah maju, saya bukanpro muhammadiyah atau ormas apapun, saya hanya hamba allah swt, yang masih banyak salah, ingatlah saudaraku anda itu orang berilmu, sadarlah tulisan anda dengan bahasa seperti itu hanya memeprkeruh, toh juga ini cuma masalah tanggal, biarkan setiap orang berteguh dengan keyakinan, jangan salahkan suatu Ormas agama apapun, camkan itu cuk!!!

  317. Maaf prof br bs ol.
    Td sore tepatx tgl 30 agustus sy melihat bulan sabit di sebelah selatan tempat tenggelamx matahari dgn mata telanjang.
    Berkisar 20 menit setelah matahari terbenam bulan sdh nyata2 kelihatan, bahkan mata rabunpun sdh jelas kelihatan. Yg lbh aneh lg sekitar menghampiri 1 jam terbenamx matahari br bulan terbenam jg, jelas selisih wkt yg cukup lama. Nah sy mau bertanya apakah bulan yg sy lihat adalah bulan pertama kali muncul di bulan syawal ? Mhn penjelasan dan jngn lari dr kenyataan.

  318. cuma nanya itu kenapa plugin yang terpasang di kanan blog menunjukan tanggal 2 shawwal

  319. Tapi kok plug in penanggalan real time nya blog ini sudah 2 syawal yah ??? lihat tuh disebelah kanan, heheheheheheh…….
    Blog sama yang punya gak kompak nih……

  320. Pertanyaan
    siapakah yg benar antara Muhamadiyah dan pemeritah. Krn salah satux hrs ada yg salah krn tdk mungkn kedua2nya benar. Perlu di Ingat dalam bulan syawal hanya satu kali adanya 1 Syawal.
    Hitungannya gini prof, 1,2,3 dst bukan 1,1,2,3 dst. Tlng dijawab klau tdk mau disebut prof baru belajar atau prof dadakan.

  321. Refleksi buat melatih logika dalam memahami hadis tentang ru’yat :
    Karena hilal “tidak terlihat” pada tanggal 29 maka ditempuh “istikmal” (menggenapkan sampai tanggal 30).
    Ketika istikmal sudah ditempuh sementara hilal “masih belum terlihat” apakah pada hari berikutnya Anda akan mengawali/mengakhiri puasa ?
    Jawabannya Anda pasti akan tetap mengawali/mengakhiri puasa.
    Pertanyaan berikutnya ketika Anda tetap mengawali/mengakhiri puasa dengan kondisi seperti itu (hilal masih belum terlihat), apakah alasan Anda mengawali/mengakhiri puasa masih tetap karena “melihat hilal (ru’yatul hilal)” atau karena “wujudul hilal (meyakini eksistensi hilal yang sudah menggulirkan tanggal 1 berdasarkan hisab)”.

  322. Patut juga dipertimbangkan :
    Dalam bahasa Arab, lafadl “ra’a_-yara_-ra’yu-ru’yat….dst.” apakah memang didominasi dengan pengertian “melihat dengan mata kepala”.
    Bagaimana dengan pengertian dari istilah “ahlu ra’yi” ?

  323. Katanya ormas yg paling modern. Tidak kolotan. Tapi yg komen disini kebanyakan kolotan. Emosi duluan yg keluar. Malah warga Nahdliyin yang notabene diklaim kolotan lebih bisa menunjukkan kedewasaannya. Contohnya waktu pemutaran film sang pencerah. Adegan film tersebut terus terang banyak yg “menyinggung” warga Nahdliyin. Toh mereka dapat menahan diri.

  324. sesama Islam koq sperti itu??? bingung.,..,

  325. Ketawa baca comment diatas, kasihan udah cape puasa sebulan Ramadhan, pupus sudah tiada artinya dengan segala sumpah serapahnya. Ya Rabbi, berilah petunjuk kepada saudara2ku pad jalan yang lurus.

  326. Pak Thomas, bapak kan Guru Besar, ngk seharusnya buat tulisan ygg menyudutkan suatu ormas tertentu. Anda bukannya memberi pencerahan malah membuat orang2 awam menyalahkan ormas tsb atas perbedaan yg ada. Komentar anda terlalu tendensius terhadap ormas tersebut. Anda pintar tapi tidak cerdas.

  327. artikel yang potensial untuk memecah belah. maaf pak prof, saya melihat kecerdasan membuat bapak mengabaikan ilmu yang diturunkan rasul. “Dari segi astronomi, kriteria wujudul hilal adalah kriteria usang yang sudah lama ditinggalkan di kalangan ahli falak”
    “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kelendernya usang”…….
    maaf prof, saya baru kelilingi blog bapak, ada gadged fase bulan saat ini tertulis hijri 2 syawal,…apakah gadged bapak membenarkan penetapan 1 syawal muhammadiyah dan semua negara muslim lainnya (selain indonesia)?

  328. Sadarkah kita kalau kaum kafir sedang terkekeh-kekeh menertawakan “kesibukan” kita ini?
    Malu ah… gimana mau jadi rahmatan lil alamin.

  329. Bapk Prof, sebaiknya semua komentar di hapus. saya tidak mendukung yg selasa atau yang rabu, saya khawatir komentar2 di sini membuat individu masing2 pembaca semakin fanatik kepada ormasnya masing-masing. Saya adalah orang muhammadiyah yang paling NU dan saya juga Orang NU yang paling muhammadiyyah.

  330. ​​السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ..

    Semoga apa yg kt perdebatkan ini bisa menjadi pencerah buat kita…
    Bpk Prof,kl melihat dr tulisan anda, anda seolah2 memojokkan organisasi tertentu,seharusx bpk lebih bijak…apalg dr bbrp komentar yg adan sy melihat bpk hanya merekomendasikan tulisan2 bapak Prof. Yg katax ahli dlm ilmu perbintangan..entah krn bpk adalah orng pemerintahan,sehingga terlalu menyudutkan orgnisasi yg tdk mengikuti pemerintah. Coba kt membaca tulisan dr Prof. Sofjan di den haag, yg jg ahli dibidangx dan sy anggap netral (tdk masuk dlm ormas dan jajaran pemerintahan) yg justru menganggap bahwa apa yg terjadi di Indonesia itu sngat disayangkan,bukan krn muhammadiyah melaksanakan lebaran lbh dulu,ttp beliau lebih menitikberatkan kpd sistem rukyat yg msh sring dipakai dlm menetapkan waktu,sy jg mmbaca blog (lupa penulisx siapa tp insya allah akan sy posting ke blog ini) mngatakan bahwa,hasil muktamar ke 3 ahli fiqih internasional sdh jelas,bahwa ketika ketika bulan belum nampak,ttp dibelahan dunia yg lain udah terlihat maka itu sdh ditetapkan sebagai awal bulan. Kmarin dlm rapat isbat, Indonesia,Brunai,Malaysia spkt 1 syawal jatuh pada 31 Agustus,tp nyatanya Malaysia,Brunai malah mlaksanakan Idul Fitri pd tgl 30 agustus (kemarin). Bukankah itu pertanda kl pemerintah kt ini kurang tegas dlm penentuan..? Dr berbagai Negara yg ada didunia, Indonesia salahsatu dr 5 negara yg melaksanakan Idul Fitri pd tgl 31 Agustus…
    Bapak Prof dan teman2 seiman…ketakutan saya, tulisan ini justru memperkeruh suasana,krn sbnrx tdk ada permaslahan yg terjadi dlm perbedaan penetapan 1 syawal, justru yg menjadi masalah adalah ketika tulisan dr Prof Djamaluddin ini diterbitkan,komentar yg ada malah saling menjatuhkan dan saling memojokkan,bkn saling memberi masukan…yg mana sharsnya bapak menjadi penengah dlm masalah ini (kbtulan bpk salah satu di kemenag),justru bapak menjd biangx kerusuhan….semoga tanggapan saya ini mebuka cakrawala berfikir kita. Salah dan benarx mslh tersebut biar ALLAH yg memutuskan…wallahu ‘alam. Salam

  331. Yang lucu itu pemerintah Indonesia, lha wong berdasarkan Hisab yakin dibawah 2 derajat. Trus gunanya rukyat buat apa? Toh kesaksian melihat rukyat juga ditolak, meskipun udah sumpah atas nama Allah. Yang arogan saya kira dalam hal ini malah pemerintah dan anda sendiri prof. Dapat disimpulkan donk pemerintah mengamini bahwa 2 derajat ini mutlak dan tidak perlu rukyat? Tapi karena mayoritas dari NU, sehingga rukyat ini tetap dilakukan (sebagai formalitas saja). Pembodohan umat ini -_-

    Apalagi ternyata petugas dari pengadilan agama malah yang ga mau nyumpah -_-
    http://ramadhan.republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-ramadhan/11/08/30/lqqfgp-nu-hari-ini-1-syawal-yang-puasa-segera-berbuka
    Semoga di masa yang akan datang pemerintah tidak mengedepankan ego dari mayoritas kelompok dan semoga Allah membuka hati dan pikiran para pemimpin kita ini. Minal aidzin walfaidzin mohon maaf lahir dan batin 🙂

  332. Oom T. Djamaludin, anda terlalu sombong dan kurang santun dengan ilmu astronominya, terus terang anda tidak layak menjadi seorang ahli di Kementrian Agama dan tulisan ini bisa diartikan mewakili Pemerintah. males ah diskusi dng orang sombong.

  333. Sepertinya Misi Prof untuk memecah belah umat dengan tulisan ini SUKSES besar…Jika Prof ga ingin nambah dosa mendingan tulisan jenengan di CLOSE mawon then merelease PERMINTAAN MAAF di media *kan sekarang dah kayak artis*…Matur Nuwun

  334. itu kalender disamping kok tanggal 31 agustus ini udah 2 syawal yah hari ini.. xixixi.. jadi lebaran nya kemaren dong pak kaya muhammadiah.. :q

  335. Sy sejak kecil (1974-an) dibesarkan dalam organisasi Muhammadiyah, mengikuti kajian-kajian yg diselenggarakan oleh organisasi Muhammadiyah. Memang terasa sejak akhir dekade 1980-an terjadi kemacetan tajdid (pembaharuan). Yang terasa adalah fanatisme organisasi yg menguat tapi lemah dalam kaderisasi keulamaan muda. Akhir dekade 1990-an lebih kuat gaungnya di politik dengan tokohnya Amin Rais, dan dekade 2000-an dengan tokohnya Din Syamsuddin yang piawai sekali memainkan tarian politiknya. Sempat muncul AMM yg saya harap dapat mengimbangi JIL, tapi kemudian AMM gak kedengaran lagi suaranya. Buya Syafii Maarif juga sangat menonjol dalam ijtihad-ijtihad high politik dan kulturalnya, tapi di bawah beliau belum nampak lagi kader pakar yang kuat.

    Apa yang ditulis Thomas Djamaluddin ini bagus. Gaya bahasanya provokatif? Ah, itu biasa dalam kancah ilmiah dan organisasi pergerakan. Kita memang memerlukan provokasi yg seperti ini untuk tetap menjaga kekritisan internal. Tanpa sikap kritis, kita akan terjebak dengan kebesaran yg jumud (beku).

  336. Saya mesti bertanya ke pada mereka2 yang pintar karena memang saya orang yang bodoh kenapa mesti mengambil ketinggian bulan 2 derajat, tidak lebih. Bukannya batas adalah ufuk. Tehnologi sekarang harus memberikan 2 keterangan tersebut masing2 bahwa yang matahari sudah tenggelam dan bulan sudah muncul kapan dan yang sudah ketinggian 2 derajat atau lebih kapan. Bapak Djamaludin sebagai seorang pakar harus dapat di posisi tengah bukan menggiring dan memojokkan dengaah titel anda yg Prof. Biarlah umat yang memilih karena titik pentingnya ada disini. Jadi tehnologi tidak hanya untuk membuktikan ketinggian 2 derajat tapi juga memberikan informasi pada masyarakat saat matahari dan bulan pada perbatasan ufuk. Biar seimbang.

  337. oia…tambahan Prof..kemaren sore tanggal 30 agustus bulan syawal sudah kelihatan sangat jelas dengan mata telanjang, menurut teman ketinggiannya sudah 7′ lebih, sehingga tidak mungkin itu baru tanggal 1 syawal..
    Alhamdulillah saya sudah lebaran kemarin 🙂

  338. Thomas?
    Who are you…..?

  339. metode hisab muhammadiyah sudah sangat sangat bahkan amat sangat tepat, Allah selalu memperlihatkan kebenarannya melalui banyaknya orang yang bersaksi melihat hilal (yg menurut Depag (baca: NU) ) gak bisa di rukyah.
    masalahnya adalah: Depag (baca NU) enggan mengakui bahkan membatalkan kesaksian tersebut!! dan sepertinya ini udah berlangsung beberapa kali dsaat terjadi perbedaan hisab dan rukyah.
    andai depag (baca:NU) mau mengakui kesaksian orang yang bersaksi melihat hilal (seperti hadis nabi) maka insyaallah tak akan terjadi perbedaan dalam penetapan 1 syawal.
    jadi sebaiknya bukan metodenya muhammadiyah yg harus d ubah, tapi Depag (baca NU) yang harus lebih berlapang dada menerima kebenaran yang diperlihatkan Allah.
    ______wallahu a’lamu____

  340. awalnya sy tertarik ama tulisan pak thomas. tp setelah sy buka blognya ada yg aneh. disitu ada petunjuk klo hari ini (31/08) udah masuk tgl 2 syawal. jd bingung. yg eror dimananya? pak thomasnya apa blog nya yah? dr blognya berarti pak thomas nyaranin sy puasa di tgl 1 syawal dan sholat ied di tgl 2 dong? bingung……….

  341. minta tolong dijelaskan mengapa arab saudi, malaysia berlebaran tgl 30 agt (selasa)? apa mereka jg salah dlm menentukan hari raya? (jangan2 justru indonesia sendiri yg merasa benar?)

  342. pemerintah ini menetapkan 1 syawal tanggal 31 karena dikaitkan dengan KEPENTINGAN POLITIK bukan bukan kepentingan agama… SUNGGUH LAKNAT PEMERINTAH DAN MENTERI-MENTERINYA…. atau bajunya kemaren belum jadi, sehingga di undur 1 hari.. dan yang pastinya JADWAL sholat id yang di buat pemerintah itu hari rabu 31 agustus 2011 sehingga mau tidak mau pemerintah harus menetapkan 1 syawal itu tanggal 31 agustus bukan 30 agustus… ya itulah apabila kepentingan politik di dahulukan daripada kepentingan agama.. ya sebentar lagi bencana melanda indonesia lagi mungkin… wallahu a’lamu bi ash-shawab.

  343. saya sangat sepakat dengan ide pak profesor untuk duduk bersama melihat benang merah yang bisa diambil namun persoalanya justru pada ungkapanya yang tidak menunjukkan kebijakan pak profesor.

  344. menyedihkan sesama muslim masih saling bertentangan
    Muhammadiyah, NU, Persis, dll….hanya ada di indonesia bapak2, ibu2, mungkin ada sebagian, tapi hanya sedikit dibanding populasi muslim dunia. kalau muhammadiyah saja yang benar, atau NU atau “organisasi” tertentu, bagaimana muslim yang lain di seluruh dunia yang bukan anggota organisasi??? apakah mereka semua salah???

    Kapan 1 syawal??? tiap2 orang punya keyakinan masing2, pantaskah memaksakan kehendak sendiri/kelompok kepada orang lain?

    Muhammadiyah, NU. Persis, dll hanyalah sebuah organisasi di indonesia, bukan kewajiban umat muslim untuk ikut salah satu organisasi tersebut, apalagi mengikuti “ajaran” organisasi.

    Minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin, semoga puasa kita semua diridhoi oleh Allah SWT. Amiin..Ya Rabbal Alamiin.

  345. Orang yang ilmunya sedikit lebih mudah untuk jumud dan ta’ashub. Orang yang luas daya ilmunya lebih sulit untuk jumud dan fanatik

    untuk apa kita berta’ashub dengan organisasi masing-masing? Bukankah islam sudah mempunyai petunjuk yang paling benar? sungguh perilaku fanatik kita telah menjauhkan kita dari Qur’an dan Sunnah. Dan lebih mementingkan kyai kita masing-masing ketimbang Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wa Sallam.

    saatnya menyatukan hati di atas Qur’an dan Sunnah, mari saudaraku tidak peduli kalian dari Muhammadiyah, NU, IM, Salafy, dll,

    sadarlah kalian Islam, dan janganlah antum semua berpecah belah..

    Allaahul Musta’an.

  346. Pak Thomas, anda sebagai ilmuwan terlalu arogan. jangan karena anda berada di pihak pemerintah dengan kasar dan tidak santunnya anda menyerang salah satu ormas di Negara ini, kami bukan orang Muhammadiyah, kami hanya mengkritik ketidak santunan anda, dan sama sekali kami tidak respek pada anda sebagai ilmuwan hati-hatilah pak jangan anda berada di salah satu pihak karena jabatan atau pamrih.

  347. Berhentilah sok pandai krn memang anda br belajar. Anda hanyalah orng bodoh yg sok pintar. Anda akan menerima pahala yg setimpal dgn penyataan2 anda diatas.
    Satu pesanku buat anda “menyembah Allah cukup dirasakan dan tdk mesti dilihat”.
    Jk anda hanya percaya pd yg nyata sama saja anda tdk percaya sama Allah. Sy curiga anda adalah antek2 yahudi yg sengaja ingin mengacau kesatuan umat Islam.
    Ya Allah, berikanlan balasan yg setimpal atas orang orang yang mendustakanmu. Amin…

  348. Penetapan 1 Syawal Indonesia Ditertawakan Negara-negara Islam

    http://ygennet.web.id/2011/penetapan-1-syawal-indonesia-ditertawakan-negara-negara-islam/

  349. Jelaslah sdh anda msh perlu banyak belajar dlm segala hal.
    Awalx sy sngt gembira krn bs belajar sama seorang prof yg jelas pengetahuanx lbh tinggi dr sy, tp kenyataanx sy kecewa krn pengetahuan anda jg msh sederat dgn sy. Bahkan besar kemungkinan anda msh perlu belajar sama sy. Sy tahu kenapa komen sy di moderasi krn anda takut kelihatan belangx. Ok, minal aidzin wal faidzin mhn maaf lahir dan batin.

  350. Assalamualaikum pak profesor T Djamal, maaf saya ini orang awam astronomi, tetapi alhamdulillah Allah memberikan sepasang mata yang sehat sehingga kemarin selasa sore bulan terlihat tersenyum dengan jelas dg posisi yang sudah tinggi, bukankah kemarin selasa sdh 1 syawal? kalau menunggu dapat dilihat dengan mata telanjang, bpk profesor tak usah repot-repot meneropong, masyarakat Indonesia suruh saja lihat sendiri dengan mata telanjang bulat. Mohon maaf lahir batin ya pak prof

  351. di blognya prof aj widget jam sebelah kanan ( silahkan dilihat ) klo tgl 31 agustus 2011 = 2 syawal 1432. gmn hayo… mana yg bener????

  352. Semua sdh tahu, ijtimak terjadi pada Senin pukul 10 pagi. Baik Muhammadiyah maupun NU sudah bisa menghitung itu.
    Dengan kata lain sebetulnya perubahan bulan Ramadhan ke Syawal adalah terjadi pada saat ijtimak tersebut.
    Tetapi kita tahu bahwa secara syariah, perhitungan untuk melakukan ibadah shaum adalah dengan batasan waktu Shubuh hingga Maghrib,sehingga pada saat pukul 10 pagi tidak mungkin kita membatalkan puasa karena akan melanggar syarat puasa itu sendiri.
    Selanjutnya sore hari ada khilafiah antara yang melihat hilal dan yang tidak melihat, ada yang mensyaratkan hilal harus 2 derajat dan ada yang boleh kurang dari 2 derajat.
    Pertanyaan, di hari Selasa apakah masih bulan Ramadhan? Padahal Senin pukul 10 pagi sudah terjadi ijtimak.

    Saya ingin bertanya, pak professor adalah orang yang tahu, orang yang berilmu, mohon dijawab pertanyaan saya tadi “Di hari Senin pukul 10 pagi sudah terjadi ijtimak, kemudian di hari Selasa apakah masih termasuk hari yang merupakan bagian dari bulan Ramadhan?”

    Berikutnya pak professor menghujat Muhammadiyah dengan berbagai kalimat-kalimat pak professor sendiri. Pertanyaan saya adalah “Pak profesor ini anggota organisasi apa? Pak professor mendapat gaji dan keuntungan duniawi dari organisasi apa?”

    Ingat pak professor, semua nanti akan diminta pertanggungjawaban diakhirat. Pak professor sudah tahu bahwa hari Selasa sudah bukan bagian dari bulan Ramadhan, tetapi ucapan pak professor mengatakan lain demi sesuatu keuntungan duniawi yang saya tidak tahu.

    Katakanlah yang haq (yang benar) meskipun itu pahit.
    Katakanlah yang benar meskipun setelah itu anda tidak naik pangkat.
    Katakanlah yang haq, meskipun setelah itu anda dipecat.
    Atau lebih baik diam, dan itulah selemah-lemahnya orang yang berilmu (mempunyai ilmu tetapi tidak mengamalkan)
    Ingat anda adalah orang yang pakar, orang yang lebih tahu dari yang lain. Tetapi please jangan jual kepakaran anda dengan harga yang sangat murah.

  353. Dari beberapa bahan bacaan, tampaknya ada 3 metode penentuan masuknya 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah.

    1. Hisab (wujudul hilal)

    Kelebihan:
    – Mudah membuat Kalender Qomariah untuk beberapa tahun kedepan

    Kekurangan:
    – Hanya bersifat dugaan, tidak dapat dibuktikan secara pasti bahwa bulan baru benar-benar sudah masuk
    – Tingkat kepercayaan: Sedang

    2. Hisab (imkaanur ru’yah)

    Kelebihah:
    – Mudah membuat Kalender Qomariah untuk beberapa tahun kedepan
    – Bersifat dugaan yang bersifat mendekati “pasti”. Kepastiannya dapat dilakukan dengan melakukan rukyat mata/teropong
    – Tingkat kepercayaan: Tinggi

    Kekurangan:
    – Menentukan batas-batas atau kriteria visibilitas hilal, perlu melibatkan banyak ahli, dan perlu ditetapkan oleh semua komponen (ulama, umaro, scientist)

    3. Hisab (imkaanur ru’yah) Ru’yah fisik (mata/teropong)

    Kelebihan:
    – Bersifat “pasti”, karena hitungan di verifikasi dengan penglihatan fisik (mata/teropong)
    – Tingkat kepercayaan: Sangat Tinggi

    Kekurangan:
    – Sukar membuat Kalender Qomariah untuk beberapa tahun kedepan, karena tiap akhir bulan harus meru’yat mata/teropong
    – Menentukan batas-batas atau kriteria visibilitas hilal, perlu melibatkan banyak ahli, dan perlu ditetapkan oleh semua komponen (ulama, umaro, scientist)

    Dari pilihan-pilihan diatas, saya pribadi cenderung memilih opsi 2. Karena, bersifat praktis, dan dapat menentukan Kalender Qomariah beberapa tahun kedepan. Adapun kekurangan opsi 2 ini dapat ditutupi dengan peran aktif Pemerintah sebagai mediator untuk membuat “kriteria bersama” imkaanur ru’yah.

    http://arabquran.blogspot.com/2011/08/perpecahan-umat-islam-indonesia.html

  354. terlepas dr smua perbedaan…
    dlm menyikapinya sebaiknya menggunakan kata2 yg santun… dilandasi semangat saling enghargai dan menghormati….

  355. Ya, kalau selasa memang sudah tinggi oom, bisa di atas 7 derajat … Yang ditawarkan pak Prof kesepakatan mengenai kriteria ketinggian hilal yang mungkin bisa dilihat (imkanur-rukyat)… 2 derajat yang disepakati para ulama se-asteng sudah sangat moderat.
    ^^^ Ditertawakan negara lain? Tidak juga. Justru penetapan 1 Syawal di Saudi itu yang kontroversial dan dipertanyakan keabsahannya oleh komunitas astronom di sana. Karena teropongnya aja di Jeddah gak berhasil melihat hilal (karena masih di bawah 1 derajat). Tapi institusi berwenang di sana lebih memercayai laporan satu-dua orang yang katanya melihat hilal. Hebat skali perukyat Saudi bisa melihat hilal yang masih di bawah 1 derajat. Diputuskanlah Selasa Idul Fitri, diikutilah oleh negara-negara Teluk lainnya …. Apa yang dilakukan para ulama kita yang menggabungkan perkembangan ilmu astronomi modern dengan rukyat itu sudah lebih maju dari ulama negara lain …

  356. untuk Bpk Professor tanpa mengurangi rasa hormat…
    seandainya niat baik Bpk diiringi dg kata2 yg santun mungkin hasilnya akan berbeda… niat yg baik dg cara yg baik pula…
    pd masa Gus Dur kita terbiasa dg perbedaan … tapi Gus Dur tdk menghujat dan mendeskreditkan….

  357. Hajar aja, berantem aja sesama muslim. Agama lain nertawain kita!!!

  358. Menurut pendapat saya bukan Muhammadiyah tapi sampeyan sendirilah yang jumud. Buktinya seluruh dunia termasuk Saudi Arabia sudah menetapkan Iedul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011 cuma Indonesia sendiri yang beda, aneh kan ?, tambah lagi sudah ditetapkan oleh pemerintah tapi rakyatnya nggak mau nurut semua karena nggak yakin pada niat baik pemerintahnya (dhi Depag). Mestinya kalau Depag niatnya mencari kebenaran tentunya mencari solusi untuk meyakini kapan sebenarnya 1 Syawal tersebut, pakailah semua metode baik hisab, rukyat maupun metode2 lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan misalnya astronomi, dll. Jangan mengsakralkan rukyat karena Nabi sendiri tidak mengharuskan hanya memberi contoh (lihat pendapat Prof. Sofyan di Detik). Yang perlu diingat adalah tujuannya yaitu memastikan hari esok (1 syawal) bukan sekarang jadi nggak perlu harus pakai minimum 2 derajat yang penting diperoleh kepastian bahwa besok memang 1 syawal atau bukan. Saya justru setuju dengan Muhammadiyah kalau hilal sudah berputar penuh sekarang berarti besok sudah 1 syawal karena bulan kan berputar bukan mandeg. Selain itu kalau pakai rukyat saat memantaunya juga jangan dibatasi waktunya beri kelonggaran sampai diperoleh keyakinan kalau perlu dipantau sampai malam. Kesimpulannya memang tujuan Depag bukan untuk mencari kebenaran tapi untuk membenarkan pendapat golongannya sendiri tentu saja umat yang waras dan intelek nggak respek.

  359. gambar fase bulan pada tanggal 30 agustus 2011 yang ada di sudut kanan bawah tulisan saudara profesor……terlihat hilal sh tampak…..huuuuuuuuh……………?????

  360. Banyak sekali org awam yg mgkn bc blog ini tp cma bc judul,atau bc sdkt lalu mghujat,lalu buat ksmpulan.astaghfirullah,mau dbwa kmana Islam ini jk pemelukny egois,msg2 sok dg dalil msg2,blm lg serangan yg ingin mghancurkn Islam dr luar dan kalian lupa yg lebih urgent drpd itu semua yakni ukhwah islamiah yg jelas2 nyata dlm alquran ali imran 103.jd u siapa kalian smua ego dg pndpat msg2?buat apa kalian ribut dan saling mghujat,cuma krn selentingan yg jg gak jelas dari profesor ini,krn msh byk yg blm tjawab olehny pdhl cuma ptanyaan2 dasar.toh kalaupn mm bnr bkn cma skelompok atau segolongan saja yg hrus mgalah krn ini mjd PR kta bsama.jgn mngira diri/kelompok msg2 bnr.kbnran mutlak hy milik اللّهُ btaubatlah smua dan slg bermaafan.buang rasa ego,bc bnr2 dan niatkn krn اللّهُ sy pribadi mlihat tdk ada jwbn pihak yg slh smua pny dalil dan ijtihad yg baik,tp ada stu yg dlupakan,jk kamu smua btikai ats persoalan,kembalilah pd alquran dan hadist.dan alquran mnganjurkan supaya kita jgn bercerai berai(ali imran103).mari cari lg solusi kdepan agar jgn trulang kembali.

  361. Hanya 4 negara yang merayakan Idul Fitri tanggal 31 Agustus 2011, termasuk Indonesia. Negara-negara lain merayakannya pada tanggal 30 Agustus 2011.

    Biaralah masyarakat yg menilai apakah LAPAN dan Pemerintah benar-benar jujur melaksanakan tugasnya, atau ada kepentingan politik.

    Karena faktanya, surat edaran dari pemerintah sudah beredar jauh hari sebelumnya dan menetapkan Idul fitri pada tanggal 31 Agustus tanpa perlu menunggu sidang itsbat.

  362. si Thomas ini jika dibandingin Muhammadiyah, apaan sih ?

  363. Benar Tidaknya 1 Syawal Akan Terbukti Saat Bulan Purnama (Membuktikan Kebohongan/Kebenaran Dengan Cara Kampungan)

    http://politik.kompasiana.com/2011/08/30/benar-tidaknya-1-syawal-akan-terbukti-saat-bulan-purnama-membuktikan-kebohongankebenaran-dengan-cara-kampungan/

  364. Assalamu’alaikum Bang Djamal……..
    Kami orang2 daerah/pelosok g sampe bekelahi tuh hanya karena perbedaan Iedul Fitri..Kami warga Muhammadiyah-Nu justru bergandeng tangan mengangkat kemelaratan warga bawah(yang seharusnya jd tugas pemerintah).Ketika diantara kami ada perbedaan2,kami saling menghormati!
    Ketika kemarin di sidang Isbat Anda dkelilingi Tokoh2 Agama, seharusnya anda g pantas mendskrditkan Organisasi tertentu!
    Berikut yang ingin saya kritisi:
    1. Sidang isbat seharusnya cepat diadakan,jangan molor kaya kemarin.
    2. Zaman Nabi ketika mo liat “bulan” sampe berlari2 kepantai/tempat yang lbih tinggi mencari tempat yang dimungkinkan bisa melihat bulan(pencarian tempat itu adalah cara/alat supaya bisa melihat bulan)..Sekarang ketika zaman sudah modern, masa iya sih ga bisa menentukan kapan awal bulan, terjadi?
    3. Penglihatan mata sangat terbatas bang, sedotan yang dimasukan ke air akan terlihat bengkok menurut pandangan mata!Apalagi nh..bulan yang jaraknya begitu jauh harus bisa dilihat mata telanjang?kecuali ya kalo lebih dari 2 derajat.
    4.Ada Hadis nabi yang berhubungan dengan ru’yat,menerangkan diakhir hadisnya(bahwa zaman beliau masih buta IPTEK,dan beliau megakuinya),makanya kenapa beliau hanya mengandalkan melihat bulan dengan mata telanjang(Andai zaman Rosul sudah ada sebangsa Lapan/Bosca,pasti beliau akan melihatnya melalui teropong/komputer)dan cepat2 akan mengumumkan bulan baru karena bulan sudah berada diatas ufuk(ga harus nunggu 2 derajat).
    5. Dari segi dalil justru Hisab yang lebih kuat, karena berkali2 dikemukakan dalam AlQuran,sementara dalil ru’yat (bil ‘aini) mungkin sedikit/mungkin g ada?Saya setuju ketika anda berkata jangan ada dikotomi antara Hisab&Ru’yat..Artinya Ru’yatlah(lihatlah/perhatikanlah) bulan dengan mata lewat IPTEK yang ada!jangan sama mata teranjang z…….apalagi mata yang berkaca mata…..
    6. Belum menemukan Keterangan/hadits/ayat yang menerangkan bahwa batas penentuan terjadinya bulan baru itu mesti 2 derajat.Hanya kesepakatan ulama?emang boleh?kan ulama g dalam ilmu palaknya!
    TERLEPAS DARI KOMENT INI…….saya cuma ga senang cara anda mengkritik sebuah organisasi yang sudah menelorkan banyak sekali ilmuwan2/cerdik pandai di indonesia ini dengan ribuan sekolah yang sudah didirikannya!KRITIKLAH DENGAN BIJAK

  365. sebelumnya terima kasih kepada pak Thomas atas tulisan yg sangat menarik ini, banyak memberikan inspirasi utk serius mengkaji penntuan kalender Islam. Jujur, sy baru kali ini buka blog ini meski sudah baca tulisan tth hisab versi Muhammadiyah yg dah usang itu. Sy buka blog ini karena ada temen posting ke milis bahwa di blog ini, dlm penghitungan kalender hijriyah real time nya (di halaman muka, bagian bawah kanan), tertulis 31 agustus 2011 = 2 Syawal 1432. apakah ada kesalahan kah? mohon maaf apabila merepotkan.
    Micko

  366. Alhamdulillah Muhammadiyah tidak terjebak oleh para penjahat yang mengacaukan umat Islam. yang idul fitri hari ini (31 Agustus 2011) juga Alhamdulillah ternyata bulan sudah tinggi dan tersenyum lebar. hanya Allah SWT yang tahu semuanya. maka Bertobatlah para pengacau umat Islam di Indonesia, jangan malu meminta maaf, instropeksi diri untuk menuju kebaikan. Mohon Maaf Lahir dan Batin
    Semoga Allah Memberikan Ampunan kepada Kita Semua Amiin….

  367. aduh saya marah sekali, walaupun saya bukan orang berpendidikan, tapi please coment saya jangan di hapus dong, saya rasa yang berhak bersuara bukan hanya orang2 brpendidikan

  368. Hari ini (31 Agustus 2011 yang diklaim sebagai 1 Syawal oleh Profesor & Pemerintah) bulan terlihat cukup besar dan cukup lama (sejak jalan ke Musholla sampai pulang dari sholat Maghrib masih nampak) untuk tanggal-tanggal muda tahun Qomariyah. Gimana pak, salah hitung kali…….he….he…..he…..

  369. Sekarang saya jadi tahu kenapa tiap tahun dalam penentuan Idul Fitri maupun Idul Adha pemerintah RI sering mundur 1 hari ternyata biangnya adalah teori Prof jamaluddin yang nggak logis ini, akibatnya Indonesia jadi aneh sendiri diantara negara2 Islam lain dimana semua negara sudah Iedul Fitri kita mundur sehari, di Arab saudi sudah wukuf kita mundur Iedul Adha 1 hari. Teori pembulatan/penggenapan jadi 30 hari ini menurut pendapat saya sudah tidak logis dijaman digital ini coba bayangkan dibulatkan kok jadi mundur 1 hari kalau cuma satu dua jam itu masih logis. Jadi selama teori ini selalu dipakai maka nggak akan ada kesatuan penetapan hari raya karena Muhammadiyah yang berniat menunjukkan/memberikan pedoman yang benar tentunya nggak akan mau menyesatkan umatnya. Akhirnya fakta membuktikan bahwa Muhammadiyahlah yang benar terbukti selasa sore tanggal 30 agustus 2011 bulan sudah tersenyum cerah bukti bahwa Allah SWT telah menunjukkan siapa yang benar. saya hanya pengamat saja tapi saya sepakat dengan pendapat Muhammadiyah.

  370. Wah, mana pak propesor nya, kok nggak kasi komen, apa sibuk merukyah ya malam ini, ayo dong pak propesor, kami semua penasaran nih, knapa kita ditertawakan dunia karena seluruh dunia cuman 4 negara yang lebaran hari ini, sementara negara yang bertetangga dan segaris dengan kita aja merayakan idul fitri kemarin, gmn penjelasan anda pak propesor? trus knapa kesaksian kaum mukmin yang jelas2 memenuhi kriteria untuk melakukan hilal ditolak, sementara nabi saja tdk menolak kesaksian seorang arab badui yang mengatakan bahwa ia telah melihat bulan? kalau anda seorang akademisi sejati, seorang guru besar yang memiliki kemampuan akademik mumpuni, JAWAB PERTANYAAN diatas, jangan colong playu kayak gini, nggak mutu blas, apa masih layak anda dikatakan seeorang ilmuwan? mohon maaf lahir dan batin prop

  371. Justeru cara negara2 Arab menentukan lebarannya yg aneh dan sulit dipertanggungjawabkan secara syar’i maupun secara ‘ilmi.

    Coba lihat di situs resmi Makkah/Saudi Arabia:
    http://www.makkahcalendar.org/en/when-is-shawwal-Aid-El-Fitr-1432-2011-islamiccalendar-dates.php

    Saya kutipkan point2 pentingnya, lengkapnya lihat sendiri di URL tsb. Terjemahan yg dalam kurung adalah penekanan dari sy.

    1. It is important to note that the hegirian month does not begin at conjunction, i.e. when the New Moon is born. The crescent has actually to be sighted in the evening sky.

    Sangat penting diperhatikan bahwa bulan hijriyah tidak dimulai saat terjadinya konjungsi, yaitu saat lahirnya bulan baru (padahal ini yang dijadikan pegangan Muhammadiyah). Hilal harus betul terlihat di langit senja.

    2. According to our calendar, this sighting can either be at Makkah itself, or at any point to the west of Makkah, before the Morning Prayer in Makkah (concept of intermediate or limiting horizon).

    Berdasarkan kalendar kami, rukyah dapat dilakukan di Makkah, atau di mana saja wilayah di sebelah Barat Makkah (jadi tidak menganut mathla’ lokal), sebelum waktu shalat Subuh di Makkah.

    3. On the evening of 29th August the new moon will be invisible in Makkah itself so we have to examine visibility to the west of Makkah.

    Pada 29 Agustus petang, bulan baru tidak akan dapat dilihat di Makkah, maka kami harus memeriksa keterlihatannya di sebelah Barat Makkah. (Jadi, Senin sore pun “berdasarkan hisab” mereka bulan baru tidak akan terlihat di Makkah! Lalu mengapa mrk lebaran hari Selasa? Bukankah juga ulama2 Wahhabi, misal Syekh Bin Baaz dan Utsaymin, melarang penggunaan hisab utk urusan ibadah?)

    4. The visibility curve for 29th August shows – to the west of Makkah – a large part of South America covered with either a blue zone (naked eye visibility under good observational conditions) or a green zone (easy naked eye visibility) covering the south of Chile and of Argentina. The blue zone is so vast that good observational conditions will certainly be achieved some part. The reader can verify this by a simple look at the visibility curve here. The new moon is invisible in Makkah to the naked eye but it is visible before fajr in Makkah at coordinates 30° South, 70° West, the horizon that we have used.

    Kurva visibility untuk tanggal 29 Agustus menunjukkan (kurva itu kan produk hisab yg terlarang dipakai untuk penentuan awal Syawal!) – di wilayah sebelah Barat Makkah – sebagian besar Amerika Selatan tertutup oleh zona biru dan zona hijau yang menunjukkan hilal dapat dilihat dengan dilihat dengan mata telanjang, terutama di selatan Chili dan Argentina —— Hilal memang tak mungkin dapat dilihat di Makkah dengan mata telanjang, tapi dapat dilihat di wilayah-wilayah sebelah Barat Makkah sebelum fajar/subuh. (Lagi2, tidak menganut mathla’ lokal dong ya).

    5. This concept is all the more valid since the Islamic day starts at fajr and not at sunset (maghrib).

    Konsep ini sepenuhnya sah karena hari, menurut Islam, bermula sejak saat fajar/subuh dan bukan saat maghrib. (Dorrrr…. Ini paling mengejutkan, betulkah pergantian hari menurut Islam terjadi saat fajar/subuh, bukan saat maghrib ????!!!!).

    6. So, according to our calendar, in Makkah Ramadan will end on 29th August 2011 and the 1st of Shawwal can be celebrated on 30th August 2011.

    Maka, menurut kalendar kami, di Makkah Ramadhan akan berakhir pada 29 Agustus 2011 dan 1 Syawal dapat dirayakan pada 30 Agustus 2011.(Jadi,
    a. Penetapan lebaran bukan berdasarkan rukyat hilal dong ya, padahal itu yg dibangga2-kan Saudi selama ini karena mereka melarang penggunaan hisab.
    b. Ternyata yg mereka jadikan dasar adalah kurva visibilitas yg merupakan produk hisab.
    c. Juga mrk pertimbangkan hisab kemungkinan rukyat hilal di Chili dan Argentina, bukan rukyat hilal di Makkah (mathla` setempat)).

    7. Strictly speaking, the Makkah Calendar is applicable to Makkah Only. However, we are certain that our calendar is valid for many countries. Our visibility curves represent the condtions at local sunset at each point. The visibility curve for Shawwal shows that – on 29th August 2011 – the New Moon will be visibile with the naked eye in a large part of South America, specially south of the equator. Thus in all the countries situated in this part of the earth, the 1st of Shawwal will be on 30th August 2011 at the same time as in Makkah.

    Tegasnya, kalendar Makkah HANYA dapat digunakan di Makkah saja. Namun kami juga yakin kalendar kami sah juga digunakan di negara2 lain. Kurva visibilitas kami menunjukkan bahwa hilal dapat dilihat dengan mata telanjang di sebagian besar wilayah Amerika Selatan, khusunya di bagian Selatan khatulistiwa. Maka negara-negara di bagian bumi ini, di sebelah Barat Makkah, permulaan Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011, sama dengan di Makkah.

    (Itu sih wajar, kalau memang benar hilal dapat dilihat di Makkah, wajarlah negara2 lain di sebelah Barat Makkah dapat mengikuti lebarannya Makkah. Tapi haruskan Indonesia yang jauh di sebelah Timur Makkah ikut-ikutan lebarannya Makkah?
    Kenapa banyak orang di Indonesia sangat fanatik dengan waktu Makkah, padahal mereka saja bilang: kalendar kami hanya dapat digunakan di Makkah dan negara2 sebelah Barat dari Makkah.
    Apalagi mrk pun merujuk rukyat hilal di Amerika Selatan, bukan di Makkah sendiri.

    Kesimpulan:
    Siapa yang masih mau ikut kalendar Syawal Makkah kalau ternyata begini?

  372. saya menghargai perbedaan pendapat, tapi saya rasa statement ‘professor’ yang terkesan menghina tersebut kok kurang bijak, apalagi di depan media, kita musti ingat bahwa media itu dapat menjadi media informasi dapat menjadi media provokasi. Hati hati prof, ‘mulutmu harimaumu’. Mohon kedepannya anda mikir tata bahasa dulu sebelum dikeluarkan dari mulut.. kalau terjadi chaos, anda bisa ditarik tarik, ntar..

  373. orang indonesia itu ternyata pada aneh ya

  374. yth.para ulama atau tokoh-tokoh agama negeri ini;
    SEBAIKNYA ANDA SEMUA SALIN BERMAAFAN SAJA
    JANGAN RIBUT MELULU
    MALU SEDIKIT SAMA UMAT LAIN

  375. jujur awalnya sy penasaran ingin baca tulisan prof., ………. eeeeeh ternyata hanya tulisan seorang awam saja.??????

  376. Seharusnya kita tak boleh berpendapat atau menilai dengan emosi. Ilmu pengetahuan itu hanya bisa diterima dengan pikiran dan hati yang jernih. Perdebatan dalam ilmu pengetahuan juga hal yang wajar, mengatakan bahwa pendapat A salah dan B benar juga hal yang wajar. Kenapa tidak, tentu saja dilandasi dengan evidence yang dapat dipertanggung jawabkan. Bukan Perkara NU atau Muhammadiyah, atau yang lainnya.

    Mengenai laporan hilal di seluruh penjuru dunia juga bisa di cari lewat internet. untuk bisa mengmenghujat tulisan diatas memang tak butuh waktu lama. Untuk belajar dah menjadi paham tak banyak orang yang mau. Hmmmm yang mau belajar di jurusan astronomi……? bisa dihitung dengan jari.

    Selamat merenung.

  377. Waduh ramai banget, tapi apa akan ada pemecahannya ya ? Saya ini awam ilmu falak, awam urusan golongan, jadi mumet kalau ikut mikirin perbedaan di atas.

    Saya masih bertanya pada hal yang mendasar sekali, yaitu definisi kalender Hijriah itu sendiri apa sebenarnya ya ?
    Atau lebih khususnya kapan mulai berganti bulan untuk kalender Hijriah ?
    Ma’af, selain kalender Hijriah, saya pernah dengar ada kalender Jawa dan kalender China yang perhitungan menggunakan fenomena penampakkan bulan ( apa namanya hilal juga ? ).
    Apa gak sebaiknya melihat hilal untuk kalender Hijriah itu dari kota Madinah ? Kalau di pulau Jawa lihatnya, apa ada bedanya dengan perhitungan awal bulan kalender Jawa ?
    Jaman sekarang informasi dapat dengan cepat menyebar ke seluruh dunia dalam hitungan detik, tidak seperti jaman dulu perlu waktu yang lama.

    Bagaimana dengan orang yang tinggal di daerah dekat kutub ?
    Atau jika jaman sudah lebih maju lagi akan ada orang yang bermukim di bulan, atau di planet Mars. (ma’af kebablasan mikirnya ya ?)
    Mungkin semua pihak harus bersedia membuka pemikiran sesuai perkembangan jaman.
    Awal bulan adalah fenomena alam, bukan keputusan pihak tertentu.

  378. gimana nih pak professor…? kok kalender situs bapak disamping, hari ini udah 2 syawal? bukannya pak professor bilang sekarang 31 agustus nih 1 syawal?

  379. sekedar melaporkan, malam ini surabaya bulannya nggak lagi hilal, sudah kayak clurit, kayak sabit, jelas dan GUEDHEEEEEEEE, kok nggak kayak tanggal satu ya??????

    • Alhamdulillah, keputusan saya berlebaran tgl 30 kmrn, tidak salah,,,setidaknya menurut saya, melihat bulan malam ini (surabaya 31/8/2011) yg sudah jelas “senyumannya” makin mentaplah hati ini. agaknya waktu sidang itsbat kemaren , pakde profesor itu dan pemerintah sedang ” telat bulan” , makanya agak strees dan uring uringan , hingga ada yang melihat , tetap saja didtolak………….

    • Ha ha ha…. Lihat aja Widget “Fase Bulan” di sebelah kanan atas tanggal berapa syawal tuh ? Ha ha ha… bukti kemajuan Ilmu Astronomi… Mestinya kalau konsisten setiap bulan harus rukyat dan MUI setiap bulan juga harus sidang isbat untk menentukan awal bulan, dan kalender Hijriah harus dibuat setiap bulan… BUKANKAH BEGITU PROPESOR ?
      Menurut hitung-hitungan ilmu astronomi nggak mungkin, tapi kalau Allah berkehendak “mungkin” terus mau apa? Kenapa menolak saksi, Rasulullah SAW dulu nggak pernah menolak saksi !!! Allah dan Rasulnya nggak pernah buat ribet soal rukyat, nggak pakai syarat2 derajat yg macam2….

    • melaporkan, tgl 31 agustus sekitar pukul 19.30 WIB posisi bulan sabit kok besar sekali…
      seperti bulan di tanggal 3 atau 4.
      jd bingung aku…

  380. Saya lihat posisi hilal malam ini di langit dari rumah saya, lalu saya lihat gambar posisi fase bulan (realtime) di sisi kanan blog Anda ini, Profesor, maaf, apa keputusan Kemenag kemarin sudah keliru? Dalam hati saya sekarang kok tak bisa pungkiri, yang berlebaran hari Selasa sepertinya lebih menepati kebenaran.

    Ya Allah, ampunilah hamba-hamba-Mu yang telah berbuat salah dan khilaf, tak mendengar suara-suara minoritas yang sudah bersaksi atas kebenaran tanda-tanda-Mu, hingga banyak orang harus terjerumus dalam langkah amaliah yang tidak tepat.

  381. Sama….Bojonegoro juga…posisi bulan sdh melambung dilangit sebelum isya tadi……

    negara yang penuh lelucon…..

  382. Akhirnya fakta bicara,bkn bgtu mas jordan?niatnya si udh gak benar,pgn memecahbelah Islam.prof abal abal si dipercaya.bru prof dunia aja udah songong lu..

    • tulisan ilmiah harusnya dibarengi dengan klarifikasi ilmiah, kalo dia seorang propesor dengan segala keilmiahannya maka saya seorang dokter yang juga menjunjung tinggi nilai2 ilmiah, namun sekali lagi, tiap kita pasti pernah khilaf, tinggal kita mau nggak menyadari dan mohon ampun karena telah menyakiti dengan tulisan dan lisan kita, meskipun itu benar, SANTUN, itu jg bagian dari ilmiah kan

  383. oh ya widget blognya itu kok tanggal 2 sawal ya???

  384. ini cieh blog NGAWUR DAN YG BUAT JGA BUKAN ORANG MUSLIM PASTI.KQ MW MERUSAK UMAT ISLAM.HARGAI PENDAPAT ORMAS2 ISLAM,INI SOAL KEYAKINAN.”

  385. ada pertanyaan dari saya prof,tolong di jawab. yang pertama, kalau penetapan tanggal 1 syawal mundur tanggal 31 agustus, berarti penetapan tanggal-tanggal hari besar islam akan mundur semua,tidak seperti pada penanggalan yang sekarang beredar,tapi kenapa penetapan tanggal-tanggal hari besar islam tidak berubah, artinya tetap mengikuti penanggalan yang sekarang?

  386. kalo menurut saya simpan dalam hati aja deh prof jangan diomongin ke media .ato langsung aja ngomong ke pengurus / pimpinan muhammadiyahnya . efeknya akhirnya begini ni …yang nggak ngerti agama ikut ngomong .. yang nggak ngerti ilmu falak ngomong , yang nggak ngerti astronomi ngomong ..la yang parah gak ikut puasa yo ngomong 1 syawal… semuanya ikut ngomong walaupun mereka nggak punya kapasitas . udah prof ..gak usah dijawab ..saya cinta muhammadiyah , saya cinta NU , tapi saya lebih cinta jika kita bersatu dalam kecintaan ,u

  387. Prof Abal2, pantas ilmu astronomi kita gak maju2

  388. Bisakah anda melakukan pemaparan tanpa menyebut siapa yg benar siapa yg salah, karena kan jelek banged kesannya kalo ternyata yg bpk katakan salah malah terbukti benar, seperti kasus ini, kalo saya yg berada di posisi Anda, maka hal ini sangat2 memalukan dan mungkin akan melepaskan segala status saya (prof, pakar dll)

  389. Assalamualaikum,
    Di sini saya ga berani mengomentari,menghujat, suudzon, apalagi ulama NU dan Muhammadiyah yang sudah pasti tinggi ilmunya sedangkan ilmu saya masih seujung kuku yang pastinya akan berdosa nantinya kalau saya mendebat tidak berdasarkan ilmu, tapi yg ingin saya luruskan dari beberapa komentar adalah:
    Kata siapa NU dan Muhammadiyah lebarannya tidak bersamaan tgl 30 kemarin?
    Kenapa pemerintah menganulir hasil pengamatan di cakung dan jepara?, padahal mereka adalah perwakilan yg telah disumpah, sedangkan justru wakil pemmerintah meninggalkan tempat tanpa mau menyumpah mrk
    Saya jadi ragu dengan metoda pembaharuan rekan prof thomas, karena jika metodanya benar dan ingin membuat kalender tunggal, knp malah kita sendiri yg berbeda dengan belahan dunia lain?
    Rekan-rekan bisa check http://www.voa-islam.com dimana kebenarannya bisa dicheck langsung di pondok pesantren gontor atau ROIS Suriah NU jakarta

  390. buat semua.

    rukyah itu berasal dari kata raaa, ia bisa memiliki beberapa makna, tapi dari segi mutaadi dua buah maful maka jelaslah raaa disini bermakna melihat dengan mata kepala, bukan raaa bermakna a’lama seperti pada hadist maa raa minkum mungkaran, raa disini bermakan a’lama, yaitu barang siapa mengetahui kemungkaran.

    buat yang gunakan negera lain sebagai dalil, sangat jelas anda ini semua tak paham ilmu fiqih. tahbukah apakah itu ikhtilaf matali’??? jarak dua marhalah 16 farsah saja sudah iktilaf maali.

    kalau disatu daerah yang jarak matali’nya lewat dua marhalah bila disatu kawasan telah terlihat sedangkan kawasan lain belum terlihat maka kawasan lain tidak wajib mengikuti. ini saja bisa terjadi pada dua propinsi seperti jawa dan aceh. artinya bila dijawa terlihat dan diaceh belum terlihat, silahkan orang jawa hari raya duluan, aceh belakangan.

    ini berlaku bila aceh dan dan jakarta beda negara. tapi bila satu wilayah negara dan imam yang sudah ketuk palu maka aceh wajib berhari raya.

    dalam kitab tuhfatul muhtaj karangan ibnu hajar alhaitamy

    iza astbata almukhalif alhilala maa ikhtilafil mata’lik lazimana alamal bimuqtasa istbatihi.

    apabila telah mengitsbat oleh hakim yang berbeda mazhab sedangkan berbeda tempat terbit m aka wajib kita beramal dengan yang istbat.

    nah brunai, arab, singapure, malaiysia. adalah berbeda matalik dengan kita serta berbeda wilayah negera. maka kalau mereka istbat dan kita belum tampak ya tidak wajib ikut.

    nah diindonesia hilal tak tampak sepakat karena posisi 2 dua derajat tidak mungkin rukyah sekalipun bulan sudah masuk tanggal satu. kalau ada yang mengaku nampak hilal sedangkan posisi bulan dua derajat maka menurut pendapat kuat dalam tuhfatul muhtaj karangan ibnu hajar haitami ulama besar kairo maka kesaksiannya ditolak. sedangkan menurut imam ramly dalam nihayah boleh diambil persaksiannya.

    nah kalau kita terima pendapat imam ramly silahkan orang yang percaya dengan dengan wilayah yang mengklaim sudah nampak hilal. silahkan dia berhari raya seperti muhmamdiyah misalnya.

    tapi yang jadi masalah perbedaan pendapat berlaku bila imam belum ketuk palu. kalau sudah ketuk palu maka perbedaan pendapat tidak berlaku lagi. dalam kitab tuhfah dan semua kitab fiqih mengakui hukmul imam tarfaul khilaf. ketuk palu imam mengakhiri perbedaan

    maka wajiblah kita ikut pemerintah dan maksiat tidak ikut mereka. karena firman Allah taatlah kamu kepada Allah dan rasul dan ulil amry dari kamu.

    ada yang berdebat, ulil amry kita tidak siddiq dan fasiq tidak wajib diikuti.

    saya jawab : seluruh ulama indonesia pada masa sukarno diundang kejakarta untuk memberi gelar ulil amry kepada sukarno. semua ulama tidak ada yang mau, lalu bangkit abuya muda waly dari aceh yang mengatakan SUKARNO ADALAH ULIL AMRY ADDHATURAH BISYAUKAH. PEMIMPIN TERTINGGI PADA POSISI DARURAT SEBELUM ADA TERBENTUKNYA NEGERA ISLAM.

    JADI YANG TIDAK MENGAKUI SBY SEBAGAI ULIL AMRY UNTUK INDONESIA, DIPERSILAHKAN CARI NEGARA LAIN. JANGAN SEPERTI ORANG MUNAFIK. GILIRAN MAKAN GAJI WALAU ADA PAJAK HARAM, SAYA IKUT PEMERINTAH, GILIRAN DISURUH HARI RAYA HARI RABU, OGAH.

    EHHHHHHHH MALAAMMMMMMMMMMMMMM

    • Pak acehsakti yth,
      Membaca komen bapak yang sangat detil jadi tibul bbrapa pertanyaan:
      1. Bapak sebut bila kurang dari 2 derajat tidak mungkin terlihat.tau kurang dari 2 derajat di senin kemaren dari mana? Hisab? Apakah hitungannya pasti benar sehingga pasti 10000% bila ada yg lapor lihat hilal = bohong. Meskipun yg lihat itu ustadz dgn pengalaman lihat hilal sudab taunan?

      2. Jarak 2 marhalah 16 farsah itu brapa km? Apakah aceh malaysia atau singapur batam jaraknya lebih dari itu? Atau indonesia ini dihitungnya harus dari jakarta?

      3. Ulama waktu itu sepakat memberikan gelar ulil amri kepada sukarno. Apakah selanjutnya gelar tersebut otomatis akan dipegang oleh presiden indonesia? Meskipun nanti misal di masa datang indonesia dipimpin oleh muallaf atau bahkan non muslim?

      Mohon bapak berkenan menjelaskan kepada kami yang awam ini. Terima kasih.

    • bos… masalah gituan aja pemerintah ikut nentu nentuin… kenapa kalo masalah sholat wajiib 5 waktu kok pemerintah ndak nentuin, barang siapa yang tidak sholat wajib 5 waktu akan di hukum pemerintah…

    • gak usah marah lah….., kenyataan masyarakat luas sdh melihat tidak ada kejujuran pada sebagian besar pemimpin. Lunturnya kepercayaan pada penegakan hukum, lainnya kata dengan perbuatan tentang korupsi,dan terakhir ulama membuat dirinya kehilangn martabat. Lalu terkait ibadah, mk terpaksalah ambil rumus : ijtihad …..ditengah2 ketidak mampuam pemimpin tampil untuk dipercaya

    • komentar cerdas dari orang yang cerdas!

    • lha sudah tau kalo bulan meskipun sudah baru tapi dibawah 2 derajat nggak akan bisa dilihat, ngapain juga pake acara rukyat, toh semua keukeh kalo nggak bakal keliatan tuh hilal, nah giliran ada yang disumpah melihat bulan trus ditolak, alasannya nggak mungkin liat bulan, piye iki tho? dan sekali lg kita bukannya nggak mau ikut pemerintah, kita patuh kok lha buktinya saya jg bayar pajak tiap tahun, buat kasi makan tuh pegawai, cuman saya nggak percaya dengan pereintah yang sudah BERDUSTA di sidang isbat yang menyatakan negara tetangga lebarannya hari rabu eh ternyata negara tersebut lebaran selasa, pemimpin pendusta seperti ini yang mau kita ikuti???? apa kata dunia akhirat??????

      • setuju Mas Jordan,
        Tgl 31 Agustus bakda maghrib (18.20 waktu Jawa Timur), bulan sudah mencapai 10 derajad yang berarti sdh tanggal 2.
        Dan lucunya, menetapkan 1 Syawal kok berdasarkan suara terbanyak,

      • saya coba menjawab:
        keputusan 2 derajat itu berdasarkan pada pengamatan2 sebelumnya. bahwa hilal belum pernah teramati jika ketinggiannya kurang dari 2 derajat (ada waktu kurang dari 16 menit sebelum hilal tenggelam).

        nah dalam metode riset, suatu teori atau kesimpulan dari penelitian seblumnya bisa terbantahkan atau diperbarui dengan perhtungan/eksperimen menggunakan metode/kaidah yang lebih bagus. disinilah diperlukan berkali-kali rukyat. lebih banyak data akan lebih akurat.

        kalau dalam sains hal itu hal yang lumrah.

        =====

        mengenai laporan yang ditolak, sudah ada penjelasan sebelumnya dari beberapa orang tentang alasan 2 daerah tersebut ditolak.

        =====
        kalau urusan pemerintah berdusta, saya ga tau karena ga nonton sidangnya.

      • setuju

    • Ini lagi malah bikin ruwet, maksudnya tiap negara punya penanggalan Hijriah sendiri2 dan nggak sama, gitu ta? Saya nggak mau ikut Pemerintah Yang Pendusta, ini masalah keyakinan/agama bukan masalah politik !!! Mekah juga beda negara, kalau mau sholat jadiin aja Jakarta sebagai kiblat… ISLAM DI SELURUH DUNIA ITU SATU… Rasulullah SAW itu ada di Arab/negara lain, terus apa ucapan beliau nggak berlaku di Indonesia ? Banyak Hukum2 di Al Quran dan Hadist didasarkan pd kejadian di arab, terus apa nggak berlaku di Indonesia ?
      KACAU NEH !!!

    • pengikut SBY ya…, wakakakakakakak

  391. hehehe cuma mencari pengunjung banyak supaya mendapat dolar banyak.. pinter sekali membuat kata kata. saya salut sekali ke anda

  392. Manusia itu tempatnya salah..saya yakin kalau orang pendidikan setinggi anda sampai dapat gelar profesor, pasti masi bsa bangkit dari kesalahan yang sangat fatal ini. Iya kalau saya ini yg cuman lulusan sd mungkin bsa ampe gak berani hidup lagi karena malu.

    Mohon maaf lahir dan batin.

  393. pinter sekali orang yang nulis artikel ini. mencari pengunjung untuk mendapatkan dolar…

  394. metode hilal galvalum

  395. maaf prof… kok widget “fase bulan saat ini” yang anda pasang di blog ini tak sesuai dengan penanggalan hijriyah versi anda dan pemerintah… justru sama dengan versi muhammadiyah… pada selasa 30 agustus, yang menurut anda masih 30 ramadan kok malah fase bulan di blog anda tertulis 1 syawal… piye iki prof….

  396. Wakakakak yg sebelah kanan atas malah nunjukin tanggal 3, berarti si orang sok pinter ini kemakan omongannya sendiri. Cara pikir ente yg destruktif malah menunjukkan betapa bodohnya ente prof

  397. Woy yg ngaku profesor, silahkan baca ini => http://m.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/08/31/15978/penetapan-1-syawal-indonesia-ditertawakan-negara-negara-islam/

    Maha suci Allah yg membuka pikiran saya dg segera

  398. Assalamu ‘alaikum, prof mau tanya apa benar prof ada drajat-drajatan dalam melihat hilal, kalau kurang 2 drajat umpamanya tidak terlihat ? menurut tulisan anda itu baru kemungkinan “…Dengan posisi bulan seperti itu, Muhammadiyah sejak awal sudah mengumumkan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011 karena bulan (“hilal”) sudah wujud di atas ufuk saat maghrib 29 Agustus 2011. Tetapi Ormas lain yang mengamalkan hisab juga, yaitu Persis (Persatuan Islam), mengumumkan Idul Fitri jatuh pada 31 Agustus 2011 karena mendasarkan pada kriteria imkan rukyat (kemungkinan untuk rukyat) yang pada saat maghrib 29 Agustus 2011 bulan masih terlalu rendah untuk bisa memunculkan hilal yang teramati. NU yang mendasarkan pada rukyat masih menunggu hasil rukyat. Tetapi, dalam beberapa kejadian sebelumnya seperti 1427/2006 dan 1428/2007, laporan kesaksian hilal pada saat bulan sangat rendah sering kali ditolak karena tidak mungkin ada rukyat dan seringkali pengamat ternyata keliru menunjukkan arah hilal…”yang menjadi syahid yang di dalam tanda kurung “…kemungkinan untuk rukyat…” kalau kemungkinan dalam bahasa bisa “iya” bisa “tidak”, tidak mutlak tidak terlihat, sehingga kok menolak kesaksian yang melihat hilal dengan kreteria tersebut “…pada kriteria imkan rukyat (kemungkinan untuk rukyat) yang pada saat maghrib 29 Agustus 2011 bulan masih terlalu rendah untuk bisa memunculkan hilal yang teramati…” sedang dalil hadist jelas yaitu : “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) karena melihatnya. Jika ada mendung pada kalian, maka sempurnakanlah jumlah (Sya’ban 30 hari, pen)”.Muttafaqun alaihi [HR. Al-Bukhoriy (1810), dan Muslim (1081)] ” yang menjadi syahid “…karena melihat hilal….” dan keseringan ditolaknya kesaksian apa itu menjadi kaidah ilmiah menetapkan sesuatu dalam ilmu ini seperti tulisan “… laporan kesaksian hilal pada saat bulan sangat rendah sering kali ditolak karena tidak mungkin ada rukyat dan seringkali pengamat ternyata keliru menunjukkan arah hilal…” sehingga menolak kesaksian pada sidang istbat kemarin, bukankah dalam bahasa “…keseringan…” didalam katanya pernah diterima kesaksian. mengapa kok dijadikan kaidah prof ? gitu aja prof, jazakumullok khoir.

  399. maaf yang benar jazakumulloh khoir, maaf ini untuk rujuk saya, saya tidak sengaja, terima kasih, jazakumulloh khoir

  400. Jiahaha komen gue dihapus, profesor apaan ente yg anti kritik ? Ngeritik ormas laen seenaknya giliran dikritk malah ngacir

  401. sampe tgl 30 agustus 2011, aku blm lihat komen pak prof.. jng2 dia lg sibuk lebaran lebaran tgl 30 agust.. hihi,,
    knp lebaran indo beda ma malaysia n sngapore yg jelas2 1 waktu,, knp pak prof? apa negara mreka beda hadist? beda cara?,, yg jelas beda profesor nya.. hihi

  402. Prof thomas kayaknya bukan gakakan nanggapi, tp karena terlalu banyak komennya jadi bingung. Mungkin sekarang pak Thomas sedang menyusun buku buat nanggapi komen2 ini. Saya harap demikian, karena saya jg butuh tanggapan dari pak Thomas.

    Bagaimana kita menyatukan perbedaan persepsi atas penafsiran ayat?? Krn pokok permasalahannya sebenarnya penafsiran ayat yang menyuruh kita untuk MELIHAT bulan. Yg satu menafsirkan bulan hrs bs DILIHAT. Yg ke2 menafsirkan bulan hanya TANDA awal bulan, subtansinya adlh solat id mesti dilakukan di awal bulan…

    artinya, pendapat yang ke2 menafsirkan bahwa nabi Muhammad menyuruh melihat hilal sbg penentu awal syawal,itu krn dg melihat hilal maka kita akan tahu awal bulan syawal. Sebab itu adalah TANDAnya.Kta gak bs melihat posisi bulan,bumi,matahari.Tp kta bs melihat TANDANYA.Bgmn jika mendung,shg tanda tak tampak?Allah memberi kemudahan,genapkan sj 30hr.Tp skg,dg ilmu hisab dah berkembang,jaman dulu mgkn gak bs dibuktikan presisi perhitungan (hisab)nya..Tp skg presisi awal bulan dah bs diketaui.Presisi kedudukan bulan,bumi,matahari bs dihitung dg tepat.Akankah hasil perhitungan itu tdk sesuai dg aslinya?Saya meyakini tdk. Jika tidak tepat, bukankah dengan teknologi satelit bisa dibuktikan? Lagi pula, pada lebaran ini hasil hisab tidak ada perbedaan. Hisab dari Muhammadiyah mengatakan bulan tdk akan mencapai 2 derajat, demikian pula hasil hisab yang lain. Jadi gak perlu ada keraguan..

  403. Assalamualaikum . . .
    ini saya lihat di kalender blog pak prof kok 1 syawwal jatuh pada hari selasa tanggal 30 agustus? coba teman2 lihat di sebelah kanan, layar halaman ini di scroll ke atas ada gambar bulanya, lihat sudah tgl brp hari ni. terima kasih . . .

    • @amongamrul, amda benar. profesor mungkin lupa, bahwa program/software yg ditempelnya itu berdasarkan ilmu hisab. hmmm….

    • HAHAHAHA…………………… bener BRO…..!!! kok bisa ya ?

    • pak propesornya lg mudik pak, dari kmarin nggak ngasi jawaban ilmiah

      • ADA KOK, YG PUNYA BLOG INI, CUMA DIA LAGI KEBINGUNGAN MENANGGUNG AKIBAT OCEHANNYA, BUKTINYA BANYAK KOMEN YG KEHAPUS, KALO EMANG BENER GAK USAH HAPUS KOMEN LAH, KAN ADA PENGIKUT BUTA ANDA YG KOMEN POSITIF. ANDA AJA BRANI KOMEN NEGATIF DAN MENYINGGUNG PRASAAN 1 ORGANISASI, KOK NDAK MAMPU MENERIMA YG SERUPA, JANGAN MAU ENAKNYA ENDILI DONG PROF*. HAL TSB SEMAKIN MEMPERMANTAP POSISI ANDA SEBAGAI PROF “BAYARAN”, SLAMAT YAH

      • Sekarang tanggal berapa ya Proff?? Pasti Proff bingung jawabnya ckckckck. Lahir batin ya proff.

    • pak among, barangkali hitungannya start dari maghrib, jadi benar bahwa pada 30 Agustus 2011 di waktu maghrib itu mulai 1 Syawwal 🙂

    • iya yah, saya juga baru perhatikan juga, hari ini (Jum’at) sudah tanggal 4 syawal, berarti 1 syawal jatuh pada Selasa..apa widgetnya yang usang atau?
      Menanti jawaban dari Pak. Prof

      • Mengenai widget sudah dijawab Prof.T.Djamaluddin koq. Saya kutip dari tulisan beliau di FB
        “Ketika kita membaca tanggal qamariyah, tanyakan wilayahnya dan kriterianya. Tanggal di situs moonsighting adalah tanggal untuk wilayah Amerika Utara (ISNA) yang merujuk ke Arab Saudi. Demikian juga widget di bog saya itu bukan tanggal di Indonesia, tetapi berdasarkan kalender Ummul Quro di Arab Saudi. Info yang lebih penting adalah fraksi iluminasinya untuk menggambarkan perkembangan fase bulan. Friday at 10:45pm ”

        Banyak yang bertanya sambil berolok-olok. Mungkinkah ini cerminan karakter kebanyakan bangsa kita ?

  404. kita harus menilai secara ilmiah, selain itu dalam memberikan opini kita harus objektif menilai apa yg kita nilai,,,
    jangan sampai kita menilai secara subjektif…

    “perbedaan tdk akan mgkin sama, tetapi perbedaan itu bisa d jadikn kebersamaan”..

  405. Dear Pak Prof dan Saudara2ku seiman Islam.

    Kisah Rasulullah dalam menyelesaikan perbedaan2 di antara para sahabat dan para ahli Islam atau sering juga di sebut Ikhtilaf yaitu:
    1. Bertakwa, berusaha mencari kebenaran dan menjauhi hawa nafsu ketika berselisih.
    2. Mengembalikan permasalahan yang menjadi perselisihan kepada Alloh dan Rasul-Nya.
    3. Menerima dengan pasrah keputusan Alloh dan Rasul-Nya setelah rujuk kepadanya.
    4. Apabila Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menetapkan bahwa kedua belah fihak yang berselisih benar baik di dalam pemahaman maupun perbuatannya, mereka (para sahabat) merasa senang dengan keputusan tersebut dan tidak ada salah satu fihak yang merasa dengki terhadap fihak lainnya walaupun terjadi perselisihan. Seperti kisah dua orang sahabat yang melaksanakan sholat namun mereka kehilangan arah tidak tahu mana arah kiblat, lantas mereka berdua sholat dengan ijtihâd-nya. Kemudian, pada akhirnya mereka tahu bahwa mereka telah sholat tidak menghadap kiblat yang semestinya. Salah satu dari mereka mencukupkan diri dengan sholat tersebut sedangkan yang satunya mengulangi lagi sholatnya. Tatkala mereka berdua bertanya kepada Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam, beliau menjawab kepada orang pertama tadi : أصبت السنة “kamu telah benar (menetapi) sunnah” dan mengatakan kepada orang kedua : لك الأجر مرتين “kamu mendapatkan pahala dua kali”. (Diriwayatkan oleh Abû Dâwud dengan sanad yang hasan). Tidak ada pada mereka yang berselisih ini pertikaian maupun permusuhan.
    5. Menetapi etika di dalam berdiskusi, berkata dengan lemah lembut ketika berdialog dan memperdengarkan (argumentasi) setiap fihak yang berselisih kepada lainnya serta membahas permasalahan secara menyeluruh dari semua aspek. Manfaat dari hal ini adalah menampakkan kebenaran dari fihak yang berselisih dengan tetap meninggalkan debat kusir.

    Ya ALLAH, Ya RAHMAN, Ya RAHIM.
    Tunjukilah kami jalan yang lurus dan jauhkan kami dari condong ke sesatan.
    Jagalah ilmu2 kami untuk selalu ingat bahwa semua ini hanya untuk-MU dan Ridlo-MU ya ALLAH SWT.

    Buka ini:
    http://moonsighting.com/archive.html
    klik RMD pada masing2 tahun Hijriyah,amati dari 1423H s/d 1433H.

    HANYA PADA 1427H/2006 – 1428/2009 sajalah bisa melihat hilal dengan 2,3,4
    Jadi mau di undur teruskah 1 Syawalnya sedangkan dari Ilmu Hadits Rasulullah: Bulan yang berjumlah 29 hari adalah hari raya Ramadan dan bulan Zulhijah

    Hadis riwayat Ummu Salamah ra.:
    Bahwa Rasulullah saw. pernah bersumpah tidak akan menemui sebagian istri-istrinya selama sebulan. Dan setelah 29 hari berlalu, beliau datang menemui mereka. Kemudian beliau ditanya: Wahai Nabi! Baginda bersumpah tidak akan menemui kami selama satu bulan. Mendengar itu, beliau bersabda: Sesungguhnya bulan itu berjumlah 29 hari. (Shahih Muslim No.1816)
    Arti pernyataan Nabi saw. bahwa dua bulan yang terdapat hari raya, jumlah harinya tidak berkurang.

    Hadis riwayat Abu Bakrah ra.:
    Dari Nabi saw., beliau bersabda: Dua bulan yang terdapat hari raya, harinya tidak berkurang; hari raya Ramadan dan bulan Zulhijah. (Shahih Muslim No.1822)

    Demi Kebangkitan Islam, Bukan Kebangkitan Islam Indonesia Saya tidak dukung NU,Muhammadiyah,Persis dan lain2, SAYA Dukung Al Quran sebagai pembukti antara yang benar dan yang salah.

  406. yth Prof tomas jangan suka menyalah nyalahkan yang lain…. seperti di tulisan n judulmu itu lho “” Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab “” kok seperti kamu itu pinter nya nomer 1 di dunia… jangan suka mengagungkan kepandaian, jabatan, dan gelarmu itu lho..

  407. Buat acehsaketi.sbnrny jwbn anda sudah kontroversi u anda sendiri.kalau byk yg py pola pikir seperti anda tdk akan pernah ada ukhwah islamiah khususnya indonesia,apalagi dunia.sy ok aja mslh ikt ulil amriny.tapi ingt satu hal islam bkn indonesia saja.tgu sy blm mrujuk ksana,mau komentar anda dulu.kalo jawa lht dia blh berlebaran.atau bs kta balik ya.aceh udh lht dia blh lebaran dluan.smentara jawa belum lht dia g bs lebaran wlupn aceh yg wktny lbh lambat bbrp puluh menit.dan artiny aceh tgl 1syawal jawa msh 30ramadhan,msh untung ada hadist jk blm mlihat genapkan 30hr cb kalo gak ada dan bln g tlht djawa bs2 g jd lbrn.ok lebaran mgkn cm selisih shari,skrg mslh awal ramadhan.jika jawa g bs lht hilal atau bulan brarti gak mulai2 tu puasany.ok krn dgenapkan 30hr syaban.artiny sdh tjd selisih 2hari ktika 1syawal nanti.lantas pghitungan bln berikutny?ketika sampe kebulan zulhijjah ketika 9zulhijjah atau wukuf arafah,ente belum wukuf tu krn ente msh 7zulhijjah,krn ente penganut phm lokal.kacau penanggalan ente gak maju2 islam kalau ente yg pimpin,waktu aja gak akurat.jgn kaku pemikiran.ilmu ente hy pemikiran manusia.ulama bs salah.tp ente lupa anjuran yg lebih utama dlm alquran.jgn kamu bercerai berai.ali imran 103.

  408. Subhanallah…….sy melihat bulan malam tadi (31 Agustus 2011) pukul 20.00 wita didaerah Sulawesi Selatan, sdh jelas bahwa hari itu sesungguhx sdh 3 Syawal, Ya Rabb ampuni pemimpin kami yg telah mengkhianati kami n juga Prof.Thomas bersama bersama Elit Organisasi Islam terbesar di Negeri ini yang telah menyesatkan umatnya

  409. maaf tulisannya terlalu provokatif dan tendensius. seolah-olah hanya Muhammdiyah yang jadi sasaran tembak. Padahal penetapan satu syawal 1432 H, terjadi juga perbedaan di kalangan NU. Kalau boleh saya berpendapat, penetapan 1 syawal tahun ini lebih karena suara terbanyak mengatakan tidak melihat hilal (padahal beberapa pengamat di beberapa pondok pesantren meihatnya), sehingga kembali ke hadits menggenapkan bulan menjadi 3 hari. Maaf

  410. 30 hari maksudnya maaf

  411. Masalahnya ulil amri/imamnya (depag dan NU) tidak jujur, masak beberapa petugas sudah melihat hilal dibeberapa tempat tapi ditolak alasannya tidak disumpah lah (padahal sudah disumpah) dibawah ufuk lah dan lain-lain alasan, nah masak imam yang nggak jujur harus diikuti Allah kan memberikan akal kepada kita untuk menilai mana yang benar mana yang menyesatkan.
    Tampaknya semangat Depag sejak semula memang tidak mau sama/harus beda dengan Muhammadiyah entah kenapa tanyakan saja kepada mereka ? Mestinya untuk kepentingan umat kepentingan pribadi dan golongan disingkirkan, bersihkan hati tegakkan kebenaran karena semua perilaku kita dicatat dan harus dipertanggungjawabkan kepada Allah di akherat nanti. Tapi ya begitulah, sudah tahu sendiri kan birokrat kita banyak korupnya dana haji saja dikorup akhirnya hilalpun di korupsi.

  412. Tambahan :

    1. Sistem/teori yg dipakai Depag harus ditinjau kembali karena tidak efektif terbukti beberapa kali tidak sesuai dengan fakta empiris. Peredaran bulan itu kan gejala alam, ternyata teori yang dipakai setelah dicek dengan realitas dilapangan (kemunculan bulan) kok tidak cocok buktinya tanggal 30 agustus bulan sudah muncul berarti sudah1 syawal. Kesimpulannya teori depag tidak akurat. Bukti lainnya beda/nyleneh sendiri dengan mayoritas negara2 Islam lain.

    2. Aturan 2% itu dari mana, Nabi saja nggak pakai derajat2 an, Nabi tuh simpel saja, bisa lihat sedikit oke, yang lihat cuma 1 oke, kok manusia memperumit masalah. Kan kita mau meprediksi “besok” bukan “sekarang” jadi sekarang bulan nggak perlu harus kelihatan 2 derajat logikanya kalau sekarang bulan sudah muter full berarti besok sudah ganti hari, gitu aja kok repot.

    Menurut saya Muhammadiyah itu lurus dan simpel seperti Nabi makanya namanya Muhammadiyah.

    Saya hanya pengamat/simpatisan Muhammadiyah tapi sering mengikuti keputusan Muhammadiyah karena saya melihat prinsip mereka itu logis, lurus dan mencari kebenaran.

  413. yang penting biar satu kata dan perbuatan, bagusnya perbaiki dulu kalender Hijriah yg ada di blog Prof, karena pertanggal 1 sept 2011 M disitu 3 syawal 1432 H, artinya blog Prof lebaran 30 Agustus 2011.
    SELAMAT IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR BATIN

  414. Yalai..Yg uda mw puasa 29 hr jg dah bgus bnget..,Palagi mw puasa yg 30hr tmbh bgus lg dch…
    Yg trpenting masing2 prcya dng apa yg diyakini..dan puasanya gk cm puas-puasin rasa tp mengerti hikmah puasa yg dijalani.
    Yang brengsek yaitu orang yg gk pernah puasa,gk pernah trawehan trus ikut2n ribut soal sholat id dan lebaran..Hasyem lah, kalu aku ci dr jman dlu 30 trus genapi jumlah juz dlm qur’an, kalo bln romadhon dikalender 29 ya tinggl bsok tmbh satu lg.Gk usah ikut2 ulama,ulama pinter jg manusia gk lbh tahu dan ngerti dibanding Tuhan

  415. SAYA SANGAT SETUJU DENGAN TULISAN PROF JAMALUDIN. MANTAP PAK!!! SAYA JADI INGAT FILM SANG PENCERAH KARYA HANUNG BRAMANTYO DI SITU KH AHMAD DAHLAN MELAKUKAN PEMBAHARUAN DALAM MENENTUKAN ARAH KIBLAT DAN APA YANG DILAKUKANNYA BENAR AKAN TETAPI ORANG2 TIDAK SETUJU DENGAN KH AHMAD DAHLAN BAHKAN MENGATAKAN BAHWA DIA KAFIR. SKRG MUHAMMADIYAH SOMBONG, DIAJAK MELAKUKAN PEMBAHARUAN TAPI MASIH SONGONG DENGAN METODENYA. GAK MALU SAMA KH AHMAD DAHLAN??!!

  416. Saya lihat posisi hilal malam kemarin di langit dari rumah saya, lalu saya lihat gambar posisi fase bulan (realtime) di sisi kanan blog Anda, maaf Profesor, apa keputusan Kemenag kemarin sudah keliru? Dalam hati saya sekarang kok tak bisa pungkiri, yang berlebaran hari Selasa sepertinya lebih menepati kebenaran.
    Ya Allah, ampunilah hamba-hamba-Mu yang telah berbuat salah dan khilaf, tak mendengar suara-suara minoritas yang sudah bersaksi atas kebenaran tanda-tanda-Mu, hingga banyak orang harus terjerumus dalam langkah amaliah yang tidak tepat.

  417. coba lihat gambar bulan sebelah kanan FASE BULAN SAAT INI..SILAHKAN MENILAI???

  418. Saya menghargai “pendapat” Prof. Thomas J., tapi sebagai ilmuwan yang sudah prof. tidak mesti selalu benar tho … Lihat kalender diblok bapak, kok tidak diubah tanggal hijriyahnya, dalam blok tersebut tertera dengan JELAS tanggal 1 September 2011 adalah tanggal 3 Syawal 1432?????????? Sebaiknya, kalau punya KEMAUAN BAIK dan TULUS untuk menyatukan KALENDER HIJRIYAH, Om Profesor cukup untuk mengajak semua Ormas Islam dan Pemerintah untuk mencari jalan KELUAR, bukan jalan BUNTU dengan memberi statement yang berat sebelah. Saya mau tanya Prof. Teori yang TERBARU tentang pergantian bulan hijriyah menurut para ahli astronomi itu yang bagaimana sih? Terima kasih, semoga Profesor tidak emosional dalam memberi jawaban/tanggapan, dan tidak mengedepankan sikap riya’.
    Wassalam

  419. bagus ulasannya.. Muhamadiyah mesti mengakui madzhab2 yang ada di Indonesia Khususnya Madahab Syafii .. hehhehe(maksa).. seperti tulisan yang iseng pernah saya tulis: http://bikailarobbi.wordpress.com/2011/08/21/alquran-mainan-menjawab-salafi/

    salam kenal..

  420. Halo Pak Thomas.
    Saya tertarik dgn Fenomena Hilal sehingga membuat saya makin penasaran dgn Ilmu Astronomi yg bapak Pelajari. Dari beberapa Penelitian yg saya baca, katanya tiap tahun (bahkan tiap saat) Bulan beredar semakin menjauhi Bumi. Jadi kelak keturunan kita suatu saat tidak akan bisa melihat bulan dgn mata telanjang. Dgn demikian kelak jumlah hari dalam 1 bulan kemungkinan akan lebih dari 30 hari. Bahkan mungkin 1 bulan bisa 40 hari. Pertanyaan saya :
    – Jika benar suatu saat jumlah 1 bulan bisa lebih dari 30 hari (Karena semakin jauhnya rotasi bulan), maka apakah ilmu Rukyat ini bisa dipakai utk penentuanBulan Qomariyah. Kalo pakai ilmu rukyat (Melihat penampaka Bulan), maka Umat Islam bisa Puasa lebih dari 30 Hari
    – Fenomenal Hilal 1 Syawal kemarin, mengapa ahli di Malaysia bisa melihat Bulan sedangkan beberapa Ahli di Indonesia bahkan SUmatra yg jelas 1 daerah dgn Malaysia tidak bisa melihatnya. Adakah kemungkinan Hilal yg dilihat di Cakung dan Jepara itulah yg dilihat oleh ahli dari Malaysia ?

    Terima Kasih

  421. Sedikit masukan mg bs dijadikan acuan,
    antara hisab vs rukyah
    berhitung vs melihat
    otak vs mata.
    Otak yg menghasilkan buah pikiran, indera mata untuk melihat.
    Tp kadang mata sering menipu kita, bayangkan rel kerta api dr kejauhan kelihatanx tdk beruas dan orng yg tdk pernah melihat rel dr dekat akan mengatakan tdk beruas, bahkan berani bertaruh walau nyawa taruhanx. Tp setelah dibuktikan bahwa rel memang beruas maka orang td berada pd puncak krisis kepercayaan.
    Mata adlh pancaran otak. Tanpa otak mata tdk tahu apa yg dipandangx.
    Mata tanpa otak jd tdk berguna sama sekali.
    Klau otak tanpa mata bagaimana pendapat prof ? Jika hrs memilih diantaranya yg mana kira2 prof pilih ? Matakah ? Atau otak ?
    Orang gila punya mata tp tdk berguna. Tdk mengenal apa di sekelilingx.
    Inilah sedikit tentang berpikir atau berhitung dgn melihat.

  422. Untuk semuanya, silakan coba baca juga tulisan ini: http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/09/01/saudi-arabia-1-syawal-adalah-rabu-31-agustus-2011/

    Dilaporkan bahwa media Al-Jazeera dan Al-Arabiya memberitakan pemerintah Saudi salah menetapkan 1 Syawwal.

  423. kasihan banget pak thomas yth. diperalat oleh pihak yang menjaga citra-nya demi keuntungan sesaat. meminta untuk tidak memaksa dengan paksaan

  424. Gk usah melebar kmn mana.Yg jd perbedaan di sini adlh cara menafsirkan ayat.Ayat yg mngatakan bahwa kita musti MELIHAT HILAL itu dimaknai berbeda. Pihak pertama menafsirkan kita hrs bnr2 MELIHAT,sdg pihak ke2 mengatakan tdk hrs melihat,krn hilal adlh tanda masuknya bulan baru.Yg pnting adlh bulan barunya itu,bkn hilalnya.Saya sependapat dg pndapat ke2,krn subtansi dr ayat itu adlh kita melakukan puasa pd bln romadhan,dan sholat id pd tgl 1 syawal.

  425. Sy ingin berdiskusi dg smuanya. Misalnya nih (ini misalnya loh),di Yaman ada masjid yg dibangun oleh sahabat nabi.Di masjid itu ada jam matahari.Jam spt jaman skg jg ada.Kmudian sy brtanya ke sahabat nabi tsb,jam brp saat kita sholat dzuhur?Pasti beliau akan menjawab:’lihat saja jam matahari itu,jika bayangannya ada di tengah,berarti sdh wktunya dzuhur.Bgmn jika mendung?Ingat saja kmrn,kmrn dzuhur jam brp,lalu tambahkan 10menit (krn dg ditambah 10menit pasti dah msk wktu dzuhur kan?)’.Nah,knp saat sholat dzuhur hrs melihat jam matahari itu?Krn utk mngetahui kpn matahari tepat diatas kan?Nah,bbrp waktu kemudian,ilmu astronomi berkembang.Akhirnya sy bs menghitung secara tepat setiap hr pd jam brp matahari tepat di atas kta. Krn sy sdh tahu kpn matahari tepat di atas,dan bs dibuktikan,apakah dg saya TIDAK MELIHAT jam matahari berarti tlh mengingkari perintah dr sahabat nabi tsb?

  426. weleh weleh pak profesor,. widget fase bulan nya di ganti tuh pak, biar sesuai dengan ilmu bapak dan keputusan pemerintah. hahahaha

  427. uushinii wa iyyakum bittaqwallah. faqad faaz. kalau mau berpegang pada kitabullah dan sunnah rasul maka ru’yahlah yang bisa mencegah perselesihan. apabila ketentuan hisap tidak dipandang merupakan suatu yang diperbolehkan syar’i
    sedang yang lain lain adalah ikhtilaf
    1. dalam http://www.moonsighting.com 43 negara mengikuti keputusan arab saudi. yaitu tanggal satu bila bisa ru’yah tanpa ada batasan umur bulan, altitute dan elongatio. 11 murni hisab dengan syarat umur bulan >8jam, altitute>2 derajat dan elongatio >3 termasuk indonesia, malaysia brunei. 17 ru’yah. 5 ikut negara lain (yang berdekatan?)
    1yaitu nigeria tidak menentukan metode. kenyataannya indonesia beda dengan malaysia dan singapura (30/08/2011) why? lalu kalau ada muslim timor timur sekarang ikut siapa indonesia atau australia? australia murni ru’yah
    2. masalah mathl;a’ masih ikhtilaf
    3. masalah derajat altitude dikatakan gampang meru’yah adalah antara 5-7 lalu ssetiap negara menerapkan yang berapa derajat, karena ada beda topogari, musim dan cuaca
    4. masalah ada orang makan sedangkan orang lain berpuasa. ga masalah karena ada orang non muslim yang tentunya tidak wajib puasa .dan tentunya di setiap rumah ada orang yang tidak puasa spt anak2, orang tua dan wanita yang berhalangan, orang sakit. kenapa beda lebaraan jadi susah karena liat orang makan?
    5. semua pihak mungkin salah tetapi sulit untuk bilang ada yang benar karena semua meninggalkan ru’yah murni, apalagi yang melakukan hisab, seandainya hisap itu tidak didukung dalil qath’i
    6.untuk yang mengadakan hisab justru telah lebih maju selangkah di depan karena berhasil melakukan tajdid, di sini masalahnya bukan rumus atau cara hisabnya yang salah tapi di luar yang disepakati untuk imkanur ru’yah. hanya perlu ditinjau apakah dalilnya qath’i
    7. memang haram berpuasa pada hari i’ dan tasyriq, hanya saja harinya kapan? kalau masing masing meyakini sesuai dalilnya, maka silakan saja berbeda. justru pemerintah harus memahamkan bahwa perbedaan itu ada dasarnya
    8. kalau ummat lain, mereka melihat muslim pecah tidak senang apalagi muslim yang bersatu. kenapa harus risau? justru terpecahan itu hanya dalam hal mendalami dalil. sedangkan mereka bersatu karena memang harus disatukan, sebab apabila mereka terpecah, maka ancurlah agama mereka karena dallil mereka lemah. kita lihat balasan saudara cristus bagaimana bahasanya? sedangkan kita selalu diingatkan untuk billati hiya ahsan, mauidzah hasanah, dan mawaddah warrohmah. kenapa ummat islam demikian? karena syetan selalu menghasud muslim untuk berbuat maksyiat, sedangkan orang kafir sudah jadi teman syetan, tidak perlu dihasud, digoda, tapi dielus elus
    9. astronomi (modern) akan baik bila untuk li ‘illati kalimatillah. yang menyatukan ummat itu bukan ilmu apapun tapi adalah iman. iman dan akhlaq yang menyatukan hati ummat seperti yang juga menyatukan ‘aus dan khasraj. bersama sama lebaran tidak menjamin persatuan ummat kalau iman dan akhlak tidak ada
    10. yang kita tuju adalah ukhuwah Islamiyah ( satu bumi), bukan ukhuwah wathoniyah (satu negeri)
    11. kalau sholat ikut peredaran matahari bukan ikut peredaran bulan (kalau ga keliru, lhooo?)
    12. ru’yah hilal tidak bisa disamakan dengan waktu adzan, karena waktunya sempit. misal adzan subuh masih bisa jam 5 pagi dan adzan maghrib masih bisa jam 18.30 asal belum masuk waktu lain atau ketentuan lain. tetapi yang disunnahkan adalah di awal waktu.
    13. bukankah puasa salahsatu tujuan untuk melatih sabar dan la’allakum tattaqun? kenapa mesti dirusak dengan berbantah-bantahan dan berbuat ghuluw. marilah kita semakion memakai alquran dan sunnah nabi sebagai landasan hidup. Insya Allah mendapat rohmat dan akam terasalah manisnya ukhuwah di negeri yang insya Allah baldatun thoibun wa rabbun ghafuur. yaitu buminya muslimiin yang satu.
    14. setelah ini kitapun akan hijrah ke alam barzakh, dan hanya ‘amal yang bisa memantu.

    Wallahi muwaffiq wa aqwami thoriq

  428. Just FYI:http://kom.ps/NDTT , silahkan dibaca. Pemerintah Arab Saudi menyatakan bahwa 1 syawal yg benar tgl 31 Agustus 2011 dan utk kesalahannya itu pemerintah Arab Saudi sdh memebayar kafarat sekitar 1 Milyar Real. Sekadar utk renungan kita…

  429. Assalamu Alaikum…
    Bapak Thomas Djamaluddin beserta beberapa komentator Kok kesannya SINIS sekali dengan MUHAMMADIYAH…statement pada paragraf terakhir artikel ini jelas2 menunjukkan rasa benci pada MUHAMMADIYAH.
    Trus kenapa Muhammadiyah saja yang di bawa2, toh Hizbut Tahrir sebagai organisasi yang besar juga menetapkan 1 Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011.
    Kenapa tidak dibahas juga soal Lebarannya Jamah Natsir dan Naksabandia yang jelas2 sangat jauh dari perhitungan Hisab dan Rukyat ???
    Meski Islam saya bisa dibilang cuma di KTP, saya sangat kecewa dengan para pemimpin dan kaum intelektual Islam yang hanya bisa memPROVOKASI dan MEMECAH BELAH ummat Islam

  430. jelas ini keliatan siapa yg satu saat memberrontak, termasuk thd apa2 yg diperintahkan Rasulallah SAW. Jangan sampai negara kita jadi seperti negara Wahabi yg keras dan memberangus kelompok lainnya tidak menghormati perbedaan dan lbh membela amerika/israell ketika mereka jadi pemimpin. Btw saya lg mencari buku Sejarah berdarah sekte wahabi, ada yg punya softcopy/ebooknya untuk dibeli? syukron

  431. assalamualaikum pak,
    sekarang faktanya umat islam indonesia (31 agustus) yang berbeda penetapan 1 syawwal-nya dengan penetapan 1 syawwal komunitas ummat muslim dunia (30 agustus). Mohon komentar anda. Terima kasih.

  432. Tahun depan hari Raya bakal beda lagi ya prof…semoga semakin banyak proyeknya ya…kalau bisa 10 tahun beda

  433. NU: Hari Ini 1 Syawal, yang Puasa Segera Berbuka
    Selasa, 30 Agustus 2011 15:26 WIB
    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KH Maulana Kamal Yusuf, salah satu ulama besar di Jakarta yang juga menjabat Rois Suriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta, mengatakan, hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 H. Bagi umat muslim yang masih melaksanakan ibadah puasa dianjurkan untuk segera berbuka puasa.

    Kiai Kamal mengaku telah mengambil sumpah 3 orang saksi yang melihat hilal pada Senin (29/8) kemarin di Pondok Pesantren Al Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur. “Ketiga saksi yang bersumpah melihat hilal tepat saat waktu Maghrib. Posisinya miring ke selatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit,” kata Kiai Kamal kepada Republika, di Jakarta, Selasa (30/8).

    Kiai Kamal menjelaskan, rukyat di Cakung dilakukan dengan tiga metode rukyat. Masing–masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.

    Namun, petugas dari Pengadilan Agama Jakarta Timur yang berada di lokasi saat itu, enggan mengambil sumpah ketiga saksi yang telah melihat hilal. Bahkan, petugas tersebut meninggalkan tempat rukyat sebelum pengambilan sumpah.

    Karena tidak ada yang mengambil sumpah, Kiai Kamal lalu diminta untuk mengambil sumpah ketiga saksi tersebut. Didamping Ketua Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab, dan Pimpinan Pondok Pesantrean Al Itqon, KH Mahfud Assirun.

    “Ketiga saksi bersumpah, Demi Allah, melihat hilal tepat saat waktu Maghrib. Posisi hilal miring keselatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit,” kata Kiai Kamal.

    Hasil rukyat di Cakung sempat dilaporkan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Ahmad Jauhari, di depan Sidang Isbat. Namun, kata Kiai Kamal, pemerintah menganggap hilal tidak mungkin dirukyat, karena posisinya di bawah ufuk. “Tapi kita yang merukyat, melihatnya di atas ufuk,” ungkap Kamal.

    Menurut Kamal, telah terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dengan saksi yang melihat hilal. “Pemerintah berijtihad, kita juga berijtihad. Tapi, ijtihad pemerintah tidak bisa membatalkan ijtihad kita,” kata Kamal menegaskan.

    Karena itu, tim rukyat di Cakung, mengambil keputusan bahwa hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 Hijriah. “Bagi yang saat ini masih berpuasa dianjurkan untuk segera berbuka. Karena haram hukumnya berpuasa pada 1 Syawal,” kata Kamal.

    Kegiatan rukyat di Cakung, tepatnya di Pondok Pesantren Al Husainiah, Pimpinan KH Muhammad Syafi’I, sudah berlangsung selama 50 tahun. Rukyat di Cakung tidak hanya dilakukan setahun sekali menjelang Lebaran saja, tapi dilakukan setiap bulan untuk mencocokan dengan perhitungan hisab.

    KH Muhammad Syafii sendiri mampu melakukan hisab rukyat dengan 11 cara. Pada rukyat Senin (29/8) kemarin, kesebelas cara itu digunakan. “Sembilan cara hisab menyatakan hilal di atas ufuk, hanya 2 cara hisab yang di bawah ufuk,” kata Kiai Kamal.

  434. Rupanya Bhineka Tunggal Ika langsung dipraktekkan saat Lebaran : Tgl 29 versi Jamah Nahsabandiyah-Sumbar, Tgl 30 versi Muhammadiyah dan 24 negara lainnya, Tgl 31 versi Pemerintah dan Tgl 1 versi Aboge-Jateng

  435. View Full Version
    Home | Indonesiana
    Rabu, 31 Aug 2011

    Penetapan 1 Syawal Indonesia Ditertawakan Negara-negara Islam

    VOA-ISLAM.COM – Keputusan sidang itsbat Pemerintah RI yang menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011, ditertawakan dunia karena nyeleneh dan menyelisihi keputusan negara-negara Arab yang berlebaran hari Selasa 30 Agustus 2011.

    Hal itu diungkapkan oleh H. Djoko Susilo, Dutabesar RI untuk Switzerland dan Liechtenstein. Tanpa bermaksud mempersoalkan hasil sidang itsbat penetepan 1 Syawal 1432 H yang dilakukan Kemenag RI, Djoko mengatakan dirinya kesulitan menjawab pertanyaan dari para koleganya, dutabesar negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).

    “Sekarang kita ditertawaakan dunia. Saya susah sekali menjawab pertanyaan teman-teman sejawat dubes negara-negara OKI. Kita kok nyeleneh sendiri (melaksanakan Idul Fitri pada hari Rabu, ed.),” ujar Djoko kepada RMOL, Selasa, (30/8/2011).

    Berbeda dengan Indonesia, hampir semua negara di kawasan Eropa dan Timur Tengah menggelar shalat Idul Fitri pada hari Selasa. Umumnya mereka menggunakan metode hisab atau perhitungan yang diperkuat dengan metode rukyat atau pengamatan kemunculan hilal. Penggabungan kedua metode ini membuat perhitungan mengenai awal bulan Syawal menjadi lebih akurat.

    Untuk memuaskan si penanya, Djoko mengatakan bahwa penentuan tanggal 1 Syawal itu untuk Indonesia. Adapun masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri diminta taat dan patuh pada keputusan Islamic Center setempat. Djoko khawatir banyak pihak di Indonesia yang terjebak pada pendekatan kuno di masa lalu. Sementara di Eropa, masyarakat umumnya percaya pada kemampuan teknologi. Toh, bukankah manusia sudah sampai ke bulan?

    Mantan anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengingatkan bahwa Islam terkait erat dengan iman, ilmu dan amal. Islam adalah agama yang mengagungkan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari keyakinan akan ketauhidan Tuhan Yang Maha Kuasa.

    “Jadi kalau sekarang sudah ada teknologi tinggi mestinya soal mengintip hilal ya pakai teknologi,” ujarnya lagi.

    Di masa depan, Djoko berharap agar pemerintah melalui Kementerian Agama bersikap netral dalam penentuan 1 Syawal ini. Posisi pemerintah idealnya, menurut dia, adalah sebagai fasilitator yang tak perlu ikut campur tangan, apalagi memberikan stempel berupa keputusan.

    “Sebaiknya hal seperti ini biar diurus MUI dan ormas Islam saja tanpa dicampuri birokrat. Ndak bagus kesannya,” pungkas Djoko.

    Sebagaimana diberitakan voa-islam.com sebelumnya, terjadi perbedaan pendapat dalam penetapan 1 Syawal 1432 Hijriyah di tanah air, setelah Pemerintah dalam sidang itsbatnya menganulir hasil rukyat dan memutuskan Idul Fitri 1 Syawal jatuh pada hari Rabu (31/8/2011).

    Tim rukyat Kementerian Agama (Kemenag) di Pantai Kartini Jepara dan Cakung Jakrta Timur, dalam kesakaian di bawah sumpah, menyatakan sudah melihat hilal pada Senin sore (29/8/2011), yang berarti Selasa sudah masuk 1 Syawal.

    Hasil pantauan Tim Rukyat itu sesuai dengan pantauan Tim Rukyat di negara-negara Arab. Arab Saudi memastikan Hari Raya Idul Fitri atau 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011, karena pada Senin, (29/8/2011), hilal sudah terlihat.

    Setelah Arab Saudi mengumumkan jatuhnya 1 Syawal 1432 Hijriah, negara-negara yang lain pun mengikutinya, di antaranya: Mesir, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam juga berlebaran Selasa.

    Sebagian umat Islam di tanah air belebaran Selasa karena mengikuti hasil rukyat –baik rukyat lokal maupun global– dan hisab. Kaum Muslimin yang berlebaran hari Selasa ini berbarengan dengan Arab Saudi dan dunia Arab lainnya. Beberapa kalangan yang berlebaran Selasa antara lain: Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT), Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jum’iyat An-Najat, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Pesantren Gontor, dan sebagian warga Nahdlatul Ulama (NU) yang mengakui rukyat.

    Sementara kalangan yang berlebaran Rabu 31 Agustus 2011 mengikuti keputusan pemerintah, antara lain Nahdlatul Ulama, PERSIS, Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan lain sebagainya. [ahana/rmo]

  436. 1 SYAWAL 1432 H
    Ternyata, Hanya Empat Negara yang Lebaran di Hari Rabu!
    Selasa, 30 Agustus 2011 , 06:39:00 WIB
    Laporan: Teguh Santosa

    http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=37929

    RMOL. Penampakan hilal adalah hal yang sangat vital dalam menentukan awal tiap-tiap bulan dalam kalender Hijriah. Wabil khusus untuk menentukan tanggal 1 Syawal.
    Menurut sejumlah lembaga internasional yang memantau penampakan bulan pada Senin, 29 Agustus 2011 dengan menggunakan berbagai perangkat teknologi yang reliable dan precise, keberadaan bulan sudah terlihat di ufuk timur pada Senin sore dan petang.
    Islamic Crescents’ Observation Project, misalnya, telah mengeluarkan peta dunia yang memperlihatkan kedudukan hilal pada Senin malam. Menurut organisasi ini, di beberapa tempat yang sudah dapat menyaksikan hilal, tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011.
    Begitu juga dengan Moonsighting.Com yang seperti ICO Project berusaha membantu umat Muslim di dunia mendekati urusan intip-mengintip hilal dengan penerapan teknologi canggih.
    Dalam laman Moonsighting.Com disebutkan bahwa hanya ada empat negara yang merayakan Lebaran pada hari Rabu, 31 Agustus 2011. Keempat negara itu adalah Indonesia, Selandia Baru, Oman, dan Afrika Selatan. Kesemuanya mengandalkan pada pengamatan hilal di level lokal.
    Sementara itu, negara-negara lain yang memiliki umat Islam dalam jumlah signifikan merayakan Lebaran di hari Selasa. Kebanyakan dari kelompok negara-negara ini mengikuti keputusan Saudi Arabia yang menggunakan teknologi canggih dalam memantau penampakan hilal disamping menggunakan metode perhitungan atau hisab.
    Selain itu ada tiga negara yang menetapkan 1 Syawal dengan menggunakan hisab sebagai metode utama. Ketiganya adalah Amerika Serikat, Libya dan Malaysia. [guh]

  437. di surah al baqarah ayat 184 dan ayat seterusnya juga disebutkan :
    fa man syahida minkumusy-syahra fal yashumhu
    barang siapa dari kalian menyaksikan bulan ini, maka berpuasalah.

    istilah “dari kalian”, kembali kepada ayat 183 yakni orang2 yang beriman yang diwajibkan puasa, asas keterwakilan, alias fardhu kifayah untuk menyaksikan. Istilah menyaksikan sendiri harus diperdetil, apakah boleh menggunakan alat, atau tidak ?

    Kalau versi saya dan Bapak saya, orang2 yang beriman tersebut tidak dibatasi oleh kewilayahan negara tertentu, melainkan kepada seluruh umat Muhammad SAW di negara manapun, sesuai dengan batasan hari yang sudah ditetapkan.

    Ini hanya mencoba mengulik sedikit yang sepertinya tidak pernah dibahas bahwa penentuan waktu puasa (dan juga akhir puasa, kalau memang bisa dikaitkan), bahwa pedoman panduannya benar2 disebutkan langsung di dua ayat setelah 183 tsb.

    Ayat2 lain yang terkait dengan hisab, ada banyak di quran. Juga tentang hilal, yang disebutkan sebagai penentu waktu bagi manusia dan juga haji.

    Penampakan Bulan di Syawal :
    Maka, mari kita amati penampakan bulan yang ada di bulan Syawal ini, apakah pantasnya tgl 1 syawal di tgl 30 agt atau 31 agt.
    Menurut orang2 yg memang sudah paham bulan, dalam dua hari terakhir bulan terlihat memang sudah besar. Mungkin bisa dibandingkan di tanggal 8 syawal di mana ukurannya adalah setengah (50%), apakah ini terjadi pada tgl 5 sept sore atau sehari setelahnya ?

    Selain itu, bulan purnama yang terlihat cerah, itu terjadi kapan ?

    son@mukhlason
    fb : mukhlason
    alumni teknik penerbangan itb

  438. QS. Al-Isra’:53; Dan, katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengatakan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya, setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka”

    Rasulullah bersabda: “Orang muslim adalah yang menjaga orang-orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya”

    • mari kita cermati Prof. Thomas dengan statemennya secara tulisan :

      tdjamaluddin, on 28 Agustus 2011 at 17:08 said:

      Banyaknya pertanyaan, “kapan kepastian lebaran?” menunjukkan kebingungan di masyarakat. Dua versi hari raya pasti membingungkan masyarakat. Mungkin sebagian saudara-saudara kita di Muhammadiyah dengan nyamannya melaksanakan shalat ied dan makan minum pada saat saudara-saudara lainnya masih berpuasa. Mungkin pula ada yang provokatif menyatakan haramnya puasa pada hari itu. Kondisi itu sungguh tidak nyaman bagi sebagian besar masyarakat. Hari raya bukan sekadar ibadah individu, tetapi terkait juga dengan aspek sosial yang berdampak luas.

      Apakah sesuai dengan Rasulullah bersabda: “Orang muslim adalah yang menjaga orang-orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya”???

    • setuju gan, saya lihat di TV gimana pak prof berkomentar saat sidang itsbat baca surrah yassin nya aja masih dibantu sama yg duduk di sebelahnya trus tulisannya ini juga sangat tendensius memojokkan ormas tertentu.

  439. @ hamba-Nya sy sepakat
    smoga bpk prof. tdk berkeberatan utk mengamalkan QS Al-Isra’… krn sesungguhnya org yg paling terpuji adl org yg berakhlakul karimah… santun dlm perbuatan dan perkataan.
    utk teman2 yg lain…. tolong sikapi dg wajar…. jgn terpancing emosi… sesama muslim bersaudara…

  440. Gak usah berdebat, telah terbukti kok Muhammadiyah yang benar, lihat Hilal tgl 30 agustus 2011 sudah tinggi banget.
    Yang namanya Negara RI belum lahir Muhammadiyah sudah menetapkan sendiri, kok sekarang ribut!

  441. tidak kah anda malu PROFESOR thomas jamaludin, anda yg percaya tgl 31 agustus adalah 1 syawal, tp di blog anda sendiri tgl 30 agustus sbg 1 syawal..LOL
    anda sebagai ilmuwan yg cerdas, berbicara lah secara cerdas pula, jgan menyudutkan keyakinan suatu umat, memperkeruh suasana aja..

  442. hadeeehh
    ente boleh ilmuwan tapi ente mungkin harus lebih belajar agama ama etika boss….lo liat kan 2 ormas gede seperti NU dan Muhammadiyah aja ngak saling nyerang satu sama lain tapi saling melindungi satu sama lain…karena perbedaan itu adalah lumrah adanya tapi bagaimana kita menyikapinya…itulah yang di ajarkan Baginda nabi SAW….
    betapa indahnya dunia klu kita bisa saling menghormati perbedaan satu sama lain

  443. HOT NEWS : Pernyataan terbaru dari Saudi Arabia: 1 Syawal Adalah Rabu 31 Agustus 2011

    pemerintah Saudi sendiri konon telah membayar kafarat untuk masalah ini kurang lebih sebesar 1 milyar real.

    Kemungkinan yg diliat di arab bukan hilal melainkan saturnus

    http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/09/01/saudi-arabia-1-syawal-adalah-rabu-31-agustus-2011/

    http://www.youm7.com/News.asp?NewsID=483981
    http://www.alarabiya.net/articles/2011/08/31/164873.html
    http://arabnews.com/saudiarabia/article494126.ece

    berita:

  444. Coba sy mau tanya, ada yg bisa membantah ini ?
    1. QS Al Hujuraat : 49

    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

    49.10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

    2. HR Muslim No. 1080

    إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ

    Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berhari raya sampai kalian melihatnya, jika kalian terhalang maka takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia.

    => Arab Saudi = saudara kita.. kalau mereka sdh menetapkan Ramadhan, Syawal dsb, sebaiknya kita ikuti mereka.. (jangan ikutin ahli astronomi yg ilmunya cetek, gak ada setetes dari ilmu Allah yg selautan)

    3. “imkan rukyat 2 derajat”

    => 0 = bukan bilangan atau sesuatu yg tidak ada. kalo angka 2 = bilangan.. jadi kalo ada yg melihat hilal 0,5 derajat pun itu artinya “sudah melihat hilal = hilalnya ada”

    ===> ga perlu gelar propesor buat mengerti soal ini <==

  445. Ass.wr.wb. iya, sudahlah jng saling caci maki, sesama muslim, yg mulai dan yg membalas sama2 dosanya, trus gimana ilmunya puasa, kok udah ditinggalkan. Kl mihak nabi muhamad sih gak apa2, biarpun sampai meninggal sekalipun, kl mihak ormas, amit2
    Rundingkan lah bersama2 biar sama2 enaknya, kl bisa diuji, uji aj kebenaran ilmunya masing2, yg dr nu atau muhamaddiyah, biar tahu, selain itu pemerintah gak usah campur tangan biar gak kelihatan memihak salah satu ormas.
    yg perlu anda tahu pendiri2 nu dan muhammadiyah, itu jg orang2 hebat dijamannya dan pahlawan2 kita, bisa2 sama2 satu keturunan dr nabi muhammad,
    wassalam

  446. Penetapan Lebaran Pemerintah Tidak Sah dan Melecehkan Syariat Islam?

    http://m.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/08/31/15980/penetapan-lebaran-pemerintah-tidak-sah-dan-melecehkan-syariat-islam/

    JAKARTA (voa-islam.com) – Keputusan Pemerintah menetapkan 1 Syawal jatuh pada Rabu 31 Agustus 2011, dinilai tidak sah dan batal demi hukum karena menganulir Tim Rukyat yang telah melihat hilal Senin 29 Agustus. Pemerintah dikecam telah melecehkan syariat Islam dan melakukan kebohongan publik terhadap hasil Tim Rukyat Cakung dan Jepara.

    Hal itu diungkapkan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), menanggapi keputusan pemerintah yang menetapkan 1 Syawal dengan menganulir hasil penglihatan hilal oleh Tim Rukyat Cakung Jakarta Timur.

    “Keputusan sidang itsbat Kementerian Agama RI tanggal 29 Agustus 2011 batal demi Hukum,” jelas Ustadz Irfan Suryohadi Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziyah MMI dalam pesan singkatnya kepada voa-islam.com, Selasa (30/8/2011).

    ….Keputusan sidang itsbat Kementerian Agama RI tanggal 29 Agustus 2011 batal demi Hukum…

    Menurut Irfan, keputusan sidang itsbat pemerintah itu tidak sah karena menolak kesaksian Tim Ru’yat di Cakung, Jakarta Timur yang memberikan keterangan di bawah sumpah bahwa pada hari Senin 29 Agustus 2011, mereka sudah melihat hilal. Tim rukyat yang dimaksud Irfan adalah para ustadz dari Front Pembela Islam (FPI), Tim Masjid Ramadhan dan Majelis Mujahidin Jakarta Timur.

    Bila Senin sudah terlihat hilal, maka seharusnya Selasa sudah masuk Syawal dan umat Islam harus berlebaran pada hari itu. Dengan mengumumkan 1 Syawal jatuh pada 31 Agustus, padahal hilal sudah terlihat hari Senin 29 Agustus, lanjut Irfan, maka berarti sidang itsbat Kementerian Agama telah melakukan kebohongan publik.

    “Mereka telah melakukan kebohongan publik dengan tidak mengundang saksi-saksi yang melihat hilal,” kecam Irfan.

    Ditinjau dari pandangan Islam, jelas Irfan, sikap Kemenag dalam sidang itsbat itu benar-benar melecehkan ajaran Rasulullah SAW yang mewajibkan mengikuti persaksian seorang saksi dalam menentukan 1 Syawal dan awal Ramadhan.

    …Mereka telah melakukan kebohongan publik dengan tidak mengundang saksi-saksi yang melihat hilal…

    “Mereka melecehkan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan walaupun hanya satu orang saja yang berani disumpah sudah melihat hilal, maka itu sah,” jelasnya.

    Sabda Nabi Muhammad yang dimaksud Irfan adalah hadits dari Abdullah bin Umar RA yang diriwayatkan Abu Dawud dalam kitab “Shaum” bab “Persaksian Satu Orang Dalam Menentukan Hilal Ramadhan” sebagai berikut: “Ketika orang-orang sibuk melihat-lihat kemunculan hilal, kukabarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa aku telah melihat hilal. Beliau pun berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa.”

    Seperti diberitakan voa-islam.com sebelumnya, dalam sidang itsbat 29 Agustus Pemerintah yang menetapkan 1 Syawal jatuh pada 31 Agustus dengan menganulir hasil penglihatan hilal yang dilakukan Tim Rukyat Cakung Jaktim dan Jepara Jateng.

    Tim Rukyat di Cakung, Jakarta Timur telah melihat hilal antara jam 17.57 sampai 18.02 WIB dengan tinggi hilal hakiki 04’03’26,06″, dilihat oleh tiga orang saksi: H Maulana Latif SPdI, Nabil Ss dan Rian Apriano. Ketiga saksi tersebut diambil sumpahnya oleh KH Maulana Kamal Yusuf (Rois Syuriah PWNU DKI Jakarta), didampingi Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, dan Pimpinan Pondok Pesantrean Al-Itqon, KH Mahfud Assirun. Pengambilan sumpah dilakukan di Pondok Pesantren Al-Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur.

    Tim Rukyat di Cakung itu melakukan dengan tiga metode rukyat. Masing-masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.

    Hasil rukyat di Cakung itu sempat dilaporkan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Ahmad Jauhari, di depan Sidang Itsbat. Namun pemerintah menganulir persaksian itu, karena menganggap hilal tidak mungkin dirukyat karena posisinya di bawah ufuk.

    Karena berpedoman pada hasil rukyat, maka KH Maulana Kamal Yusuf yang dikenal sebagai salah satu ulama besar Jakarta ini menyerukan kepada umat Islam yang masih berpuasa hari Selasa 30 Agustus 2011, agar segera berbuka puasa. Karena puasa pada 1 Syawal hukumnya haram. “Bagi yang saat ini masih berpuasa dianjurkan untuk segera berbuka. Karena haram hukumnya berpuasa pada 1 Syawal,” tegasnya.

    Persaksian lain yang juga dianulir sidang itsbat adalah Tim Rukyat di Pantai Kartini, Kabupaten Jepara Jawa Tengah, yang memberikan kesaksian di bahwa sumpah bahwa mereka telah melihat hilal berada di sebelah kiri matahari pada pukul 17.39 selama 5 detik. Anggota tim yang melihat hilal adalah Saiful Mujab, yang merupakan tim rukyat dari akademisi dan juga dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus.

    Persaksian tim yang terdiri dari Kemenag Kabupaten Jepara, Kudus, dan Pati, perwakilan dari Nahdlatul Ulama (NU), dan Badan Hisab dan Rukyat dari Jepara, Kudus, dan Pati, sejumlah tokoh Islam, MUI Jepara, dan Muspida Jepara itu juga sudah disampaikan ke Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Jateng.

    Namun persaksian di bawah sumpah itu tidak menghalangi pendirian Pemerintah untuk bersikukuh menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011.

  447. MAJU TERUS.. PANTANG MUNDUR PROF..

  448. Ini bukan persoalan Muhammadiyah yang saklek mengacu hisab dan rukyatnya… tapi jika sudah ada hilal … tetaplah tidak boleh ditolak
    ( inilah mengapa ada Kyai NU yang berlebaran hari Selasa… karena patokannya bukan Muhammadiyah… tapi hilal )
    .
    KH Maulana Kamal Yusuf, salah satu ulama besar di Jakarta yang juga menjabat Rois Suriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta, mengatakan, hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 H. Bagi umat muslim yang masih melaksanakan ibadah puasa dianjurkan untuk segera berbuka puasa.
    .
    http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-ramadhan/11/08/30/lqqfgp-nu-hari-ini-1-syawal-yang-puasa-segera-berbuka

  449. ilmuwan berdalih pencerahan namun berkeses memperkeruh keadaan…ilmuwan semestina santun…ilmuwan mestinya tak menganggap dirinya paling benar…dan menganggap orang lain usang….waduh…hebat sekali dia…Jangan gitu-gitu amat To Mas….Saling menghargai lah….

  450. Prof, kalimat dan forum yang anda pilih dalam sidang itsbat kemarinin kurang etis, semestinya anda memilih kalimat yg santun dan tidak tendensius. Menurut saya, anda menjadi pemicu ketidakrukunan dalam masalah itjihad yg juga dianut di banyak negara. Tidak perlu tunjuk hidung gitu… Terbukti kan akhirnya mayoritas dunia berhari raya selasa, termasuk malaysia, singapura dan negara timteng. Istighfar prof, masih ada langit di atas langit …

  451. Otoritas dan Kaidah Matematis: Refleksi Atas Perayaan Idulfitri 1432 H (Tanggapan Atas Kritik Thomas Djamaluddin)
    by Persyarikatan Muhammadiyah on Friday, 02 September 2011 at 08:47
    (Oleh: Prof. Dr. H Syamsul Anwar, MA. Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

    Alhamdulillah hari raya Idulfitri 1432 H telah dapat dirayakan dengan khidmat. Walaupun ada perbedaan tentang hari jatuhnya Idulfitri itu, di mana pada satu sisi ada yang menjatuhkannya pada hari Selasa 30 Agustus 2011 dan di sisi lain ada yang menjatuhkannya pada hari Rabu 31 Agustus 2011, namun masing-masing pihak telah dapat menjalankannya dengan damai dan rukun, tanpa terjadi pertikaian antara pihak-pihak yang merayakannya pada hari berbeda itu. Bahkan masyarakat umum yang tidak begitu memahami sumber masalah perbedaan itu dapat memilih hari yang mereka inginkan untuk beridulfitri.

    Akan tetapi meskipun Idulfitri telah berjalan dengan damai dan rukun, tetap saja tersisa permasalahan yang timbul dari perbedaan itu. Tidak dipungkiri bahwa perbedaan jatuhnya hari raya itu adalah suatu ketidaknyamanan karena ada ketidakbersamaan kaum Muslimin dalam merayakannya. Di satu sisi ada yang saling kunjung ke rumah tetangga dan makan-makan, sementara yang lain masih berpuasa. Namun juga harus diakui bahwa penyatuan jatuhnya hari Idulfitri itu tidak gampang, tidak semudah sepasang remaja bikin janji ke pantai bersama, “Mas Minggu besok rekreasi bareng ya di pantai, soalnya habis ujian semester pikiranku buntet banget, perlu refreshing.” “Ya, setuju, aku juga sama. Dah, besok kuampiri ya!” Selesailah masalah. Kesepakatan untuk “rekreasi Minggu besok” tidak memerlukan pertimbangan ilmiah yang mendalam karena itu hanya soal selera dan bisa diputuskan dengan prinsip “setuju-setuju saja”. Namun tentu tidak demikian halnya dengan penentuan jatuhnya hari raya semisal Idulfitri atau Iduladha. Masalah ini bukan soal selera. Masalah ini memerlukan suatu kajian panjang dan mendalam baik dari segi ilmu syariah maupun dari segi ilmu astronomi. Keputusan itu tidak dapat diambil berdasarkan prinsip “setuju-setuju saja”. Ini semua tentu menjadi tantangan para ilmuwan terkait baik dari bidang syariah maupun astronomi.

    Diskusi mengenai masalah ini cukup ramai. Dan dalam diskusi yang ramai itu ada pakar yang langsung menyalahkan Muhammadiyah karena terlalu jumud berpegang kepada hisab wujudul hilal (walaupun Muhammadiyah juga dapat mengatakan hal yang sama bahwa pihak lain terlalu kaku berpegang kepada rukyat atau hisab imkanur rukyat 2 derajat yang tidak ilmiah itu). Dikatakan, “sumber masalah utama adalah Muhammadiyah yang masih kukuh menggunakan hisab wujudul hilal.” Dikatakan lagi, “Banyak kalangan di intern Muhammadiyah mengagungkannya, seolah itu sebagai simbol keunggulan hisab mereka yang mereka yakini, terutama ketika dibandingkan dengan metode rukyat. Tentu saja mereka [adalah] anggota fanatik Muhammadiyah, tetapi sesungguhnya tidak faham ilmu hisab, seolah hisab itu hanya dengan kriteria wujudul hilal.” “Dari segi astronomi, kriteria wujudul hilal adalah kriteria usang yang sudah lama ditinggalkan di kalangan ahli falak.”

    Tampaknya nada statemen ilmuwan tersebut sangat memihak dan sedikit emosional juga terasa ada semacam (dengan bahasa diperhalus) “kebanggaan” tersembunyi atas status sebagai astronom senior. Seolah-olah apa yang berjalan sekarang ini, itulah yang betul dan karena itu tidak dikritik. Justeru yang mengkritik dan menolak, dalam hal ini Muhammadiyah, adalah pihak yang harus dipersalahkan sebagai biang keladi permasalahan. Dalam sejumlah tulisan pakar bersangkutan, penulis belum menemukan kritik-kritiknya terhadap penetapan awal bulan kamariah yang berlaku sekarang, kecuali kritik terhadap kriteria yang dipakai sebagian ormas seperti Muhammadiyah. Juga disayangkan pakar bersangkutan belum pernah menyarankan satu rancangan kalender pemersatu yang pasti padahal di tangannya terdapat perangkat ilmu untuk itu.

    Apakah orang Muhammadiyah sangat fanatik terhadap hisab wujudul hilal? Hal itu mungkin saja demikian, tetapi jelas tidak semuanya. Tentu banyak ahli-ahli falak Muhammadiyah yang juga mengerti hisab yang lain dan dapat membandingkannya dan kemudian dari hasil perbandingan itu menjatuhkan pilihan pada hisab wujudul hilal. Penulis sendiri adalah warga Muhammadiyah (dengan bidang studi syariah, bukan astronomi) yang tentu secara emosional akan sangat bersimpati dengan kebijakan penetapan awal bulan Muhammadiyah. Tetapi di sini penulis tidak ingin membela hisab wujudul hilal. Hisab wujudul hilal hanyalah salah satu metode hisab penentuan awal bulan di antara sekian metode hisab yang ada. Walaupun demikian tentu boleh memberi pendapat. Cuma memang pasti akan dirasakan sebagai sebuah pendapat apologis karena diberikan oleh orang yang secara emosional adalah bagian daripadanya. Namun demikian silahkan pembaca untuk melihatnya secara obyektif saja.

    Kalau soal usangnya, munurut penulis, hisab wujudul hilal tidak usang-usang banget. Hisab ini merupakan perkembangan dari hisab-hisab sebelumnya yang dirasa tidak dapat memberikan kepuasan. Di Arab Saudi, hisab wujudul hilal dipakai oleh Pusat King Abdul Aziz untuk Pengembangan Sains dan Teknologi, yang bertanggungjawab atas penyusunan kalender resmi pemerintah Arab Saudi Kalender Ummul Qura yang berkembang luas di berbagai bagian dunia termasuk digunakan oleh Windows Vesta, baru pada tahun 1424 H (baru sejak 7 tahun lalu) karena kasus bulan Rajab 1424 H (Agustus 2003). Sampai saat itu kaidah kalender yang digunakan adalah moonset after sunset (artinya bahwa apabila pada sore hari ke-29 bulan berjalan, bulan terbenan sesudah terbenamnya matahari, maka malam itu dan keesokan harinya adalah bulan baru). Namun ternyata kaidah kalender tersebut mengalami problem dengan “hilal” Rajab 1424 H pada sore Rabu 27 Agustus 2003 M. Pada sore itu matahari terbenam di Mekah (Kakbah) pukul 18:45 Waktu Saudi dan bulan terbenam 8 menit kemudian, yakni pukul 18:53 Waktu Saudi. Jadi kriteria bulan baru telah terpenuhi, yaitu bulan tenggelam sesudah tenggelamnya matahari, sehingga mestinya malam Kamis 28 Agustus 2003 M dan keesokan harinya (Kamis 28 Agustus 2003 M) adalah tanggal 1 Syakban 1424 H. Tetapi ternyata saat matahari terbenam sore Rabu 27 Agustus 2003 itu belum terjadi ijtimak (konjungsi) karena ijtimak terjadi hampir dua jam kemudian, yakni pukul 18:26 Waktu Saudi. Karena kasus ini, para penanggung jawab kalender Ummul Qura memperbaiki kaidah kalendernya dengan menambahkan satu parameter baru, yakni saat matahari terbenam harus sudah terjadi ijtimak. Sejak saat itu kemudian kalender Ummul Qura memakai wujudul hilal. Jadi ini adalah perkembangan dari metode sebelumnya yang dirasa tidak memuaskan.

    Di dalam Muhammadiyah hisab wujudul hilal sudah digunakan sejak abad yang lalu. Sejak penulis mulai masuk menjadi pengurus Muhammadiyah tahun 1985 di PMW DIY dan sejak tahun 1990 di Pimpinan Pusat, hisab ini sudah dipakai dan terus berlaku hingga sekarang. Ada perubahan, namun hanya perubahan cara menghitung, bukan perubahan kriteria (kaidah memulai bulan baru). Harap dibedakan antara kaidah memasuki bulan baru dan metode perhitungan. Kaidah memasuki bulan baru dalam hisab wujudul hilal adalah tiga parameter yang kita semua sudah tahu, yaitu (1) telah terjadi ijtimak, (2) ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, (3) saat matahari terbenam hilal di atas ufuk. Kriteria ini adalah suatu kriteria yang sifatnya non penampakan, karena itu tidak memerlukan observasi untuk mengujinya seperti halnya peristiwa ijtimak dan terbenamnya matahari tidak diobservasi. Kalau diragukan akurasi kriteria ini, jangan-jangan bulan sebetulnya di bawah ufuk, namun diklaim di atas ufuk karena kurang akurasinya perhitungan, maka ini bukan soal kriteria itu sendiri, melainkan ini adalah soal akurasi metode menghitung posisi bulan. Metode menghitung ini bisa terus menerus diperbaiki. Dalam praktik wujudul hilal di Muhammadiyah metode menghitung ini mengalami perkembangan dalam hal daftar ephemeris yang menjadi sumber data benda langit pada waktu tertentu yang digunakan. Di Zaman Kiyai Wardan, sebagaimana disebutkannya dalam bukunya Hisab Urfi dan Hakiki, digunakan daftar yang diambilnya sebagian dari kitab al-Mathla’ as-Sa’id fi Hisabat al-Kawakib ‘ala ar-Rashd al-Jadid dan dari Zij Aala’uddin Ibn Syathir, kemudian pada zaman Sa’duddin Dajmbek digunakan digunakan nautical almanac, lalu terakhir digunakan Ephemeris Hisab Rukyat.Bahkan rumus hitungannya pun terbuka untuk dikoreksi tanpa mengubah kaidah memasuki bulan baru itu sendiri. Kalau metode hitung ini juga mau diuji secara empiris pun bisa dilakukan tanpa mengubah kriterianya. Ketika hilal dihitung dengan metode ini ternyata tingginya adalah 6 derajat seperti jelang Ramadan lalu, maka silahkan diuji melalui observasi apa memang betul tingginya 6 derajat. Kalau betul, berarti hitungan itu akurat atau mendekati akurat. Kalau tidak, berarti metode menghitungnya harus diperbaiki tanpa mengubah kaidah bulan baru itu sendiri. Jadi alasan bahwa hisab wujudul hilal lemah karena tidak dapat diuji secara empiris adalah tidak relevan. Apa yang dikemukakan di atas adalah suatu pendapat, tidak bermaksud memberikan apologi terhadap keunggulan wujudul hilal. Silahkan pembaca menilainya.

    Penulis juga ingin mengajak pembaca untuk melihat suatu yang menurut penulis adalah hal positif dalam kebijakan penetapan awal bulan Muhammadiyah itu. Tetapi ini mungkin sekali lagi terasa sebagai sebuah apologi karena dikemukakan oleh orang yang merupakan bagian dari sistem bersangkutan. Tetapi tujuan penulis di sini tidak hendak berapologi. Hanya ingin mengemukakan pendapat. Ini tentu sah-sah saja, dan sekali lagi silahkan pembaca melihatnya secara obyektif saja. Hal positif dimaksud adalah bahwa dalam kebijakan penetapan awal bulan Muhammadiyah itu terkandung suatu nilai edukasi bagi masyarakat luas bahwa suatu sistem penanggalan yang baik adalah suatu sistem kalender yang dapat memberikan penjadwalan waktu yang akurat dan pasti jauh ke depan sehingga bisa dipedomani jauh-jauh hari sebelumnya. Sistem yang tidak dapat memberikan penjadwalan waktu (hari/tanggal) yang pasti jauh ke depan adalah suatu sistem yang buruk dan bertentangan sifat sebagai sebuah kalender yang terstruktur secara seksama, bahkan bertentangan dengan maksud dari kalender itu sendiri. Sistem kalender bertujuan untuk memudahkan masyarakat penggunanya merencanakan kegiatannya disesuaikan dengan sistem penjadwalan waktu yang dimilikinya. Untuk itu sistem waktu tersebut harus akurat dan pasti agar rencana kegiatannya tidak menjadi berantakan akibat sistem waktu yang tidak pasti. Suatu sistem penanggalan yang akurat dan bagus harus dapat menjadwalkan waktu secara pasti ke depan dan harus dapat dilacak secara pasti pula jadwal waktunya di masa lalu. Untuk itu penetapan jadwal waktu itu harus lahir dari kaidah matematis kalender itu sendiri tanpa campur tangan otoritas luar mana pun selain dari kaidah kalender tersebut. Apabila setiap penetapan momen penting ditentukan oleh suatu otoritas lain di luar kaidah matematis kalender itu sendiri, maka kita akan menghadapi penjadwalan waktu yang tidak pasti karena jawal waktu tersebut akan sangat tergantung kepada ketetapan yang akan dikeluarkan pada detik-detik akhir menjelang saat dimulainya momen bersangkutan. Sebaliknya juga kita tidak dapat melacak jadwal waktu penanggalan tersebut di masa lalu karena tidak lahir dari kaidah matematisnya yang ajek. Kita harus mencari arsip surat keputusan otoritas yang menetapkannya hari apa ia menjatuhkan 1 Syawal tahun tertentu di masa lampau. Ini adalah sistem yang buruk. Saudara-saudara kita umat Kristiani dalam menentukan kapan melakukan selebrasi hari Natal telah dapat mengetahui hari jatuhnya jauh hari sebelumnya berdasarkan kaidah kalender Masehi yang mereka gunakan, bukan karena keputusan otoritas penguasa yang melakukan isbat menjelang saat dimulainya momen itu.

    Jadi apabila Muhammadiyah dikatakan terlalu kuat berpegang kepada hisab, hal itu adalah karena alasan ini. Dari segi keserhanaan prosedur, biaya murah, dan kemampuan memberikan kepastian jadwal tanggal di masa depan, pendekatan Muhammadiyah jauh lebih maju. Dalam sistem kalendernya, penentuan tanggal merupakan hasil dari logika kalender sendiri tanpa campur tangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan memang ia tidak mempunyai kewenangan itu. Pimpinan Pusat hanya mengumumkan hasil dari sistem kalender itu sendiri dan karena itu dapat dilakukannya jauh hari sebelumnya dan itu sangat memudahkan bagi masyarakat untuk menyusun dan menyesuaikan kegiatan hidupnya. Memang, kalender Muhammadiyah itu belum bersifat global dan ini tentu menjadi tantangan para ahli ilmu falak dan astronom Muhammadiyah untuk melakukan kajian guna menyempurnakan sistemnya hingga dapat menjadi suatu kalender pemersatu yang baik.

    Kebijakan penggunaan hisab dengan memastikan penjadwalan waktu jauh hari sebelumnya sekaligus merupakan suatu kritik yang tidak diucapkan, melainkan disampaikan melalui praktik, terhadap kebijakan penjadwalan waktu dalam kalender yang, maaf kalau ini subyektif, amat buruk yang berlaku sekarang. Bayangkan menjelang detik-detik terakhir, awal bulan baru belum dapat ditentukan karena otoritas “berwenang” belum menetapkannya. Betapa tidak buruk, orang Muslim di Indonesia bagian timur sudah pukul 10:00 malam WIT masih belum mendapat kepastian apakah masih akan salat tarawih atau akan melakukan takbiran untuk menyambut datangnya lebaran. Kalau ternyata besoknya belum lebaran berarti mereka akan melaksanakan salat tarawih setelah jam 10:00 malam itu yang mereka mungkin sudah ngantuk dan lelah karena seharian berpuasa dan bekerja berat. Seandainya ada suatu sistem kalender yang pasti yang bisa menetapkan penjadwalan waktu jauh hari sebelumnya berdasarkan kaidah kalender itu sendiri, maka para tokoh alim ulama, para pakar ilmuwan dan para pejabat yang berkumpul di sidang isbat itu tentunya akan bisa berada di mesjid untuk salat tarawih bila menurut kalender lebarannya lusa, atau takbiran guna menyambut lebaran besok harinya.

    Penulis setahun lalu pernah mendapat keluhan dari mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri di mana umat Islam minoritas. Keluhannya adalah mendapat kesulitan untuk menyewa tempat salat id karena tempat tersebut harus dibooking jauh hari sebelum id, sementara ketentuan lebarannya belum pasti kapan karena masih menunggu hasil rukyat. Serta banyak lagi keluhan lain semisal pekerja Muslim di negara minoritas Islam sulit mendapatkan cuti Idulfitri karena tidak bisa memberi kepastian jatuhnya id jauh hari sebelumnya.

    Semua ini terjadi karena tiadanya suatu sistem kalender yang memastikan tanggal berdasarkan kaidah kalender itu sendiri. Yang ada adalah menanti keputusan otoritas kekuasaan yang akan memutuskannya pada detik-detik terakhir menjelang hari H. Selain itu penyelenggaraan sidang isbat untuk menentukan kepastian tanggal itu juga tentu memakan biaya besar, apalagi ditambah dengan biaya tim pengintai hilal di puluhan titik pengamatan. Apabila sistem kalender menggunakan metode yang lebih sederhana tetapi pasti tentu biaya itu tidak perlu dikeluarkan. Apa itu bukan sebuah pemborosan yang sebetulnya bisa digunakan untuk keperluan lain yang lebih mendesak. Akan tetapi hal ini memang tidak dapat dielakkan dalam suatu sistem penetapan awal bulan yang berbasis rukyat karena rukyat harus divalidasi oleh otoritas berwenang.

    Para astronom yang terlibat dengan persoalan ini nampaknya tidak memberi perhatian serius terhadap masalah ini. Tidak pernah terdengar kritik-kritik mereka, seakan sistem yang ada ini adalah hal yang wajar saja. Untuk sebagian mungkin dapat dimaklumi karena mereka adalah bagian dari sistem itu sendiri. Bahkan bukan hanya sekedar bagian, melainkan juga adalah pendukung bersemangat yang tidak kurang “fanatiknya dibandingkan dengan kefanatikan pendukung wujudul hilal dalam Muhammadiyah.” Para pendukung sistem sekarang ini juga terbelenggu oleh metode mereka sendiri sehingga tidak dapat memanfaatkan perangkat keilmuan yang ada di tangan mereka untuk suatu pembaruan yang berorientasi kepada suatu sistem penanggalan yang dapat menjadwalkan waktu secara pasti di masa depan dan juga dapat melacak tanggal di masa lalu secara akurat melalui kaidah sistem itu sendiri.

    Syarat untuk pembaruan ini memang berat. Kita harus rido meninggalkan rukyat yang sesungguhnya hanyalah warisan masa lalu yang telah usang dan tidak lagi mampu memenuhi hajat sistem penanggalan umat Islam kontemporer. Bahkan, menurut Ketua Asosiasi Astronomi Maroko, “sebab umat Islam belum dapat memiliki suatu sistem penanggalan global terpadu adalah karena mereka masih terlalu kuat berpegang kepada rukyat.” Jadi sudah saatnya kita beranjak dari rukyat jika kita ingin mencapai suatu sistem penanggalan yang baik. Ini bukan pendapat subyektif personal, melainkan hasil dari sebuah konferensi internasional yang juga dihadiri oleh para pakar yang sebagian mereka memiliki reputasi dunia. Pada butir kedua dari kesimpulan Temu Pakar II tahun 2008 ditegaskan bahwa para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan kamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan kamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu salat. Para ahli fikih pun banyak yang berpendapat demikian. Bahkan Syeikh Syaraf al-Qudhah, setelah melakukan kajian terhadap ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis terkait masalah hisab-rukyat menegaskan al-ashlu fi itsbat asy-syahri an yakuna bil-hisab (pada asasnya penetapan awal bulan itu adalah dengan hisab). Di sini bukan tempatnya untuk menjelaskan argumen beliau untuk pandangannya tersebut.

    Hisab imkanu rukyat, yang sering diklaim sebagai alternatif terbaik, bukannya tanpa masalah. Kreteria imkanu rukyat sendiri ada sebanyak pakar yang mengusulkannya. Akan tetapi ini mungkin bisa diatasi dengan dengan para pakar itu sendiri bersepakat. Tetapi bukan sekedar sepakat, melainkan berdasarkan hasil riset yang komprehensif. Akan tetapi terlepas dari soal kriteria itu, hisab imkanu rukyat yang ada sekarang masih belum dapat menyatukan penanggalan umat Islam. Sebagai contoh adalah Kalender Hijriah Universal (al-Taqwim al-Hijri al-‘Alami) yang dibuat oleh Muhammad Audah (Odeh). Kalender ini didasarkan kepada kriteria imkanu rukyat Audah sendiri sebagai hasil analisis statistik terhadap 737 hasil rukyat akurat dan teruji. Namun problemnya kalender ini masih harus membelah dunia menjadi dua zona tanggal yang pada masing-masingnya berlaku tanggal berbeda pada tahun tertentu. Akibatnya kalender ini tidak dapat menyatukan jatuhnya hari Arafah antara Mekah dan kawasan dunia lainnya. Audah adalah pendukung rukyat bersemangat. Baginya tidak mungkin memulai awal bulan baru di dunia Islam tanpa terjadinya imkanu rukyat di salah satu tempat di kawasan dunia Islam yang terbentang dari Maroko hingga Indonesia. Namun kalendernya sendiri dalam sejumlah kasus menjadikan dunia Islam masuk bulan baru pada hal imkanu rukyat deengan teropong hanya terjadi pada kawasan sangat kecil di barat Portugal atau di bagian barat Inggris. Dari 20 tahun jadwal tanggal dalam Kalender Hijriah Universal Audah ini (sejak 1431 H s/d 1450 H) terdapat 9 kali (45 %) terjadinya perbedaan jatuhnya hari Arafah sehingga menimbulkan masalah kapan melaksanakan puasa Arafah.

    Pendapat bahwa hari Arafah hanya penamaan hari 9 Zulhijjah, sama dengan hari Nahar (10 Zulhijjah) dan hari Tasyrik (11-13 Zulhijjan), dan hari Arafah di Arafah adalah hari wukuf, tetapi tidak harus sama untuk seluruh dunia sehingga puasa Arafah boleh beda harinya dengan hari wukuf di Arafah, pendapat tersebut bukanlah suatu penjelasan ilmiah. Pendapat ini hanya penjelasan sementara yang sifatnya lebih politis, bukan syar’I, yang hanya dapat dipegangi sementara waktu saat kalender umat Islam masih kucar kacir. Pendapat ini hanya untuk menenangkan masyarakat yang tanggal 9 Zulhijahnya jatuh berbeda dengan hari Arafah di Mekah. Apabila dikatakan bahwa mereka yang berpuasa Arafah pada tanggal 9 Zulhijah di tempatnya sementara di Mekah sudah Iduladha (10 Zulhijah) tidak sah puasanya, maka akan timbul kebingungan di tengah masyarakat yang tidak tahu apa-apa tentang problem penanggalan Islam. Akan tetapi secara ilmiah dan berdasarkan sistem penanggalan yang valid, hari Arafah harus jatuh sama di seluruh dunia, dan kalender yang menjatuhkannya berbeda adalah kalender yang tidak valid.

    Itulah mengapa dikatakan bahwa penyatuan penanggalan Islam harus bersifat global. Siapa pun yang membuat suatu rancangan kalender Islam, maka kaidah kalender itu harus bersifat global dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia, sehingga penanggalan tersebut benar-benar menjadi suatu sistem penandaan hari yang akurat di dalam aliran waktu di masa lalu, kini dan akan datang. Kalau dikatakan bahwa perbedaan jatuhnya hari Arafah (9 Zulhijah) itu adalah suatu konsekuensi yang tidak terelakkan, maka ini dapat dikatakan sebagai suatu konsekuensi yang buruk. Konsekuensi buruk ini tentu timbul dari anteseden yang buruk pula, yaitu rukyat atau hisab imkanu rukyat yang selalu membelah bumi dan kurve yang membelah bumi itu dijadikan batas tanggal.

    Akan halnya imkanu rukyat 2 derajat sebagaimana diamalkan di Kemenag adalah kaidah kalender yang sama sekali tidak ada dasar syar’inya apalagi dasar astronomis. Semua astronom tentu sangat mengetahui hal ini. Para meter tunggal saja, yaitu ketinggian, adalah parameter yang buruk. Para astronom sudah hampir sepakat bahwa parameter imkanu rukyat yang baik haruslah sekurangnya ganda, misalnya ketinggian plus elongasi, atau ketinggian plus lebar permukaan bulan yang tersinari matahari yang menghadapi ke bumi, dan lain sebagainya. Parameter tunggal, seperti ketinggian saja, elongasi saja, umur bulan saja atau mukus hilal saja, sama sekali tidak akan dapat meramalkan visibilitas hilal secara lebih sahih. Apalagi kalau parameter tunggal itu cuma dengan ukuran ketinggian 2 derajat. Ini dalam kasus tertentu hanya akan membuat kita hidup dalam ilusi atau bahkan bisa juga dalam kepalsuan atau kebohongan. Apabila ketinggian bulan berada antara 2 s/d 5 derajat, maka ini berpotensi untuk terjadinya apa yang dikatakan di atas. Seperti kasus Ramadan tahun lalu, ketinggian hilal hanya sekitar 2,5 derajat. Namun diputuskan hilal telah dapat terlihat karena ada saksi-saksi yang mengklaim dapat merukyat dan karenanya keesokan harinya dinyatakan bulan baru (seperti Ramadan 1431 H). Pada hal tidak ada seorang astronom pun dapat membuktikannya terlihat. Data ketinggian hilal Ramadan 1431 H itu jauh di bawah kriteria imkanu rukyat Audah, bahkan juga kriteria Istanbul 78. Salah seorang teman dosen pengajar ilmu falak mengatakan bahwa selama 7 tahun pengalamannya mengikuti rukyat belum pernah terjadi bahwa hilal dengan ketinggian di bawah 5 derajat dapat terukyat. Apa ini tidak berarti bahwa kita hidup dalam ilusi atau di bawah bayang-bayang kepalsuan. Kenapa kita tidak realistis saja? Kenapa kita tidak mengambil sistem yang lebih sederhana, tidak berbiaya tinggi, tetapi dapat memberikan kepastian jadwal tanggal jauh ke depan sehingga memudahkan kehidupan kita? Wallahu a’lam bis-sawab. Allahummagfir li khata’i. Innaka antal-gafurur-rahim.

    • Buka ini:
      http://moonsighting.com/archive.html
      klik RMD (Ramadhan) amati dari 1423H s/d 1433H.
      HANYA PADA 1427H/2006 – 1428/2009 sajalah bisa melihat hilal dengan 2,3,4,5

      Jadi mau di undur teruskah 1 Syawalnya sedangkan dari Ilmu Hadits Rasulullah: Bulan yang berjumlah 29 hari adalah hari raya Ramadan dan bulan Zulhijah
      Hadis riwayat Ummu Salamah ra.:
      Bahwa Rasulullah saw. pernah bersumpah tidak akan menemui sebagian istri-istrinya selama sebulan. Dan setelah 29 hari berlalu, beliau datang menemui mereka. Kemudian beliau ditanya: Wahai Nabi! Baginda bersumpah tidak akan menemui kami selama satu bulan. Mendengar itu, beliau bersabda: Sesungguhnya bulan itu berjumlah 29 hari. (Shahih Muslim No.1816)
      Arti pernyataan Nabi saw. bahwa dua bulan yang terdapat hari raya, jumlah harinya tidak berkurang.
      Hadis riwayat Abu Bakrah ra.:
      Dari Nabi saw., beliau bersabda: Dua bulan yang terdapat hari raya, harinya tidak berkurang; hari raya Ramadan dan bulan Zulhijah. (Shahih Muslim No.1822)
      Demi Kebangkitan Islam, Bukan Kebangkitan Islam Indonesia Saya tidak dukung NU,Muhammadiyah,Persis dan lain2, SAYA Dukung Al Quran dan Hadits sebagai pembukti antara yang benar dan yang salah.
      http://www.berilmu.com

  452. Ass pak prof. Kenapa coment2 sy tdk ditampilkan? Apa krn coment sy terlalu memojokkan anda? Sportiflah prof, jngn hanya coment yg mendukung anda yg ditampilkan. Sy yakin pak prof sendiri tdk menyangka klau artikel bpk diatas bakal menimbulkan reaksi besar di masyarakat luas. Anggaplah ini suatu pelajaran berharga dlm hidup anda. Ketahuilah prof, hanya orang2 bodoh yg mau mengulangi kesalahan untk yg kedua kalinya, yg jelas2 akan merugikan dirinya sendiri.
    Berbekal pendidikan yg cukup serta ilmu pengetahuan yg diperoleh dr bangku sekolah belumlah cukup krn msh banyak ilmu yg perlu kita gali dimasyarakat luas yg tdk bs kita peroleh melalu bangku sekolah.
    Terima kasih prof.
    Slm hormat dr jauh.

  453. Assalamu alaikum warrahmatullahi wa barakatuh..,
    maaf saudara sudariku yang berdebat di sini, ane cuma mau tanya tuh yang sebelah kanan (Fase Bulan Saat ini: Kiri arah Barat, Kanan arah Timur) koq menunjukkan tanggal hari ini adalah tanggal 4 Syawal 1432H???? itu didapat dari hasil “ruyat” atau “hisab” yaa?? koq cocok sama hasil “hisab” Muhamadiyah yg di kritik oleh T. Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN,Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementeria Agama RI yang merasa sangat pintar dan lebih pintar dari orang lain????????????????????????

  454. Untuk lebih jelasnya mengapa lebaran tgl 30 agust, tanyakan alasanya pada ahli hisabnya Muhammadiyah, PITI, Pesantren Gontor, Para ahli UNhas, Beberapa Pembesar NU di Jatim. Dan alasan lebaran 31 Agust tanyakan pada pemerintah, NU. Smoga ini mejadi pelajaran yang berharga.

  455. jgm saling menyalah kn
    menurut keyakinan masing2 aja
    kalau NU menyalah kn Muhammaddiyah otomatis Muhammaddiyah jg akn menylah kn NU
    klau sdah sling slah psti gak akn slesai2 mslah ini

    trima ksih

  456. Terima kasih kepada Prof. T. Djamaluddin, yg sudah memberikan penjelasan secara ilmiah, saya berharap kepada semua yg comment diatas untuk menyerahkan kepada ahlinya, “samakah orang2 yg berilmu dgn orang2 yg tidak berilmu”, sudah saatnya para ahli astronomi dan badan antariksa dinegara ini serta ormas2 islam untuk bersatu mencari titik temu, jgn merasa kita lebih unggul dr yg lain, disinilah perlu sikap ketawaduan dan kebersamaan agar umat ini bersatu.

    Mengenai comment kita harus menginduk ke arab saudi tidak sepenuhmya benar, memang Islam muncul disana tp bukan berarti disana lebih baik dari daerah lainnya, kalau anda sudah pernah ke arab saudi tentu anda akan melihat islam seperti apa disana. Sebelumnya saya mohon maaf menurut pengalaman, saya hanya melihat Islam yg sesungguhnya di masjidil haram dan masjid nabawi. Selebihnya sama saja dgn daerah2 lain.

    Selanjutnya sudahlah kita lupakan semua perbedaan, sudah saatnya kita bersatu karena perbedaan menjadi rahmat, biarkan perbedaan ini menjadi pembelajaran bagi umat agar lebih mendalami ilmu agama terutama ilmu fiqih dan falaq, karena kebodohan umat selama ini semakin jauh dari ilmu-ilmu agama.

    Semoga kedepannya hidup kita dapat menunjukkan sikap sebagai seorang yang beragama termasuk cara memberi comment kita di blog manapun.

    Terima kasih.

  457. Marilah saling menghormati sambil kita cari upaya untuk duduk bersama mencapai kesepakatan sehingga dalam tahun2 mendatang ummat Islam bisa berpuasa dan berhari raya pada hari yang sama sedunia.

  458. Ah, sampah ini postingan. Ga mencerahkan, menambah besar masalah aja. Cuma memprovokasi.

    Apa ini benar blog Pak Djamaluddin? Kalo benar, justeru Bapak lah salah satu biang masalah itu dengan provokasi ini. Saya sarankan Bapak (kalo benar ini postingannya) belajar tentang sosiologi politik khususnya bagian persatuan (unity). Semoga bermanfaat.

    Terima kasih.

  459. Indonesia memang negara yang aneh lebaran di kota yang sama bisa ada 3 hari yang berbeda liat aja masing-masing ormas keukeuh merasa dirinya paling benar, mereka semua tidak sadar telah membimbangkan umat….kesimpulannya semua tidak ada yang benar!!! semua hanya mementingkan ego sempit dan punya kepentingan!!! kalian semua hanya mengungkap dalil-dalil yang membuat kalian semua merasa paling benar…prekkk!!! Jangan mimpi membangkitkan lagi umat islam dalam sistem khalifah padahal menentukan 1 syawal dalam kota yang sama saja berbeda..kasihaaan…memangnya nabi Muhammad SAW pernah menentukan tanggal yang berbeda dalam tempat yang sama?! jadi yang kalian semua jadikan rujukan siapa??? Apakah kalian semua tau berapa kerugian yang dialami oleh umat baik dari aspek keuangan maupun psikis sewaktu perbedaan 1 syawal kemarin??? Catering merugi puluhan juta bahkan milyar, karyawan harus kehilangan banyak uang karena harus mengganti tiketnya karena berubah hari keberangkatan, belum biaya-biaya lain yang terbuang percuma padahal sudah diniatkan untuk menyemarkkan hari besar umat Islam. Secara psikis saat ini banyak keluarga mulai merasa tidak nyaman karena dalam 1 rumah berbeda-beda dalam mengakhiri waktu ramadhan….huffff….stop semua kegilaan ini!!! Hey kalian yang merasa sok hebat dengan dalil, apakah kalian tidak menyadari bahwa nabi mengajarkan 1 Islam dan setau saya bukan NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Al Wasliyah, Al Khairat, Naqsabandiyah, FPI, Syiah, Sunni dst..dst…bubarin aja tuh semua ormas ga jelas dan super egois!!! Pemerintah juga tidak perlu bikin sidang itsbat kalo semua ormas itu masih ada, hanya buang-buang uang toh hasilnya juga suka-suka ormasnya…jadi sekali lagi kalian semua prekkk!!! sekian….
    Baca QS:23/52-53

  460. Indonesia memang negara yang aneh lebaran di kota yang sama bisa ada 3 hari yang berbeda liat aja masing-masing ormas keukeuh merasa dirinya paling benar, mereka semua tidak sadar telah membimbangkan umat….kesimpulannya semua tidak ada yang benar!!! semua hanya mementingkan ego sempit dan punya kepentingan!!! kalian semua hanya mengungkap dalil-dalil yang membuat kalian semua merasa paling benar…prekkk!!! Jangan mimpi membangkitkan lagi umat islam dalam sistem khalifah padahal menentukan 1 syawal dalam kota yang sama saja berbeda..kasihaaan…memangnya nabi Muhammad SAW pernah menentukan tanggal yang berbeda dalam tempat yang sama?! jadi yang kalian semua jadikan rujukan siapa??? Apakah kalian semua tau berapa kerugian yang dialami oleh umat baik dari aspek keuangan maupun psikis sewaktu perbedaan 1 syawal kemarin??? Catering merugi puluhan juta bahkan milyar, karyawan harus kehilangan banyak uang karena harus mengganti tiketnya karena berubah hari keberangkatan, belum biaya-biaya lain yang terbuang percuma padahal sudah diniatkan untuk menyemarkkan hari besar umat Islam. Secara psikis saat ini banyak keluarga mulai merasa tidak nyaman karena dalam 1 rumah berbeda-beda dalam mengakhiri waktu ramadhan….huffff….stop semua kegilaan ini!!! Hey kalian yang merasa sok hebat dengan dalil, apakah kalian tidak menyadari bahwa nabi mengajarkan 1 Islam dan setau saya bukan NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Al Wasliyah, Al Khairat, Naqsabandiyah, FPI, Syiah, Sunni dst..dst…bubarin aja tuh semua ormas ga jelas dan super egois!!! Pemerintah juga tidak perlu bikin sidang itsbat kalo semua ormas itu masih ada, hanya buang-buang uang toh hasilnya juga suka-suka ormasnya…jadi sekali lagi kalian semua prekkk!!! sekian….
    Baca QS:23/52-53

  461. Pak TJamaluddin, saya usul ormas Islam di Indonesia memakai makkah Mean Time jadi kalo Lebaran menunggu kota Mekkah berlebaran dahulu baru kemudian kota-kota lain didunia, sehingga tidak ada lagi Lebaran dobel……setuju??????

  462. Sebagian besar negara beridul fitr1 30 Agustus karena mengikut Saudi yang kontroversial secara astronomis. Sebagian besar negara yang beridul fitri 31 Agustus karena mengikut rukyat setempat. http://www.moonsighting.com/1432shw.html

    • apa itu termasuk malaysia dengan tim rukyat nya yang jelas2 melihat hilal pak? kalau memang kita nggak perlu mengikuti arab saudi, apa menolak sumpah orang yang melihat hilal, tidak hanya satu tapi beberapa, disumpah atas nama Allah oleh seorang Ulama, dimana tanggung jawabnya dunia akhirat pak juga merupakan bagian dari prosesi rukyat, sementara nabi saja tdk menolak kesaksian seorang arab badui terkait hilal dan membatalkan puasanya, trus kalo memang kontroversial, apakah berarti rata2 kemampuan para ahli falak dunia dibawah arab saudi sehingga begitu banyak negara didunia mengekor arab saudi? trus jangan lupa ganti widget nya pak, sesuai rukyat bapak, selamat idul fitri, mohon maaf bila ada salah kata dan tulisan

    • yg terhormat pak prof TDjamaludin…
      kalau pendapat bapak tentang rukyat setempat, berarti menurut kami yg di papua sini, waktu sholat kami tdk boleh mengikuti waktu jawa, karena ada perbedaan waktu.. tp kami kok dipaksa mengikuti waktu jawa yg notabane nya beda 2 jam sama kami.. sedangkan jawa sama malaysia yg dalam satu wilayah waktu sholat ied nya beada.. apalagi kami di papua yg beda waktunya 2 jam lebih..

      oh iya satu lagi pak prof, menurut pandangan kawan2 kami yg awan masalah astronomi, mereka melihat hilal di daerah abepura, jayapura papua dengan dengan mata telanjang pada tggl 30 agustus 2011 sore hari sebelum masuk magrib.. menurut bapak gmna?? apakah tgl 30 sdh masuk 1 syawal apa belom,,.??
      mohon penjelasan kepada kami yang awan.. terima kasih..

    • Wooow, koq kamu mau cari pembenaran. Faktanya yang tidak mengikuti provokasimu dari kaum kamu kan juga banyak.
      Artinya apa ? Bohong-bohongan mas thom..
      Nampaknya kamu dan kaum kamu terbelenggu dalam kebohongan
      Nggak papa tho, kamu dan kaum kamu¥ 30hr,30hr,30hr

  463. Laporan dari Den Haag
    Prof. Sofjan: Polisi Seharusnya Proses Menteri Agama
    Eddi Santosa – detikNews

    Den Haag – Sungguh sangat kuat alasan bagi polisi untuk memproses Menteri Agama secara hukum, karena ini bukan delik aduan, tapi murni pidana yang merugikan dan menyesatkan umat.

    Hal itu disampaikan pakar syariah Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA dari De Nederlandse Raad voor Ifta (Dewan Fatwa Negeri Belanda, red) kepada detikcom Den Haag, Jumat (2/9/2011), menanggapi pemberitaan Menteri Agama telah berbohong dalam penentuan Idul Fitri.

    Menurut Sofjan, jika berita di media benar bahwa Menteri Agama RI Surya Darma Ali mengatakan Malaysia berhari raya pada Rabu, 31 Agustus 2011, padahal faktanya Malaysia berhari raya pada Selasa, 30 Agustus 2011, maka polisi yang profesional akan memprosesnya secara hukum.

    “Sebab ini bukan delik aduan, tapi murni pidana yang merugikan dan menyesatkan umat,” ujar Sofjan.

    Bila premis ini benar, imbuh Sofjan, maka tidak ada konklusi selain menyatakan bahwa hasil sidang lajnah isbat hilal yang berbunyi 1 Syawal hari Rabu 31 Agustus cacat hukum, karena didasarkan pada konsideran dan informasi campur bohong.

    Doktor syariah ini mengaku prihatin memperhatikan perkembangan baru di kalangan pejabat tinggi negara yang mudah berbohong dalam hal kebijakan negara, terutama yang terkait dengan Menteri Agama.

    “Di masa Suharto berbohong itu tidak begitu familiar di kalangan pejabat. Mereka berusaha correct dan sangat hati-hati. Namun sekarang berbohong di kalangan banyak pejabat menjadi trend dan gaya,” kritik Sofjan.

    Lanjut Sofjan, para pejabat itu sering asal ngomong saja, berbicara kepada rakyat seperti kepada pembantu rumah tangganya sendiri, seolah tidak ada konsekuensi dan kewajiban untuk berbicara benar.

    “Makanya, jika kebohongan itu tidak diproses secara hukum, dikhawatirkan bohong dan kebohongan akan menjadi ciri khas yang menandai pejabat di era reformasi ini. Itu sangat merugikan dan menjadi contoh buruk,” pungkas Sofjan.
    (es/es)

    • Saya ingin meluruskan berita yang tampaknya disalahtafsirkan. Dalam sidang itsbat Menteri Agama dan Direktur URais dan Binsyar hanya menyebut kesepakatan kelnedr MABIMS. Dalam kesepakatan MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) telah ada kesepakatan penggunaan kriteria imkan rukyat MABIMS. Pada Kalender bersama MABIMS ada kesepakatan tanggal 1 Syawal 1432 di keempat negara tersebut jatuh pada 31 Agustus . Namun dalam implementasinya bisa berbeda. Brunei menggunakan bukti rukyat. Indonesia menekankan pada kriteria ketinggian minimal 2 derajat. Malaysia menggunakan minimal satu kriteria yang terpenuhi, untuk Syawal 1432 kriteria yang terpenuhi adalah umur bulan minimal 8 jam. Sama sekai tidak ada kebohongan yang diungkapkan Menteri Agama, kecuali ada pernyataan di luar sidang itsbat yang tidak saya ikuti.

      • Nah,..mmmmh mulai kebakaran bulu kuduk ya..
        Baca lagi-baca lagi kalimatmu sendiri renungkan.. Berarti sebenarnya tidak ada kesepakatan didalam kesepakatan yaa, yang ada keyakinan di dalam keyakinan masing2. Kenapa kamu yakin bahwa mereka yang bohong….
        Lantas kamu menuding..kecuali..kenapa hrs menuding suatu kebohongan didlm kebohongan…
        Coba lihat saja tahun depan, kamu malah semakin ditinggalkan… Kasihan sebenarnya kamu

  464. sudah jelas kan, kalau saya lihat tanggapan beberapa pembaca dari atas sampai bawah, semua mengandung perpecahan, masalah hisab dan rukyat, dan disisi lain tulisan profesor.. ????…. gini ini kalau saya lihat yang bertepuk sorak justru orang non muslim…… senang melihat orang sesama muslim bertengkar berbantah – bantahan tentang keyakinan….. padahal kalau kita sadar bahwa nabi sejak memberikan tuntunan sudah mengatakan bahwa masalah hisab dan rukyat itu berbeda dan dibenarkan mengapa kita harus mempermasalahkan ?, cobalah kita sadar untuk mengesampingkan apakah saya ini NU, Muhammadiyah, PERSIS dll, cobalah kita sadari pula sejak jaman dulu masalah keyakinan antara NU dan Muhammadiyah dan ormas lainnya masih saja di jadikan permasalahan masalah qunut, tahlil, tarawih dan sekarang yang marak hisab dan rukyat, dan yang terakhir mungkin nanti saling berbunuh – bunuh sesama muslim, dan yang senang siapa ???…umat non muslim….. sedangkan umat muslim bercerai berai,…. bersyukurlah umat non muslim …… karena sekarang umat islam sudah pinter semua dan tidak ada tokoh yang bisa memeberiakan pencerahan dan bersifat netral dan mengayomi …..

    • apakah ada yang saling bunuh setelah membaca dan mengomentari postingan ini, apakah ukhuwah kita tercerai berai setelah baca postingan ini, jangan buruk sangka lah, kaum muslim insyaallah jauh lebih dewasa saat ini, disini kita saling berbagi, kita saling diskusi, berdebat mencari kebenaran atao paling tidak yang mendekati kebenaran, baik itu secra syar’i ati sains, nggak usah tambah dipanasi dengan ketakutan2 yang belum tentu terjadi, yang penting semua ikhlas dan tidak sampai saling bunuh. berdebat itu biasa, toh kita2 yang debat di sini semuanya berlebaran to, mau 30 ato 31, kita hanya saling mengingatkan, insyaallah niatnya baik, insyaallah

  465. Di indonesia udah kebanyakan orang pinter, makanya bisa nentuin semuanya sendiri-sendiri, sekalian aja buat agama masing-masing klo nggak mo nurut pemerintah setempat.

  466. siapa yg bilang kalo yg lebaran tgl 31/8/2011 cuma 4 Negara ada 28 Negara, beberapa diantaranya, ada yg berhari raya 2 seperti di Indonesia, liat link nya, http://www.moonsighting.com/1432shw.html

    hampir rata2 hilal tidak nampak pada tgl 29, hanya di Cile, itupun ada 1 ada yg melihat, 1 lagi tidak melihat, hanya Saudi Arabia yg Melihat Hilal

  467. Saya adalah pengikut Prof. makanya saya lebaran tgl 30 Agst karena saya liat kalender hijriah di blog prof…hehe..

  468. Indonesia:
    Not Seen: AR Sugeng Riyadi (MCW member) from Surakarta, Java reported: On Monday, August 29, 2011, New Crescent of Shawwal 1432 AH was NOT SEEN, from any location in Indonesia.

    There are two reports from Jepara and Cakung that Hilal of Syawwal was SEEN, but the report was rejected.

    Religious Affairs Ministry of Indonesia decided that 1 Shawwal 1432 AH will be on Wednesday, August 31, 2011.

  469. tulisan profesor malah makin membuat saya mantap dengan pilihan saya untuk tetap mengikuti metode hisab…

  470. rukyah itu berasal dari kata raaa, ia bisa memiliki beberapa makna, tapi dari segi mutaadi dua buah maful maka jelaslah raaa disini bermakna melihat dengan mata kepala, bukan raaa bermakna a’lama seperti pada hadist maa raa minkum mungkaran, raa disini bermakan a’lama, yaitu barang siapa mengetahui kemungkaran.

    buat yang gunakan negera lain sebagai dalil, sangat jelas anda ini semua tak paham ilmu fiqih. tahbukah apakah itu ikhtilaf matali’??? jarak dua marhalah 16 farsah saja sudah iktilaf maali.

    kalau disatu daerah yang jarak matali’nya lewat dua marhalah bila disatu kawasan telah terlihat sedangkan kawasan lain belum terlihat maka kawasan lain tidak wajib mengikuti. ini saja bisa terjadi pada dua propinsi seperti jawa dan aceh. artinya bila dijawa terlihat dan diaceh belum terlihat, silahkan orang jawa hari raya duluan, aceh belakangan.

    ini berlaku bila aceh dan dan jakarta beda negara. tapi bila satu wilayah negara dan imam yang sudah ketuk palu maka aceh wajib berhari raya.

    dalam kitab tuhfatul muhtaj karangan ibnu hajar alhaitamy

    iza astbata almukhalif alhilala maa ikhtilafil mata’lik lazimana alamal bimuqtasa istbatihi.

    apabila telah mengitsbat oleh hakim yang berbeda mazhab sedangkan berbeda tempat terbit m aka wajib kita beramal dengan yang istbat.

    nah brunai, arab, singapure, malaiysia. adalah berbeda matalik dengan kita serta berbeda wilayah negera. maka kalau mereka istbat dan kita belum tampak ya tidak wajib ikut.

    nah diindonesia hilal tak tampak sepakat karena posisi 2 dua derajat tidak mungkin rukyah sekalipun bulan sudah masuk tanggal satu. kalau ada yang mengaku nampak hilal sedangkan posisi bulan dua derajat maka menurut pendapat kuat dalam tuhfatul muhtaj karangan ibnu hajar haitami ulama besar kairo maka kesaksiannya ditolak. sedangkan menurut imam ramly dalam nihayah boleh diambil persaksiannya.

    nah kalau kita terima pendapat imam ramly silahkan orang yang percaya dengan dengan wilayah yang mengklaim sudah nampak hilal. silahkan dia berhari raya seperti muhmamdiyah misalnya.

    tapi yang jadi masalah perbedaan pendapat berlaku bila imam belum ketuk palu. kalau sudah ketuk palu maka perbedaan pendapat tidak berlaku lagi. dalam kitab tuhfah dan semua kitab fiqih mengakui hukmul imam tarfaul khilaf. ketuk palu imam mengakhiri perbedaan

    maka wajiblah kita ikut pemerintah dan maksiat tidak ikut mereka. karena firman Allah taatlah kamu kepada Allah dan rasul dan ulil amry dari kamu.

    ada yang berdebat, ulil amry kita tidak siddiq dan fasiq tidak wajib diikuti.

    saya jawab : seluruh ulama indonesia pada masa sukarno diundang kejakarta untuk memberi gelar ulil amry kepada sukarno. semua ulama tidak ada yang mau, lalu bangkit abuya muda waly dari aceh yang mengatakan SUKARNO ADALAH ULIL AMRY ADDHATURAH BISYAUKAH. PEMIMPIN TERTINGGI PADA POSISI DARURAT SEBELUM ADA TERBENTUKNYA NEGERA ISLAM.

  471. Pak Sopa, saya sudah berdiskusi dengan teman-teman Muhammadiyah lebih dari 10 tahun. Tahun 2003 pun saya diundang ke Munas Tarjih di Padang khusus untuk mengkritik wujudul hilal. Saat ini saya hanya mengungkapkan secara lebih lugas agar publik tahu bahwa perbedaan Idul Fitri yang terjadi berulang-ulang disebabkan karena Muhammadiyah masih menggunakan kriteria usang. Masalah kriteria adalah domainnya astronomi, bukan fikih. Masalah fikih saya singgung juga karena dalil QS 36:40 terlalu dipaksakan. Bukan masaah hisabnya, karena bagi saya hisab dan rukyat setara. Saya
    berbicara pada kompetensi saya di bidang astronomi, yaitu soal kriteria wujudul hilal, bukan soal dalil hisab yang sudah saya yakini benarnya. Silakan baca lebih seksama tulisan saya. Saya khawatir Muhammadiyah kebanyakan ahli “fikih hisab” untuk memperkuat posisinya, tetapi kekurangan ahli hisab karena sudah puas dengan hisab wujudul hilal yang sudah usang. Maaf, atas kelugasan saya yang bersifat provokatif bagi Muhammadiyah yang saya maksudkan agar Muhammadiyah terbangun dari kejumudan hisabnya. Saya mengenal hanya 3 ahli hisab Muhammadiyah (Pak Oman, Pak Susiknan, dan Pak Sriyatin), tetapi saya mengenal lebih banyak ahli fikih hisabnya yang siap berdebat soal dalil hisab.

    siiip pa engkau adalah manusia terkeren yang pernah saya kenal.
    teman teman saya rasa kita harus jujur menilai diri, kita harus setuju kritik prof, bukan untuk menyudutkan, tapi memperluas kemungkinan kesalahan yang sangt mungkin terjadi pada yang bukan nabi.artinya prof dengan perenungan panjang ingin mempersatukan umat, namun ia temukan akar masalah pada sifat jumud metode hisap md. mak dia kritisi agar md bisa merapat barisan agar menyatu hingga kita tak saling ribut. lihat gara gara md. prof diejek habis habisan, coba md gak beda, pasti prof aman aman aja.tapi saya yakin prof, tak marah diserang balik, karena dia tahu kualitas para pengkritiknya, manusia emosional, bin kejepit ekor, bin gak terima bin dll. salam tuk md semua

  472. Saya khawatir Muhammadiyah kebanyakan ahli “fikih hisab” untuk memperkuat posisinya, tetapi kekurangan ahli hisab karena sudah puas dengan hisab wujudul hilal yang sudah usang.

  473. Saya khawatir Muhammadiyah kebanyakan ahli “fikih hisab” untuk memperkuat posisinya, tetapi kekurangan ahli hisab karena sudah puas dengan hisab wujudul hilal yang sudah usang.

    saya yakini ini adalah proposisi yang benar. hingga bila dilanjutkan maka md harus merubah metodenya, membaharukan metode adalah sikap md semnejak dulunya. jangan setengah setengah kalau mandi teman

  474. faktanya, 50 negara melaksanakan 1 syawal tgl 30, lawan 20 negara tgl 31 agt. di 50 negara itu banyak pula ahli astronomi yg lebih canggih. (pa lg kl cuma dibanding ahli indonesia). Itu sebuah fakta intenasional tak terbantahkan. mestinya ahli astrnomi indonesia tanya ke negera yg mayoritas menetapkan 1 syawal tgl 30, mengapa, ada apa? (ya paling dekat tanya malaysia dulu lah, kenapa dia menetapkan tgl 30).

    bukan malah “menghajar” habis2an salah satu ormas di indonesia yg beda. (salah alamat)

  475. Informasi dari http://www.al-habib.info/ yang widget nya Anda pasang di sebelah kanan menunjukkan bahwa 1 Syawal 1432 jatuh pada Hari Selasa 30 Agustus 2011. Pendapat Anda Pak Thomas?

    • Ketika kita baca tanggal qomariyah harus selalu mempertanyakan: tanggal itu untuk wilayah mana dan kriteria apa yang digunakan. Pada Wdget yang saya pasang sudah saya tambah pejelasan bahwa pembuat widget menggunakan kalender Ummul Quro Arab Saudi dengan kriteria mirip wujudul hilal. Jadi tidak beraku di Indonesia. Widget itu saya pasang untuk memberi informasi perkembangan manzilah/fase bulan. Tanggal qamariyah hanya digunakan sebagai perkiraan.

      • Masalah penentuan awal bulan Syawal adalah masalah umat Islam secara global, bukan masalah di Indonesia saja. Solusi lokal juga hanya menyelesaikan masalah untuk sementara. Kontroversi hasil sidang itsbat justru semakin menunjukkan kelemahan penggunaan rukyat. Di Australia (khususnya Sydney, Melbourne dan Perth) ada forum Ahlussunnah wal Jama’ah yang memutuskan untuk melaksanakan shalat Id tanggal 30 Agustus karena mendengar hilal sudah terlihat di Malaysia dan Indonesia, keputusan ini justru melanggar seruan Imam Australia yang menyatakan 1 Syawal jatuh pada tanggal 31 Agustus karena hilal belum terlihat di seluruh Australia pada tanggal 29 Agustus.

      • mending gak usah dipasang pak widgetnya daripada bikin bingung..walopun alasan beda wilayah..sekarang bapak bisa tidak bikin widget untuk wilayah jawa saja..kita kan hidupnya gak di arab..widget itu tidak berlaku di indonesia ngapain dipasang

      • Kalau sudah ngerti hidup di Indonesia, ngapain pasang kalender yg nggak berlaku di Indonesia PRPESOR ?

      • tahu tidak cocok untuk anda dan masyarakat indonesia kok dipasang prof, malu.. kalau mau pasang buat sendiri aja kan banyak ahli IT indonesia

  476. yang saya aneh, kenapa yang lebaran selasa diributkan, yang lebaran senin dan kamis gak pernah dibahas?

    • Yang lebaran Senin dan Kamis itu kelompok kecil, hanya beberapa puluh orang dan tidak berdampak nasional. Yang berlebaran Selasa adalah ormas besar yang dampaknya sangat terasa di masyarakat. Maklumat yang dilakukan sejak sebelum Ramadhan sudah membangun opini masyarakat yang menimbulkan kebingungan ketika itu berbeda dengan keputusan Pemerintah.

      • Hahahaha……Boss… Anda itu memang besar kepala alias GR. Seolah anda pemegang kebenaran sejati sehingga merasa HARUS BERTINDAK meluruskan pendapat orang lain yg menurut anda salah. Seolah anda adalah pemegang mandat dari Tuhan untuk meluruskan keyakinan setiap orang yg hidup di bumi indonesia. Seolah anda pemegang otoritas keamanan dan ketertiban sehingga merasa perlu menertibkan keyakinan orang lain yg menurut anda meresahkan.
        Padahal anda tahu tidak? Bahwa KERESAHAN itu justru muncul setelah anda membuat tulisan dan komentar2 provokatif seperti ini.
        Saya yakin meskipun sudah banyak yg mengkritik, anda akan tetap ngotot serasa paling benar krn hati anda memang sudah tertutup kebencian dan kedengkian yang membara.

      • Bismillahirrahmanirrahim,

        Assalamu’alaikum
        Sebelum sy memberikan masukan, saya haturkan beribu maaf Prof. sepertinya tdk akan selesai jika kt ssama saudara tdk mengembalikan pd pedoman yg mndasar sesuai pesan Rasullulah sblm beliau wafat, agar kita umatnya tdk tersesat.

        Sebagai rujukan maukah kita membaca QS 4:59

        Setelah itu kita bersabar (merujuk pd, Al-Qalam: 48) dan bersyukur (merujuk dlm banyak ayat) trlebih dahulu.

        Dengan bersyukur kita dpt ambil segi positifnya, mis:
        1. bersyukur tuk takdir Allah yg memilih negri kita sebagai negara terbesar jumlah org muslim… Alhamdulillah (dgn >200jt bukankah sangat sulit menyamakan persepsi setiap org?)

        2. bersyukur karena kita telah mendapat hidayah dan ditakdirkan sebagai org muslim (kasihan org2 yg tdk mengerti bhw islam adalah kebenaran sejati?)

        3. dll (sangat banyak jika ni’mat Allah ditulis di sini bs patah jari ini 🙂 )

        Sebagai panutan, mungkin kita bs mencontoh akhlak Rasulullah, pada apakah yg membuat beliau marah? sementara beliau adalah org yg jarang marah? ia marah hanya jika :

        ‘Aisyah r. a. berkata:
        “Aku tdk pernah melihat Rasullulah saw. membalas suatu aniaya yg ditimpakan org kepdnya selama org itu tdk menghina kehormatan Allah swt. Tapi bila sedikit sj kehormatan Allah dihina org, maka beliau adalh org yg plg marah karenanya. Dan seandainya dimintakan kpdnya utk memilih diantara 2 prkara, pstilah beliau memilih yg plg mudah, slama prkara itu tdk mnyangkut maksiat”

        Apakah sdr2 kita dlm beribadah karena Allah walau beda hari telah bermaksiat? bukankah tujuannya sama yi beribadah pada Allah swt?

        Maafkan sy yg sdh lancang berpendapat, sy hanya manusia bs saja salah. Niat sy agar kita bersaudara tdk saling mencela karena beda prinsip, selama prinsip itu bkn masalah brmaksiat. Sy yakin Prof dan saudara2 sy yg lain lebih mengerti dr sy.

        akhirnya, kebenaran hanya dari Allah semata, jk trdapat kekhilafan berasal dr sy.

        “Sesungguhnya manusia itu dlm kerugian. Kecuali org2 yg beriman, mengerjakan amal shaleh, dan nasihat menasihati spy menetapi kesabaran” (Al-‘Ashr:2-3)

        wassalam

      • Sing bingung itu siaaapaaaaaa?
        Masyarakat? Masyarakat siaapaaaaa?
        Kayak jaman jahilliyah saja kamu

      • Kesalahan pemerintah prof bela..sama dong dgn membela semua kesalahan pemerintah..ya korup dsbnya..ikut makan duitnya prof..atau prof nya hasil subsidi?

  477. Perintah puasa untuk orang yang beriman,yang menyaksikan hilal,sebagai penentu bulan baru mestinya juga orang beriman,hilal hanya sekali dalam sebulan,hari sepakat sama,tapi saat menyaksikan/melihat hilal ,kenapa hanya di wilayah indonesa,apakah penglihatan orang iman di aljazair maroko,atau mesir,bukan kesaksian orang beriman,pernahkan penyaksian atas hilal di tempaqt selain indonesa di konpirmasi,Emang yang beriman hanya orang yang da di indonesa,Mukmin satu dalam persaudaraan bak satu tubuh,hari sepakat satu,hilal cuma sekali dalan sebulan ,tanggal mestinya satu.

  478. Gara gara prof setitik rusak Opor sebelanga….

  479. Mhn dijawab prof,
    berapakah selisih waktu antara terbenamx matahari dgn terbenamx hilal (awal bulan Syawal) ?
    Dr jawaban prof akan membuktikan tgl berapa kita memasuki Bulan Syawal.

  480. kalo saya berpendapat : “Gerhana bulan atau matahari saja bisa tepat diprediksi sangat tepat detiknya malah, kenapa kok metode muhammadiyah diragukan keakuratannya”

  481. yth Pak Prof!

    Saya awam mengenai astronomi, tapi karena “keributan” idul fitri tahun ini, Saya jadi lebih tertarik untuk mengetahuinya. Terlepas dari dalil syar’i, dan setelah saya baca beberapa tulisan lain Bapak di blog ini, saya ingin Bapak memberi pencerahan dari sisi perhitungan astronomi:
    “Apakah ada masa bulan mati (tidak meneruskan cahaya matahari) bila dilihat dari posisi bumi? Kalo ada, berapa lama? (saya temukan kriteria Lapan >8 jam, apakah sebelum itu adalah bulan mati?)”

    Pertama: Saya membayangkan, bila suatu saat ada teknologi yang memungkinkan kita bisa melihat hilal lebih hebat dari kriteria yang digunakan saat ini (https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/08/02/analisis-visibilitas-hilal-untuk-usulan-kriteria-tunggal-di-indonesia/), mungkin kita harus merevisi kriteria tsb, karena jelas berdasarkan data kompilasi menggunakan teknologi yang sudah ada.

    Kedua: MUNGKINKAH bila hitungan astronomi bisa menentukan kapan bulan bisa tampak dari Indonesia (hilal), kita tidak menggunakan data rukyat sebelumnya dan teori2 visibilitas? komentar “Iskhaq Iskandar, on 1 September 2011 at 02:57” mengatakan NASA bisa menghitung itu, bagaimana dengan astronomi di Indonesia? Mungkinkah hitungan itu menjadi standar BHR ke depan karena (menurut Saya yang awam, Pak!) dengan standar itu kita mengakui bahwa manusia masih belum mampu, bahkan dengan teknologi yang ada, melihat (rukyat) kekuasaan Yang Maha Kuasa tapi kita meyakini bahwa kekuasaan itu ada dan akan kita lihat nanti.

    Sekali lagi, Pak! Saya hanya ingin mendapat pencerahan dari dalil aqli bukan dalil naqli.

  482. Kalau memang Niat Pak Prof TDjamaluddin karena ALLAH SWT semata.
    Tolong bantu persatuan umat islam ini, ikuti konferensi Dunia untuk bersama2 duduk menentukan ISLAM ke arah yang lebih Persatuan seluruh dunia baik itu untuk Iedul Fitri / Adha atau 1 Muharram.
    dan Bapak Dengan Seluruh Ahli2 ilmu Falak bisa mengadakan pertemuan2 Rutin untuk membahas ini, Bawalah adab Ikhtilaf yg spt di ajarkan Rasulllah SAW, saya sudah tulis di comment adab Ikhtilafnya.
    dan Pak Prof bisa mengatakan bahwa Pengayaan Khasanah Ilmu ini tidak mendukung Ormas manapun di Dunia.
    Saya Yakin adab Ikhtilaf adalah jalan keluarnya semua, scroll saja keatas untuk adab Ikhtilafnya.

  483. […] Tulisan terbanyak dibaca 2 hari terakhir Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid HisabHisab dan Rukyat Setara: Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang Penentuan Awal […]

  484. Buya Hamka (tau kan siapa beliau) dalam sebuah kesempatan di
    sebuah majelis: “Dulu saya dan ulama’2
    Aljazair dulu begitu kuat memperjuangkan
    metode hisab, namun ternyata saya salah,
    ternyata yg mereka perjuangkan bukan
    rukyahnya tetapi kemauan memperjuangkan hadits nabi (ttg hilal). Hampir saya malu dgn
    mengatakan mereka org yg kolot.” dengan berjiwa besar dan tutur kata yg lembut. “saya sedih, ketika temanteman saya
    mengatakan jika “itu sdh tarjih!” karena itu
    memperlihatkan dalam tajdid sendiri kami
    tersesat dan tak mau menerima
    pembaharuan”

    beliau dan generasi muda Muhammadiyah sempat membuka diri, namun ada salah satu anggota majelis Tarjih dan Tajdid, seseorang yg berpengaruh dari Jogjakarta yg menyatakan apa yg dilakukan sbg bid’ah…

    ttg Malaysia Brunei dan Singapura, tak ada satupun dari mereka pd saat kemarin menentukan 1 syawal dgn kedua metode tsb, ttp mengikuti Arab Saudi.

    hadits Rasul ttg hilal kan sdh jelas, ada yg bilang Islam jgn berpikiran sempit. maka dari itu tak ada kewajiban utk kita mengikuti Saudi. metode hisab tak salah sebenarnya, namun sebagai pendekatan saja. menurut saya professor hanya ingin kita mempersatukan kriteria tersebut.

    1. hisab muhammadiyah memang menyatakan perhitungan bulan sdh di atas ufuk namun blm hilal, spt yg sdh disepakati.

    2. lapan sendiri menyatakan kriteria 2derajat msh terlalu rendah di Indonesia dan ada usulan dr lapan menjadi 5derajat. (begitu ya pak Professor?)
    3. Cakung, kenapa perwakilan dari PA tdk menyumpah setelah mereka yg mnyatakan hilal? karena mereka menyatakan waktu saat melihat hilal terjadi 17.40 sedangkan matahri tnggelm 17.53 sehingga tdk dpt diterima.

  485. yang saya HERAN kan adalah ini :
    1. Pemerintah (menag) mengatakan, melihat bulan baru HARUS melalui rukyat, bukan HISAB
    2. beberapa orang di dua tempat bersaksi sudah melihat hilal, dan sudah disumpah oleh ulama (karena kabarnya depag ga mau ambil sumpah)
    3. kesaksian orang2 tersebut ditolak, karena menurut SAINS hilal tidak mungkin terlihat.

    bukankah ada hadist yg mengatakan jika di antara kita sudah melihat hilal, maka keesokan harinya kita wajib berhari raya.
    Lantas kenapa kesaksian itu ditolak atas dasar SAINS yang tentunya pake ilmu hisab. seakan pemerintah dari awal sudah memutuskan bahwa lebaran tanggal 31 . lalu buat apa sidang isbatnya =.=
    bukankah itu juga MENGESAMPINGKAN dan membuat batasan atas kekuasaan Allah SWT? atau apakah SAINS sudah menjadi tuhan? tidak ada yang tidak mungkin bukan?

    mungkin sekarang kita mengamati bulan yang sudah tampak di langit saja. jika purnama tanggal 13, ya berarti 1 syawal tanggal 13. kalo purnama tggl 14 ya 1 syawal tanggal 31.

    Wallahu’alam . Islam itu rahmatan lil ‘alamin 🙂

    • Bukan Menteri Agama yang mengharuskan adanya rukyat, tetapi ada kelompok masyarakat yang menghendaki adanya rukyat sebagai pelengkap hisab. Itu kenyataan di masyarakat.
      Mengapa kesaksian di Cakung dan Jepara ditolak? Karena sangat meragukan. Tidak mungkin hilal rencah yang sangat tipis bisa mengalahkan cahaya syafak/senja yang cukup kuat di horizon. Saksi lain di dekat lokasi tidak melihat hilal. Sumpah hanya menunjukkan saksi tidak berbohong, tetapi belum menjadi bukti bahwa yang dilihatnya benar hilal, apalagi mereka melihatnya tanpa teleskop.
      Jangan kita disesatkan dengan informasi yang keliru soal purnama. Purnama tidak bisa digunakan untuk mengoreksi awal bulan. Orang yang pernah belajar astronomi secara benar tidak mungkin berpendapat sepeti itu.

    • logika menolak kesaksian yg melihat hilal mungkin begini:

      ada orang yang yakin sekali melihat saya di pasar tadi pagi, bahkan mau disumpah segala. kenyataanya saya tadi pagi tidak kemana2 alias di rumah saja.
      trus yg bener saya tadi pagi di mana?

  486. maaf koreksi. kalo purnama tanggal 13 ya 1 syawal tanggal 30 :B

  487. Bapak Thomas Djamaluddin, mungkin anda benar, tetapi besar kemungkinan anda juga salah. Yang saya yakin adalah pendapat anda tidak 100 % pasti benar. Dengan “ilmu astronomi” sederhana, karena tidak puas dengan berbagai penjelasan, pada hari rabu misalkan saat mahrib bulan pada ketinggian yang sudut elevasinya kurang dari 12 derajat maka hari Rabu adalah 1 syawal, itu yang saya pegang,
    Mohon anda berijtihad terus termasuk juga mengkritisi pendapat anda sendiri.
    Hanya kami melihat ada subyektivitas dalam kalimat2 anda. Saya yakin jika anda obyektif maka anda ada potensi potensi untuk menjadi ahli astronomi dunia. Namun demikian saya “like/salute” bapak mendalami masalah ini.
    Banyak dokter yang surat keterangan sakitnya bisa dibeli, saya berharap bapak bisa menjaga professionalisme bapak.

    • Silakan belajar astronomi tingkat lanjut, jangan hanya yang sederhana yang sifatnya aproksimasi yang biasa digunakan dalam hisab lama yang bersifat taqribi. Muhammadiyah pun sudah menggunakan hisab hakiki, masak harus mundur lagi pakai hisab taqribi.

      • Ass.Wr.Wb..

        terima kasih Prof.Thomas, saya senang sekali Bapak memberikan balasan kepada semua yang “protes” atas pendapat bapak dan bapak layani semampu bapak, dengan jelas, tegas dan lugas.

        Alhamdulillah semoga ini menjadi amal Bapak. Kalau boleh saya menyarankan dan Bapak ada kesempatan, buatlah buku Bapak yang berlatar belakang ASTRONOMI yang mudah dibaca awam, yang difokuskan kepada: PENENTUAN TGL 1 RAMADHAN, 1 SYAWAL DAN 10 DZULHIJJAH.

        TERUS TERANG saja, saya baru sedikit melek tentang apa itu ” WUJUDUL HILAL” dan ” IMKAN RUKYAT” SETELAH membaca TULISAN BAPAK.

        Hanya satu saja, agar tulisan Bapak jangan bersifat PROFOKASI menyalahakan Muhammadiyah, akan tetapi tulisan Bapak agar lebih memprovokasi supaya: SEMUA PEMBACA TERMASUK KOESMAWAN, mau belajar Astronomi dan ILMU FALAK.

        Semoga, kelakk dimasa depan: KEAHLIAN MENETAPKAN 1 Syawal bukan lagi milik Astronom dan Ulama Ahli Hisab atau Ahli Rukyat. Tetapi menjadi MILIK ORANG AWAM juga. Amin.

        SALUT DAN HORMAT UNTUK PROF. THOMAS DJAMALUDDIN.

  488. Kenapa Muhammadiyah lebaran duluan?
    http://bianglala79.blogspot.com/2011/08/kenapa-muhammadiyah-lebaran-duluan.html

    Yang pernah saya dengar, hisab wujudul hilal yang dianut oleh Muhammadiyah tetap bisa dipertanggung jawabkan secara sains. Sebab biarpun pada tgl 29 August hilal tidak bisa di Rukyat tetapi menurut keterangan beberapa pendapat para ahli hisab telah disebutkan 3 kriteria yang bisa menjadi dasar bahwa tgl 29 Agustus 2011 petang hari telah terhitung sebagai tanggal 1 Syawal.
    Kriteria tsbut antara lain kesepakat para ahli hisab yang mengatakan bahwa
    1. Telah terjadi Ijtimak pada 29 Agustus 2011 sekitar pukul 10.00 pagi WIB
    2. Usia hilal setelah Itjimak hingga pukul 16.00 telah berusia lebih dari 8 jam
    3.dan matahari tenggelam lebih dulu dari hilal

    jika seluruh ormas islam mengambil ketiga kriteria diatas tanpa mengabaikan ijtimak qablal ghurub maka pastinya tidak ada perbedaan dalam penentuan awal bulan dalam kalender hijriyah. Apalagi jika semua ahli hisab bersepakat bahwa pada posisi kurang dari 2 derajat hilal tidak dapat di rukyat.

    disebutkan diatas bahwa pada masa nabi, puasa selama 30 hari jarang sekali terjadi karena memang pada dasarnya panjang siklus sinodik adalah 29.5 hari. Karena awal hari pada kalender hijriyah di mulai pada petang hari sekitar pukul 17.00 maka secara logika Ijtimak akan terjadi sekitar pukul 8- 10 pagi.
    bisakah hal seperti saya sebutkan diatas diambil perhatiannya?

    mohon penerangan lebih lanjut dari prof
    salam…

  489. sebenarnya apa yang kita alami sekarang ini karena kita tidak menjadikan kota mekkah sebagai permulaan waktu dibumi yang sekarang diperjuangkan arab saudi supaya kota mekkah di jadikan meridian time , selama ini kita perpatokan dengan waktu yang ditetapkan oleh pemerintahan kolonial inggris yang menetapkan greenwich sebagai meredian time sehingga pergantian hari terjadi di sekitar lautan pasifik sampai diselat berings yang menjadikan wilayah alaska amerika serikat yang bertetangga dengan wilayah siberia dirusia berselisih waktu satu hari dengan waktu yang hampir bersamaan.nah dengan perpatokan dengan cara ini yang umat islam lupa bahwa ini ditetapkan oleh orang kafir maka kita diindonesia yang berdekatan dengan samudra pasifik memulai hari yang lebih awal dari arab saudi,jadi apa yang selama ini kita jadikan acuan hari dan tanggal adalah salah dalam ajaran islam,seharusnya yang kita jadikan acuan adalah kota mekkah bukan hanya sebagai meredian time tapi juga tempat pergantian hari karena di sanalah kibtat kita dan ajaran islam dimulai dari sana,jadi bila itu dilakukan maka kita diindonesia waktunya bukanlah lebih cepat 4 jam dari arab saudi tetapi lebih lambat 20 jam.lagipula apakah baik dan mendapat berkah apabila kita beribadah mendahului orang orang di mekkah.dan menurut penelitian kota mekkah yang harusnya dijadikan titik nol derajat karena kota mekkah satu satunya tempat yang tidak di pengaruhi oleh gaya magnet bumi dan khatulistiwa,sehingga titik derajatnya adalah nol .maka itu adalah tanda tanda yang diberikan allah bagi orang orang yang mau berfikir ,bukan saja menjadikan mekkah sebagai kiblat arah tapi juga kiblat waktu .semoga ini bisa membantu.wassalam

    • Anggapan tersebut tanpa dasar ilmiah. Silakan baca blog saya https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/08/17/perlukah-menggantikan-gmt-dengan-mecca-mean-time/ . Tidak benar juga anggapan kota Mekkah tidak dipengaruhi gaya magnet bumi. Mari kita berargumentasi dengan dasar ilmu.

      • pak prof yg terhormat
        saya ingin bertanya.. menurut bapak dan menurut ilmu pengetahuan
        pergantian hari sebenarnya terjadi pada saat apa?
        – pada saat tengah malam (pukul 24.00)
        – pada saat magrib (pukul 6 sore kurang lebih)

        mohon dijawab.. terima kasih

      • saya ingin mengomentari tulisan anda diatas,bahwa perubahan pergantian hari dan tanggal masehi telah dimanipulasi.awalnya pergantian hari dalam penanggalan masehi terjadi pada jam 12.00 UT ,pada siang hari, yang letaknya berada di meridian nol geodetik yang berlokasi di greenwich.karena tuntutan jaman yang semakin maju dan modern,dan juga merepotkan dan tidak efesien,bisa kita bayangkan bila pergantian hari terjadi pada siang hari bolong.akan menyulitkan apalagi menyangkut masalah administrasi.yang kemudian transisi hari dimanipulasi menjadi jam 00.00 waktu setempat,itu yang menyebabkan garis batas penanggalan internasional terletak dibujur 180 derajat,yang berselisih 12 jam dengan UT,yang secara kebetulan garis bujurnya membelah lautan pasifik yang diisi oleh pulau pulau kecil oceania yang penduduknya jarang dan masih terbelakang,jadi pendapat anda yang mengatakan bahwa pergantian hari haruslah berada di titik 180 derajat tidaklah berdasar secara ilmu karena itu adalah hasil manipulasi.dan soal penetapan garis bujur 0,maka titik dimanapun dimuka bumi bisa dijadikan meridian nol asalkan populer dan disepakati bareng bareng.dan soal kota mekkah di pengaruhi gaya magnet bumi,saya ingin melihat argumen anda sehingga menolaknya.

      • kepada prof jamal komentar saya diatas ditujukan untuk anda jadi tolong di tanggapi.

  490. Saudaraku kaum muslimin, sepatutnya kita tidak memecah belah ukhuwah. Perkara yg sudah jelas dalam perkara ibadah tidak perlu ditambahi dan dikurangi. Telah dijelaskan oleh Rasulullah bahwa cara menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal adalah menggunakan ru’yatul hilal. Adapun kewenangan dalam menentukannya adalah kewenangan pemerintah negeri ini dlm memutuskan perkara dan melayani ibadah kaum muslimin. Telah banyak pula fatwa khibarul Ulama mengenai perkara berpuasa dan berhari raya bersama pemerintah. Sepatutnya mari kita kembali mempelajari islam sesuai Al Qur’an dan Sunnah dgn pemahaman para shahabat. Tinggalkan debat kusir tanpa ilmu. Barokallohu fiikum

  491. pertama istikharo saja 3 hari sebelum 1 syawal (hitungan hisab)
    ato
    kedua samakan kriteria

  492. Prof..tulisan prof ini sudah mendapat respon dari seorang prof. juga..sayangnya tidak disampaikan langsung melalui blog ini..bagaimana pendapat prof Thomas dengan tulisan di link ini : http://www.dakwatuna.com/2011/09/14341/otoritas-dan-kaidah-matematis-refleksi-atas-perayaan-idul-fitri-1432-h-tanggapan-atas-kritik-thomas-djamaluddin/

  493. Setelah browsing situs2 ilmiah di internet, ternyata berita bahwa dunia ;mentertawakan’ keputusan pemerintah Indonesia terkait 1 Syawwal 1432 sungguh tidak relevan.
    Tetap konsisten prof…!

  494. DAN BERSAMA2 KITA AKHIRI DGN MEMBACA ASTAGHFIRULLAAHAL ‘ADZIIM…

    Setuju dengan salah 1 pendapat di atas, negeri ini sulit untuk maju hanya karena selalu saling menyalahkan dan meributkan permasalahan. Bersama2 kita lebih prioritaskan untuk memikirkan Indonesia ke depan. InsyaAllaah negeri ini akan menjadi lebih cepat untuk perbaikan & kemajuannya. Amin

  495. Mimpiku, tak ada lagi double Idul fitri
    Hari yg sama, di belahan dunia (minimal di Indonesia)
    Setahuku,
    Tuhan menciptakan satu bumi, satu bulan, dan satu matahari
    Masing2 berjalan pada jalurnya,
    Apa mungkin bulan berbeda perilaku terhadap kami yang Indonesia,
    dengan saudara sebelah rumah kami, yg orang Malaysia
    Malunya aku dengan kalender Hijri ku,
    Karena tak sekalipun kujumpai
    Tahun baru atau Natal berbeda hari di seluruh dunia
    Andai kalender Hijri ditentukan Imam masing2 lokasi,
    alangkah sulitnya kubuat agenda acara dg saudaraku,
    karena masing2 menuruti Imamnya
    yang tak mutlak benar salahnya,
    Ya Tuhanku Yg Maha Berilmu,
    berilah pencerahan pada umatMu,
    agar kami tak malu lagi,
    menyatukan hari raya saja kami tak mampu,
    apalagi untuk mengemban amanahmu,
    sbg khalifah di bumi,
    Sungguh Tuhan, aku malu dg semua ini

  496. Muhammadaiyah sekarang kebetulan beras saudi dan ini dijadikan senjata untuk menyerang Pak Jamaludin dan pemerintah yang menetapkan tgl 31 Agustus 2011 padahal Muhammadiyah sendiri sering berbeda dengan Saudi Arabiya.

    Lihat saja pada tahun-tahun yang telah lewat.

    Bukti menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak konsisten.

    Menjadikan Saudi sebagai pembenaran ketika kebetulan sama dan pada saat lain ketika berbeda dengan saudi, dan Saudi tidak di anggap asama sekali ketika ketetapan Muhammadiyah berbeda dengan keputusan Saudi.

    Itu satu sisi, Pada satu sisi yang lain
    kenapa Muhammadiyah bangga karena secara kebetulan bersamaan dengan SAudi ?

    Padahal jelas metode penetapannya berbeda.

    Kalau saudi menggunakan tu’yatul hilal adapun Muhammadiyah menggunakan hisab terlebih lagi hisabnya wujudul hilal.

    Adapun yang ketika bahwa sannya SAudi memang memiliki otoritas menentukan masuknya awal bulan karena mereka adalah penguyasa / ulil amri la kalau muhammadiyah itu apa ?

    Bukankah semata-semata organisasi ?

    Ini semua menunjukkan bahwa Muhammadiyah memang ngeyel dan mau menang sendiri tidak ada itikad baik untuk bersama.

    Tidak lain karena Muhammadiyah sangat fanatik dan menganggap hisabnya terbaik di dunia. Padalah dalam satu sisi Allah menentapkan dan memerintah kepada kita untuk melihat bulan dalam mengawali awal-awal bulan.

    • tenang2 mas jng esmosi.tuduhan2 mas thd muhamadiya bs dipake jg utk alat menuduh pemerintah. jd sm sj.

      saudi negara islam. negara berhak mengatur hingga kehidupan ritual agama. Indonesia bukan negara islam. negara tak berhak mencampuri wilayah keyakinan individu. negara cukup penyedia info dan pilihan saja, bukan memaksakan idenya utk urusan ritual agama (yg di dalamnya tmsk penentuan 1 syawal).

      • Keliru, mas! Ketika masalah ikhtilaf fiqh antar kelompok sudah masuk ranah publik, yang kalau dibiarkan menimbulkan kegaduhan dan kekacauan, disitulah peran negara sebagai penengah/hakim. Keputusan hakim yang disepakati bersama, mengikat secara mutlak kelompok-kelompok yang bertikai itu. Contoh penetapan wukuf oleh pemerintah Saudi. Semua harus ikut ! Mau yang hisab, rukyat, atau imkanur-rukyat, semua harus ikut! Berani gak, Muhammadiyah wukuf di hari berbeda dengan hari yang ditetapkan pemerintah Saudi, meski secara hisab misalnya, penetapan pemerintah Saudi keliru? Coba saja kalau brani !

      • Wah maaf mas kalau ungkapan saya terkesan emosi. Sama sekali tidak emosi buat apa emosi, tiga hal itu semua saya sampaikan sebagai bahan renungan kita semua, sebagai orang yang hidup di jaman seperti ini tak perlu mensyaratkan kritik buat kita harus halus.
        Setuju kita mensyaratkan bagi diri kita kalau mau mengkritik harus halus.
        Namun saya sudah berusaha untuk menyusun kalimat namun dapatnya seperti itu, terkesan emosi dan saya mohon maaf.
        Terkait dengan negara Islam.
        Siapa bilang negara kita bukan negara Islam ?
        Tanyakan ke OKI atau kmunitas kaum muslimin dunia Apakah negara Indonesia ini negara Islam apa bukan ?
        Presiden kita Islam, Wakilnya dan mentri-mentrinya mayoritas islam, demikian juga anggota DPR dan instansi-instansi yang lainnya adalah mereka kaum muslimn, mereka melakukan sholat idul fitri dan ini kontek yang sedang kita bahas.
        Bahkan dalam hal ini (‘Idul Fitri) mereka (Pemerintah dan lembaga yang ditunjuk) menggunakan kaidah-kaidah syar’i dalam menentukannya, alhamdulillah dengan hisab untuk perkiraannya dan dengan ru’yatul hilal sebagai pembuktiannya.
        Demikian juga negara kita alhamdulillah mengurusi haji kaum muslimn, mensyaratkan kepentingan-kepentingan kaum muslimn seperti POM bensi harus ada Mushollanya demikian juga kepentingan umum lainnya di sana diberi fasilitas-fasilitas MAsjd dan mUsholla bukankah ini menunjukkan pemerintah kita pemerintah muslim ?
        Coba sekali-kali anda berkunjung ke Australi, china atau negeri-negeri kafir dapatkan anda menemukan fasilitas-fasilitas publik seperti di INdonesia ?

        Kemudian terkait dengan Hak beragama tiap individu, semestinya difahami seperti berkut :
        Pemerintaha / Negara Indonesia menjamin penduduknya beragama dengan agamanya masing-masing. Ini harus difahami bahwa

        a. setiap individu boleh beragama sesuai dengan yang diyakininya entah itu Islam, Kristen dll.
        b. Setiap individu boleh melakukan keyakinan agamnya selagi tidak menganggu / merusak hak agama individu orang lain.
        c. Setiap individu bebas melakukan agamanya selama tidak merusak tatanan agama tertentu yang dibangun diatas prinsip-prinsip agama tersebut.

        Dalam point c inilah yang hendak saya bahas.

        Sebagai contoh : Islam adalah agama yang mengakui Muhammada shollallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi terakhir, maka pemerintah yang berkewajiban melindungi keyakinan dan agama rakyatnya, pemerintah tidak boleh diam tatkala ada manusia atau komunita s yang mengaku beragama Islam akan tetapi mengatakan pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi Muhammada shallallahu ‘alaihi wasalalm. Maka sudah selayaknya pemerintah turut campur dalam urusan hal semacam ini, harus bertindak menangkap orang yang melakukan penistaan terhadap keyakinan orang lain yang telah baku.

        Demikian juga untuk urusan amalan jamaah (amalan bersama-sama) seperti idul fitri dan idul adha, haji, sudah benar jika pemerintah menyerahkan itu semua kepada komuntas kaum muslimin dan lembaga-lembaga kaum mulsimin yang ada seperti MUI, DEPAG yang memang kaum muslimin sebenarnya sudah tersirat sepakat untuk menyerahkan urusan kaum muslimin yang menyangkut urusan orang banyak kepada mereka.

        Contoh :

        Pernikahan —-> menyerahkan urusannya kepada KUA
        Halal haramnya suatu produk —> MUI
        Surat-surat dan jadwal penerbangan haji —> depag dan yang terkait.

        Saya kira sebagai bangsa yang beradab dan cerdas kita sepakat bahwa itu semua adalah urusan jamaah kaum muslimin dan kita serahkan perkara tersebut kepada pemerintah yang mengatur urusan orang banyak.
        Adapun hak-hak individu yang tidak ada kaitannya dengan kaum muslimn kita sepakat kembalikan kepada keyakinan kita masing-masing.

        Contoh anda dalam keadaan safar misalnya mau sholat dua rakaat atau empat rakaat pada saat dzuhur, ini urusan anda sendiri murni tidak ada kaitannya dengan orang lain silahkan amalkan.

        Jadi mohon ini di bedakan jika memang kita ingin menjadi manusia yang bermartabat.

        Betapa rusaknya agama ini jika semuanya diserahkan kepada Individu.

        Kemudian kembali kepada Idul Fitri dan idul Adha,

        Hak siapakah keputusan masalah ni ?

        Sebelum kita bersepakat kita menjawab pertanyaan yang berikut ini ?

        Kepentingan siapakah ini ? Individu muslim apa jamaah kaum muslimn ?

        Tentunya jwabnya adalah kepentingan jamaah kaum muslimin di Indonesia ini, dan sebagai bangsa yang bermartabat hendaknya kita mengembalikan kepada urusan ini kepada pemimpin yang telah diserahi oleh kaum muslimin untuk mengatur urusan-urusan kaum muslimin dalam hal ini adalah pemerintah.

        Dan seperti itulah yang diamalkan oleh negara-negara yang lainnya.

        Kita tidak menyebut saudi saja, lihatlah Brune dan Malaysia misalnya, apakah keputusan Idul Fitri dan Idul Adha ditentukan oleh pribadi-pribadi dan kelompok ?

        Silahkan ditanyakan sendiri.

        Kemudian, semua itu tidak menutup kemungkinan diberikan kebebasan individu untuk melakukan amalan pribadinya.

        Sebagai contoh adalah sebagai berikut :

        Misalnya ada individu yang telah melihat hilal namun pemerintah menolah kesaksiannya.

        Maka individu tersebut diberi kebebasan tidak berpuasa pada 30 Romadhon akan tetapi tetap beridul ber idul fitri bersama jamaah kaum muslimin, karena yang memutuskan idul fitri hanya satu yaitu pemerintah.
        Yang seperti inilah yang diajarkan dan sebagai perbincangan kalangan ulama terdahulu.
        Walaupun yang paling baik (menurut penulis) adalah berpuasa dan berhari raya bersama pemerintah dan seluruh kaum muslimin.

        Dengan hati yang jernih dan pikiran yang cerdas mestinya kita mementingkan kepentingan umum.

        Perlu saya gambarkan keadaan berikut :

        Kita sepakat warga Muhammadiyah adalah banyak, mereka telah tersebar di lingkungan masyarakat, mereka sudah berbaur dengan dengan seluruh kaum muslimn di Indonesia ini.

        Keputusan Idul fitri Muhammadiyah yang berbeda dengan pemerintah senantiasa menjadikan sebagian warga dan simpatisan Muhammadiyah beramal dengan keraguan.

        Conohnya sebagi berikut :

        Seorang Perempuan Muhammday menikah dengan Laki-laki Non Muhammadiyah, yang mana keluarga tersebut berada di lingkungan NOn MUhammadiyah yang berhari raya bersama pemerintah maka, Ibu Perempuan Muhammadiyah tersebut tidak bisa berhari raya dengan nyaman karena disatu sisi Muhammadiyah sudah berhari raya (termasuk dia sebagai simpatisan) akan tetapi Suami dan lingkungan masih berpuasa. Maka mau sholat id sama siapa dia sedangkan lingkungan tidak ada yang berhari raya ?

        Jangan anda hanya membayangkan diri anda yang hidup di lingkungan Muhammadiyah yang bisa berhari raya selalu mengikuti keputusan Muhammadiyah ?
        Dan yang seprti ini nyata.

        Maka keberanian Muhammdiyah menentang keputusan idul Fitri Pemerintah yang telah nyata didukung oleh semua ormas islam yang ada pada hakikatnya bukan tindakan hikmah dan sayang terhadap pengikutnya yang mereka sangat mungkin ada bahkan banyak yang tinggal di komuntas-komuntas non Muhammadiyah yang berlebaran bersama pemerintah.

        Mudah-mudahan bermanfaat.
        Saudara kalian yang lahir dari lingkungan Muhammadiyah : Abu Salma Muhammad Fachrurozi

    • waduh kalo baca kata2 ini berasa kalo muhammadiyah heboh sekali. padahal di dalam muhammadiyah sendiri adem ayem, ga meributkan masalah ini. (kebetulan ayah saya salah satu pengurus pusat di bidang LSBO) . jadi mungkin jangan terlalu lebay gitu deh bung kata2nya . calm down:B

    • Mohon maaf mas, sebagai orang awam, saya mohon kiranya Mas bisa menjelaskan lebih detail kapan saja saudi dan muhammadiyah bersaman ataupun berbeda.

      • Maaf saya tidak punya data anda terkait lebarannya Muhammadiyah terhadap saudi anda dapat minta profesor djamaludin atau Muhammadiyah itu sendiri.

        Yang pasti saya dahulu pada th 1999 sd th 2004 sebagai pengikut jamaah muslimin hizbullah (cilengsi) yang mana kelompok ini selalu berlebaran bersama saudi arabiya karena mereka beranggapan hilal di suatu negeri (terkhusus saudi) wajib di ikuti oleh seluruh kaum muslimn dunia.

        Dengan prinsip seperti itu jamaah muslimin hizbullah selalu bersama saudi dalam berhari raya baik idul fitri maupun idul adha.

        Dan waktu itu berkali kali saya bersama keluarga selalu mendahului keluarga besar saya baik dari pihak istri maupun pihak keluarga saya yang keluarga besar saya dan keluarga besar istri adalah Muhammadiyah.

        Ini bukti bahwa Muhammadiyah tidak menjadikan Saudi sebagai standart dalam menentukan hari raya.

        Standart Muhammadiyah hanya satu Hisab Muhammdiyah dan mereka tidak perduli apabila berbeda dengan umat islam y ang lain.

        NAmun aneh bin ajaib kalau tahun ini mereka berdalil saudi dan timur tengah dan sebagian besar kaum muslimin berhari raya bersama mereka digunakan untuk pembenaran. hisab mereka

      • Lihat data berikut ini :

        http://rukyatulhilal.org/artikel/23-tahun-isbat-indonesia.html

  497. kepada prof djamaluddin saya hanya ingin mengatakan apakah standar waktu internasional yang kita pakal sekarang adalah yang diinginkan dan diridhoi oleh allah dan rasulullah,sedangkan dari nabi adam sampai rasulullah saw tidak pernah memerintahkan kita untuk memakai standar waktu itu,apakah rasulullah tahu greenwich dan selat berings itu dimana.

    • Menurut saya standar sekarang pasti diridhoi oleh Allah karena dasarnya juga dari gejala alam, yaitu rotasi bumi dan revolusi bumi mengelilingi matahari.

      • di ridhoi dari mana,apakah kita lupa dengan firman allah swt,’dan janganlah kamu mendahului allah dan rasulnya’ kota mekkah,masjidil haram,dan kabah itu adalah baitnya;simbol keberadaan dan kebesarannya,dan para rasulnya beribadah didalamya,jadi apakah bila kita beribadah mendahului orang orang di mekkah,tidak mendahului allah dan rasulnya,maka kalau kita terus terusan mengambil acuan yang salah terutama soal menetapkan meredian nol,maka segala ibadah yang kita lakukan akan menyimpang,tidak diberkahi,dan yang paling parah adalah tidak mendapatkan ganjaran pahala.pantas saja bangsa ini terus terusan di beri azab, tidak pernah lepas dari masalah,kacau balau.itu karena ibadah ibadah yang kita lakukan tidak pernah benar,boro boro menjadikan akhlak dan mental kita jadi lebih baik;yang ada justru menjadi semakin buruk.kita shalat,puasa,haji ;tapi korupsi jalan terus,kekerasan dimana mana,saling menghina,saling menyudutkan,saling menyalahkan,saling membunuh karakter,apakah itu adalah gambaran bahwasanya ibadah kita sudah baik,tidak ,tidak sama sekali.selama kita tetap mendahului allah dan rasulnya maka kita takkan mendapatkan apa apa.maka dari itu marilah kita jadikan mekkah sebagai acuan waktu,sebagai titik nol derajat,tempat permulaan waktu dibumi,bukan di greenwich yang ditetapkan oleh musuh musuh allah yg bila kita mengikutinya itu adalah tanda ketidakberdayaan kita terhadap mereka yang akan merasuk kedalam segala aspek kehidupan kita.selama acuan waktu ini yang kita pakai melakukan rukyat apalagi hisab atau apapun namanya,kita akan selalu salah karena acuan waktu yang kita pakai sudah salah,yang menganggap waktu kita lebih cepat dari arab saudi;padahal waktu kita haruslah lebih lambat dari arab saudi,dan yang menganggap dirinya berlebaran hari selasa tanggal 30 sebetulnya mereka berlebaran pada hari senin tanggal 29,dan yang berlebaran hari rabu tanggal 31 sebetulnya itu adalah hari selasa tanggal 30,walaupun itu betul karena melihat hilal tapi tidak awal ramadhannya yang mendahului mekkah dan ibadah ibadah lainnya yang memakai perhitungan hari dan tanggal.shalat ashar kita untuk hari rabu itu adalah shalat ashar hari selasa,ibadah shalat jumat yang kita lakukan bukanlah dihari jumat tapi hari kamis,orang yang berpuasa senin kamis puasanya pada hari ahad dan rabu . wassalam

  498. Ramai juga ya…kalau sudah ada 4 lokasi yang melihat apa mungkin kriteria minimal visibilitas hilalnya yang justru harus dikaji ulang ya…
    ENTAHLAH…

    • Mohon dicermati informasinya, ditolaknya kesaksian bukan sekedar masalah visibilitas, tapi karena lihat hilalnya ketika matahari belum terbenam.

  499. HAYO MAU PILIH MANA ?
    a. Ijtihad BENAR, pahalanya 2
    b. Ijtihad SALAH pahalanya 1
    c. Mempersatukan Umat, insya Allah pahalanya BANYAK !

    Kalau saya pilih yang pahalanya BANYAK. Meski akibat pilihan alternatif tersebut, saya harus “berpuasa di hari yang diharamkan”, atau “puasa Ramadhan saya kurang 1 hari” !!!

  500. Saya pakai logika sederhana saja kenapa Arab Saudi lebaran terlebih dahulu, entah benar atau tidak. Karena bulan muncul dari sebelah barat, maka wajar saja kalau Arab Saudi lebaran lebih dahulu, karena Arab Saudi ada di sebelah barat, termasuk Malaysia.

  501. ADA SATU PERSOALAN YANG MENGGANJAL, KENAPA MUHAMMADIYAH IKUT2TAN SIDANG ISBAT, KAN SDH JELAS MEREKA SUDAH JAUH2 HARI MENETAPKAN 1 SYAWAL. MESTINYA GAK USAH DATANG,UNTUK APA? SIDANG ISBAT HANYA UNTUK ORMAS ISLAM YG BELUM MENENTUKAN 1 SYAWAL DAN MEREKA BEREMBUK SESUAI METODE MASING2 APAKAH MENGGUNAKAN RUKYAT, HISAB ATAU GABUNGAN KEDUANYA. ADAPUN BAGI MUHAMMADIYAH KENAPA HARUS RIBUT-RIBUT,APALAGI MENDEBAT PESERTA LAIN? PADAHAL PESERTA LAIN SEDANG BEREMBUK MENETUKAN TANGGAL YG BELUM MEREKA TENTUKAN….KARENA MUHAMMADIYAH IKUT CAMPUR MAKA MASYARAKAT JADI KACAU. KARENA ITU SAYA SARANKAN MUHAMMADIYAH JGN EGOIS, SUDAH MENTANG-MENTANG PAMER PENETAPAN TANGGAL JAUH2 HARI EEEHHH PAS SIDANG ISBAT MASIH JUGA MENCAMPURI ORMAS LAIN YG SEDANG BERUSAHA MEMUTUSKAN.BETAPA EGOISNYA? INI MAH BUKAN TOLERANSI BERAGAMA TETAPI EGOISME BERAGAMA. SAYA USUL, SEBAIKNYA PEMERINTAH HANYA MENGUNDANG ORMAS YANG JELAS-JELAS BELUM MENENTUKAN KAPAN 1 SYAWAL. ADAPUN ORMAS YG SUDAH MENENTUKAN SEBAIKNYA TIDAK PERLU DIUNDANG KARENA SUDAH TIDAK LAGI RELAVAN. JIKA DIUNDANG MALAH BIKIN KISRUH KRN MEREKA SDH MEMASTIKAN TANGGALNYA DAN AKAN NGOTOT MEMPERTAHANKANNYA.BERBEDA DENGAN ORMAS LAIN YG SAAT SIDANG ISBAT MASIH MENUNGGU PERKEMBANGAN PEMANTAUAN HILAL, JADI BELUM PUNYA AGENDA TERSENDIRI, ALIAS MASIH KOSONG.KARENA ITU TIDAK HERAN JIKA PERTEMUAN ANTARA ORMAS YG SDH PUNYA KETETAPAN DENGAN YG BELUM PUNYA, JIKA DIMUSYAWARAHKAN, MAKA AKAN KISRUH. ATAUPUN JIKA DIUNDANG MAKA STATUSNYA HANYA SEBAGAI PENINJAU SAJA SEKEDAR UNTUK MENDENGARKAN PROSES SIDANG ISBAT ORMAS2 LAIN YG SAAT ITU MASIH BERUSAHA MENENTUKAN TANGGAL. DENGAN DEMIKIAN SIDANG ISBAT AKAN BERJALAN EFEKTIF. DAN PEMERINTAH SEBAIKNYA HANYA SEBAGAI FASILITATOR SAJA, BUKAN PENENTU. JIKAPUN HARUS PEMERINTAH MENGUMUMKAN 1 SYAWAL MAKA MASING-MASING ORMAS YANG PENDAPATNYA BERBEDA DIBACAKAN SEMUANYA TANPA MEMIHAK KE SALAH SATU ORMAS. MISALNYA BAGI ORMAS “A” MAKA 1 SYAWAL JATUH PADA TGL…MASEHI, ORMAS “B” TANGGAL…DST. ATAU BISA JUGA PEMERINTAH MEMBUAT KEPUTUSAN TUNGGAL ASALKAN SEBELUMNYA TELAH DISEPAKATI BAHWA KEPUTUSAN PEERINTAH AKAN DIDASARKAN PADA SUARA MAYORITAS ORMAS ISLAM.DAN JIKA PADA AKHIRNYA ADA YG BERBEDA MAKA HARUS LEGOWO DGN KEPUTUSAN PEMERINTAH, DALAM ARTI MENGIKUTI SUARA MAYORITAS. ATAU JIKA NGOTOT TIDAK MAU MENGIKUTI MAKA SEBAIKNYA TIDAK ERLU HADIR DALAM SIDANG ISBAT KRN PASTI INGIN HANYA MENDEBAT ORMAS2 LAIN YG BELUM MENENTUKAN.

    • capsnya dimatiin dulu om. bikin males baca. beragumen ya musti beradab.

    • haaaaaaaa…berkomentar kok malah menghujat….ora mudeng aku….

    • Setuju banget, kedepan, Muhammadiyah ato ormas lain yang udah menetapkan tanggal untuk hari besar (Idul Fitri – Adha) ndak usah diundang ke sidang Isbat dan saya usulkan ke Muhammadiyah, ndak usah hadir kalo diundang di sidang Isbat. (Pak Din kayaknya juga setuju, buktinya dia menyarankan sidang Isbat ditiadakan)
      Untuk masyarakat dianjurkan untuk bersikap toleran terhadap semua keputusan ormas-ormas (bahkan individu-individu) yang mempunyai pendapat berbeda-beda.
      Pemerintah hanya memfasilitasi, misal jika diperkirakan ada perbedaan mencapai 3 hari, maka liburnya disediakan 3 hari juga.
      Intinya TIDAK PERLU adanya PENYATUAN (Apalagi PEMAKSAAN PENYATUAN) tanggal. Semua diserahkan kemasing-masing ormas atau Individu. Pemerintah hanya mendorong dan mengembangkan sikap toleransi.

  502. Ingat Firman Allah dalam Alquran : “Athiiullaha wa athiiurrasul wa ulil amri minkum” : “Patuhlah kamu pada Allah dan patuhlah kamu pada Rosul dan Penguasa/pemerintahmu”. Jelas disini bahwa tidak ada perintah untuk patuh pada golongan, kalau kita mengaku melaksanakan/mengamalkan Alquran ya sudah barang tentu harus patuh pada keputusan pemerintah, mohon di ingat bahwa kalau kita berani menentang ayat Alquran bukan tidak mungkin kita akan selalu menentang pendapat2 orang lain seperti yang terjadi saat ini dan tahun2 sebelumnya dalam penentuan Hari Raya Idul Fitri yang dilakukan oleh orang2 muhammadiyah

    • @prabu: pertama-tama tolong dibaca2 dulu tentang definisi dan kriteria “ulil amri” menurut kaidah islam lalu anda simpulkan sendiri apakah pemerintah indonesia sudah pantas disebut sbg “ulil amri” sesuai ayat Al Qur’an tsb.. yg kedua seandainya pun pemerintah dianggap sebagai “ulil amri” tapi bila kita tahu itu melanggar hukum Allah kita tidak boleh mengikutinya karena sesuai hadist Rasulullah : “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan.”.. contoh: haram hukumnya berpuasa pada 1 syawal, jadi kesimpulannya… 🙂

      • @ Idris:
        Ngaji dulu mas yang sungguh2 kepada para ulama yang kompeten, jangan asal berfatwa dan main vonis.
        Baru tahu satu dua ayat dan hadits sudah berani menyimpulkan suatu masalah.

    • Pemerintah RI saat ini ndak bisa disebut Ulil Amri Minkum, udah Lebay, gak adil, ngandalin pencitraan. Klo mau jadi Ulil Amri yang wajib diikuti, beresin dulu tuh kasus Gayus (sampai akarnya, jangan hanya Gayus aja), Century, si Udin dll.
      Tak ada baiknya pada pemerintah saat ini, Pertumbuhan ekonomi hanya permainan statistik, inflasi dan fundamental ekonomi, hanya karena bohong belaka.
      Sory nglantur

      • @ gemblung jaya, spt andakah wajah dan wawasan generasi islam kita ?!
        “Tong kosong nyaring bunyinya”

  503. Lebaran Idul Fitri 2011 selesai. Ayo kembali bekerjaa. Komentar bubarrrr…Kapan2 kita debat lagi di momen lainnya

  504. Penulis melakukan PROVOKASI dg menyerang Muhammadiyah,
    kl mau provokasi lakukan di sekitar lo dan keluarga lo saja !

    Kl semua orang bikin Tulisan seperti ini dan saling menyerang satu sama lain apa jadinya??

    Memangnya lo doang yg bisa bikin Artikel ga jelas seperti ini??!!

  505. @aat logika ente bener kalo bumi datar kaya kertas..jiakakakakakak

  506. Maaf Prof numpang yang ini semoga bermanfaat

    http://abasalma.wordpress.com/2011/09/05/polemik-muhammadiyah-pemerintah-lebaran-dua-hari/

  507. ilmu bulaan sangat tidak masuk akal… oleh karena itu kalender umul quro dinyatakan USANG… SETUJU… kalo Agama Selamat Islaam harus mengikuti kemajuan zaman.. Romadhon th 2012 besok khamandiyah 30 hari di almanak yang diterbitkannya.. yg laiinnya 29 hari.. gak usah ribut ..yang ikut khamandiyah harus puasa 30 hari,hehe,, he

  508. dari dulu muhammadiyah itu sudah banyak salah jalan,titik!!!katanya ormas modern tp kok alergi pake toeri modern, membid’ahkan org padahal banyak bid’ah sendiri yang dijalankan, spt cara trwh yang dilakukan setelah isya’,pdhl rosul trwhnya tengah malam,apa itu jg gak bid’ah?!kalo mau murni kayak rosul ya tiap hari pake jubah,surban,imamah,trwh tengan malam,kyk rosul gitu..trs pergi haji ya jangan naik pesawar,soalnya rosul nggak naik pesawat waktu itu,apa bukan bid’ah itu?persis yang saudara dengan muhammadiyah aja lebih maju dan terbuka terhadap perubahan..dasar kepala batu!

  509. […] :  Blog Dokumentasi T. Djamaluddin Like this:LikeBe the first to like this […]

  510. Penulis melakukan PROVOKASI dg menyerang Muhammadiyah,
    kl mau provokasi lakukan di sekitar lo dan keluarga lo saja !

    Kl semua orang bikin Tulisan seperti ini dan saling menyerang satu sama lain apa jadinya??

    Memangnya lo doang yg bisa bikin Artikel ga jelas seperti ini??!!

    bung komentar gini dihutang cocok, bicaralah sekelas beliau, bantah argumentasi dan lemahkan pendapatnya dengan argumentasi anda, jangan tahunya hakimin orang padahal alif ba tsapun tahu, eh malam syedara lon

  511. perbedaan pendapat memang tidak dapat dihindari, namun ada pendapat yang kuat dan ada pendapat yang lemah. sekelas imam syafi’i saja bisa ada pendapat jadid karena bertambah ilmunya dimesir setelah dahulunya lama diirak, lha muhammadiyah baru umur satu abad aja tapi seolah olah alim allamah.

    saya lebih cenderung menilai muhammadiyah kalau harus balik pendapat ya harus naggung malu, dan malu gak akan mau ditanggung oleh oleh orang orang yang merasa tinggi, air muka mau dibawa kemana. itu secara organisasi saya setuju untuk selamatkan air muka.

    namun secara pribadi kader muhammadiyah, mari sama sama, tampa diketahui oleh para pengurus, kita puasa 30 hari tampa sepengetahuan majlis tarjih karena mreka bukan ulil amri kita dan mereka banyak merugikan akhirat kita dengan pendapat pendapat usang mereka.

    gimana setuju?????

  512. @prabu: pertama-tama tolong dibaca2 dulu tentang definisi dan kriteria “ulil amri” menurut kaidah islam lalu anda simpulkan sendiri apakah pemerintah indonesia sudah pantas disebut sbg “ulil amri” sesuai ayat Al Qur’an tsb.. yg kedua seandainya pun pemerintah dianggap sebagai “ulil amri” tapi bila kita tahu itu melanggar hukum Allah kita tidak boleh mengikutinya karena sesuai hadist Rasulullah : “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan.”.. contoh: haram hukumnya berpuasa pada 1 syawal, jadi kesimpulannya… 🙂

    maksud hadist bahwa taat kepada makhluk selama tidak maksiat kepada Allah bila itu maksiat yang sepakat para ulama. namun lebaran hari rabu adalah pendapat kuat sekali dalam mazhab syafi’i. yang rabu pendapat lemah dalam mazhab syaf’i. nah kalau pemerintah sudah ketuk palu, tak mengenal kuat dan lemah lagi, kalau yang ditarjih hari selasa maka wajib hari raya berdasar rukyah jepara dan cikung, tapi pemerintah ketuknya hari rabu.

    dan masalah pemerintah adalah ulil amri addarurah bisyaukah ada dalam kitab bughyatul musytarsyidin.

    sayangnya muhammadiyah adalah mazhabnya orang tak bermazhab, dan memahami ayat dan hadist tidak lewat mujtahid, tapi lewat majlis tarjih. dan yang dimajlis tarjihpun banyak yang dibawah prof. jamaluddin. kasian muhammadiyah nasibmu. tapi ya sudahlah syurga punya Allah mau dimasukkan dia itu hak dia. namun hak saya, saya pelajari agama berdasar mazhab syafi;i dan lainnya, lalu mengingatkan yang mau percaya. tak percaya juga tak apa. toh syurga bukan punya saya. tapi jangan menyesal kalau ternyata ibnu hajar dan imam syaf’i ikutan saya benar. dan yang tak puasa hari rabu. disiratal mustaqim karena tak cukup satu hari puasa setiap tahunnya harus mendekam dineraka. walau kalau saya salah juga gitu.

    jadi mari mengaji.
    nahu saraf.
    mantiq
    usul fiqih
    m,ustalahul hadist
    tafsir
    bayan
    maani
    badi;
    tauhid
    fiqih
    tasawuf
    astronomi

    baru bicara masalah hilal.

    ini mah cukma ikut blog orang, ikut ustaz, baca buku terjemah udah merasa inilah yang benar in ilah yang salah. saya saja yang yakin benar masih yakin juga ada kemungkinan tidak benar, karena hanya tuhan yang tahu yang paling benar.

    jadi mari eh malam pake autan gitu lho.

  513. sebagai penengah saja antara umat islam yang berselisih. lebaran hari selasa atau rabo itu sama saja. bagi yang lebaran hari selasa kalaupun 1 syawal yang betul hari rabo kita punya hutang puasa 1 hari dan dapat membayar puasa kita dihari2 yang lain dan jika yang betul 1 syawal hari selasa kita harus bersukur kita tidak mengerjakan yang diharamkan oleh ALLah. semoga ini dapat menjadi penengah bagi kita.

  514. Kok sibuk banget…kenyataannya diseluruh dunia…hanya Indonesia yg lebaran tgl 31 Agustus…aneh sendiri….

  515. Berita minggu lalu yg masih perlu dibaca. Jelas sudah siapa yg cuma pandai berteori dan siapa yg sesuai fakta. Tampaknya memang sudah ada niat untuk beda dengan Muhammadiyah biar masyarakat men-jelek2 kan Muhamamadiyah.

    NU: Hari Ini 1 Syawal, yang Puasa Segera Berbuka
    Selasa, 30 Agustus 2011 15:26 WIB

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KH Maulana Kamal Yusuf, salah satu ulama besar di Jakarta yang juga menjabat Rois Suriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta, mengatakan, hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 H. Bagi umat muslim yang masih melaksanakan ibadah puasa dianjurkan untuk segera berbuka puasa.

    Kiai Kamal mengaku telah mengambil sumpah 3 orang saksi yang melihat hilal pada Senin (29/8) kemarin di Pondok Pesantren Al Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur. “Ketiga saksi yang bersumpah melihat hilal tepat saat waktu Maghrib. Posisinya miring ke selatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit,” kata Kiai Kamal kepada Republika, di Jakarta, Selasa (30/8).

    Kiai Kamal menjelaskan, rukyat di Cakung dilakukan dengan tiga metode rukyat. Masing–masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.

    Namun, petugas dari Pengadilan Agama Jakarta Timur yang berada di lokasi saat itu, enggan mengambil sumpah ketiga saksi yang telah melihat hilal. Bahkan, petugas tersebut meninggalkan tempat rukyat sebelum pengambilan sumpah.

    Karena tidak ada yang mengambil sumpah, Kiai Kamal lalu diminta untuk mengambil sumpah ketiga saksi tersebut. Didamping Ketua Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab, dan Pimpinan Pondok Pesantrean Al Itqon, KH Mahfud Assirun.

    “Ketiga saksi bersumpah, Demi Allah, melihat hilal tepat saat waktu Maghrib. Posisi hilal miring keselatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit,” kata Kiai Kamal.

    Hasil rukyat di Cakung sempat dilaporkan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Ahmad Jauhari, di depan Sidang Isbat. Namun, kata Kiai Kamal, pemerintah menganggap hilal tidak mungkin dirukyat, karena posisinya di bawah ufuk. “Tapi kita yang merukyat, melihatnya di atas ufuk,” ungkap Kamal.

    Menurut Kamal, telah terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dengan saksi yang melihat hilal. “Pemerintah berijtihad, kita juga berijtihad. Tapi, ijtihad pemerintah tidak bisa membatalkan ijtihad kita,” kata Kamal menegaskan.

    Karena itu, tim rukyat di Cakung, mengambil keputusan bahwa hari ini, Selasa (30/8), sudah masuk 1 Syawal 1432 Hijriah. “Bagi yang saat ini masih berpuasa dianjurkan untuk segera berbuka. Karena haram hukumnya berpuasa pada 1 Syawal,” kata Kamal.

    Kegiatan rukyat di Cakung, tepatnya di Pondok Pesantren Al Husainiah, Pimpinan KH Muhammad Syafi’I, sudah berlangsung selama 50 tahun. Rukyat di Cakung tidak hanya dilakukan setahun sekali menjelang Lebaran saja, tapi dilakukan setiap bulan untuk mencocokan dengan perhitungan hisab.

    KH Muhammad Syafii sendiri mampu melakukan hisab rukyat dengan 11 cara. Pada rukyat Senin (29/8) kemarin, kesebelas cara itu digunakan. “Sembilan cara hisab menyatakan hilal di atas ufuk, hanya 2 cara hisab yang di bawah ufuk,” kata Kiai Kamal.

    Share
    Tweet
    152100 reads
    elma , Sabtu, 3 September 2011, 19:57

    naa…! tu khan..jadi siapa yang bertanggung jawab atas dosa dan keharaman yang dilakukan umat, yang masih berpuasa di hari selasa..hanya karena patuh dengan aturan pemerintah, yang akhirnya menyesatkan
    Balas
    rudi minsstreet, Sabtu, 3 September 2011, 11:22

    awal dri peperangan …
    Balas
    RUDI HENDRIK, Jumat, 2 September 2011, 09:18

    inilah bukti kesombongan penguasa yang zhalim dan kesombongan dari perpecahan
    Balas
    fadli, Jumat, 2 September 2011, 08:22

    Nah lo, suryadarma ali nanggung dosa org se-indonesia yang puasa hari selasa tuh

  516. Tampaknya tokoh2 Depag dan ormas2 tertentu itu memang sudah ada niat harus beda dengan Muhammadiyah biar masyarakat menjelek-jelekan Muhammadiyah dan mengatakan : memecah belah umat-lah, nggak mau musyawarah-lah, kaku-lah, jumud-lah, kuno/usang-lah dll.
    Masya Allah, tokoh2 Islam yang menerima amanah dari rakyat dan habis puasa lagi kok perilakunya sejahat itu.

  517. Assalamu’alaikum wr wb

    Saya kira masalah perbedaan ada akibatnya. Salah satu dari penentuan awal Syawal di negara kita pasti hanya satu yang benar.
    BUlan hanya satu, Bumi satu, Matahari satu , Allah esa. Jadi hanya satu yang benar dalam penetapan kemaren. Siapa ? walahualam. Kalau hanya berkeyakinan PERHITUNGAN SAYA PALING BENAR , itu sama saja dengan rebut bolu isi madu. Hanya menang-menangan tanpa dasar.

    Keyakinan awal syawal ada perhitungannya secara ilmiah. Jaman sekarang sudah maju. Teropong sudah modern. Dari rotasi bulan, bumi dan matahari, kan bisa dihitung beberapa hari sebelum penetapan. Jalannya rotasi tetap. Lha dari situ bisa dihitung nanti kira-kira pukul dan hari berapa hilal akan terlihat.

    Sama seperti dua benda diberangkatkan dengan waktu bersamaan tetapi dengan kecepatan berbeda, kan bisa dihitung kapan benda itu akan bersama lagi.

    Marilah kita bersatu dengan hitungan yang pasti, kompak , sama dan seragam. Bukan hanya masalah keyakinan saja, tapi juga keilmuan yang ilmiah. Ingat , umat lain bersorak ketika kita umat islam saling kolot mempertahankan keyakinan masing-masing , yang notabenenya bisa dikompromi dengan saling memperbaiki diri. Saling membuka diri untuk kemajuan agama islam. Jangan hanya bisa menghiba dengan kata-kata , TOLONG HARGAI PERBEDAAN INI, atau TOLONG HARGAI KEYAKINAN KAMI, atau memaksanakan diri bahwa PERBEDAAN ITU RAHMAT.. dll

    Semoga kejadian penetapan awal hari raya islam tidak terulang lagi ditahun-tahun mendatang. Amin

    Wassalamu’alaikum wr wb

    • “Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal (Q.S)” Saya menerjemahkan tidak hanya sebatas suku/bangsa dan kenalan, tetapi gimana kalo terjemahannya ” Kami jadikan kamu berbeda-beda dan bermacam-macam agar kamu saling memahami”
      Jadi Perbedaan itu Sunatullah, si kembar identik pun punya perbedaan. Yang Maha Satu hanyalah Allah SWT.
      Penetapan tanggal/bulan Qomariyah itu tidak lebih penting dari Menghargai Perbedaan. Karena penetapan tanggal/bulan itu hanya terkait dengan ilmu dan indra manusia (yang PASTI sangat terbatas). Kemampuan profesor dalam menghitung posisi hilal pasti beda dengan kemampuan saya (karena saya tidak dibidang ini) kemampuan saya (yang berkacamata) dalam melihat Hilal tidak setajam para rukyah-er yang berpengalaman. Jadi susah untuk “Menyatukan” dan menurut saya memang “Tidak Perlu Dipersatukan” Sama-sama santri dari satu guru (KH Hasyim Ashari/pendiri NU dan KH Ahmad Dahlan/pendiri Muhammadiyah) aja beda jalannya. Saya tidak bicara siapa yang lebih baik/benar lho……
      Takbirotul Ihrom aja banyak macamnya, belum sujud, ruku’ apalagi masalah bacaan.
      Masalah penentuan hari/bulan Qomariyah hanyalah masalah Astronomi. Muhammadiyah mengambil jalan “aman”, sederhana, walaupun tidak akurat. Profesor mungkin lebih suka yang akurat, walaupun sedikit njlimet. Semua sah-sah saja, karena dilindungi oleh ayat “Lakum diinukum waliyadiin”, (Diin jangan diartikan agama yaa, tapi diartikan keyakinan).
      Satu lagi ayat yang “melindungi” perbedaan adalah “Al-Haqqu min Robbika, falaa takuunanna minal muntariin”, Kebenaran itu dari Tuhan-mu, maka janganlah kamu jadi orang yang ragu-ragu)

      Mari kitas saling menghargai perbedaan

  518. yg penting bisa lebaran .. 😀 ..

    skalian promote web ane gan ,, hhe
    jgn lupa mampir ya

  519. Perbedaan bukan berarti perpecahan. Bisa dibaca di: http://www.scribd.com/doc/37767140/Fiqh-Ikhtilaf-Panduan-Umat-di-Tengah-Belantara-Perbedaan-Pendapat

    Tapi saya pribadi, teman-teman seiman pada kritis2 tidak taklid buta.

  520. kalau tidak ada muhammdiyah maka tak ada ribut ribut, lihat naqsyabandy, ga ada pengumuman ini ini, senin malah mereka lebaran. makanya muhammadiyah sadar diri dong. buat aja 10 tahun kedepan kapan lebarannya jadi para kadernya gak usah repot repot nonton tv, berdebat, dan tidak perlu diundang lagi saat sidang istbat.
    tapi apakah md mau?????

    inilah cara sensasi dengan tampil beda. mau terkenal sedunia.

    carnya

    ajak 100 orang
    lalu maki barak obama, sebelumnya undang wartawan dulu.
    dijamin seluruh dunia akan tahu, gitu aja kok repot

  521. Kalau orang lain dilarang untuk tidak percaya pada ramalan, dan perhitungan, maka jangan melakukan ramalan dan perhitungan untuk diri dan golongannya sendiri, masak sudah berani mengumumkan Idul Fitri jauh-jauh hari sebelumnya, orang2 Muhammadiyah memang orang2 yang hebat.
    Kalau orang lain dilarang untuk taqlid, maka orang2 Muhammadiyah di akar rumput harusnya juga tidak taqlid pada pengurus PP Muhammadiyah, tapi kenyataannya mereka sepakat untuk taqlid kan pada keputusan PP Muhammadiyah.

    • ya begitulah…merasa lebihhhhhhhhhhhh

    • Saya mengikuti keputusan Muhammadiyah bukan karena Taqlid, namun keputusan Muhammadiyah “memberikan kepastian”, logis, dan sederhana/mudah dipahami. Coba lihat, “kekacauan” pada Idul Fitri terakhir karena Pemerintah menetapkan Idul Fitri tgl 31 Agustus, mundur 1 hari dari rencana/kalender pemerintah sendiri. Adapun Muhammadiyah sudah menetapkan sekian hari/minggu sebelumnya (itupun bentuknya “penguatan” dari keputusan Idul Fitri dari kalender Muhammadiyah). Ambil contoh lebaran lain yang planning/kalendernya beda antara Muhammadiyah dan Pemerintah, Muhammadiyah sudah mengumumkan jauh-jauh hari akan tanggal Idul Fitri (itupun sifatnya “menguatakan” penetapan tanggal dalam kalender mereka). Kalo pemerintah, masih menunggu rukyah pada hari ke 29 puasa untuk memastikan Idul Fitri.
      Logis dan sederhana : Kriteria Wujudul Hilal yang jadi pegangan Muhammadiyah itu sederhana dan masuk logika untuk menentukan perpindahan/perubahan bulan Qomariyah. Adapun Imkan Rukyah adalah kriteria Wujudul Hilal yang ditambah beberapa parameter yang lebih rumit (ada ketinggian, sudut, umur bulan, pembiasan dll) yang lebih komplek/sulit, udah gitu masih harus dikonfirmasi dengan rukyah (ini yang tidak bisa memberikan “Kepastian”).
      Jadi saya mengikuti Muhammadiyah karena Muhammadiyah memberikan gambaran bahwa Islam Itu MUDAH, ndak njlimet, hari-hari raya dalam Islam itu Predictabel, sehingga saya enjoy dengan Islam.
      Islam itu emang itu ENJOY… Wallahua’lam

      • lho lho lho…sudah baca manhaj tarjih belum? kan ada masalah-masalah yang sampai perlu di tawaqqufkan artinyat belum ketemu mana yang rajih mana yang marjuh … ada juga yang dirajihkan tapi tingkatannya masih dugaan lebih mendekati kebenaran belum sampai ke kesimpulan benar mutlak… makanya dalam Himpunan Putusan Tarjih di halaman2 terakhir ada kok yang intinya tidak menyalahkan warga muhammadiyah yang memiliki kesimpulan yang berbeda dari yang sudah diputuskan PP dalam masalah hisab ini… Saya kurang tahu pasti kok yang ini jarang diketahui ya…

      • @محمد سهلان رشيدى: Yaitulah enaknya, anggota Muhammadiyah BOLEH dan DIHARGAI untuk berbeda pendapat dengan PP Muhammadiyah, cuman Muhammdiyah selaku lembaga dakwah punya keputusan-keputusan/fatwa (yang tentunya melalui pengkajian panjang oleh ahli-ahli yang dimiliki dengan parameter-parameter yang disepakati) sebagai panduan dalam beribadah. Muhammadiyah menghargai perbedaan, makanya mereka mendakwahkan “Penghargaan pada Perbedaan” itu pada semua orang, mau diikuti monggo…. tidakpun ya monggo. Muhammadiyah tidak mengajarkan Taqlid, jadi menurut saya orang-orang (baik anggota ataupun bukan) yang mengambil keputusan sama dengan PP Muhammadiyah, diharapkan mempunyai alasan sendiri kenapa keputusannya sama dengan PP Muhammadiyah. Enak kan?

      • Kalau begitu ada baiknya muhammadiyah tidak mengumumkan tentang hari raya jauh2 hari sblmnya, harus sepakat bahwa pengumuman hari raya idul fitri dilaksanakan bersamaan dengan sidang itsbat dari pemerintah, biarkan masyarakat yang menilai dan mengikutinya, hal ini agar tidak terjadi pertentangan jauh2 hari sblmnya dan juga agar ibadah puasa yang dilakukan oleh umat islam tidak terganggu oleh statemen tentang hari raya idul fitri dari muhammadiyah.

      • @Prabu Minakjinggo : Kalo gitu kenapa pemerintah juga bikin/mengumumkan kalender dimana tertulis tanggal hari raya Idul Fitri/Idul Adha, padahal belum bisa di-Rukyah?
        Kembali lagi kenapa mesti pengumumannya ngikut isbat, sementara yang diyakini adalah Hisab, dan itu bisa dihitung jauh-jauh hari.
        Dalam Muhammadiyah (ditegaskan sendiri oleh pak Din) sangat dihargai masyarakat yang tidak sepakat dengan Muhammadiyah (baik yang masih nunggu Rukyah, maupun yang berbeda perhitungannya). Kepada semua angota Muhammadiyah dan simpatisan diminta menghargai keputusan yang berbeda tersebut. Ini jauh lebih penting dari sekedar tanggal 1 Syawal.
        Umat Islam hendaknya belajar untuk “punya keyakinan sendiri” tidak taqlid, tidak mudah terobang-ambing informasi. Biarin Muhammadiyah berkoar-koar tentang hari Idul Fitri, kalo keyakinannya (rukyah) belum terlihat ya masabodo. Demikian pula dengan yang berkeyakinan Hisab Wujudul Hilal, nggak terpengaruh hiruk-pikuk sidang isbat.

      • @Nur harjanto, tampaknya anda mencari pembenaran untuk golongan anda sendiri, anda harus belajar lagi tentang tata pemerintahan, definisa pemerintah dan wewenang pemerintah agar pertanyaan konyol spt diatas tidak anda tanyakan lagi, pemerintah menetapkan kalender adalah untuk seluruh kegiatan dan menjalankan roda pemerintahan bangsa bukan untuk satu golongan saja, kalau bukan pemerintah yang menetapkan kalender lalu siapa ? wk…wk…wk…lucu sekali anda ini

      • …jangan saling menyalahkan dong….
        …kalau saling menyalahkan kapan ketemunya…
        …salah satu etika ketika berdiskusi adalah membuka diri masing-masing bahwa pendapatnya mungkin salah (ingat definisi zhann dalam Ushul Fiqh)…
        …kutunggu lahirnya ruh tajdid di MTT PP M…

  522. Kalau dipikir-pikir pada akhirnya Muhamaddiyah itu pasti menyalahkan Nabi lho. Nabi dahulu pernah menggenapkan puasa 30 hari karena hilal belum terlihat (khan mungkin saja di masa lalu terjadi bulan belum 2 derajad sehingga bulan tak terlihat sehingga keadaannya persis seperti keadaan sekarang ini), jadi itung-itungan Muhammadiyah tentang 1 Syawal di masa lalu dengan penetapan Nabi bisa berbeda. Seumpama Muhammadiyah ada pada jaman Nabi maka bisa terjadi dua hari raya seperti sekarang ini. Maaf ini hanya logisme bodoh-bodohan saja.

    • yang bodoh gx berhak bicara, nanti bisa membodohi yg lebih bodoh. Belajar dulu yg benar yg komprehensip minimal tahu permasalahan. yg bodoh cukup bertanya saja gx usah beri komentar, harus tau diri.

      • Oh begitu, kalau begitu tolong komentar saya salahnya dimana? Karena di jaman nabi dahulu khan berdasar penglihatan dan pernah menggenapkan 30 hari. Padahal kalau menurut hitung-hitungan mungkin sudah masuk bulan baru karena derajad hilal sudah lebih dari nol tapi mungkin kurang dari 2 derajad sehingga tidak bisa dilihat.

      • jangan2 orang bodoh debat orang bodoh?????

      • @parkan. He he… buktikan kalau pendapat saya bodoh artinya salahnya dimana. Kalau sekedar mengatakan bodoh tetapi tidak bisa membuktikan tentu tidak valid pendapat Anda.

    • zaman Rasul pakai apa ukuran 2 derjad?

  523. PUSAT PERADABAN ISLAM ADA DI MEKAH ARAB SAUDI, PUASA 29 HARI MERUPAKAN YANG JATUH HARI SELASA, 30 AGUSTUS 2011 ADALAH TEPAT, DAN HARI RAYA IDUL ADHA JUGA KITA IKUTI SEPERTI ARAB SAUDI ARABIA, YAITU HARI YANG SAMA.

    • KALAU HARI RAYA IDUL ADHA DI ARAB 6 SEPTEMBER 2011, MAKA DI INDONESIA JUGA SAMA HARI MINGGU 6 SEPTEMBER 2011, KALAU YANG IDUL FITRI HARI RABU, MAKA IDUL ADHA JATUH PADA HARI SENIN DAN BERBEDA LAGI

      • Itu namanya taqlid buta, golongan anda kan yang paling getol melarang taqlid apalagi taqlid buta, kenapa anda sekarang justru menganjurkannya ?

  524. Halo Prof TDjamal….
    Mohon info, menurut perhitungan & keyakinan Anda, purnama bulan Syawwal 1432 H nanti terjadi tanggal berapa…?

    • Itu mudah dihitung. Semua s/w astronomi bisa melakukannya atau baca situs fase bulan seperti http://aa.usno.navy.mil/data/docs/MoonPhase.php. Purnama Syawal 1432 terjadi pada 12 Sep pukul 16:27.

      • Assalamu’alaikum pak Prof….
        Kalau gitu,…tanggal 12 September 2011 (bulan purnama) bagi yang lebaranya tanggal 30 Agustus 2011 jatuh pada tanggal 14 syawal dan bagi yang lebarannya 31 Agustus 2011 jatuh pada tanggal 13 Syawal, Kalau nggak salah dari dulu itu setahu saya bulan purnama itu terjadi setiap tanggal 14 atau 15 bulan qomariyah tahun Hijriyah. Gimana tuh pak Prof penjelasaanya….Kelihatannya metode wujudul hilal lebih tepat …….

  525. salam prof. bisa tahu gak menurut ilmu astronomi cara kita tahu manzilah bulan dalam sebulan. ia kan memiliki 12 buruj dan 28 manzilah. nah misalnya untuk bulan sepetember misalnya, sekarang dan besok pada manzilah apa ya, atau bisa prof beri jadwal manzilah bulan dalam sebulan. saya mengunakan metode ilmu hikmah, mungkin sudah usang pula he he he. mohon tanggapannya prof. saya pendukung pendapat anda dalam masalah hilal.walau komentar saya agak nakal.

  526. Untuk saudaraku warga Muhammadiyah yang ada di blog ini, tolong jawab pertanyaan saya :
    Kalau pendapat seorang Kyai yang ahli dalam ilmu agama, anda tidak mau percaya karena muhammadiyah kan paling anti pada kyai karena takut dianggap taqlid , sekarang pendapat seorang Profesor yang secara ilmu dan akademis sudah teruji, anda tentang juga, maka pendapat siapakah yang anda pakai ?

    • kalo bodoh tausa banyak komentar….

      • Waaah kalau ahklaq umat islam kasar dan arogan seperti anda, mau spt apa wajah umat islam selanjutnya, untuk anda yang suka membodohkan orang lain dan membantah kasar pada orang lain, tolong amalkan ayat Alquran Surat An Nahl ayat 125, semoga anda paham dengan perkataan anda

    • Kalo menurut pemahaman saya dari tanggapan Muhammadiyah di
      http://www.facebook.com/notes/persyarikatan-muhammadiyah/otoritas-dan-kaidah-matematis-refleksi-atas-perayaan-idulfitri-1432-h-tanggapan-/10150272394841695
      bukanlah masalah Profesor atau Kyai, di Muhammadiyah sendiri pasti ada ahli-ahli Astronomi/Falak, dan Profesor Thomas Djamaluddin tidak mesti selalu benar (Kebenaran hanya dari Allah SWT).
      Yang saya tangkap adalah Muhammadiyah mengambil keputusan berdasarkan Hisab Wujudul Hilal karena konsep ini “Pasti” (dalam logika manusia) yang saya maksud adalah konsep ini sederhana, setelah bulan mengelilingi bumi 1 kali, dan saat terbenamnya matahari (pada hari terakhir perjalanan bulan mengelilingi bumi) bulan masih diatas Horizon/ufuk, maka sudah tibalah bulan baru (berapa pun derajatnya). Ini hanya bisa “dilihat” dengan akal (hitungan/hisab) jadi tidak perlu dikonfirmasi dengan mata (mata sering menipu kita lho). Analoginya adalah kalo jam 00:00:00 maka sudah berganti hari, gak perlu dipertanyakan lagi kondisi matahari kayak apa.
      Adapun kenapa Muhammadiyah tidak/belum mau mengikuti usulan Imkan Rukyah, dan berpegang dengan “konsep usang” (menurut profesor) karena konsep Imkan Rukyah masih belum ada kesepakatan antara para ahli astronomi (berapa derajat visibilitas hilal). Hal ini tidak memberikan “kepastian” bagi umat tentang hari-hari ibadah (Idul Fitri dan hari Arafah, 2 hari ini terkait dengan hari-hari yang diharamkan untuk ibadah puasa). Yang saya tangkap Keharaman ibadah puasa pada hari-hari itu dianggap “lebih penting” daripada “kesatuan penetapan hari”. Jadi seakan-akan “mending pakai konsep sederhana yang usang tapi umat selamat, daripada pakai konsep modern yang masih diperdebatkan, sementara umat terombang-ambing akan kepastian tanggal (karena masih dibutuhkan konfirmasi dari pengamatan hilal)”
      Selanjutnya jangan dilupakan bahwa Muhammadiyah adalah organisasi Dakwah, bukan organisasi pakar-pakar Astronomi, jadi keputusan-keputusan yang memberi “Kepastian dalam beribadah (puasa)” bagi umat jauh lebih penting dari keputusan tentang keakuratan pengamatan hilal. Jikapun terjadi kesalahan dalam penetapan keputusan maka Muhammadiyah menyerahkan semuanya kepada Allah SWT(Sesungguhnya manusia itu tempatnya salah). Terbukti Muhammadiyah tidak memperpanjang permasalahan, hanya satu tanggapan dari “kritik keras” profesor yang disampaikan oleh Pimpinan Majelis Tarjih, bukan ahli Astronomi yang dimiliki Muhammadiyah (ranahnya adalah ranah fikih bukan Astronomi). Wallahua’lam

      • Dasar sebuah ibadah adalah ayat Alquran atau Hadits Nabi SAW, tolong di kemukakan Hadits Nabi SAW atau Ayat Alquran yang berhubungan dengan wujudul hilal untuk penentuan puasa dan Hari raya Idul Fitri !?

      • Wujudul Hilal memang tidak ada dalil Qur’an dan Hadits, demikian juga dengan Imkan Rukyah (Hisab dengan mempertimbangkan visibilitas hilal, CMIIW). Ini bukan masalah dalil, ini masalah kriteria bulan baru dalam kalender Qomariyah.
        Dalil yang ada adalah adalah seperti yang sudah kita ketahui bersama tentang mulai berpuasa dan berhenti berpuasa, serta hadits tentang berbukanya nabi karena adanya pengakuan seseorang yang melihat hilal.
        Jika dipaksakan dalil untuk urusan Astronomi ini, maka patut dipertanyakan pula sikap MUI & Profesor yang mengeliminir pengakuan Cakung dan Jepara, dalilnya apa kok dieliminir?, gak ada hadits yang menyatakan sekian derajat-sekian derajat. Yang adalah adalah siapapun yang melihat Hilal dan berani disumpah, maka Rosul berbuka, Rosul tidak meragukan si saksi. Emang MUI dan Profesor lebih hebat dari Rosul dengan tidak mengakui kesaksian Cakung dan Jepara? Kalo jawabannya karena Hilal mustahil dilihat karena sekian derajat-sekian derajat, emang ada dalil sekian derajat-sekian derajat?

      • @Nur harjanto, kalau orang lain anda tentang untuk tidak melakukan bid’ah bahkan bid’ah hasanah pun anda dan kalangan muhammadiyah tidak mengakuinya, kenapa sekarang anda jelas2 mengungkapkan fakta bid’ah yang dilakukan oleh muhammadiyah ?

  527. MANTAB KOMENTARE SEMUANYA…..TAPI GK MENYELESAIKAN MASALAH…CUMA DONGKOL DEWE2….BUAT PROFESOR SALUT BUAT ANDA…SAYA SETUJU..UNTUK PEMERINTAH…YANG TEGAS MENGAMBIL KEBIJAKAN, BIAR RAKYAT TIDAK BINGUNG

  528. HISAB DAN RUKYAT ADALAH SETARA
    MUHAMMAD-NU
    TITIK TEMU YA IMKAN RUKYAT

  529. kepada prof jamaluddin saya setuju dengan anda dan lapan yang berusaha menerapkan standar hilal menjadi 4 derajat karena itu berarti bisa terlihat dengan mata telanjang dan berarti kita tidak mendahului arab saudi;tapi bagaimana dengan ibadah ibadah kita yang lain yang tidak perpatokan pada hilal tapi melakukan perhitungan waktu,hari,dan tanggal. karena saya lihat anda terlalu sibuk dengan benda benda angkasa,dan melupakan keadaan dibumi padahal menurut saya kesalahannya selama ini berada dibumi;contohnya bila pemerintah menetapkan tanggal 31 agustus sebagai 1syawal dan saya yakin betul bahwa itu benar, sedangkan kebanyakan negara didunia pada tanggal 30 agustus termasuk arab saudi,itu berarti ada kesalahan dalam perhitungan hari dan tangggal yang selama ini menurut kita tanggal 31 agustus jangan jangan adalah tanggal 30 agustus ,dan kaLau ini betul berarti kita selama ini shalat jumat bukan pada hari jumat tetapi pada hari kamis yang berarti kita cepat sehari.wassalam

  530. akibat hilal setitik rusak opor sebelanga…

  531. Masya Allah ternyata putusan sidang itsbat didasari pikiran jahat. Simak artiket dibawah ini.

    Di Balik “Permainan” Penentuan Idul Fitri 1432 H

    Eramuslim, Jumat, 09/09/2011 10:58 WIB

    Idul Fitri1432 Hijriah kali ini diwarnai perbedaan mendasar. Ada yang sejak awal menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011, namun ada juga yang keesokan harinya, Rabu 31 Agustus 2011. Pemerintah melalui sidang itsbat yang digelar Senin malam 29 Agustus 2011, memutuskan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011, sementara itu warna merah pada kalender sudah tercantum pada tanggal 30 Agustus 2011.

    Perbedaan penetapan 1 Syawal bukan kali ini saja terjadi. Misalnya pada Idul Fitri1428 H dan 1427 H. Pada Idul Fitri1428 H pemerintah sudah menetapkan tanggal merah 1 Syawal 1428 H bertepatan dengan tanggal 13 Oktober 2007. Sedangkan sebagian umat Islam menetapkan 1 Syawal 1428 H jatuh pada tanggal 12 Oktober 2007, yaitu satu hari sebelum tanggal merah.

    Begitu juga dengan Idul Fitri1427 H, keputusan 1 Syawal 1427 H versi pemerintah bertepatan dengan 24 Oktober 2006, sesuai dengan tanggalan merah yang sudah beredar sejak akhir tahun sebelumnya. Sedangkan sebagian umat Islam, menetapkan 1 Syawal 1427 H jatuh pada tanggal 23 Oktober 2006, satu hari sebelum tanggalan merah versi pemerintah.

    Kali ini, pada Idul Fitri1432 H, tanggalan merah versi pemerintah pada hari Selasa 30 Agustus 2011, bertepatan dengan tanggal 1 Syawal 1432 H versi ormas Muhammadiyah, dan ormas NU tingkat wilayah. Namun, pemerintah menetapkan tanggal 1 Syawal 1432 H bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 2011, yang juga tanggalan merah. Karena biasanya warna merah pada penanggalan libur hari raya versi pemerintah dicantumkan dua hari berturut-turut.

    Apa yang menyebabkan terjadinya perbedaan? Ada yang menduga, karena adanya perbedaan antara NU dan Muhammadiyah. Ada juga yang menduga, peralatan yang digunakan di dalam melihat hilal sudah kurang layak. Ada juga yang menduga perbedaan itu timbul akibat adanya perbedaan metode (hisab wujudul hilal dan imkan rukyat).

    Benarkah perbedaan-perbedaan itu yang menjadi penyebab lahirnya Idul Fitri ganda? Faktanya tidaklah demikian. Mari kita runtut kejadian-kejadiannya:

     Pada Idul Fitri1427 H. Saat itu ormas Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1427 H bertepatan dengan 23 Oktober 2006, satu hari sebelum tanggal merah. Sementara itu, PBNU memutuskan 1 Syawal 24 Oktober 2006, bersesuaian dengan tanggal merah dan keputusan pemerintah. Keputusan PBNU itu disampaikan oleh Ketua Lajnah Falakiyyah PBNU KH Ahmad Ghazalie Masroeri saat jumpa pers di Kantor PBNU Kramat, Jakarta Pusat, pada hari Kamis tanggal 19 Oktober 2006. Beberapa hari sebelumnya, Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur, Sholeh Hayat, mengatakan bila mengacu pada hasil hisab, Lebaran kemungkinan besar jatuh 23 Oktober 2006 (Republika online edisi Senin, 16 Oktober 2006).

     Faktanya, di berbagai wilayah NU, banyak warga NU yang berlebaran pada hari yang sama dengan warga Muhammadiyah, yaitu 23 Oktober 2006, karena mereka meyakini telah melihat hilal. Artinya, kalau toh ada perbedaan antara Muhammadiyah dan NU, itu terjadi di tingkat elite.

     Begitu juga pada saat Idul Fitri1432 H. Sejak jauh hari Muhammadiyah sudah menetapkan tanggal 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011. Sedangkan PBNU menetapkan 31 Agustus 2011. Meski demikian, banyak warga NU yang berlebaran sama dengan warga Muhammadiyah, yaitu pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011. Karena mereka meyakini telah melihat hilal.

     Salah satu diantaranya sebagaimana ditunjukkan oleh KH Maulana Kamal Yusuf (Rois Suriah PW NU DKI Jakarta). Sebagaimana diberitakan Republika online (edisi Selasa, 30 Agustus 2011 15:26 WIB), KH Maulana Kamal Yusuf mengatakan, hari Selasa (30 Agustus 2011) sudah masuk 1 Syawal 1432 H. Bahkan saat itu ia menganjurkan kepada umat Islam yang masih berpuasa untuk segera berbuka.

     Kepastian tentang tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011, karena didasarkan fakta sudah terlihatnya hilal pada hari Senin (29 Agustus 2011): hilal terlihat tepat saat waktu Maghrib, dengan posisi miring ke selatan dalam keadaan vertikal, dengan durasi selama 5 menit.

    Rukyatul hilal yang berlangsung di Ponpes Al Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur, dilakukan dengan tiga metode rukyat. Masing–masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.

    Namun menurut KH Maulana Kamal Yusuf, ternyata petugas dari Pengadilan Agama Jakarta Timur yang saat itu juga berada di lokasi, tidak bersedia mengambil sumpah ketiga saksi yang telah melihat hilal. Bahkan, ia meninggalkan tempat rukyat sebelum mengambil sumpah. Akhirnya, KH Maulana Kamal Yusuf ((Rois Suriah PW NU DKI Jakarta)) bersama dengan Habib Rizieq Shihab (Ketua FPI) dan KH Mahfud Assirun (pimpinan Ponpes Al Itqon), mengambil sumpah ketiga saksi tersebut.

    Hasil rukyat Cakung itu kemudian disampaikan oleh Ahmad Jauhari (Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama) di depan Sidang Itsbat. Namun, ditolak. Pemerintah tetap berpendirian bahwa hilal tidak mungkin dirukyat, karena posisinya di bawah ufuk. Padahal, tim Cakung yang merukyat, melihat hilal di atas ufuk.

    Sikap pemerintah (dan peserta sidang itsbat) yang seperti itu, menimbulkan tanggapan. Salah satunya: “Idul Fitri 1Syawal 1432 H yang sesuai dengan syari’ah adalah 30 Agustus 2011, karena hilal telah tampak. Penolakan sosok yang mengaku ulama terhadap fakta ini, menunjukkan bahwa dia bodoh dan sombong. Keputusannya HARAM diikuti. Kesepakatan tidak boleh mengalahkan fakta. Itu namanya dzalim, semena-mena dan menyesatkan…”

    Reaksi bernada kesal itu memang wajar, karena kegiatan merukyat hilal di Ponpes Al Husainiah, Cakung, Jakarta Timur (pimpinan KH Muhammad Syafi’i) ini, sudah berlangsung sejak 50 tahun. Bahkan mereka melakukan rukyat setiap bulan untuk mencocokkan dengan perhitungan hisab. KH Muhammad Syafi’i sendiri, menurut KH Maulana Kamal Yusuf, mampu melakukan hisab rukyat dengan 11 cara.

    Ma’ruf Amin, salah satu elite MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengikuti sidang itsbat, jelas-jelas menolak fakta terlihatnya hilal sebagaimana terjadi di Cakung (Jakarta Timur), dan Jepara (Jawa Tengah). Menurut Ma’ruf Amin, yang pernah menyatakan bahwa aliran sesat LDII sudah waras ini, “… kesaksian mereka yang melihat hilal, di saat hasil hisab menafikan kemungkinan hilal terlihat, maka hasil pengamatan yang mengaku menyaksikan tidak bisa diterima…”

    Kalau Ma’ruf Amin berkata begitu, berarti dia adalah menunjukkan ketidak konsistenannya terhadap dirinya sendiri. Kenapa dia mau hadir dalam sidang itsbat itu? Toh siapapun dan dengan alat secanggih apapun, berarti harus ditolak, kalau seperti pendirian Ma’ruf Amin yang dia ucapkan itu. Tidak bisa diterima. Lha kalau pendirian Ma’ruf Amin seperti itu, seharusnya yang wajar alurnya adalah dia (Ma’ruf Amin) menolak diadakannya sidang itsbat, karena apapun hasilnya kesaksian mereka yang melihat hilal tidak bisa diterima, di saat hasil hisab menafikan kemungkinan hilal terlihat. Atau setidak-tidaknya, Ma’ruf Amin konsekuen terhadap pendapatnya itu, hingga tidak mau hadir apalagi bicara. Itu kalau memang dia ini orang yang konsekuen.

    Apa yang dilakukan dan diucapkan oleh Ma’ruf Amin itu benar-benar tidak masuk akal bagi orang yang masih berfikir. Lebih menyedihkan lagi, kelakuan dan ucapan dia –yang secara akal sehat sangat aneh– itu justru jadi bahan utama (karena dia orang terkemuka di MUI) dalam memutuskan Idul Fitri untuk 200-an juta Ummat Islam di Indoesia.

    Seandainya alasan Ma’ruf Amin menolak kesaksian orang-orang yang telah disumpah bahwa mereka telah melihat hilal itu karena Ma’ruf Amin telah memiliki bukti-bukti shahih bahwa mereka itu adalah para pendusta, maka penolakan Ma’ruf Amin yang diandaikan ini pun masih perlu dilihat lagi. Karena dia bukan hakim. Di balik itu, kejujuran Ma’ruf Amin pun sudah dipertanyakan, karena jelas-jelas dia dikenal menyuara yang tidak konsisten mengenai aliran sesat LDII dan cenderung membela aliran sesat itu, padahal MUI sendiri telah mengeluarkan rekomendasi MUI 2005 bahwa LDII adalah aliran sesat yang membahayakan aqidah sebagaimana Ahmadiyah, maka MUI mendesak Pemerintah agar membubarkannya.

    Kesombongan Ma’ruf Amin yang juga merupakan elite NU juga ditunjukkan oleh KH Ahmad Ghazalie Masroerie (Ketua Lajnah Falakiyyah PBNU). Menurut dia, NU hanya memberikan mandat kepada dua delegasi yaitu Abdul Faiz Lc MA dan Hamdan Munawwir. Karena kedua orang tadi tidak memberikan laporan melihat hilal, maka laporan terlihatnya hilal di Jepara oleh pihak lain dinyatakan ditolak. Sedangkan laporan dari Cakung yang menyatakan hilal sudah tampak, menurut KH Ahmad Ghazalie Masroerie, tidak bisa dibenarkan. Selain akurasinya diragukan, juga karena yang mengambil sumpah bukan hakim.

    Itu artinya, penolakan itu lebih didasarkan kepada alasan teknis. Seraya mengabaikan substansi. Astaghfirullah…Bukankah dia dapat juga usul agar orang-orang yang menyatakan melihat hilal itu disumpah oleh hakim? Toh mereka tidak akan menolak bila disumpah oleh hakim. Maka alur yang benar, mestinya, karena yang mengambil sumpah bukan hakim, maka diusulkan agar yang menyumpah mereka itu hakim. Itu alur yang benar secara akal, bila tanpa niatan dari semula untuk menolaknya entah karena apa sebenarnya.

    Berdasarkan pandangan “ulama” penolak fakta tadi, maka Menteri Agama mewakili pemerintah memutuskan bahwa Idul Fitri1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011. Maka sejumlah pihak pun mengikuti keputusan itu dengan alasan demi menjaga persatuan dan kesatuan umat. Salah satu diantaranya sebagaimana disuarakan oleh Pimpinan Umum Hidayatullah, melalui maklumatnya yang ditandatangani oleh Abdurrahman Muhammad. Menurut dia, “…Dengan kapasitas dan peralatan teknologi modern yang digunakan, insya-Allah validitas hasilnya lebih dapat dipertanggungjawabkan.”

    Sikap Abdurrahman Muhammad itu diperkuat oleh Abdul Kholik, Lc (anggota Dewan Syuro Hidayatullah), yang mengatakan bahwa keputusan Hidayatullah itu diambil berdasarkan Sidang Majelis Mudzakarah Hidayatullah menyangkut penentuan awal Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah sebelumnya di mana Hidayatullah akan mengikuti keputusan sidang itsbat yang mempertemukan semua (mayoritas) golongan sebagai representasi umat di bawah koordinasi pemerintah.

    Sikap pimpinan Hidayatullah seperti itu, bagi sebagian orang sangat mengherankan dan bahkan menyedihkan. Karena selama ini Hidayatullah diharapkan menjadi salah satu basis Islam yang teguh pendirian, berpegang kepada syari’at Allah, bukan kesepakatan bersama yang dibangun di atas pendapat ulama sombong, yang berani menyatakan si aliran sesat anu sudah tidak sesat lagi, padahal masih juga setia dengan kesesatannya. (lihat nahimunkar.com, Aliran Sesat LDII Semakin Berani Ma’ruf Amin dan Jusuf Kalla Perlu Waspada, 25 FEBRUARY 2009, http://nahimunkar.com/aliran-sesat-ldii-semakin-berani-ma%E2%80%99ruf-amin-dan-jusuf-kalla-perlu-waspada/)

    Seorang pengamat, Muhammad Umar Abduh, menyikapi gejala ini dengan tudingan: “Idul Fitri sengaja dibuat berbeda karena pemerintah (SBY) ingin show of force kepada Muhammadiyah yang selama ini kritis, dengan memainkan keputusan 1 Syawal 1432 H. Kebetulan ada sejumlah ulama jahat yang mau diperalat untuk keperluan ini (Ma’ruf Amin, Suryadharma Ali, dan oknum ulama NU lainnya, serta sejumlah pakar maupun cendikiawan yang ikut sidang itsbat). Politisi (penguasa) mempermainkan agama untuk kepentingan politik praktisnya. supaya tetap dipakai di kabinet, terlalu…” (http://www.facebook.com/profile.php?id=1086842769)

    Tudingan Muhammad Umar Abduh pada laman facebook-nya, seperti bersambut pesan dengan pemberitaan VOA-Islam edisi 04 September 2011. Menurut Dr Ali Jum’ah (Mufti Agung Mesir), sebagaimana dikutip VOA-Islam dari surat kabar Al-Wafd, rumor tidak sahnya rukyatul hilal 1 Syawal di dunia Arab baru-baru ini, adalah konspirasi Zionis Israel untuk mengacak-acak Islam. Entitas Zionis berada di belakang rumor ketidakabsahan hilal Syawal, yang dibesar-besarkan oleh media baru-baru ini.

    Menurut Dr Ali Jum’ah, Darul Ifta’ telah menerjunkan sembilan komite di semua penjuru Republik Mesir untuk memonitor hilal pada Senin sore lalu. Satu komite terdiri dari 11 spesialis dalam ilmu astronomi (falak) dan hukum Islam. Kesembilan komite itu diterjunkan ke Toshka, Sohag, Kota 6 Oktober, Moqattam, Observatorium Helwan, Laut Merah dan Marsa Matrouh. Hasilnya, hilal terlihat dengan mata telanjang di dua tempat, masing-masing di Toshka dan Sohag. Namun, kesaksian itu berusaha dimentahkan pihak Israel, dengan mengatakan bahwa yang dilihat oleh komite adalah planet Saturnus bukan hilal Syawal. Israel melakukan ini untuk menciptakan perpecahan di antara kaum Muslim, karena mereka melihat tanda-tanda akan bersatunya kaum Muslim di dalam menetapkan 1 Syawal.

    Fenomena menafikan kesaksian hilal yang terjadi di dunia Arab, ternyata terjadi juga di Indonesia. Sosok “Israel” dan “entitas zionis” yang hadir pada sidang itsbat 29 Agustus 2011, melakukan upaya yang mirip yaitu mementahkan kesaksian sejumlah orang yang sudah berpengalaman melakukan rukyatul hilal selama puluhan tahun. Bahkan sebelum sidang itsbat berlangsung, Deva Octavian (peneliti senior di Observatorium Bosscha, Bandung, Jawa Barat) sudah berani ‘memutuskan’ bahwa Idul Fitri1 Syawal 1432 Hijriah akan terjadi pada 31 Agustus 2011.

    Menurut Deva, tinggi bulan saat matahari terbenam pada tanggal 29 Agustus 2011 di seluruh wilayah Indonesia kurang dari dua derajat. Berdasarkan hal tersebut, hilal tidak mungkin dilihat di wilayah Indonesia. Maka, 1 Syawal 1432 Hijriah terjadi pada 30 Agustus setelah maghrib. (eramuslim.com edisi Senin, 29/08/2011 10:30 WIB).

    Beberapa hari sebelumnya (27 Agustus 2011), Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dalam sebuah tulisannya yang cenderung menyalahkan Muhammadiyah mengatakan, “…Kalau mau lebih spesifik merujuk akar masalah, sumber masalah utama adalah Muhammadiyah yang masih kukuh menggunakan hisab wujudul hilal…” (http://www.dakwatuna.com/2011/08/14299/muhammadiyah-terbelenggu-wujudul-hilal-metode-lama-yang-mematikan-tajdid-hisab/). Menurut Thomas pula, selama Muhammadiyah masih bersikukuh dengan kriteria wujudul hilalnya, kita selalu dihantui adanya perbedaan hari raya dan awal Ramadhan.

    Padahal, faktanya, keputusan Muhammadiyah tentang 1 Syawal yang mendasarkan pada kriteria wujudul hilal (posisi bulan sudah positif di atas ufuk, meski ketinggiannya masih sekitar batas kriteria visibilitas hilal), mendapat dukungan dari pelaksanaan rukyatul hilal di Cakung dan Jepara. Bahkan di sebagian besar negara Arab, negara tetangga Malaysia, dan sebagainya.

    Maka tidak bisa disalahkan bila upaya-upaya yang dilakukan Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, Deva Octavian, Ma’ruf Amin, KH Ahmad Ghazalie Masroerie, Suryadharma Ali, dan sebagainya, oleh sebagian kalangan justru dinilai sejalan dengan upaya-upaya kalangan zionis Israel yang berusaha membuat ragu-ragu kalangan Islam terhadap keputusan 1 Syawal. Tentu dalam rangka merusak persatuan Islam.

    Dari fenomena ini dapat saja ditarik kesimpulan, bahwa pihak pemerintahlah yang menjadi penyebab terjadi perpecahan dan perbedaan di kalangan umat. Tentu saja dengan mendapat dukungan dari para ulama jahat sebagaimana telah terdengar di mana-mana adanya sosok yang membela aliran sesat, kemungkinan ada yang berprinsip “maju tak gentar membela yang bayar…”. Akibatnya, Ummat Islam lah yang jadi korban.

    Di balik kejadian
    Di balik kejadian ini, ada dua hal yang tampaknya saling bertentangan, dan dua-duanya tidak sesuai dengan syari’at. Masih ditambah lagi kemungkinan kepentingan di balik itu. Hingga peta kesalahan-kesalahanya terlihat sebagai berikut:

    1. Ada pihak yang dari awalnya sudah mengumumkan hari raya Idul Fitri dengan modal hisab. Ini jelas tidak sesuai dengan hadits yang telah jelas mengenai awal puasa maupun Idul Fitri itu dengan rukyatul hilal. Kalau terhalang awan, maka disempurnakan bulannya (30 hari). Hadits itu hadits khusus tentang awal Ramadhan dan Idul Fitri, jadi dalam pemakaiannya harus didahulukan ketimbang dalil umum.

    2. Pihak yang menolak kesaksian orang yang melihat hilal padahal sudah disumpah, sedang menolaknya itu berdasarkan hisab. Bukan karena cacatnya sifat dari orang-orang yang merukyat hilal, misalnya pendusta. Penolakan semacam ini justru menunjukkan: mendahulukan hisab ketimbang rukyah. Namun hasilnya aneh. Yang nomor satu tadi Idul Fitrinya Hari Selasa, namun pihak penolak ini hari rayanya Rabu. Padahal sebenarnya sama-sama mendahulukan hisab, namun mungkin karena beda kepentingan, maka hasilnya beda. Jadi kedua pihak itu ada dua kemungkinan salah: a. Mengandalkan hisab, b. membela kepentingan.

    3. Pihak pemerintah yang mengambil keputusan untuk Ummat Islam yang jumlahnya 200-an juta Muslimin, berlandaskan penolakan terhadap kesaksian para pelaku yang menyaksikan hilal, sedang tokoh penolak itu alasannya sama sekali tidak mendasar, di samping diragukan kejujurannya seperti dalam uraian di atas.

    • Ketika kita menerima berita, kita harus tabayyun, agar kita tidak diadu domba tanpa fakta ilmu yang jelas. Masalah penentuan Idul Fitri 1427/2006, 1428/2007, dan 1432/2011 tidak ada sebab lain selain masalah perbedaan kriteria. Bahasa mudahnya, karena beda batas masuk. Ibarat hakim garis pertandingan bulu tangkis, kalau aturannya beda, pastu keputusannya beda. Kata Muhammadiyah, asal positif sudah masuk tanggal baru. Kata ormas-ormas lain, harus memperhitungkan kemungkinan rukyat. Nah, ketika posisi bulan di antara dua batas itu, jadilah perselisihan. Tinggi bulan antara 1 – 2 seperti pada 3 tahun tersebut pasti menimbulkan perbedaan. Kata Muhammadiyah itu sudah masuk, maka mereka sejak awal mengumumkan 30 Agustus 2011. Kata ormas-ormas lain, itu belum masuk. Maka para semua kalender mereka dicantumkan 1 Syawal = 31 Agustus. Selama kriterianya/batasnya beda, kita akan selalu menghadapi perbedaan.

      Bagaimana soal laporan yang ditolak? Hilal itu sangat redup. Kemungkinan terkecoh sangat besar. Para pengamat yang menggunakan teleskop di lebih 10 lokasi di Indonesia melaporkan tidak melihat hilal. Maka ketika ada laporan dari Cakung dan Jepara yang pengamatnya tanpa teleskop, tentu sangat diragukan. Tidak mungkin cahaya hilal yang sangat redup mampu mengalahkan cahaya syafat/cahaya senja yang masih cukup terang. Itulah sebabnya laporan mereka ditolak. Diduga mereka terpengaruh oleh hisab taqribi (aproksimasi) yang mereka lakukan yang menyatakan bukan sudah di atas 3 derajat tingginya. Hakim Agama yang sudah dibekali pemahaman soal hilal tentu tidak akan mengakui kesaksian yang meragukan itu, apalagi pengamat lain di sekitar lokasi itu tidak ada yang melaporkan melihat.

      • Profesor dan para hakim, emang ada hadits Nabi yang meragukan pengakuan saksi yang mengaku melihat hilal, sehingga pengakuannya pantas diragukan?
        Siapa sih yang profesor ikuti, Nabi atau akal profesor? Yang adil dong Prof, kalau ada tempat untuk akal di Imkan Rukyah, maka tentu ada tempat pula untuk Wujudul Hilal (sama-sama akal). Tapi kalo tidak ada tempat untuk akal, sehingga harus Rukyah, maka kesaksian Cakung dan Jepara juga harus diakui dong, kan haditsnya tentang kesaksian Hilal/Rukyah

      • @Nur Harjanto:
        silahkan baca ini:
        http://beritapks.com/catatan-lebaran-1432-3-mengapa-kesaksian-hilal-di-cakung-dan-jepara-ditolak/
        http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/14/33777/Teknologi/Hilal_Imajiner_1_Syawal_1432_dari_Cakung.html

        saya quote dari tulisan tsb: “Maka bisa jadi obyek yang terlihat di Cakung tersebut bukanlah hilal 1 Syawal 1432 H. melainkan potongan awan yang terkena sinar matahari yang akhirnya terbentuk seperti hilal. Atau bisa jadi hilal imajiner yang timbul karena terobsesi oleh kenginan yang kuat untuk melihat hilal dengan dukungan system hisab yang ketinggian hilalnya berkisar antara 3°- 4°.”

      • @itx : sudah cukup banyak suudzon yang terjadi dalam diskusi tentang hilal ini. Saya ndak mau ikut-ikutan suudzon itu. Saya hanya ingin keadilan dalam mensikapi perbedaan ini. Termasuk penggunaan dalil-dalil-nya.
        Dalam Hadits tentang seorang yang berani disumpah telah melihat hilal hingga menyebabkan nabi berbuka, tidak tersirat adanya syarat seseorang itu harus “kredibel” apalagi jaman itu ilmu astronomi belum sehebat sekarang. Yang saya tangkap adalah hanya keberanian saksi tersebut untuk bertanggungjawab atas apa yang dipersaksikannya. Sehingga menurut saya terlalu mengada-ada alasan peserta sidang isbath mengeliminir kesaksian Cakung dan Jepara.
        Jika berpegang pada Hisab, maka kriteria dalam Wujudul Hilal sudah cukup (bahkan tidak perlu ditambahin lagi) untuk menentukan pergantian bulan.

        Note : pada artikel
        http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/14/33777/Teknologi/Hilal_Imajiner_1_Syawal_1432_dari_Cakung.html
        ada link gambar hilal tanggal 29 Agustus 2011 yang dilihat dengan Theodolite

        Foto itu menunjukkan terlihatnya hilal ato nggak ya??…….. Bukankan telah berhasil difoto, tapi kenapa masih ditolak ???

      • Saksi berani disumpah harus dimaknai “dia tidak berbohong”, tetapi belum tentu “dia benar” dengan yang dilihatnya, karena bisa jadi yang diyakini sebagai hilal itu ternyata bukan hilal. Link tersebut menjelaskan ketidakmungkinan tersebut. Link tersebut menyatakan tidak mungkin ada rukyat di Cakung pada 29 Agustus, karenanya pada judul ditulis “Hilal Imajiner”. Gambar yang ditunjukkan adalah hasil pengamatan hari berikutnya, 30 Agustus, yang ternyata terlihat dengan ketinggian yang belum terlalu tinggi. Kalau betul di Cakung sudah terlihat hilal yang kabarnya lebih dari 3 derajat, mestinya hilal yang teramati tersebut tingginya lebih dari 15 derajat. Nyatanya lebih rendah dari itu. Foto pada 30 Agustus itu untuk menjelaskan ketidakmungkinan terlihatnya hilal pada 29 Agustus.
        Perlu diingat, agar hilal terlihat, hilal yang sangat tipis itu harus mengalahkan cahaya senja. Kalau sekadar wujud, cahaya senja di ufuk yang berasal dari hamburan cahaya matahari masih sangat terang. Hilal yang sangat redup itu tidak mungkin tampak. Tidak ada teknologi untuk meningkatkan kontras cahaya hilal itu, karena baik cahaya hilal maupun cahaya senja sama panjang gelombangnya karena sama-sama berasal dari matahari. Wujudul hilal dulu digunakan sebagai penyederhanaan untuk menghindari kerumitan efek cahaya senja itu. Tetapi saat ini, dengan makin canggihnya ilmu hisab dan alat bantunya berupa berbagai software, penyederhanaan itu tidak diperlukan lagi. Maka komunitas astronomi sudah meninggalkan wujudulu hilal, diganti dengan imkan rukyat (kemungkinan bisa dirukyat) yang memperhitungkan efek cahaya senja.

      • Assalamu ‘alaikum,

        Kalau pak tdjamaluddin mengatakan “aturan-nya beda” maka satukanlah dengan “aturan Allah dan Rasul-Nya sholallahu ‘alaihi wassalam yaitu yang termaktub dalam Al Qur’an dan Sunnah, yaitu kalau saya pahami menggunakan “Rukyatul Hilal” bukan Hisab mestinya.

        Kalau menolak kesaksian hilal, ya memakai cara yang diturunkan Allah dan dijelaskan Rasululloh sholallahu ‘Alaihi wassalam. Apakah kata-kata ” …… BISA JADI, KEMUNGKINAN …..” dapat dipakai dalam menolak kesaksian, okelah ….. tanyakan pada Hakim Pengadilan, jaksa, atau pengacara. walaupun saya tahu ini masalah agama dimana 200 juta orang dikenai keputusan ini.

        wassalamu ‘alikum

      • Hisab dengan kriteria imkan rukyat adalah upaya penerapan kaidah-kaidah syar’i yang semula rukyat tanpa alat bantu, kini perlu dilengkapi dengan teleskop dan hisab yang menggambarkan kemungkinan rukyat. Mengapa perlu alat bantu? Merukyat hilal yang sangat redup dan sangat tipis sangat sulit dan berpotensi keliru dalam mengidentifikasi objek. Kesaksian harus disertai dengan bukti yang bisa dilakukan oleh orang lain, bukan sekadar pengakuan personal.

      • Assalamu ‘alaikum.

        Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam, adalah orang yang paling “bertakwa’, “berilmu”,”hati-hati” itu pun menerima kesaksian “1 orang” bagi yang melihat hilal. lihatlah hadist “ibnu umar”.

        tapi sekarang ………….

        wassalamu ‘alaikum

      • Betul kita harus berhati-hati menerima atau menolak kesaksian rukyat tunggal. Hilal itu sangat redup, mudah keliru dengan cahaya lain seperti awal tipis, cahaya Venus, cahaya pesawat terbang di kejauhan, cahaya lampu nelayan, dan sekian banyak lagi gangguan di langit yang makin banyak, jauh berbeda dengan zaman Nabi. Oleh karenanya perlu konfirmasi ilmu, yaitu astronomi.

    • Astaghfirullah. Suudzon bener ni..
      sejak dari duluuuu sampe skrg ini rasanya saya sudah berkali-kali (gak cuma satu dua tiga kali) mengalami berbeda hari raya gara2 muhamadiyah.
      saya kira gak ada tendensi apapun pemerintah menetapkan hari raya kali ini yg berbeda dg muhamadiyah, kecuali untuk berpegang pada yg benar.

      • Hanya Allah yang tahu apa yang tersembunyi didalam hati..kita tidak pernah tau niat baik buruk seseorang, dan jangan pernah berburuk sangka, apalagi sampai menimbulkan fitnah, perpecahan, karena ucapan kita, dan sangat ironis sekali jika ucapan itu kita tujukan pada saudara kita (muslim) sedangkan kepada umat lain saja dianjurkan kita sopan santun dan saling menghargai..
        Kalaulah tidak karena Akhlaqnya Rasul kita Muhammad niscaya tidak akan diterima Islam ketika itu..jadi bagaimana mungkin kita semua ribut2 disini memajukan Islam. Apapun niat prof ini dan teman2nya hanya Allah yang tahu..selicik-liciknya dia Allah lebih licik dan akan membalasnya jika dia punya maksud tertentu atau maksud untuk mendukung organisasi tertentu,dll.
        Namun saya juga minta marilah jangan sembarangan berkata-kata, menyebarkan isu yang tidak jelas dan tidak diverifikasi benar tidaknya.Internet tidak bisa anda jadikan berita valid tanpa anda telusuri asal usulnya. Dampaknya akan sangat luas, orang-orang yang tidak punya ilmu akan menyebarkan berita baru dengan sedikit bumbu, begitu seterusnya..sehingga berita jadi semakin tidak enak didengar, dan bagaimana pula jika berita itu jadi permainan bagi segolongan orang yang memang ingin melihat kita hancur. JADI TOLONG abaikan saja. marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk bertindak dan bersikap sesuai tuntunan Allah dan rasulNya yang dasarnya ada dalam Al-Qur’an dan hadist. Jangan hanya ikut-ikutan A, B, C ataupun ulama, ulama pun bisa salah tidak bisa jadi panutan buta(taklid), ulama tidak maksum (bebas dari kesalahan). Jadi setelah menerima masukan dari ulama, mari kita buka lagi AlQuran dan dipahami, cocokkan, begitulah belajar..dan mengamalkan Al-Quran. Insya Allah kita akan berada dijalan yang benar, bukan kelompok-kelompok.

        Sebagai penutup saya ingatkan dan menjadi renungan bersama beberapa Surat dalam Al-Quran
        1. Berpeganglah kamu semuanya pada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…(QS.Ali Imran 103). Perbedaan memang lahiriah dan tidak perlu diributkan tapi bagaimanapun persatuan tetap lebih indah..karena bersatu juga Indonesia bisa mengusir penjajah semoga teman semua tidak lupa pelajaran sejarah waktu SD.
        2. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]:13)

        Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim (QS.Ali Imran 102)
        —————————————————————————–
        Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Rasulullah SAW, Umar (bin Khattab r.a.) dan Ubay (bin Ka’ab r.a). Suatu ketika Umar bertanya kepada Ubay, “Apakah taqwa itu?

        Beliau (Ubay) bertanya balik, “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?”

        Umar menjawab, “Pernah!” dan Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?”

        Umar menjawab, “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.”

        Maka Ubay pun berkata, “Maka demikian pulalah taqwa!”

        Taqwa bisa didefinisikan seperti itu, hati-hati, waspada dan penuh keseriusan untuk menghindari apa yang dilarang Allah SWT. Sedang definisi lain menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan agar selamat dan mendapat surgaNya Allah seperti dinyatakan ayat berikut:
        Dan orang-orang yang bertaqwa kepada RabNya dibawa kedalam surga berbondong-bondong (QS.Az-Zumar 73)
        ———————————————————————————
        sekali lagi tanya kediri masing-masing yang disini paling merasa benar, jika merasa paling melaksanakan sunnah.
        sudahkah anak istri keluarga anda, benar dan anda didik sesuai Islam? Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. At-Tahrim : 6)
        Sudahkah anda sholat tepat waktu?Celakalah orang yang sholat,yakni yg lalai dari shalatnya(QS.Al-Maun:4-5)
        Sudahkah anda sholat berjamaah, dan merapatkan shaft dalam sholat?

        dan seperti yang saya katakan diatas tadi..kebenaran hanya milik Allah, manusia itu tempat khilaf dan salah, yang penting luruskan niat dan belajarlah lagi ilmu agama sesuai Al-Quran dan Hadits, maka insya Allah kita akan selalu berada dalam bimbinganNya dan mendapat ampunan.

        Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggung jawabnya.” (QS. al-Isra’: 36)

        Ingat ilmu dunia tidak jaminan,hanya Allah yang Maha Tahu, Apa yang ada di alam semesta dan yang terkandung dalam bumi.ikutilah Al-Quran dan Hadist, jadikanlah Rasulullah sebagai teladan, niscaya akan selamat dunia akhirat.amin

      • seandainya kita tidak bisa menjadi orang pandai, maka berusahalah menjadi orang yang bijaksana…sehingga kata2 dan tulisan kita pun akan lebih bijaksana…semoga Allah SWT memberkahi kita…

      • Ikutlah pada pemerintah dan ulil amri yang benar..apakah pemerintah kita sudah benar?

  532. Takabbalallohu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum,setiap kita/klompok seringkali bicara ukhuwah tpi masalah beda menentukan 1 syawal aja jadi perpecahan,apa g sebaiknya kita berfikir bahwa kita ini memang benar berbeda dari pada ngotot mau diikuti pendapat masing-masing toh haram puasa 1 syawalkan tergantung keyakinan masing-masing kaalu yang yakin selasa atau rabu ia jangan puasa dihari yang diyakini 1 syawal….gitu aja difikirin ….toh salah dan benarkan hak prerogatif Alloh,moga semuanya bener…..hendaknya ukhuwah yg kita dengungkan bukan ukhuwah antar kelompok aja tapi ukhuwah universal,kLu g bisa dlm bentuk bersama-sama setidaknya saling tasammuh ( solidaritas ) antar kelompok tapi alangkah baiknya kalau mau bersatu senada dan seirama biar g ada pandangan bahwa umat itu retak..Mhn juga kalau beri komentar janganlah dg bahasa saling mengejek dan profokatif,nanti ukwuwah makin retak,bahkan keretakan itu tdk saja antar klp tapi udh sampai pada tataran unsur yang paling esebsial sebuah negara apa yang kita kenal dengan rumah tangga,antar anak dn bpk,antar saudara,tetanga, dst.kasihan generasi bangsa dan umat ini kalau kita tinggalkan dlm keadaan bermusuhan…ini salah siapa,ini dosa siapa ? mari kita tanya pada rumput yg bergoyang ( kata ayahanda Ebit G.Ade )….dari hamba yg kebingungan……………………………………………………….sekian mhn ma,af.

  533. Perintah Puasa untuk yang beriman,(al-baqoroh 183 ),tapi begitu Rukyat kok Lokalan Indonesa,tak konfirmasi mukmin yang lain di tempat lain,mukmin tu satu dibumi manapun bak satu tubuh,tak ada batas teritorial hari dah sepakat sama ,begitu menetapkan tanggal dengan menyaksikan/melihat hilal ? Kenapa saling mengabaikan..emang yang beriman hanya di indonesa?Tolong renungi Al-baqoroh 185 ,yang dimaksud bila kamu menyaksikan bulan baru,tentu diataramu,bias di mesir aljazahir dsb.

    • Perintah Sholat untuk orang yang beriman, waktunya disesuaikan dengan wilayah masing-masing. gak ada critanya musti konfirmasi dulu di tempat lain. mukmin tu satu di bumi manapun bak satu tubuh, tapi masalah solat ya ngikut teritorial masing-masing. masalah puasa ya ngikut jadwal daerah masing2, nggak ada critanya waktu berbuka di indonesia disamakan jamnya dengan arab.

      • @itx : Artinya Idul Fitri boleh dong berbeda, walaupun satu wilayah, tergantung kondisi wilayah, keyakinan dan pemahaman dalil-dalil tentang mulai puasa dan berakhirnya puasa.
        Berarti pula TIDAK PERLU ADANYA PENYAMAAN/PENYERAGAMAN waktu Idul Fitri. Yang terpenting adalah MENGHARGAI PERBEDAAN
        Jadi kalo Muhammadiyah, NU, ormas lain dan pemerintah berbeda-beda Idul Fitrinya sah dong

  534. sepandai-pandai orang di dunia ini, tentunya itu baru setitik kecil saja dari bagian ilmu Allah SWT… jadi apapun gelarnya..entah doktor atau prof doktor… tidak ada jeleknya kalau mempelajari lagi ilmu Allah itu secara kaffah…sehingga isinya juga akan lebih dekat kepada al haqq dan akan lebih sampai pada tujuan agama islam yaitu tauhid dan kemashlahatan bagi umat…disampaikan dengan lebih bijak…lebih banyak introspeksi diri sendiri sebelum koreksi orang lain…prinsip awal memang kita harus tetap menghargai keyakinan saudara kita yang berbeda dengan diri kita…semua hanyalah makhluk/ manusia…yang semua masih mungkin salah dan lupa…maka carilah kebenaran dengan bijak dan santun…bukan dengan menjelekkkan pihak lain…semoga Allah memberkahi kita semua dan senantiasa memberikan petunjuk agar senantiasa di jalan-Nya.
    Reply

  535. Ass Wr Wb…..
    Prof Thomas….mhn informasi…apakah ada bukti yang tak terbantahkan bahwa suatu hari itu pasti tanggal satu bulan qomariah sebagaimana bulan purnama yang sudah tak terbantahkan lagi sebagai tanggal 15 ????? Mari kita rukyat bersama bulan purnama syawal 1432 H ini…. Insyaa Allah kita akan tahu mana tanggal 1 Syawal yang sebenarnya dan mana yang hanya diproklamirkan sebagai tanggal 1 Syawal…..

    • bulan purnama tuh tanggal 13-14-15 om, bukan 1 hari saja. khn ada tuh puasa sunah tengah bulan yg dilakukan pas bulan purnama (13,14 & 15)

  536. Melihat perilaku sebagian besar warga muhammadiyah di kampungku yang rata-rata keminter, sombong, maunya menang sendiri (mungkin karena merasa paling pinter itu), kelihatannya mereka tidak akan mau berubah. Maka dari itu biar semua tahu tahun kapan saja akan terdapat perbedaan (sebenarnya percekcokan hlo, kenyataan di kampung-kampung) mengawali puasa, beridul fitri dan idul adha, tunjukkan saja alat yang gratis dan mudah dipakai oleh kebanyakan orang untuk mengetahui hal itu. misalnya software berikut penjelasannya. dengan begitu kalau perbedaan tersebut sudah diketahui jauh sebelumnya mungkin akan bisa saling menghargai, ini juga masih mungkin hlo. Hm…..

    • yang lebaran 30 Agustus 2011 bukan hanya muhammadiyah cak ali, tetapi sebagian NU, HT, PKS dan lain-lain bahkan yang lebaran 29 Agustus 2011 juga ada. kenapa Muhammadiyah yang disalahkan ?

      • Karena yg dibahas disini Muhammadiyah mas. Saya tidak omong kosong mas, benar kalo di kampungku rata2 warga muhammadiyah itu memang tidak mau disela kalo ngomong soal idul fitri seperti ini. Memang tidak semua seperti itu, maka dari itu saya bilang sebagian besar. kalau mas Johan Weeku warga kampungku, saya yakin mas termasuk yang paling santun diantara mereka kalau melihat kalimat yang mas tulis di atas.

    • Bukan orang Muhammadiyah yang keminter tapi kamu aja terlalu goblog, bego… Sebenarnya orang2 kayak lo ini yg nggak bakalan mau berubah… Soal software kalau lo pinter mestinya bisa cari sendiri di Internet, banyak yg gratis, pake google aja nggak bisa, bego loe !!!

  537. Masya Allah. Inilah contoh kalau tidak ikut sabda nabi. Serahkan kepada ahlinya! Masalah kapan bulan baru muncul adalah masalah astronomi. Biarlah ahli astronomi yang menentukan parameter bulan baru. Saya tidak ikut kepada pendapat kelompok atau orang yang tidak ahli dalam astronomi.

  538. kata Kwik Kian gie, profesor model kayak gini ini adalah masuk dalam kriteria profesor “kodok”. yang bisa jadi sangat pantas diragukan kapasitas dan integritas model manusia yg kayak gini. terlhat sekali menghamba pada pemerintah dan menjilat penguasa.

  539. orang kafir dah berkali-kali ke bulan kita baru urusan melihat aja ribut. lalu siapa yang disebut afala ta’giluun, yasma’un, dll. lihat aja purnamanya kapan. itung mundur beres cara sederhana tapi masuk akal.

    semoga pemimpin negeri ini bisa lebih jernih lagi dalam berfikir,

  540. ane liat purnama ini malam ini
    pak mestinya anda minta maaf sama Muhmadiyah sana

  541. Untuk itx ,Hilal / bulan baru sebagai penanda awal dan akhir Romadhon,untuk pelaksanaan puasa harian ikuti matahari,termasuk sholat,.Tak perlu kompirmasi ???? ya nafsi nafsi itu namanya,Tolong tunjukan Qur’an atau Hadisnya yang menyatakan untuk awal dan akhir romadhon ikuti wilayah masing2,.Keadaan itul berlaku masa diponagara dimana alat komonikasai belum ada.sekarang kita kenyataanya lakukan konfirmasi ,tim tukyat tu juga lakukan konfirmasi .

    • toloong tunjukkan Qur’an atau Hadisnya yang menyatakan untuk awal dan akhir romadhon ikuti wilayah Arab!

    • Ha ha ha… Muhammadiyah beda aja sdh diributkan, apalagi kalau tiap wilayah punya jadwal puasa sendiri2, apa nggak tambah rame… ha ha ha… Ntar dalam satu kabupaten, tiap kecamatan punya jadwal sendiri2…. Bego banget tuh itx… Jangan-jangan Kiblatnya juga boleh beda, tergantung kondisi wilayah… wuakakak..

  542. Subhanallah, marilah kita semua menjadi umat yang senantiasa beriman padaNYA, Menjadi orang yang senantiasa baik pada sesama, saling menasehati dalam kebenaran dan penuh kesabaran. amin.

    Kasmant_

  543. Malam ini (12 Sept 2011) bulan purnama….kalau ditarik mundur, kira-kira lebarannnya kapan ya Prof?
    Apakah anda masih yakin dengan keputusan anda kemarin….?

    Mungkin sekali-kali anda perlu ikut tim rukyat cakung merukyat hilal, mempelajari 11 metode hisab berbeda.
    Dan kalau perlu setiap pergantian awal bulan anda bersama mereka melakukan rukyat untuk menyamakan persepsi tgl 1 bulan hijriah Prof.

    • Dalam hisab rukyat tidak dikenal penggunaan purnama untuk penentuan awal bulan.

      • ini yang dinamakan pembuktian kebenaran. bukan pembuktian awal bulan.
        kalau sekarang sudah bulan purnama, berarti 15 hari yang lalu sudah masuk bulan baru.
        ternyata yang anda bilang metode usang jauh lebih berharga daripada title profesor anda.

      • Pak prof thomas, penggunaan purnama memang tidak bisa untuk menentukan awal bulan yg berjalan, karena awal bulan sudah terjadi sebelumnya. Penggunaan purnama hanya digunakan untuk mengecek kebenaran dari metode yg digunakan utk menentukan awal bulan tersebut. Kalau tgl 12 Sept 2011 ini sudah purnama berarti kan sudah tgl 14 atau 15 Syawal 1432. Kalau ditarik mundur, berarti tgl 1 Syawal-nya tidak mungkin tgl 31 Agustus kan?? Logika sederhana kan begitu… Sehingga metode yg digunakan oleh pak profesor (dan pemerintah) kan jadi gak pas, sementara metode usang yg digunakan muhammadiyah menunjukkan kebenarannya… saya berharap pak profesor lebih arif lah memandang ini…

      • hehehe…. joke anda luar biasa prof…. ilmu ” ngeles ” anda sudah melebihi para politisi di senayan…. ini kan bukan masalah ” Dalam hisab rukyat tidak dikenal penggunaan purnama untuk penentuan awal bulan. ” Semoga Allah memberikan hidayah dan maghfiroh kepada anda… Amiin….

      • maaf prof .. saya hanya orang yang awam agama dan ilmu penetahuan.
        ada nggak ya hubungan penentuan 1 ramadhan, 1 syawal, 1 dzulhijah dengan jadwal sholat ?
        soalnya saya berkeyakinan dulu jaman nabi pasti belum ada jadwal sholat seperti sekarang. tetapi orang-orang sekarang enjoy saja sholat mengikuti jadwal sholat yang tersusun tanpa harus lihat matahari sdh tergelincir atau belum…..

      • Ada hubungannya, soal kesepakatan kriteria. Untuk jadwal shalat, semua ormas Islam bersepakat dengan kriteria yang digunakan Kementerian Agama RI. Tetapi untuk awal bulan, masih ada ormas Islam yang tidak bersepakat. Itulah yang menjadi sumber masalah.

      • Apalah artinya bulan sabit terlihat prof kalau itu bulan sabit tanggal sekian dan bukan lagi tanggal satu….sadarkah anda kalau telah menyesatkan ummat…..esensi sidang itsbat adalah untuk mencari tanggal 1 yang sesungguhnya bukan sekedar terlihat atau tidaknya bulan sabit…..istigfar prof !!!!! purnama adalah bukti tak terbantahkan sebagai sunatullah untuk menentukan mana tanggal satu yang riil dan mana yang sekedar dklaim sebagai tanggal satu….iya atau iya

      • Purnama bukan untuk menentukan awal bulan Pak Propesor, tapi untuk membuktikan kebenaran penentuan awal bulan…. Kalau menggunakan Purnama untuk menentukan awal bulan itu namanya KASEP !!!

      • ya iyalah Prof kan bulan purnamanya terjadi setelah 14-15 hari kemudian mana bisa digunakan untuk menentukan 1 Ramadhan atau syawal, tp logikanya klo bulan purnama di bulan syawal ini terjadi pada tanggal 12 September, ya kalau dihitung mundur tanggal 1 Syawal jatuh pd 30 Agustus..

  544. Prof. kalau memang anda Prof. yang baik dan ilmiah, seharusnya anda membuat tulisan untuk menanggapi mulculnya Bulan Purnama malam ini.. itu akan menunjukkan kredebilatas anda dan ke Professoran anda tidak diragukan, bukan hanya dengan membalas seperti ini :

    “Dalam hisab rukyat tidak dikenal penggunaan purnama untuk penentuan awal bulan.”

    komen tersebut tidak cukup, karena anda telah “menjatuhkan” Organisasi terbsesar dan tertua di negeri ini, juga anda telah memecah ummat. saran saya anda harus meminta maaf kepada Muhammadiyah.

  545. Tidak ada yg bilang purnama utk menentukan awal bulan. Sy yg bukan propesor insy bisa memahami bahwa purnama untuk MENVERIFIKASI penentuan awal bulan sebelumnya.
    Statement bahwa Dalam hisab rukyat tidak dikenal penggunaan purnama untuk penentuan awal bulan itu benar tapi tidak tepat menjawab pertanyaan. Bener tapi ora pener.
    Imkanurrukyat dulu juga nggak ada 🙂 so, kalau dulu purnama tidak digunakan utk verifikasi, kenapa skr tidak? Jgn mematikan inovasi. Katanya jangan usang… Lha kok metode baru seakan ditolak?
    Yg jelas, purnama telah tiba. Berani untuk verifikasi pendapat pak Thomas?

    • dalam kalender islam, bulan purnama terjadi pada tanggal 13, 14 & 15, bukan tanggal 15 saja. ada dalil syar’inya.
      so, kedua kemungkinan awal bulan yg jadi perdebatan ini tidak bisa diverifikasi dengan bulan purnama karena yg disebut bulan purnama itu bisa saja tanggal 13 atau 14 atau 15.

      • Pak itx, jadi tdk ada bulan purnama sempurna ya pak?, saat bulan mengitari bumi dan bumi berotasi dan mengitari matahari, tentunya mempengarui jatuhnya sinar matahari terhadap bulan. Sebagai cara berpikir awam saya, maka tentulah tetap ada perbedaannya. Saya memoto bulan tiga hari tanggal 12, 13 dan 14 September. Ada perbedaan bentuk bulan “purnama” di sana. Makanya saya heran kok bisa dibilang sulit ya? Silakan saja lihat gbr bulan tersebut di FB saya rudi.kdahlan@gmail.com

      • ada bulan sempurna. tapi itu terjadi PASTI di antara tiga tanggal tsb.
        jadi kalo digunakan utk memverivikasi ya pastilah kedua versi lebaran kemaren menjai BENAR.

  546. tdjamaluddin, on 12 September 2011 at 17:23 said:
    “Dalam hisab rukyat tidak dikenal penggunaan purnama untuk penentuan awal bulan”

    lho koq menutup diri terhadap faktor kenyataan alam yang sebenarnya mudah dipakai untuk memverifikasi jatuhnya awal bulan. tinggal dihitung mundur saja toh?

    bukankah.. “Dialah yg menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkanNya manzilah-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan.”

    jangan2 bukan muhammadiyah yang arogan dan pengen beda sama yg lain, tapi profesorlah yang memang nggak mau sama dengan muhammadiyah.

    • tp kenyataannya purnama bukan tgl 12 melainkan 13 september kok,
      sesuai kalimat anda “faktor kenyataan alam yang sebenarnya mudah dipakai untuk memverifikasi jatuhnya awal bulan”, sinar bulan lebih terang selasa malam bukan senin

  547. Ibnu Taimiyyah berkata: “Hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah (dengan cara apapun, pen) tidak akan berbeda dengan orang yang mengikuti pemerintah dengan melihat ru’yah hilal; baik sebagai mujtahid yang benar atau (mujtahid) yang salah atau lalai. Sebagaimana telah disebutkan dalam Hadits, Nabi bersabda tentang para penguasa: “Shalatlah bersama mereka. Jika mereka benar, maka (pahalanya) untuk kalian dan mereka. Jika mereka salah, maka pahalanya untuk kalian (dan) dosanya untuk mereka.” Jadi, kesalahan dan kelalaian pemerintah, tidak ditanggung kaum muslimin yang tidak melakukan kelalaian atau kesalahan.” (Majmu’ Fatawa 25/206).
    Jadi menurut saya yang awam, kewajiban saya adalah mengikuti ulil amri (pemerintah) yang memang benar2 dianggap memiliki keahlian dan kompetensi. Jika pemerintah ternyata salah karena kelalaian, ya dosa seluruh umat muslim di Indonesia siap2 mereka yang nanggung, wallahu a’lam.

  548. Memang sih untuk penentuan awal bulan itu bukan melihat purnama, karena udah telat. Tetapi mungkin bisa digunakan sebagai batu ujian apakah cara yang kita gunakan kemaren untuk menentukan awal bulan tersebut udah benar atau masih meleset sehingga perlu diperbaiki. Karena untuk melihat hilal mungkin butuh perhitungan yang njilimet dan alat-alat yang canggih. Sedangkan untuk melihat purnama, hanya butuh mata dan kejujuran saja (yang mungkin bagi sebagian orang merupakan barang yang langka).

  549. Menurutku, bukan Muhammadiyah yang mau beda sama yang lain, tapi yang lain itu pingin beda sama Muhammadiyah, karena Muhammadiyah sudah jauh2 hari menentukan kapan saatnya Idul Fitri, lihat aja apakah nanti idul adha masih beda, karena seharusnya tetap beda….

    • Ini pasti omongannya orang yang sebenarnya ga mudeng. Omongannya kelihatan asal nyrocos. ckckckckck………..

  550. ahhh… Prof Telo!! giliran salah kayak gini, terus diserang balik diem ajah… telo!!

    • Diamnya profesor itu mungkin karena profesor lagi bingung, karena sudah dijelaskan berkali-kali ga paham-paham juga. malah mereka menyerang (dalam bahasa anda) beliau. coba kalao kamu, saya yakin pasti juga bingung. hla wong profesor aja bingung, apalagi kamu yang kelas tempe bongkrek yang sudah bosok.

    • Saudaraku semua ingat QS An Hahl 125 :” Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik “.
      Jadi kalau comment yang baik, jangan arogan dan mencela orang lain.

  551. si professor lebih mengarah menyerang dan meng – compare organisasi keagamaan, dari segi analisa isi tulisan ane lebih melihat mengarah kepada menghasut dari pada ilmiah..

    • Janganlah kedholiman di balas dengan kedholiman, apalagi sang profesor bukanlah orang yang dholim dan tidak melakukan kedholiman pada kita, sang profesor hanya menganalisa berdasarkan kapasitas keilmuan yang dimilikinya, kalau kita bisa melepaskan fanatisme golongan kita, Insyaallah analisa profesor akan bermanfaat bagi kita, tapi kalau fanatisme golongan masih melekat pada diri kita, maka nasehat siapapun akan menjadi panas dihati kita.

  552. wes rasah geger. antara tekstualis dan kontekstualis terkadang susah untuk ketemu. Allah tahu di balik niat/hati para penentu 1 syawal 1432. dan Dia akan memberi balasan sesuai niat/hati masing2

    idul adha 1432 insya Allah 100 persen bareng sebab +6 derajat

  553. Imam Abul Hasan As Sindi menyebutkan dalam Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah:
    وَالظَّاهِر أَنَّ مَعْنَاهُ أَنَّ هَذِهِ الْأُمُور لَيْسَ لِلْآحَادِ فِيهَا دَخْل وَلَيْسَ لَهُمْ التَّفَرُّد فِيهَا بَلْ الْأَمْر فِيهَا إِلَى الْإِمَام وَالْجَمَاعَة وَيَجِب عَلَى الْآحَاد اِتِّبَاعهمْ لِلْإِمَامِ وَالْجَمَاعَة وَعَلَى هَذَا فَإِذَا رَأَى أَحَد الْهِلَال وَرَدَّ الْإِمَام شَهَادَته يَنْبَغِي أَنْ لَا يَثْبُت فِي حَقّه شَيْء مِنْ هَذِهِ الْأُمُور وَيَجِب عَلَيْهِ أَنْ يَتْبَع الْجَمَاعَة فِي ذَلِكَ
    “Jelasnya, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha, pen) keputusannya bukanlah di tangan individu. Tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada penguasa/ pemerintah dan mayoritas umat Islam. Dalam hal ini, setiap individu pun wajib untuk mengikuti penguasa dan mayoritas umat Islam. Maka jika ada seseorang yang melihat hilal namun penguasa menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, 3/431)

  554. Imam Ash Shan’ani mengatakan dengan tegas:
    فيه دليل على أنه يعتبر في ثبوت العيد الموافقة للناس وأن المنفرد بمعرفة يوم العيد بالرؤية يجب عليه موافقة غيره ويلزمه حكمهم في الصلاة والإفطار والأضحية. وقد أخرج الترمذي مثل هذا الحديث عن أبي هريرة وقال: حديث حسن. وفي معناه حديث ابن عباس وقد قال له كريب: إنه صام أهل الشام ومعاوية برؤية الهلال يوم الجمعة بالشام وقدم المدينة آخر الشهر وأخبر ابن عباس بذلك فقال ابن عباس: لكنا رأيناه ليلة السبت فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين أو نراه قال: قلت: أولا تكتفي برؤية معاوية والناس؟ قال: لا هكذا أمرنا رسول الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم.
    “Pada hadits ini ada dalil bahwa yang diambil ‘ibrah dalam menetapkan hari raya adalah kebersamaan manusia. Dan bahwasanya seorang yang menyendiri dalam mengetahui masuknya hari raya dengan melihat hilal tetap wajib mengikuti kebanyakan manusia. Hukum ini harus dia ikuti, apakah dalam waktu shalat, ber’idul Fithri atau pun berkurban (Idul Adha). At tirmidzi telah meriwayatkan yang serupa dengan ini dari Abu Hurairah, dan dia berkata: hadits hasan. Dan semakna dengan ini adalah hadits Ibnu Abbas, ketika Kuraib berkata kepadanya, bahwa penduduk Syam dan Muawiyah berpuasa berdasarkan melihat hilal pada hari Jumat di Syam. Beliau dating ke Madinah pada akhir bulan dan mengabarkan kepada Ibnu Abbas hal itu, maka Ibnu Abbas berkata kepadanya: “tetapi kami melihatnya (hilal) pada sabtu malam, maka kami tidak berpuasa sampai sempurna tiga puluh hari atau kami melihatnya.” Aku berkata: “Tidakkah cukup ru’yahnya Mu’awiyah dan Manusia?” Ibnu Abbas menjawab: “Tidak, inilah yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kami.” (Subulus Salam, 2/63)

  555. Mungkin memang takdir MUHAMMADIYAH dr dulu hingga skarang utk selalu d salahkan,pdahal Muhammadiyah telah sngat bnyak membantu utk membangun negara ni,mulai dri jman penjajahan hingga skarang…jd kyak gni blazan PEMERINTAH thdap MUHAMMADIYAH dg mnyewa PROFESOR yg trus2an menyalahkan,menjelekan dan menghina Muhammadiyah di dpan PUBLIK…gimana bza da pnyatuan jika cara ngomongnya kasar sperti ni,saya lihat di sdang ISBAT kmarin hanya prwakilan dr Muhammadiyah yg bza bicara dg sopan,tdk sperti yg lain yg ngomongnya NGOTOT dan tdk mau mengalah,trmasuk anda sndiri prof,apa anda g’ malu sbgai profesor yg pztinya seorang terpelajar,tp g’ bza bicara dg SOPAN.Kayaknya anda perlu blajar bgaimana cara bicara dg sopan dan baik…BAGAIMANA BISA ADA PENYATUAN?!

  556. Sudahlah…. cucuku semua… aku mewakili kalian semua wis ya…, untuk warga Muhammadiyah, berlapang dadalah kalian semua menerima semua keritikan, dan ma’afkanlah yg keritikannya menyakitkan hatimu, toh Rosulullah juga suka memaafkan.
    Untuk warga NU : Berbahagialah kalian… karena terbukti jamaahmu semakin banyak yg jadi ilmuwan. Insya Allah akan semakin banyak ulul albab yang lahir dari NU.
    Untuk Prof Djamal : makasih… tulisan jenengan telah mengembalikan kegemaranku mbaca setelah lama hilang, smoga Allah memberkahi kami dan kamu semua.. . Amien.
    Untuk Pemerintah : Semoga bisa menjadi ulil amri yg bertaqwa.
    Untuk Mbah sendiri : ” Semoga Allah mengampuni semua salah dan khilafnya.. Amien ”
    Mohon ma’af bagi yang tidk berkenan diwakili.

    • Mbah Kakung, saya kira Panjenengan akan menengahi perbedaan ini, tapi ternyata tidak. Panjenengan lebih condong untukmenjadi anteknya Propesor, shg lbh membela beliau + NU dan merendahkan warga Muhammadiyah. Lalu apa bedanya mbah Kung dengan yang suka bertengkar tadi…..? Istighfar Mbah Kung……!

  557. NEGARA2 ISLAM LAIN PD HARI RAYA KAPAN TO??? SO.. LBH COCOK KE mana ??? NU / Muhammadiyah?.. berfikir JERNIH n LUAS,..

    • Mas, coba anda lihat web ini: http://moonsighting.com/1432shw.html

      Ternyata negara2 Islam dengan jumlah populasi paling banyak dari negara lain seperti India, Pakistan, Bangladesh, Iran, China berlebaran tanggal 31 Agustus tuh. Yang lebarannya tanggal 30 kebanyakan gara2 ngikut saudi. Brunei, tetangga kita lebaran tanggal 31. Silakan pilih mana…

  558. NEGARA2 ISLAM LAIN PD HARI RAYA KAPAN TO??? SO.. LBH COCOK KE mana ??? NU / Muhammadiyah?.. berfikir JERNIH n LUAS,.

    • Mas, coba anda lihat web ini: http://moonsighting.com/1432shw.html

      Ternyata negara2 Islam dengan jumlah populasi paling banyak dari negara lain seperti India, Pakistan, Bangladesh, Iran, China berlebaran tanggal 31 Agustus tuh. Yang lebarannya tanggal 30 kebanyakan gara2 ngikut saudi. Brunei, tetangga kita lebaran tanggal 31. Silakan pilih mana.

  559. @itx..jk blan prnama trjadi tgl 13,14,15 jd bner donk 1syawalnya hri selasa 30 agustus 2011,coz di tmpat saya fullmoon trjadi pd mlam minggu, mlam senin dan malam selasa.
    @anandi.. Saya lihat di sdang isbat kmarin justru dri Muhammadiyahlah yg bza ngomong sopan dan tdk NGOTOT,jk Muhammadiyah g’ di undang ya g’ msalah si bgi Muhammadiyah,lgian Muhammadiyah disana hanya DIJELEK-JELEKKAN DAN DIHINA-HINA BHKAN DISALAHKAN, apa ni blazan dri pmerintah trhdap Muhammadiyah yg sdah bnyak membantu membangun negara ni.
    @ Prof.. kalau sdah di hisab hsilnya dibawah 2drjat,knpa hrus dilakukan sidang?lgian pula jk ada yg mlihat pzti akan di TOLAK,jd semua itu hnya menghambur-hamburkan uang.

  560. @itx..jk blan prnama trjadi tgl 13,14,15 jd bner donk 1syawalnya hri selasa 30 agustus 2011,coz di tmpat saya fullmoon trjadi pd mlam minggu, mlam senin dan malam selasa.
    @anandi.. Saya lihat di sdang isbat kmarin justru dri Muhammadiyahlah yg bza ngomong sopan dan tdk NGOTOT,jk Muhammadiyah g’ di undang ya g’ msalah si bgi Muhammadiyah,lgian Muhammadiyah disana hanya DIJELEK-JELEKKAN DAN DIHINA-HINA BHKAN DISALAHKAN,
    @ Prof.. kalau sdah di hisab hsilnya dibawah 2drjat,knpa hrus dilakukan sidang?lgian pula jk ada yg mlihat pzti akan di TOLAK,jd semua itu hnya menghambur-hamburkan uang.

    • hal itu mengandung arti bahwa full moon pasti terjadi antara tanggal 13, 14 atau 15. sehingga kedua versi lebaran kemaren adalah BENAR! dan tidak dapat diperselisihkan menggunakan konsep bulan purnama.

  561. yang merasa terdolimi di sini, cup cup cup, nanti yang mendolimi kamu-kamu semua biar dijamoni sama ibu. (dikritik baik-baik kok nangis sambil mencak-mencak to, padahal kritik membangun hlo). sudah diam cup cup cup. (wujudul hilal itu …………… ra ono dalile. seandainya ada, dalil akal-akalan tingkat tinggi).

  562. @ali..emang Hisab Imkan Rukyat ada dalilnya?

    • Pertanyaan cerdas!!
      Imkan Rukyat itu kriteria hisab, seperti halnya wujudul hilal. karena namanya saja “imkan rukyat”, maka harus dibuktikan melalui rukyat. Nah RUKYAT ini sebagai goalnya, dan Rukyat ini sesuai perintah nabi SAW.
      hla kalao “Wujudul hilal” seperti yang dipahami Muhammadiyah? Pembuktiannya? ………kan hanya, cuma berhenti sampai pada kira-kira tok saja to? tanpa pembuktian. trus perintah nabinya dimana? Mosok beribadah kok patokannya KIRA-KIRA? ckckckck………

  563. halah… kok sik berlanjut wae debat nya….. ya… sudahlah lets bye gone be bye gone wis….
    Mbah usul aja wis ke pak SBY dan petinggi negara lainnya :
    ” Segera buat peraturan / UU bahwa hanya pemerintah saja yang boleh menetapkan hari Raya agama-agam, kayak di Arab Saudi ”
    Saya jamin… kalo UU nya dah dibuat pasti Muhammadiyah nggak akan berani lagi ngumumin hari raya duluan.
    Congrat untuk Muhammadiyah
    Congrat untuk Nahdhiyah
    Congrat untuk Rakyat Indonesia

    • mang Negara ini milikmu; NKRI bukan negara agama boy. Jadi, kenapa sih perlu diributkan jika Muhammadiyah yang berbeda. Teman-teman Naqsabandiyah, dll juga berbeda tapi toh tidak di soal.

    • Petuah bagus, menarik dan menyejukkan Mbah Kakung! Tanpa mihak sana sini. Cuma ada yang mengganjal hati cucu, Mbah Kakung! Kenapa masih perlu “buat peraturan / UU bahwa hanya pemerintah saja yang boleh menetapkan hari Raya agama-agam, kayak di Arab Saudi?”. Gini hlo Mbah Kakung; Kita ini sudah diberi kenikmatan dari Allah berupa model pemerintahan seperti Indonesia ini. Termasuk urusan agama ada yang memfasilitasi, yaitu departemen Agama. Nah fasilitator dari pemerintah ini sudah diakui legalitasnya oleh seluruh warga negara. Ga ada yg protes to dengan keberadaan Departemen Agama. malah saya rasa dia harus ada karena semua warga negara Indonesia adalah beragama. Kalau kita mengingkari nikmat ini, cucu kawatir misalnya Allah sampai mencabut nikmat ini gara-gara pengingkaran kita terhadap nikmatnya. Selanjutnya karena mayoritas warga Indonesia beragama Islam maka yang memimpin Departemen itu juga harus beragama Islam. Kalau begitu berarti kita seharusnya memang harus sudah merasa mempunyai pemimpin negara yg harus kita patuhi dalam masalah memfasilitasi urusan keagamaan ini (Islam). Urusan itu termasuk dalam menentukan awal, akhir Ramadhan dan ‘idul adha. Gitu Mbah! Ma’af kalau tidak berkenan. Mohon dima’afkan cucu yang kurang ajar ini. Tapi cucu merasa yang paling kurang ajar itu yang ngotot dengan mempertahankan kriteria usang wujudul hilal, dan bernafsu kuat untuk melempar jauh-jauh perintah Rasullulah SAW dengan berbagai cara licik. Perintah Rasullulah yang cucu maksud adalah agar kita, dengan difasilitasi pemimpin negara kita, melakukan Rukyat. Sekali lagi mohon dima’afkan cucu yang terlalu banyak ngomong ini.

  564. wah…!!! masih rame kok?. Mudah2an komentar saya yg terakhir ni..
    buat warga Muhammadiyah nrimo saja krn memang nasibmu sejak awal dihina, dibenci n dicurigai baik oleh sesama muslim Indonesia apalagi oleh non muslim, so hrs intropeksi. coba dari skrang warga Muh. hrs lebih akomodatif thd adat istiadat meskipun dianggap sinkretis, jg sok sokan nyonto Nabi lah, coba kreatif spt org NU yg mampu mencampur adukan masalah ibadah dg budaya setempat (Hindu), ikuti saja kehendak masyarakat jangan dibalik “masyarakat hrs mengikuti” spya warganya smkin banyak gitu lho…!!
    Buat Org NU, sukses buat kalian Islam versi kalian yg bakal mjd rahmatan lil ‘alamin, NU bisa masuk kemanapun krn Nu tdk pilih-pilah spt Muhammadiyah, bahkan dulu NU bisa menyatukan Islam, Nasionalis dan Komunis (Nasakom). Apalagi anak2 muda NU (Islam Liberal) tdk fanatik spt Muhammadiyah boleh kawin beda agama juga, wanitanya lbh bebas boleh jadi imam jum’at meskipun makmumnya laki2, bahkan yg mengangagumkan prm juga tdk mengapa (tdk haram) hanya mengenakan cangcut saja krn aurat prm sebatas anunya saja, warisan ortodok juga diperbaharui menjadi 1:1 itu yg sy ketahui. Semuanya merupakan kreatifitas yg luar biasa. Para kiayinya pun gx pd munafik spt orng2 Muhammadiyah, sebut saja KH, Jaenuddin MZ, (alm), Iskandar SQ termasuk Rhoma Irama mrk berani dicerca oleh umum yg awam sebab menolong mengawini gadis2 muda belia (kbtulan para artis) yg memang butuh bimbingan agama. makanya banyak yg tadinya Muhammadiyah pindah mjd warga NU bahkan banyak pengurus NU yg tadinya Muhammadiyah, (maaf kalo Din Samsudin itu kekecualian, memang dulunya ia ketua IPNU, tp tdk banyak belajar tentang NU, jadi ia tergiur pindah, plim-plan), ini sebuah kenyataan bahwa kebenaran itu akan semakin tampak “pencerahan” itu sebenarnya milik NU bukan Muhammadiyah. maaf kpd warga Muhammadiyah dan NU kalo saya salah yach…!!??

    • Apa yang anda ungkapkan hanyalah sebuah opini tanpa didukung oleh bukti yang otentik, jika anda merasa yakin dengan apa yang anda ungkapkan tsb tanpa ada klarifikasi dengan disertai bukti yang otentik, maka ungkapan anda tsb akan menjadi fitnah, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan, kita berdiskusi disini harus secara ilmiah dan tidak usahlah membawa-bawa nama seseorang yang sudah meninggal.

    • omongan orang kehabisan akal. makanya jangan membuat dalil akal-akalan wujudul hilal. ini ini, jadinya ya seperti ini. mau berargumen ga mampu, mau mengakui wujudul hilal itu akal-akalan sudah kadung fanatik, akhirnya bicara sekenanya seperti arang s*****g.

    • Uut kamu ini makhluk dedemit jadi jadian dan penyembah berhala tulen yang belajar menulis, makhluk kayak kamu gini sebaiknya jangan dibiarkan kelamaan hidup. bisa terjadi konflik horizontal! dasar kurcaci penyembah ormasnya!!!

  565. Lha koq diskusinya bergeser dari esensi…….kembali ke labtop ach !!!!!
    Untuk Profesor Thomas…. Rakyat khan sudah melaksanakan kewajibannya yaitu saling toleran meski berbeda hari raya terbukti nggak ada konflik…ya toh ???? Nah sekarang wajar toh kalau gantian rakyat khususnya ummat muslim Indonesia dari Sabang sampai Merauke meminta apa yang menjadi haknya ….apa itu hak rakyat ??? ya melakukan Ibadah yang betul dalam konteks ini ber idul fitri yang betul yaitu pada tanggal “1 Syawal yang sesungguhnya” bukan sekedar yang diklaim sebagai tanggal 1, gitu loh !!!!! makanya harapan saya sebagai muslim Indonesia tanpa pandang bulu ormasnya apa, panjenengan sebagai ilmuwan di bidang ini mesti mendorong pemerintah untuk terus menguji tentang kebenaran dan keakuratan hasil sidang itsbat dan tidak berhenti hanya sampai di keputusan sidang tersebut.
    Memang betul siapapun yang berijtihad meskipun salah akan dapat pahala, memang betul kalau sidang itsbat salah rakyat tidak berdosa ….. tapi apa iya kita mau hanya berhenti sampai disini….. padahal Allah khan mewajibkan kita untuk terus mengevaluasi semua apa yang sudah kita lakukan (QS Al Hasyr) ??? bahkan pepatah bijak mengatakan hanya keledai dungu yang mau terperosok pada lobang yang sama untuk kedua kalinya….. kalaupun hasil sidang itsbat kemarin terbukti meleset…. tentu kedepan mestinya metode dan dasar penentuan harus diubah …bukan begitu prof ?????

    • Apakah benar meleset? apa alasan anda mengatakan hasil sidang kemarin meleset? apakah “bulan purnama” juga seperti kebanyakan orang yg mengagung2kan 30 agustus lah 1 syawal kmaren?
      Hisab imkan Rukyat, itu hisab yg menggunakan kriteria hilal terlihat, dengan menambahkan elemen2 dalam perhitungan hisab seperti keadaan atmosfer, dan keakuratannya lebih tinggi dibanding metode2 sebelumnya.
      Hasil sidang itsbat kemaren tidaklah meleset, karena telah sesuai dengan kaidah dalil naqli dan aqli. 🙂
      Kriteria Imkan Rukyat terus diubah. Tahun 92, kriteria MABIMS adalah altitude bulan 2 derajat, elongasi matahari bulan 3 derajat, umur hilal 8 jam. Sekarang diusahakan untuk menyamakan kriteria oleh RHI, yakni altitude bulan 4 derajat jika elongasi matahari bulan 6.4 derajat. (CMIIW)
      Semoga saja, ormas sebesar Muhammadiyah, yg pro perubahan, mau mengubah kriterianya, tidak lagi wujudul hilal, namun ke kriteria Imkan Rukyat.

  566. Ass. Wr. Wb. Saya berharap semua ormas islam yang ada di INDONESIA duduk bersama untuk menyamakan persepsi agar kami percaya untuk mengikuti Ulil Amri (Pemerintah + Ulama), agar tidak ada lagi perbedaan penetapan awal RAMADHAN & SYAWAL. Wassalam

  567. Kenapa banyak yang menyalahkan pemerintah dengan alasan berbeda hari lebaran dengan negara lain? Padahal faktanya banyak negara yang lebaran tanggal 31 juga. Cek:

    http://moonsighting.com/1432shw.html

    Ternyata negara2 Islam dengan jumlah populasi paling banyak dari negara lain seperti India, Pakistan, Bangladesh, Iran, China berlebaran tanggal 31 Agustus tuh. Yang lebarannya tanggal 30 kebanyakan gara2 ngikut saudi. Brunei, tetangga kita aja lebaran tanggal 31.

    Coba lihat prancis, yang sebenarnya gak lihat hilal tapi tetep lebaran tanggal 30 gara2 ngikut saudi.

    Maju terus prof, teknologi udah maju kok masih pake metode kuno.

  568. Kenapa banyak yang menyalahkan pemerintah dengan alasan berbeda hari lebaran dengan negara lain? Padahal faktanya banyak negara yang lebaran tanggal 31 juga. Cek:

    http://moonsighting.com/1432shw.html

    Ternyata negara2 Islam dengan jumlah populasi paling banyak dari negara lain seperti India, Pakistan, Bangladesh, Iran, China berlebaran tanggal 31 Agustus tuh. Yang lebarannya tanggal 30 kebanyakan gara2 ngikut saudi. Brunei, tetangga kita aja lebaran tanggal 31….

    Coba lihat prancis, yang sebenarnya gak lihat hilal tapi tetep lebaran tanggal 30 gara2 ngikut saudi.

    Maju terus prof, teknologi udah maju kok masih pake metode kuno.

    • Siapa yang makai teknologi kuno? Yang jelas HIsab Wujudul Hilal bukanlah kriteria yang kuno. Hisab wujudul hilal dipakai oleh Pusat King Abdul Aziz untuk Pengembangan Sains dan Teknologi, yang bertanggungjawab atas penyusunan kalender resmi pemerintah Arab Saudi Kalender Ummul Qura yang berkembang luas di berbagai bagian dunia termasuk digunakan oleh Windows Vesta.

      • Memang menyakitkan ya kalau apa yg sudah kadung difanatiki dianggap usang (kuno) oleh orang lain. Kalau begitu melalui forum ini saya usulkan kepada Pak Profesor supaya tidak menggunakan sebutan “usang” untuk “Hisab dengan kriteria wijudul hilal”. Selanjutnya usulan saya adalah “Hisab dengan kriteria wijudul hilal” adalah hisab modern dg didukung peralatan canggih yg kurang (tidak) syar’i.
        Karena dalam penjelasan mengapa dilakukan “Hisab dengan kriteria wijudul hilal” ini, terdapat upaya untuk mencampakkan (memansukh) Hadits perintah Rukyat dengan kesan mengunggulkan organisasinya lebih piter, karena orang-orangnya bisa baca tulis, dari pada Nabi yg ummi (buta huruf).

  569. Imam Maliki dg imam syafi’i juga berbeda pendapat hampir dlm segala hal, semangat Al qur’an mentolelir thd perbedaan, malah kalau dipaksakan untuk bersatu menurut saya itu penyamarataan yg dipaksakan, semangat itu hanya tdp pada faham komunis. dilihat dari sudut pdg ego keduanya pun memiliki “ego” apalagi prof. thomas yg secara formal posisinya diatas yg lain (lebih kompeten menurut kaca mata keumuman yg berlaku dibanding para pemikir Muhammadiyah yg memang tdk ada satu pun yg “selevel” prof. Thomas), tapi menurut saya “permasalahan hilal termasuk hisab dan rukyat serta astronomi” sudah menjadi pengetahuan populer artinya siapa pun asal sungguh-sungguh pasti menguasai ilmu tsb. Maka, ahli dan tdk ahli tdk bisa dilihat dari formalitasnya, sehingga pengetahuan prof. Thomas dg para pakar di Muhammadiyah mjd selevel, siapa pun yg selevel satu sama lain tdk mau jadi pengikut (taqlid) yg lain. Keempat imam mazhab satu sama lain tdk ada yg saling mengikut, tetapi saya yakin keempat imam tsb akan masuk syurga krn mereka mencari kebenaran dg ikhlas-tidak dg “ego”. So, perbedaan adalah sebuah keniscayaan dan kewajaran bahkan mungkin keharusan, kelak yg ditanya oleh Allah bukan bedanya apalagi beda hari rayanya akan tetapi motivasinya. Prof. Thomas dan para pakar di Muhammadiyah kelak akan masuk neraka kalau mereka menentukan tgl. 1 syawal didorong motivasi ego, tetapi kedua kel. ini akan ditempatkan di syurga yg tinggi kalo motivasinya sungguh2 mencari ridho Allah serta menggali segenap kemampuanya masing2. Kalau nanti kedua kel. yg berbeda ini ada yg “mengalah” justru hrs dipertanggung jawabkan dihadapan Allah (ingat azab Allah keras) tetapi kalau ketemu titik temunya berdasarkan ilmu dan pengetahuanya masing2 krn mencari ridho Allah kedua kelompok akan bertemu juga di syurganya Allah. Selamat berbeda, jangan dipanas-panasi oleh siapa pun. maaf yg memberi komentar jangan memaki-maki dan menyudutkan salah satu pihak, kebenaran dan ridha allah tdk akan tercapai dg memaki-maki…!!

  570. Sebenarnya kuncinya ada pada diri kita, jangan terlalu fanatik pada ormas kita masing2 dan kalau kata orang jawa “jangan keminter”, anda boleh berorganisasi dibawah naungan NU, muhamadiyah, persis, alirsyad,dll tapi keputusan yang menyangkut persatuan umat serahkan pada pemerintah, maka umat tidak akan terpecah belah, kecuali pemerintah yang kita anut adalah pemerintah yang dholim, maka akan lain lagi ceritanya.

    • saya ingatkan “persatuan” itu tidak sama dg “persamaan”. Contoh, Orang-orang NU n Muhammadiyah sudah mulai merapat apalagi pd kepemimpinan KH. Hasyim Muzadi n Prof.Din Syamsudin. Saya tahu KH. Abdur Rahman wahid (Allahumma yarham) dan Amin Rais dulu sering berkomunikasi bahkan sering berkelakar. Tapi, satu hal bahwa mrk tetap berbeda! Taat kpd negara/Pemerintah menurut saya krn taat kpd undang-undang bkan dzolim atau tdk, sebab jika ukuranya dzolim atau tdk masih bisa brkembang sebab kriteria dzolim bisa berbeda-beda.

      • @madhu, kalau menurut anda begitu akan selalu ada yang menentang keputusan pemerintah kita, anda mengatakan bahwa taat kepada pemerintah ukurannya adalah taat kepada undang2, dalam tata urutan perundang-undangan negara kita, keputusan mentri termasuk didalamnya adalah mentri agama juga merupakan undang2, yang juga harus ditaati sebagai wujud taat kepada pemerintah. lalu mengapa ada sebagian orang yang tidak mentaati keputusan mentri tsb, apakah anda termasuk juga yang tidak mentaati keputusan mentri tsb, atau sebaiknya anda baca2 kembali tentang tata urutan perindang-undangan negara kita.

    • dalam undang-undang negara kita dijamin kebebasan berpendapat. Itu Undang-Undang Dasar! jangankan menteri Presiden juga jika memberangus kebebasan rakyatnya berhak untuk tdk ditaati. lagian, sejak kapan menteri Agama hrs ditaati fatwanya? sepengetahuan saya, belum ada kesepakatan !

  571. beberapa komentator ada yg mau mengalihkan masalah ini menjadi maslah Muhammadiyah dan NU. Tolong mereka yg komentarnya seperti itu mau baca lagi artikel di atas. Sungguh NU tidak terlibat di sini. Memang Bp. Profesor menyebutkan ormas NU di beberapa bagian artikelnya, tapi bukan hanya NU yg disebutkan di situ, persis juga sempat disebut. Tapi kalau diperhatikan, penyebutan itu tidak lebih dari hanya sebagai contoh beberapa perubahan yg terjadi. Sekali lagi NU dan Persis tidak terlibat di sini. Tolong harap dipahami.
    Yg dibahas dlm artikel di atas adalah: “Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab”.
    Untuk warga NU mohon berbesar hati dengan adanya kejadian ini. Ma’af kalau ga berkenan.

  572. Silakan saudara-saudaraku berdebat…tapi gunakan cara-cara yang baik,,,وجادلهم بالتي هى أحسن

  573. Hebat ya pak prof. Seakan akan ia astronom paling ahli di seluruh jagad raya ini. Buktinya, ia selalu menyuruh pembaca merefer tulisan tulisannya yg lain? Seharusnya, ia juga mengangkat pendapat astronom lainnya, semisal astronom NASA atau yg lainnya. Jadi ada pembanding. Lha kalau pendapat dirinya, ya pastilah dirasa paling benar.

    • Kalau anda sendiri bagaimana, apakah anda mau melaksanakan ucapan anda sendiri spt yang anda commentkan pada pak prof ? mulailah pada diri sendiri, bung !

  574. loh… sik tambah puanjang wae..diskusinya…..
    wis rek mbah nyebut wae wis….
    Astaghfirullaahil adziiim 3x

  575. TEROPONG 2 DERAJAT…?

    Sabda Nabi” Jika urusan Ibadah Aku lebih tahu daripada kamu,tetapi dalam urusan dunia kamulah yang lebih tahu dari Aku”

    Pertanyaannya:
    Apakah Urusan penentuan 1 Syawal urusan dunia atau ibadah?

    Menurut saya yang awam ini masalah penentuan 1 Syawal adalah urusan dunia, manusia diberi kebebasan untuk berinovasi merumuskan dan menciptakan teknologi yang dapat membantu menjelaskan masalah ini,sama dengan menentukan jadwal waktu Sholat, dan tidak bisa dikatakan Bid’ah kalau menggunakan hisab/alat teropong karena diluar dari urusan ritual ibadah

    Utk hisab Wujudul Hilal tidak ada masalah berapapun derajatnya asalkan hilal sudah diatas ufuk sudah masuk bulan baru,tetapi untuk Rukyat /Imkan Rukyat ada pertayaan karena letak persoalan Rukyat /Imkan Rukyat saat ini adalah tidak bisa dirukyat jika ketinggian hilal kurang dari 2 derajat.

    Pertanyaaannya:
    Apakah manusia di bumi ini akan mampu membuat alat teropong yang mampu melihat hilal <2 derajat?

    Tentu bisa dan generasi yang akan datang yang bisa menjawab pertanyaan ini dan selesailah masalah perbedaan Penentuan 1 Syawal, sama ketika dulu orang dulu bertanya apakah mungkin kita bisa menginjakan kaki ke bulan, sekarang bulan sudah diinjak2 manusia

    Kemudian kalau manusia sudah dapat menciptakan teropong yang mampu melihat hilal dibawah 2 derajat
    Pertanyaannya:

    Apakah beda melihat hilal dengan ilmu (Wujudul Hilal) melalui sofware Stellarium dll dengan teropong masa depan yang mampu melihat hilal <2 derajat?

    Kalau sama,
    Pertanyaan :
    Mengapa harus menunggu sekian lama utk menciptakan sebuah Teropong yang mampu melihat hilal dibawah 2 derajat?

    Wallahua’alam bishowab…

  576. sudah…sudah..! masa masalah beginian yang semuanya punya dasar masih perang urat syaraf. ingat…! perbedaan itu rahmat, tapi jia mau bersatu itu nikmat.

  577. Kesan saya, pak prof sering plin-plan dan berubah-ubah.

    Dulu kami punya nenek yg sdh sangat sepuh, prilakunya suka aneh, sering minta makan, padahal beliau barusan makan. Juga sering minta air wudhu, padahal baru shalat.

    Eh…nggak nyambung ya?

    • @prasojo, jangan terlalu yakin dan menyombongkan diri, jawab dulu comment saya pada anda tgl 20 september 2011 pukul : 10.43. wib !

    • Pras, coba kalo saya komentar kekamu begini (aku copy dan edit dari tulisanmu juga)::

      ” Hebat ya prasojo. Seakan akan ia komentator paling ahli di seluruh jagad raya ini. Buktinya, ia selalu menyuruh pembaca merefer tulisan tulisannya yg lain? Seharusnya, ia juga mengangkat pendapat penulis lainnya. Jadi ada pembanding. Lha kalau pendapat dirinya, ya pastilah dirasa paling benar.

      ” Dulu kami punya nenek yg sdh sangat sepuh, prilakunya suka aneh, sering minta makan, padahal beliau barusan makan. Juga sering minta air wudhu, padahal baru shalat” …. lha ini khan nenekmu sendiri dan kamu turunannya yang maksud kata akhirnya pasti P…N

      kalo aku? aku memang sudah lebih duluan S,,,,,G dibanding kamu!

    • Jualan Link banyak banget. Apa ga laku sampai dijual murah di sini?

      • Maaf , kalau mengganggu, tapi ini semua saya tujukan khusus kepada Prof. karena link itu merupakan ekses dari ulah Prof. ini.

      • oooiiiiii,…ali bin kali….. kamu dikasih pencerahan malah,angkuh,…jgn terlalu sombong,…!!!!!!…buka MATAMU itu, diatas langit ada langit,… jangan pernah merasa bahwa kamulah org satu2nya yg palinh hebat didunia ini,…….orng yg mengangap dirinya paling pintar sebetulnya dialah org yg paling BODOH didunia,……

    • Apakah islam mengajarkan kalau kita merasa didholimi oleh orang lain lalu kita balas dengan kedholiman juga ????

  578. Kalau menurut saya di Indonesia tidak akan bisa sama, karena NU dan Muhammadiyah tidak akan mau bersatu. udah umum kalau kedua ormas tersebut saling bersebrangan, dan EGO dari kedua ormas tersebut tidak akan mau mengalah.
    Sedangkan dalam undang-undang NKRI, setiap warga negara berhak menjalankan agama dan kepercayaannya masing2 dan mendapat perlindungan dari negara. masalah penentuan kapan idul fitri bukan masalah syariat, jadi tidak bisa pemerintah memaksakan kehendaknya untuk sama, karena itu bertentangan dengan Undang-undang.
    Maka ini bisa diselesaikan hanya dengan i’tikad baik dari semua ulama dan pemimpin ormas, untuk bisa menyatukan kreteria. bukan dengan saling menjatuhkan atau menyalahkan.
    Buat pak profesor, jika anda ingin menyatukan kreteria bukan dengan jalan menghina kreteria ormas lain, tapi harus dengan cara yang santun dan bijak. Cara yang anda lakukan ini, malah membuat konflik semakin lebar. Apa anda tidak merasa ikut andil dalam membuat umat semakin resah dan saling menghina (apa itu bukan dosa?).

  579. Ada link yg sudah mendata kapan kemungkinan akan ada beda keputusan antara Muhammadiyah dengan Pemerintah RI tentang Ramadhan, ‘idul Fitri dan ‘idul adha dari tahun 2011 s.d 2023. Bagi yg minat bisa klik di sini:

    http://www.ziddu.com/download/16463193/DATAHILALMENJELANGAWALBULANHIJRIYAH.pdf.html

  580. Prabu Minakdjinggo…..kenapa Prof Thomas selalu nyuruh kita membuka link dari tulisan dia semua? ini menurut saya tidak obyektif. Gitu lho… Sebagai ilmuwan, jangan pendapat dia semua yang dikemukakan. Kalau begini mah….semua bisa. Harusnya dia nyuruh merefer dari astronom A, B, C dst….termasuk dari dirinya, jadi fair, obyektif. Nah….itu buktinya Prof Thomas dibabat habis di Kompasiana??? Gotu lho……

    • @prasojo, saya cuma mau tanya pd anda, apakah kalau anda merasa didholimi oleh orang lain lalu anda membalas dengan kedholiman juga, apakah benar ajaran islam seperti itu ?

  581. Kalau menurut saya, mending P Thomas ini tiap bulan ikutan rukyat di Cakung. Share ilmu…
    Agar persepsi hilal bisa sama antara sang prof dengan perukyat yang sudah berpengalaman selama 50 tahun ini.

  582. Kan dah terbukti selama ini Muhammadiyah selalu tepat dan sama dengan Arab Saudi yang memang tempat yang paling potensial untuk melihat hilal? Kalo Indonesia itu susah ngelihat hilal. Saran saya, mohon Pak Prof. untuk hal ini dengan legowo belajar sama pakarnya Muhammadiyah..

  583. Untuk posisi Indonesia yang termasuk paling timur di banding dengan negara-negara lain dalam Perubahan Hari…

    Kriteria Wujudul Hilal Muhammadiyah adalah yang paling cocok… sebab akan menyamakan Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha Indonesia dengan negara-negara di sebelah barat nya…

    Pada hari yang sama… bila di Indonesia saat terbenam tinggi Hilal hanya 0° lebih dikit… Di negara lain di sebelah barat dapat dipastikan akan ada tinggi hilal yang oleh Kriteria Danjon pun sudah masuk bulan baru…

    Rasululloh SAW tidak pernah melihat matlak terhadap laporan hilal yang sampai kepada beliau… Dari mana pun laporan itu berasal dan paling lambat 1 hari… Maka laporan Hilal itu akan Rasululloh gunakan…
    Bisa kita lihat pada Riwayat Nabi membatalkan puasa pada suatu tgl 30 Ramadhan setelah pada siang harinya ada laporan terlihatnya hilal pada kemarin malam dari rombongan kafilah yang baru datang…

    Riwayat Ibnu Abbas ra di Medinah yang berbeda Puasa dan Idul Fitri dengan Muawiyah di Syam (Damaskus Suriah)… Itu Bukan karena perbedaan matlak… Itu hanya masalah sampainya Informasi Hilal itu sendiri… Pada zaman itu belum ada alat komunikasi yang canggih seperti kita sekarang ini…
    Informasi Hilal Ramadhan yang dibawa oleh seorang sahabat (Kuraib) yang baru pulang dari Syam… Baru sampai di Medinah pada akhir bulan Ramadhan…

    Menurut sebuah penelitian… Riwayat Ibnu Abbas itu terjadi pada bulan Ramadhan tahun 35 Hijriyah…
    Pada saat itu semua wilayah Islam berada di bawah naungan Khalifah Utsman bin Affan ra…

    Utsman bin Affan ra wafat 2~3 bulan kemudian… yaitu pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzul Hijjah 35 H, dalam usia 80 tahun lebih, dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij)…

    • Mau mempertahankan tiori usang hisab wujudul hilal (sebenarnya bukan hilal), yg dipakai sebagai dasar kok hadits-hadits rukyat to ini. Ga salah tuh. Pokoknya asal bunyi aja ya! Ngomong aja sekenanya. Katanya orgnssi ini isinya orang-orang pinter, kok ini asal nyeplos.

      • Rukyat yang dilakukan pada zaman Nabi dan Ibnu Abbas… adalah Hanyalah satu-satu nya cara untuk memastikan bulan telah memasuki tanggal 1 bulan baru…

        Kalo dulu teknologi komunikasi dan transfortasi sudah canggih seperti sekarang :

        – Nabi tidak akan keliru menduga suatu 30 Ramadhan yang ternyata 1 Syawwal…

        – Informasi Hilal Ramadhan 35H yang terlihat di Syam oleh Muawiyah, akan langsung dilaporkan dalam hitungan detik kepada Khalifah Ustman bi Affan di Madinah…
        Dan Laporan Hilal itu… bakal tidak dari Syam saja… kalo Eropa dan Amerika pada zaman itu sudah masuk kekhalifahan Islam… akan ada laporan hilal terlihat dari Eropa dan Amerika yang akan sampai kepada Khalifah…

        Sekarang sudah zaman canggih… Banyak kemudahan yang Allah swt berikan melalui kemajuan Iptek yang ada sekarang…

        Nabi Muhammad saw selalu mencontohkan pentingnya dan berharganya iptek :
        -Tawanan perang bisa ditebus dengan mengajarkan baca tulis…
        – Nabi perang melawan musuh selalu menggunakan teknologi tercanggih pada zamannya dan tempatnya… misalnya penggunaan parit perlindungan pada perang Khandaq.

        Jadi… Cobalah buka wawasan anda… Jangan seperti katak dalam tempurung…

      • Ada kalimat yang kurang… 🙂

        Rukyat yang dilakukan pada zaman Nabi dan Ibnu Abbas… adalah Hanyalah satu-satu nya cara [b]Yang Ada Pada Waktu Itu di Kalangan Umat Islam[/b] untuk memastikan bulan telah memasuki tanggal 1 bulan baru…

  584. @ Ivan
    Anda katakan : “Rukyat yang dilakukan pada zaman Nabi dan Ibnu Abbas… adalah Hanyalah satu-satu nya cara untuk memastikan bulan telah memasuki tanggal 1 bulan baru…”, kalau diteruskan kalimat ini, karena pada zaman itu orang-orangnya ga bisa baca dan hitung termasuk nabi juga buta huruf sehingga di jaman modern ini di mana orang-orangnya sudah pinter baca dan hitung, maka kita bisa membuat metode modern (hisab wujudul hilal) untuk memastikan bulan telah memasuki tanggal 1 bulan baru. Begitu ya maksudnya kira-kira?
    Begini ya mas Ivan!
    Mestinya Rukyat yg dilakukan pada jaman Nabi dan sahabat itu menjadi acuan dasar bagi kita yg hidup di jaman sekarang ini dalam menentukan awal dan akhir bulan puasa Ramadhan serta ’idul Adha. Tentang metode modern (hisab), sebenarnya tidak ada masalah dengan hisab, tapi tentunya hisab yg dilakukan harus memperhatikan aspek syar’i yaitu Rukyat. Berkaitan dengan masalah ini, saya yakin semua sudah pada tahu kalau yg menjadi tanda-tanda waktu bagi manusia dan untuk ibadah haji adalah Hilal bukan Qomar. Itu disebutkan dalam QS Al-baqoroh ayat 189. Karena itulah Nabi memerintahkan kita, disebutkan dalam hadits nabi, berpuasa karena melihat hilal (bukan Qomar) dan berbuka karena melihat Hilal. Bahkan dalam Hadits lain nabi melarang kita berpuasa dan berbuka sehingga melihat hilal.
    Hilal itu tidak mungkin bisa diketahui kecuali dengan Rukyat. Sedangkan hisab sifatnya hanya memperkirakan sudah atau belum wujudnya Hilal (bukan wujudnya Qomar). Rukyat harus dilakukan guna memastikan Hilal yg diperkirakan wujud tersebut sudah ada atau belum. Ini beda dg wujudul hilal dari Muhammadiyah. Wujudul hilal dari Muhammadiyah sebenarnya adalah wujudul Qomar. Karena Bulan (qomar) 0.1 derajad dianggap Hilal wujud, padahal fase itu masih fase bulan mati, berarti hilal belum ada.
    Jika kita membuang perintah Rukyat dengan alasan kita merasa sudah pinter-pinter karena bisa baca dan hitung dibanding nabi yang buta huruf (ummi), alasan ini terkesan kuat mengada ada. Lihat lagi text hadits tentang itu:
    “Sesungguhnya umatku adalah umat yang ummi. tidak dapat membaca, dan tidak dapat berhitung, bulan itu sekian dan sekian (yakni kadang-kadang berumur 29 hari dan kadang-kadang berumur 30 hari)”. (H.R. Imam Bukhari, Muslim, Abi Dawud dan Nasai)
    Kalau nabi yang anda anggap buta huruf saja bisa mengetahui secara tepat umur bulan yang kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari, mengapa anda mengingkari perintah rukyat dari nabi yg berimplikasi langsung pada pelaksanaan ibadah wajib. Bukankah perintah yg berimplikasi langsung pada ibadah itu justru yg harus lebih diyakini kebenaranya?

      • Terima kasih sudah mengajari saya bermain main dengan computer. Maklum saya ini orangnya gaptek, jadi ketika dikasih sebuah file unik seperti ini saya harus utak atik. Setelah klak klik tidak membuahkan hasil, ee ….. ternyata dibagian kiri bawah terdapat gambar panah yg hampir tidak terlihat dan panah itu yg dipakai untuk menggerakkan gambar. Hmmm, pusing aku!

        Baiklah setelah berusaha memahami maksud dari link yg anda kasih (terutama yg berbahasa Indonesia), intinya di situ dijelaskan kalau wujudul hilal itu dalilnya adalah QS Ya Sin 39-40. Gitu kan?

        Gini ya mas! Akhirnya terlalu mbulet untuk mencari pembenar Kriteria wujudul hilal fersi Muhammadiyah dengan menggunakan dasar QS yasin ayat 39-40 itu.
        QS Ya sin itu bukan penjelas wujudul hilal, tapi dia menjelaskan kalau matahari dan bulan memiliki tempat edar sendiri-sendiri, jadi ga mungkin (matahari mendapatkan bulan) terjadi kecelakaan tumbuk-tumbukkan, misalnya.
        Sedangkan bentuk “tandan tua” yg disebutkan di situ mestinya hanya bisa diketahui dengan cara terlihat mata (Rukyat bil fi’li), bukan secara teori-teori. Ma’af kalau ga berkenan.

  585. saya jadi heran dengan anda semua dan juga profesor yg diatas,… begitu antusiasnya menyatakan bahwa dialah satu2 yg benar, seolah2 kebenaran itu miliknya dan golongannya,…. sementara yang saya tau kebenaran itu hanyalah milik Allah SWT, …..saya ini orng awam yang saya tau, seorang muslim kita harus mengikuti imam kita, kiblat umat muslim itu adalah Ka’bah yang terletak di masjidil haram, dan disana ada seorang Imam besar,.. karena saya seorang muslim maka saya ikuti imam saya yang di makkah,……. bagi anda-anda yang tidak mau mengikuti imam besar masjidil haram, silahkan cari kiblat yang lain,..dan jangan memojokan dan memproklamirkan bahwa anda yang paling hebat, dimata Allah SWT, anda ini bukan siapa2,……..

  586. dan satu lagi yang perlu tuan2 ingat bahwa, hampir 50 negara merayakan Idul Fitri hari ini (Selasa, 30/8). Dan hanya empat negara yang merayakannya di hari Rabu, dan ke 50 negara tersebut punya profesor astronomi, Kalau dia (thomas) menganggap paling benar, lalu apakah semua profesor lain di negara-negara lain yang menyatakan 1 Syawal adalah hari Selasa jadi salah?”……….saran saya, seharusnya thomas juga mengikuti diskusi di kalangan peneliti astronomi internasional di banyak mailing list dan group melalui multi media. Dengan begitu, cakrawala berpikir yang dimiliki Thomas menjadi lebih luas. Apalagi, informasi tentang penetapan 1 Syawal banyak diberitakan di situs-situs resmi internasional…….. dan kepada tuan2 yang menganggap paling benar, cepatlah tobat,…sebelum kesombongan itu menghancurkan diri anda sendiri,…

    • Dengarkan baik-baik! Ini ada yang mewakili tuhan dari arab saudi sedang mengumbar ancaman-ancamannya untuk manusia yg dianggap merasa paling benar, agar mencari kiblat selain yg di mekah.

  587. Dengarkan baik-baik! ini ada yang mewakili tuhan dan dia dari arab saudi hlo, sedang mengumbar ancaman-ancamanya bagi yg dia anggap merasa paling benar agar mencari kiblat selain yang di mekah.

  588. artikel pencerahan

  589. walaaah.. dikritik langsung EMOSI.. yang merasa tidak suka dengan Muhammadiyah.. ikut2an nyerang..
    tulisan profesor kan udah jelas.. jadi tanggapi dengan kepala dingin.. sampaikan argumen yang kuat..kalau memang kurang tepat tulisan profesor..
    kalau tidak tau mending diam..menyimak..atau tanya yang lebih tau..jangan asal memaki..menyumpahi orang.. memang ada ajaran ISLAM begitu..??

  590. Permasalahannya sebetulnya sederhana sekali. Konjungsi itu tidak kelihatan dan hanya dilihat saat gerhana matahari saja. Olrh karena konjungsi ngga selalu kelihatan maka Hilal dipergunakan untuk memastikan bahwa konjungsi telah terjadi. Simpel toh.
    Dulu, orang mau shalat dhuhur harus melihat bayangan tongkat terhadap matahari. Sekarang, orang ngga perlu lagi lihat bayangan, tinggal mencocokan jadwal dan lihat jam. Selesai.
    Orang sudah bisa menghitung kapan terjadinya konjungsi< tapi masih harus ribet dengan hilal. Pasti rumit deh. Bahkan walau pakai kriteria Imkan rukyat sekalipun. Kenapa sih kita tidak berpijak pada satu hal yg mudah dan disepakati kebenarannya, yaitu ijtimak atau konjungsi ?????

    • assalamu ‘alaikum,

      prof, bagaimana kasus idhul adha kemarin, yang mana para peserta sidang isbat menyatakan bulan sudah terlihat, tapi kurang dari 2 drajat (saat itu hari digenapkan 30 hari, karena kesaksian mereka sendiri diabaikan karena bulan kurang 2 drajat) ???

      apakah bukti ini dapat membantah bahwa bila kurang dari 2 drajat, maka hilal tidak dapat terlihat (nyatanya kasus idhul adha kemarin terlihat) ? pasal nya yang menyatakan demikian (bulan terlihat) adalah pembesar pembesar ormas dan pemerintah mines muhammadiyah karena tidak hadir sidang istbat !!!

      dan fata ini juga dapat membantah fatwa MUI yang dibacakan ketitriua MUI pada sidang istbat idhul fitri tahun ini ???

      sukron, mohon pembaharuannya dan pencerahannya sesui Al Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman para salaf !!!

      jazkumulloh khoir, mohon dibalas melalui email saya, wassalamu ‘alaikum

      • Rukyat akhir Ramadhan 1432 dilakukan di banyak tempat di Indonesia (juga di banyak negara lain). Di Indonesia semuanya menyatakan tidak melihat hilal kecuali di dua tempat, Cakung dan Jepara. Para ahli hisab-rukyat menolak kesaksian di Cakung dan Jepara dengan alasan-alasan berikut :
        (1) Kesaksian itu sangat meragukan karena banyak kesaksian lain (termasuk dengan peralatan teleskop otomatik terprogram) tidak berhasil, bisa saja saksi di Cakung dan Jepara melihat objek lain yang bukan hilal (apalagi mereka tidak dibantu dengan teleskop untuk konfirmasinya). Sumpah hanya menyetakan mereka yakin tidak berbohong, tetapi belum tentu benar yang dilihatnya sebagai hilal.
        (2) Berdasarkan data rukyat jangka panjang yang dirumuskan dalam kriteria imkan rukyat, tidak ada hilal yang teramati pada kondisi yang sangat rendah seperti itu. Cahaya hilal yang sangat tipis dan sangat redup tidak mungkin mengalahkan cahaya syafak (cahaya senja) yang masih cukup kuat di ufuk.
        (3) Ada kemungkinan rukyat mereka terpengaruh oleh hasil hisab taqribi (aproksimasi) yang menyatakan hilal cukup tinggi, hampir 4 derajat. Hisab taqribi tersebut caranya sangat sederhana, hanya angka umur bulan (sekitar 8 jam) dibagi 2, hasilnya ketinggian sekitar 4 derajat.

    • Fakta: pengamatan di McDonald Observatory, Texas, AS, dengan menggunakan teleskop 0,7 meter diperoleh fakta bahwa jarak orbit bulan bergerak menjauh dengan laju 3,8 sentimeter per tahun… Apakah parameter pergerakan 3.8 cm ini dimasukkan dlm hitungan Muhammadiyah dlm rumusan Hisabnya????

  591. hahaha artikele tidak mutu, provokasi.
    didalam islam perbedaan biasa, sudahlah ikuti aja kepercayaan masing-masing

  592. Assalamu ‘alaikum prof,

    maaf, profesor belum menjawab pertanyaan saya tentang kasus idhul adha tahun kemarin yang yang mana para pembesar ormas dan pemerintah yang duduk di sidang isbat (mines muhammadiyah) menyatakan bulan terlihat tapi mereka menggenapkan umur bulan 30 hari karena ketinggian bulan kurang dari 2 drajat.

    prof, kalau profesor punya saya minta salinan fatwa MUI yang dibacakan Ketua MUI di sidang istbat idhul fitri kemarin ? karena seingat saya salah satu penolakan yang melihat bulan karena ada ijma’ ahli hisab hilal tidak akan terlihat / kurang dari 2 drajat (saya lupa lupa ingat).

    tapi kemarin tidak ada ijma’ tersebut karena muhammadiyah yang juga ikut dalam sidang istbat kemarin menyatakan dengan hisab bahwa hilal telah terjadi / apa ? saya lupa (jadi umur bulan 29 hari)

    jadi dalam kasus kemarin tidak ada ijma’ / sepakat semua ahli hisab
    jadi fatwa MUI yang menjadi dasar penolakan rukyat di cakung dan jepara tidak pas dengan kenyataan dan fatwa.

    (maaf sebenarnya saya yakin dengan rukyat saja, tapi saya melihat keanehan dalam penentuan dengan hisab dan alasan penolakan orang yang melihat hilal kemarin dan idhul adha kemarin)

    sukron, jazakumulloh khoir wassalamu ‘alaikum

  593. Yang perlu dipahami bahwa alam semesta ini bersifat dinamis, tdk statis. Sekedar info bhw; penelitian yg dilakukan oleh lembaga penelitian di McDonald Observatory, Texas, AS, dengan menggunakan teleskop 0,7 meter diperoleh fakta bahwa jarak orbit bulan bergerak menjauh dengan laju 3,8 sentimeter per tahun.
    Dari fakta ini jelas mengindikasikan bhw jika hanya mengandalkan hitungan (rumus2) maka hasil yg diperoleh pasti tdk akurat (salah) krn sesuatu yg dihitung bersifat dinamis sedang rumus yg dipakai mungkin menggunakan rumus 100 tahun yg lalu…hehehe pasti hasilnya error bro…Kecele niyeee..
    Disinilah dibutuhkan Rukyat (pengamatan langsung) untuk memverifikakasi hasil2 hitungan. Dengan rukyat dan hisab digabungkan, kita akan bisa berlabaran dgn Ainul Yaqin…
    Semoga arogansi “merasa paling pintar berhitung” dilepaskan oleh Muhammadiyah…Inilah biang kerok perpecahan di masyarakat kita.

    Wassalam

    • Assalamu ‘alaikum,

      Kalau mas indar mengatakan “…..Disinilah dibutuhkan Rukyat (pengamatan langsung) untuk memverifikakasi hasil2 hitungan ……”

      maka mas indar harus konsisten, jadi yang menjadi “alat verifikasi adalah rukyat”

      jadi kalau terjadi pertentangan antara rukyat dan hitungan, maka yang dipakai adalah rukyat “yang merupakan alat verifikasi”

      kalau gitu, setuju mas indar

      sukron. jazakumulloh khoir, wassalamu ‘alaikum

      • Setuju mas sri.. Sy berpendapat bahwa rukyat kedudukannya lebih tinggi dibanding Hisab.. Krn hitungan bisa berubah tingkat kesalahannya akibat berubahnya garis orbit bulan yg setiap tahun makin menjauh dari bumi..

        Catatan : Agama ini tdk susah…Agama ini mudah..Jangan dipersulit. Logika sy mengatakan bhw Jika penentuan Idul Fitri yg merupakan termasuk ibadah2 sunnah yg dianjurkan pd seluruh umat muslim maka pasti penentuannya tdk sulit, tdk didasarkan pd hitungan2 yg cuma segelintir orang aja yg mendalami…Sy yakin, bhw penentuan hari Idul Fitri dll, semua umat Islam harusnya memiliki potensi yg sama dlm melihat/mengetahui waktu tsb…dan cara itu adalah dgn melihat dgn mata.. Bukan dgn hitung2an (HISAB)… Hisab hanya berfungsi sbg alat memprediksi…dimana prediksi ini jg dibutuhkan dlm pembuatan Kalender.. Tapi Kalender ini harus terus di verifikasi dgn pengamatan langsung.. agar hasilnya betul2 valid..

        Mengenai kasus Cakung menurut sy harusnya posisi Muhammadiyah jg menolaknya, jika Muhammadiyah mau konsisten dgn paham Wujudul Hilalnya.. Mengapa??? Krn Hitungan andalan mereka menyatakan bhw hasil hitungannya berada di bawah 2 derajat…yg berarti tdk dapat dilihat dgn mata atau alat bantu lainnya.. Yg anaeh Muhammadiyah mendukung hasil Rukyat di Cakung??? Ini berarti sebenarnya hitungan2 mereka jg salah….krn koq hilal bisa dilihat??? artinya hitungannya harus berada di atas angka 2 derajat…. Ini bukti arogansi organisasi…yg membuat persatuan umat tercoreng…
        Sadarlah Muhammadiyah…

      • @mas Indar
        Menurut saya Muhammadiyah tidak mendukung rukyah Cakung untuk meng”Approve” hasil Hisabnya. Pada press release Muhammadiyah tidak disinggung sedikitpun tentang Rukyah. Pada sidang Isbath, wakil Muhammadiyah hanya mohon agar Rukyah Cakung dipertimbangkan (sebagai sikap menghargai penganut Rukyah yang dalil Naqli dan pemahamannya juga jelas), sedangkan pemerintah menolaknya, siapa yang Arogan???
        Dalil MD dan pemahaman yang diyakininya adalah Rukyat bi ilmi
        Dalil pengikut Rukyah (Cakung dan Jepara) dan pemahamannya adalah Rukyah bi fi’li
        Dalil naqli pemerintah ……….. gak jelas

      • @Mas Nur Harjanto
        Harusnya jika Muhammadiyah (MD) benar2 ingin menegakkan kebenaran maka mereka juga harus membantah keterangan dari Cakung tsb.. Jika MD menyarankan untuk mempertimbangkan hasil Cakung, bukankah ini berarti hitung2 mereka jg masih ragu??? Mengapa ragu??? Bukankah hilal dibawah 2 derajat tdk dapat dilihat??? Disinilah sifat tidak tegas dan menduanya MD.. Dia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan hasil Cakung dgn tujuan untuk membantu melegitimate hasil keputsan MD bhw tgl 30 adalah hari Idul Fitri…tapi justru sikap ini, memperlihatkan kelemahan hitungan mereka..
        Sikap Ambigu…Terkesan mementingkan kepentingan organisasi bukan kemaslahatan dan ersatuan umat..

        Agama ini tdk susah… Maka janganlah dibuat susah.. Begitupun dgn penentuan hari Raya. Dan cara termudah adalah dgn melihat hilal..!!!!! Hitungan hanya berguna sbg bahan untuk memprediksi dan berguna untuk pembuatan kalender…

        Semoga Muhammadiyah mau meninjau ulang paham Wujudul Hilalnya dan mengutamakan persatuan dan kesatuan umat ini..

        Wassalam

      • Saya teringat jika musim Piala Dunia… Orang2 pada sibuk nonton bareng secara live… Terus khayalanku mengatakan: Bisakah suatu saat umat ini bisa nonton bareng secara live menunggu/melihat hilal…agar kita bisa bersama2 menyaksikan dan berlebaran secara bersama2.. Semua teropong/kamera di tempat2 yg strategis tuk melihat hilal, di sambungkan langsung dgn televisi…biar bisa disiarkan live keseluruh penjuru Indonesia… Semoga Teknologi kedepan makin maju dan makin memudahkan kita semua…

        Wassalam

      • Assalamu ‘alaikum,

        buat mas indar, sedikit saya koreksi

        muhammadiyah memakai cara berbeda dalam hisab mereka memakai wujudul hilal, saya gak tahu apa maksudnya, dan yang memakai lain cara hisab yang lain yang mana hilal dapat dilihat bila diatas 2 drajat.
        walaupun sama ” memakai hisab / hitungan”.

        memang pernah sidang istbat sebelum-nya {waktu tepatnya saya lupa} “bulan tidak kelihatan” maka muhammadiyah ngotot menentukan bulan 29 hari pada waktu hisabnya menetukan awal, maka saya saat sebelumnya menyelisihi muhammadiyah karena muhammadiya mengingkari sunnah :

        “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) karena melihatnya. Jika ada mendung pada kalian, maka sempurnakanlah jumlah (Sya’ban 30 hari, pen)”.Muttafaqun alaihi [HR. Al-Bukhoriy (1810), dan Muslim (1081)]

        tapi keanehan juga ada

        kasus idhul adha tahun kemarin, para perserta sidang isbat dan pemerintah menyatakan “bulan terlihat” kecuali muhammadiyah yang absen, tapi karena kurang dari 2 drajat, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari, ini juga menyelisihi sunnah :

        “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) karena melihatnya. Jika ada mendung pada kalian, maka sempurnakanlah jumlah (Sya’ban 30 hari, pen)”.Muttafaqun alaihi [HR. Al-Bukhoriy (1810), dan Muslim (1081)]

        dan pernyataan mas indar bahwa rukyat kedudukan lebih tinggi dari hisab , dan yang seharusnya rukyat sebagai “alat verifikasi”, tidak dipakai disini.

        untuk rukyat bi ilmi yang dipakai oleh muhammadiyah dalam kasus pertama, apa gunanya kata-kata “mendung” dalam hadist ini :

        “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) karena melihatnya. Jika ada mendung pada kalian, maka sempurnakanlah jumlah (Sya’ban 30 hari, pen)”.Muttafaqun alaihi [HR. Al-Bukhoriy (1810), dan Muslim (1081)]

        maka tak terpakai, tapi ingatlah yang mengaku ahlus sunnah fii muhammadiyah, anda harus yakin bahwa perkataan rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam pasti “ada maknanya dan tidak sia-sia.”

        untuk jadwal sholat menggunakan hisab, anda harus mencermati jadwal sholat dengan pergerakan matahari khususnya sholat dhuhur (waktu sholat dhuhur tergelincirnya matahari ke sebelah barat, yaitu setelah cenderungnya matahari dari pertengahan langit) ada terus perhatikan itu maka anda akan menemukan sesuatu tentang jadwal sholat menggunakan hisab (pengalaman saya terjadi bahwa matahari sudah tergelincir lama baru waktu menunjukan sholat dalam jadwal sholat memakai hisab, atau sebaliknya terjadi jadwal sholat dengan hisab menunjukan waktu sholat sebelum matahari tergelincir)

        sukron, jazakumulloh khoir, wassalamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokatuh

      • Comment Mas Sri :
        “tapi keanehan juga ada
        kasus idhul adha tahun kemarin, para perserta sidang isbat dan pemerintah menyatakan “bulan terlihat” kecuali muhammadiyah yang absen, tapi karena kurang dari 2 drajat, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari, ini juga menyelisihi sunnah…”

        Ada aturan formal tentang masalah ini bhw: Hisab (perhitungan astronomi) hanya dianggap sebagai alat bantu dalam melakukan ru’yatul hilal. Oleh karenanya, bila hisab bertentangan dengan hasil ru’yat, maka hisab yang ditolak. Kecuali, bila ada kesamaan hasil perhitungan seluruh ahli hisab yang menyatakan hilal tidak mungkin diru’yat, maka kesaksian ru’yat dapat ditolak… Jadi bisa jadi untuk kasus ini, seluruh ahli hisab menyatakan hisab tdk dapat dilihat sehingga….Jika ada yg melihat harus ditolak krn yg mengaku melihat bisa sj salah lihat..mis:cahaya yg berpendar dari benda2 angkasa lainnya..

        Sebaiknya, untuk urusan penentuan hari raya ini kita percayakan sj kpd pemerintah.. Krn telah didukung oleh para ahli, pakar dan merupakan utusan multi ormas Islam.. dan jika kita berpikir realistis??? Untuk apa pemerintah menutup2-nutupi hari raya yg sebenarnya…Apa untungnya???
        Maka ikuti sj lah pemerintah dlm penentuan Hari Raya…That’s the best solution… Insya Allah

      • Assalamu ‘alaikum

        terima kasih mas indar jazakumulloh khoir, untuk aturan formalnya ini yang saya cari, sebenarnya saya juga tanya kepada profesor tentang aturan formalnya yang dikeluarkan oleh MUI, terima kasih mas indar atas ilmunya, jazakumululloh khoir.

        mas indar menyatakan aturan formalnya :

        “Hisab (perhitungan astronomi) hanya dianggap sebagai alat bantu dalam melakukan ru’yatul hilal. Oleh karenanya, bila hisab bertentangan dengan hasil ru’yat, maka hisab yang ditolak. Kecuali, bila ada kesamaan hasil perhitungan seluruh ahli hisab yang menyatakan hilal tidak mungkin diru’yat, maka kesaksian ru’yat dapat ditolak…”

        mari kita lihat 2 kasus terakhir apakah mereka menerapkan aturan formal ini:

        1. Kasus idhul fitri kemarin

        Ada 3 kejadian yang akan dipakai dalam penerapan aturan formal ini :

        a. Muhammadiyah dengan hisabnya (dengan wujudul hilal nya) menyatakan yang intinya bahwa kalau tak salah “hilal telah wujud / atau apa saya tak tahu dengan jelas” sehingga hitungan bulan diawalkan menjadi 29 hari

        b. Anggota sidang isbat yang lain dengan hisabnya juga (imla rukyah)
        menyatakan yang intinya tidak salah “ketinggian bulan kurang dari 2 drajat, maka kemungkinan hilal tidak terlihat” (maaf kalau saya salah mengutip) sehingga hitungan bulan digenapkan menjadi 30 hari

        c. terlihat bulan di cakung dan jepara pada malam 29, terlihatnya hilal telah masuk / dibacakan di sidang istbat

        maka apakah aturan formal untuk menolak hilal di cakung dan dijepara dapat dipakai mas …….. mas lihat “tidak ada kesepakatan seluruh ahli hisab yaitu muhammadiyah dan perserta sidang isbat lainnya” lihat aturan formalnya ” …….. Kecuali, bila ada kesamaan hasil perhitungan seluruh ahli hisab yang menyatakan hilal tidak mungkin diru’yat, maka kesaksian ru’yat dapat ditolak…”

        2. Kasus kejadian idhul Adha tahun kemarin

        ada 3 yang harus kita cermati :

        a. Muhammadiyah yang absen dalam sidang istbat, menyatakan lewat majelis tarjih yang disampaikan kepada anggotanya dan oleh anggotanya (dan dikampung saya sisampaikan kepada masyarakat lewat masjid setelah sholat dan ditempelkan kayaknya di papan pengumuman masjid (lupa lupa ingat) ) dengan “hisabya” bahwa “hilal
        telah wujud” sehingga bulan ditetapkan 29 hari

        b. peserta sidang isbat “meyatakan bulan terlihat”

        c. peserta sidang isbat menyatakan bulan kurang dari 2 drajat (ini tidak dijelaskan apakah dengan “hitungan / hisab” atau “mengukur langsung ketinggian bulan yang terlihat”) maka bulan digenapkan 30 hari.

        kalau aturan formal diterapkan dalam menolak hasil rukyat , maka muhammadiyah “menyelisihi” dengan diawalkan hari menjadi 29 hari inipun kalau peserta sidang isbat “memakai hisab dalam menghitung bulan”

        mas indar pernah berkata

        “…….Disinilah dibutuhkan Rukyat (pengamatan langsung) untuk memverifikakasi hasil2 hitungan …”,

        …..Sy berpendapat bahwa rukyat kedudukannya lebih tinggi dibanding Hisab.. Krn hitungan bisa berubah tingkat kesalahannya akibat berubahnya garis orbit bulan yg setiap tahun makin menjauh dari bumi…..”

        dan aturan formal :

        “Hisab (perhitungan astronomi) hanya dianggap sebagai alat bantu dalam melakukan ru’yatul hilal. Oleh karenanya, bila hisab bertentangan dengan hasil ru’yat, maka hisab yang ditolak. Kecuali,….”

        untuk “kecuali” mas indar lihat 3 hal diatas.

        “untuk kepastian kurang 2 drajat dengan “hisab atau perhitungan langsung ketinggian bulan yang terlihat” kita minta bantuan “profesor aja untuk pencerahan”, karena beliau dekat dengan peserta sidang isbat ????

        tapi mas “mosok meyatakan sendiri” kok ya “diingkari sendiri” ya mas ?????

        sukron, jazakumulloh khoir, wassalamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokatuh

      • Assalamu alaikum Wr.Wb
        Comment mas Sri:
        “maka apakah aturan formal untuk menolak hilal di cakung dan dijepara dapat dipakai mas …….. mas lihat “tidak ada kesepakatan seluruh ahli hisab yaitu muhammadiyah dan perserta sidang isbat lainnya” lihat aturan formalnya ” …….. Kecuali, bila ada kesamaan hasil perhitungan seluruh ahli hisab yang menyatakan hilal tidak mungkin diru’yat, maka kesaksian ru’yat dapat ditolak…”

        Sebelum sy menjawab, kita perlu menyamakan persepsi tentang berapa derajatkah hilal itu baru bisa dilihat dgn mata/alat bantu??? Pengalaman empirik dilapangan ternyata memberikan hasil bhw jika hitungan hisab lebih besar dari 2 derajat maka kemungkinan besar hilal dpt dilihat.. Makanya ada kesepakatan dari para ulama2 dan pemerintah dinegara Indonesia, Brunei, Malaysia dan Singapura…bhw hilal dpt dilihat (di rukyah) jika sdh diatas 2 derajat… Begitu kesepakatan bersamanya….
        Nah..untuk sidang isbat kemarin sebenarnya secara Hisab terjadi kesamaan hitungan2 dari seluruh Ahli Hisab yg tersebar pd ormas2 Islam.. Mengapa??? Krn hitungan mereka semua menghasilkan nilai berada di angka lebih kecil dari 2 derajat..Munhammadiyah jg mendapatkan nilai hisab berada dibwh 2 derajat.. Jadi jika ada yg menyatakan/mengaku melihat hilal (seperti di Cakung) maka informasi itu akan ditolak…krn hasil hitungan para Pakar Hisab dan Astronomi menyatakan tdk akan mungkin terlihat..

        Sebenarnya yg membuat perbedaan selama ini adalah Muhammadiyah dgn paham Wujudul Hilalnya.. Paham yg menyatakan: Jika Hasil hitungan (hisab) mereka berada lbh besar dari 0 derajat (bulan positif) maka besoknya harus berlebaran.. Padahal, bagi yg berpaham Rukyah sdh pasti tdk akan melihat bulan yg berada dibawah 2 derajat… Dan yg membuat makin “panas” masalah ini adalah kebiasaan Muhammadiyah mengumumkan Hari Lebaran jauh2 hari sebelum hari lebaran.. ini jg yg menjadi biang kerok permasalahan ini.. Tdk menghormati orang/organisasi yg berpaham Rukyah.. Seakan2 mereka mengatakan…Hitunganku pasti..Saya lebih Modern, maka ikutilah organisasiku…hehehehe…Kacian deh..Arogansi dibalik topeng Islam…

        Yg jelas sy dan mas Sri sdh bersepakat bhw untuk penentuan hari lebaran maka kita percayakan saja ke PEMERINTAH… Karena, Persatuan Umat lebih penting daripada berselisih tentang 2 derajat….hahahaha..

        Wassalam

      • Assalamu ‘alaikum

        untuk mas indar, sebenarnya benar kita mengikuti pemerinta, udah saya katakan mas “…. INI AQIDAH SAYA YANG SAAT INI SAYA YAKINI, YAITU AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH BAHWA HAK PENENTUAN MERUPAKAN HAK PEMERINTAH MUSLIMIN” yang lebih estrim lagi mas yang diajarkan ustadz saya, kalau umpamanya pemerintah menentukan karena ucapan “DUKUN DAN PARANORMAL”
        “KITA WAJIB TAAT” karena “PERSATUAN DAN KESATUAN KAUM MUSLIMIN DAN WIBAWA MEREKA DAN PEMERINTAH KAUM MUSLIMIN DIHADAPAN MUSUH-MUSUHNYA” lebih kita kedepankan. Apalagi pemerinta sudah berusaha “SEMAKSIMAL MUNGKIN” dengan mengumpulkan para ahli dan disebarnya ahli rukyat dipenjuru indonesia, sehingga lebih kita taati, pernyataan saya hanya segi keilmuan dan keyakinan yang saya pertahankan.

        sukron, jazakumulloh khoir, wassalamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokatuh

      • Assalamu ‘alaikum

        PERKATAAN MAS INDAR :

        “……….Saya teringat jika musim Piala Dunia… Orang2 pada sibuk nonton bareng secara live… Terus khayalanku mengatakan: Bisakah suatu saat umat ini bisa nonton bareng secara live menunggu/melihat hilal…agar kita bisa bersama2 menyaksikan dan berlebaran secara bersama2.. Semua teropong/kamera di tempat2 yg strategis tuk melihat hilal, di sambungkan langsung dgn televisi…biar bisa disiarkan live keseluruh penjuru Indonesia… Semoga Teknologi kedepan makin maju dan makin memudahkan kita semua……..”

        PERCUMA DILAKSANAKAN BILA DENGAN KEMUDAHAN TEKNOLOGI PARA AHLI HISAB YANG SEGELINTIR ITU BERHUBUNGAN DAN MENGATAKAN SEPAKAT TIDAK TERLIHAT DENGAN HITUNGAN HISAB, WALAUPUN “SELURUH BANGSA INDONESIA MELIHAT BULAN” MAKA AKAN “TERTOLAK”, (dan yang lebih membingunkan kalau yang melihat bulan tersebut adalah yang melakukan hisab maka persaksian mereka “tertolak”, seperti kasus idhul Adha kemarin, he …. he …… he ……….)

        DAN UCAPAN MAS INDAR YANG SAYA BENARKAN YAITU :

        ” ……. Agama ini tdk susah…Agama ini mudah..Jangan dipersulit. Logika sy mengatakan bhw Jika penentuan Idul Fitri yg merupakan termasuk ibadah2 sunnah yg dianjurkan pd seluruh umat muslim maka pasti penentuannya tdk sulit, tdk didasarkan pd hitungan2 yg cuma segelintir orang aja yg mendalami…Sy yakin, bhw penentuan hari Idul Fitri dll, semua umat Islam harusnya memiliki potensi yg sama dlm melihat/mengetahui waktu tsb…dan cara itu adalah dgn melihat dgn mata.. Bukan dgn hitung2an (HISAB)… Hisab hanya berfungsi sbg alat memprediksi…dimana prediksi ini jg dibutuhkan dlm pembuatan Kalender.. Tapi Kalender ini harus terus di verifikasi dgn pengamatan langsung.. agar hasilnya betul2 valid……”

        “MUNGKIN AKAN HILANG TERTELAN WAKTU” :

        Sukron, Jazakumulloh khoir, Wassalamu ‘alaikum

      • Assalamu ‘alaikum.

        saya meralat pernyataan saya bahwa :

        (dan yang lebih membingunkan kalau yang melihat bulan tersebut adalah yang melakukan hisab maka persaksian mereka “tertolak”, seperti kasus idhul Adha kemarin, he …. he …… he ……….)

        karena saya tidak tahu apakah kurang 2 drajat itu dalam sidang istbat idhul adha kemarin hasil hisab / pengamatan langsung. yang saya tahu mereka menyatakan bulan terlihat, tapi karena kurang dari 2 drajat ………

        jazakumulloh khoir, wassalamu ‘alaikum

      • Comment mas Sri:
        “PERCUMA DILAKSANAKAN BILA DENGAN KEMUDAHAN TEKNOLOGI PARA AHLI HISAB YANG SEGELINTIR ITU BERHUBUNGAN DAN MENGATAKAN SEPAKAT TIDAK TERLIHAT DENGAN HITUNGAN HISAB, WALAUPUN “SELURUH BANGSA INDONESIA MELIHAT BULAN” MAKA AKAN “TERTOLAK”, (dan yang lebih membingunkan kalau yang melihat bulan tersebut adalah yang melakukan hisab maka persaksian mereka “tertolak”, seperti kasus idhul Adha kemarin, he …. he …… he ……….)”

        Validasi Hisab dibutuhkan jg untuk menangkal kasus salah lihat. Bisa sj seseorang telah disumpah tapi dlm prakteknya yg dia lihat bukan hilal…tapi benda angkasa yg lain.. Disinilah dibutuhkan Hisab untuk memvalidasi ketidakmungkinan/kesalahan tsb… Tapi validasi Hisab ini harus bersifat mutlak/mayoritas dari para ahli hisab agar diperoleh legitimasi hitungan yg akurat…
        Jadi menurutku, mas sri ndak usah bingung… Kedua metode (Hisab/Rukyah) tdk usah diperselisihkan…harusnya saling menguatkan satu sama lainnya.. Ibarat tangan kanan dan kiri ditubuh ini… Ndak usah diperdebatkan mana yg lebih baik.. Keberadaan tangan kanan/kiri tujuannya adalah untuk memudahkan kehidupan manusia..

        Hisab bisa salah…makanya dibutuhkan pengamatan empirik (Rukyah) terhadap posisi bulan dan alam semesta yg terus berubah secara dinamis…

        Rukyah bisa salah.. makanya dibutuhkan validasi dari hitungan para ahli hisab sebagai acuan dlm menentukan adanya kasus salah lihat..

        So..damaikanlah keduanya.. Karena dgn memanfaatkan kedua metode ini akan diperoleh hasil yg lebih baik…hehehe.

        Wassalam

        Indar Chaerah Gunadin

  594. Assalamu ‘alaikum,

    tapi kenyataannya dalam sidang, hasil rukyat “ditolak” bila dianggap menyelisihi hitungan / hisab

    kasus 1 : Idhul Adha tahun kemarin

    peserta sidang istbat dan pemerintah menyatakan bulan “terlihat” tapi karena kurang dari 2 drajat, maka rukyat tidak terpakai dar bulan digenapkan 30 hari.

    kasus 2 : idhul fitri kemarin

    bulan “terlihat” di cakung dan jepara ditolak dengan masukan dari MUI yang intinya

    bila terjadi ” ijma’ / kesepakatan ahli hisab ” bahwa hilal tak akan terlihat maka kesaksian orang yang “melihat bulan” ditolak.

    tapi kenyataan “tidak ada kesepakatan dari ahli hisab” dengan adanya peserta sidang istbat yaitu dari Muhammadiyah.

    maka masukan MUI untuk menolak rukyat cakung dan jepara tidak dapat “dipakai”, (mohon lihat dustur dari pernyataan penolakan MUI)

    Sebenarnya saya termasuk yang menolak menggunakan hisab (baik muhammadiyah dan lain lainnya) tapi hanya menggunakan rukyat dengan dalil yaitu :

    “Barang siapa diantara kalian yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. [(QS. Al-Baqoroh: 185)]

    “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit (hilal) itu, maka katakanlah, “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia, dan haji”.[(QS. Al-Baqoroh: 189)]

    “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) karena melihatnya. Jika ada mendung pada kalian, maka sempurnakanlah jumlah (Sya’ban 30 hari, pen)”.Muttafaqun alaihi [HR. Al-Bukhoriy (1810), dan Muslim (1081)]

    Hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma :
    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari.” (HR. Abu Dawud 2327, An-Nasa’I 1/302, At-Tirmidzi 1/133, Al-Hakim 1/425, dan di Shahih kan sanadnya oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
    “Puasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Jika awan menghalangi kalian sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika dua orang saksi mempersaksikan (ru’yah hilal) maka berpuasalah dan berbukalah kalian karenanya.” (HR. An-Nasa’I 4/132, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni, 2/167, dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khattab dari sahabat-sahabat Rasulullah, sanadnya Hasan. Demikian keterangan Syaikh Salim Al-Hilali serta Syaikh Ali Hasan. Lihat Shifatus Shaum Nabi, hal. 29)

    Sama saja saksinya dua atau satu sebagaimana telah dinyatakan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ketika beliau berkata :
    “Manusia sedang melihat-lihat (munculnya) hilal. Aku beritahukan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa aku melihatnya. Maka beliau berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa.” (HR. Abu Dawud 2342, Ad-Darimi 2/4, Ibnu Hibban 871, Al-Hakim 1/423 dan Al-Baihaqi, sanadnya Shahih sebagaimana diterangkan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam At-Talkhisul Kabir 2/187)

    TAPI WALAUPUN ITU SAYA TETAP MENGIKUTI PEMERINTAH DALAM PENENTUAN ROMADHON DAN BERHARI RAYA, KARENA ITU SEPENGETAHUAN SAYA DALAM PENENTUAN TERSEBUT “MERUPAKAN HAK PEMERINTAH MUSLIMIN” DAN “AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH” JUGA MENYATAKAN HAL TERSEBUT.

    Sukron, jazakumulloh khoir. wassalamua ‘alaikum

    • untung Muhammadiyah dan ormas atau masyarakat yang beriedul fitri hari selasa berjiwa besar, sehingga mereka tidak mempermasalahkan pemerintah dan mereka-mereka yang telah melakukan kebohongan publik dengan menyatakan bahwa anggota MABIMS seperti malasyia dll sepakat bahwa mereka akan beriedul fitri hari rabu. faktanya …?. harusnya pemerintah meminta maaf karena telah melakukan kebohongan publik. bahkan kalau mengikuti tradisi baik jepang, menteri dan pejabat terkait dalam sidang tersebut mengundurkan diri

      • Tidak ada kebohongan publik. Benar Malaysia menggunakan kriteria MABIMS, sama dengan Indonesia. Hanya implementasinya berbeda. Dalam dokumen MABIMS, 1 Syawal memang jatuh pada 31 Agustus. Penjelasan rincinya silakan baca di https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/10/04/wujudul-hilal-tidak-ada-dasar-pembenaran-empiriknya/

      • @Mas Atang..

        Anda mengeluarkan statemen yg tak berdasar dan kesannya hanya berceloteh tanpa pijakan yg kuat…hehehehe..
        Bukankan harusnya Muhammadiyah yg harus minta maaf kepada seluruh umat Islam di indoensia..krn paham Wujudul Hilalnya itu kita tdk bisa berlebaran bersama2.. Paham yg sudah kuno dan tdk jelas dasar empiriknya…
        Dari semua organisasi Islam yg ada cuman Muhammadiyah yg lain??? Ada apa??? Dan apakah Mas Atang jg sdh tahu rumus yg digunakan MD dlm menentukan hari lebaran?? Atau sekedar taqlid buta…hehehe

        Saya akan memilih pendapat yg dihasil oleh banyak orang dibanding pendapat 1 orang… Krn yg banyak memiliki cara pandang/pikir yg lebih banyak dalam mengambil keputusan.. Dan yg banyak itu diakomodir menjadi satu pendapat oleh pemerintah…

      • Saya setuju..Muhamadiyah tidak memaksakan rakyat atau pemerintah, ada perbedaan itu adalah rahmat..cuma saya malu saja baca di internet bahwa Indonesia ditertawakan dunia Islam..artinya ya pemerintah ditertawakan..makanya apakah orangnya sudah benar? pemerintah kita Islam tapi bukan negara Islam, kelakuannya lebih parah dgn memperkaya dgn segala cara..apakah perbuatan mereka di bolehkan? semoga balasan setimpal mereka terima..trus knp menteri agama minta maaf tgl 30 Agustus bahwa benar 1 syawal 30 Agust ..pemimpin kita yang kacau..tinggal kita yang meminta maaf pada Allah..wassalam

  595. mas indar kayanya tidak mengikuti sidang itsbat, hanya mendengar dan membaca tulisan prof djamaluddin. kebenaran bukan diukur oleh banyak sedikitnya yang mengikuti, Umar bin khattab acap kali berbeda pendapat dengan kebanyakan sahabat, yang penting memiliki dasar syar’i. KH. Dahlan dulu dianggap nyeleneh dengan konsep arah kiblatnya. setelah satu abad kebenaran pengetahuannya baru di akui termasuk MUI pernah menyatakan bahwa mayoritas masjid di Indonesia tidak mengarah ke ka’bah (kiblat). yang terpenting untuk membenarkan pendapat tidak dengan cara mencemoh pandangan orang lain selama bukan dalam hal-hal yang tsawabit. tapi dialog ilmiah adalah solusi terbaik dengan saling menghargai. ok

    • @Mas Atang yg terhormat.. Sy mengikuti sidang itsbat dgn cara nonton TV, jadi sy jg mengetahui kondisi sidang waktu itu.. Dalam sidang tsb terlihat bhw hanya MD yg tdk setuju..dan mohon ijin untuk lebaran besok hari. Kemudian wakil MD meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kasus Cakung..
      Sy berpikir bhw jika MD memang konsisten dgn hasil hitungannya maka seharusnya MD jg menolak kasus Cakung…Mengapa??? Krn hasil hisab MD menyatakan bhw hilal berada dibwh 2 derjat…yg secara empirik tdk mungkin terlihat dgn mata atau alat bantu.. Harusnya MD jg bersikukuh menolak kesaksian Cakung jika MD mau menegakkan kebenaran versi hitungannya… Tapi kenyataannya lain, MD justru mengangkat kasus Cakung untuk dipertimbangkan??? Bukankah ini berarti bhw mereka jg ragu dgn hitungan mereka??/ Ataukah MD butuh bantuan “kasus Cakung” untuk menjudgetivikasi metode hisab mereka???

      Aneh??

      Mas Atang… Agama ini tdk susah.. Dan cara termudah dlm penetuan hari raya adalah mempercayakan aja kepada pemerintah .. Simple koq…hehehehe..
      Terus sy mau nanya ke mas Atang, apa yg membuat mas yakin bhw hitungan Hisab MD sudah benar??? Apakah mas tahu formula yg digunakan??? Persamaannya gimana?? Adakah faktor pergeseran orbit bulan yg semakin menjauh 3.8 cm dimasukkan dlm persamaan?? Apakah hitungan ini valid 100% atau hanya sekedar prediksi??
      Apakah rumus yg digunakan terus di up to date atau hanya menggunakan rumus semasa KH Ahmad Dahlan???

      Wassalam

      • Tolong juga dikasih tau formula/persamaan untuk menghitung pergeseran orbit bulan ? Apakah ini juga valid benar ? atau sekedar prediksi ? Soalnya presisi banget, sampai tahu dengan pasti ukuran pergeserannyanya 3,8 cm ? Atau sekedar “taklid buta” dan “percaya kepada”

      • Mas Iwan yg terhormat, sy menanyakan beberapa pertanyaan; ” apa yg membuat mas yakin bhw hitungan Hisab MD sudah benar??? Apakah mas tahu formula yg digunakan??? Persamaannya gimana?? Adakah faktor pergeseran orbit bulan yg semakin menjauh 3.8 cm dimasukkan dlm persamaan?? Apakah hitungan ini valid 100% atau hanya sekedar prediksi??
        Apakah rumus yg digunakan terus di up to date atau hanya menggunakan rumus semasa KH Ahmad Dahlan???

        Semua pertanyaan sy ini bertujuan agar kita tidak fanatik buta atau taqlid buta dengan hitungan/hisab apalagi yg namanya teori wujudul hilal yg dijadikan patokan/harga mati oleh MD dalam penentuan hari raya… Jgnlah kita terlalu mendewakan capaian akal (hitungan) krn bisa sj salah dikemudian hari… Teori yg menyatakan bhw cahaya adalah sesuatu yg memiliki kecepatan tercepat didunia…ternyata sdh terbantahkan sekarang dgn diketemukannya Neutrion..

        Agama ini mudah…tidak susah. Dan dalam hal penentuan hari raya, sy yakin teladan dari Rasulullah jg tdk susah.. Dan cara termudah untuk itu adalah melihat (mengamati secara empirik)/ Rukyah dengan ditopang dgn validasi dari hasil Hisab.. Dgn menggabungkan dan mendamaikan kedua metode ini maka umat ini akan bisa menyamakan hari berlebarannya..semoga..

        http://sains.kompas.com/read/2009/06/22/05384639/bulan.ternyata.makin.menjauh

      • Masalah kasus Cakung, bukan krn Muhammadiyah meragukan hitungannya, tapi krn kesaksian Cakung langsung ditolak tanpa dikonfirmasi dulu kepada saksi yg ada di cakung karena “dianggap” mustahil, bukankah Rasusulullah tidak pernah menolak saksi ? Apalagi langsung dihakimi bahwa kesaksian di Cakung tidak sah, tanpa memanggil atau berdialog dgn saksi2 di Cakung ?
        Bukankah saksi2 di Cakung itu dari kalangan NU ?
        http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-ramadhan/11/08/30/lqqfgp-nu-hari-ini-1-syawal-yang-puasa-segera-berbuka

      • Copas:
        http://mujitrisno.multiply.com/journal/item/477

        Oleh Hatta Syamsuddin, Lc

        Permasalahan berikutnya yang sering ditanyakan adalah mengapa kesaksian rukyah di Cakung dan Jakarta ditolak pada sidang itsbat 29 agustus, bukankah itu menyalahi ketentuan rukyat sesuai hadits nabi yang cukup hanya dengan disumpah maka sudah bisa untuk dijalankan ? Lalu mengapa juga di Saudi kesaksian yang melihat hilal begitu mudah diterima tidak sebagaimana di Indonesia ? Maka dalam hal ini pemerintah dianggap menyelisihi syariat dan mendahulukan kepentingannya.

        Benar bahwa pada Senin 29 Agustus adalah laporan penglihatan hilal yang dilakukan Tim Rukyat du dua titik, masing-masing Cakung Jaktim dan Jepara Jateng. Situs Voa-islam menyebutkan bahwa : Tim Rukyat di Cakung, Jakarta Timur telah melihat hilal antara jam 17.57 sampai 18.02 WIB dengan tinggi hilal hakiki 04’03’26,06″, dilihat oleh tiga orang saksi: H Maulana Latif SPdI, Nabil Ss dan Rian Apriano. Sementara persaksian lain berasal Tim Rukyat di Pantai Kartini, Kabupaten Jepara Jawa Tengah, yang memberikan kesaksian di bahwa sumpah bahwa mereka telah melihat hilal berada di sebelah kiri matahari pada pukul 17.39 selama 5 detik. Anggota tim yang melihat hilal adalah Saiful Mujab, yang merupakan tim rukyat dari akademisi dan juga dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus. Kedua laporan rukyatul hilal di atas di tolak dalam sidang itsbat, sementara hilal yang terlihat di Saudi dengan mudah diterima.

        Pertama perlu kita ketahui bahwa pemerintah Indonesia melalui sidang itsbat menggunakan metode hisab rukyat, yaitu gabungan antara keduanya, sebagaimana disebutkan dan difatwakan oleh MUI dalam fatwa no 2 tahun 2004. Jadi hisab juga menjadi metode yang hasilnya harus dipertimbangkan dengan baik. Hisab yang digunakan oleh pemerintah sesuai dengan kesepakatan kriteria Mentri-mentri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) adalah dua derajat, begitu pula yang pernah disepakati ormas-ormas selain Muhammadiyah sebesar dua derajat. Ini metode hisab dengan kriteria imkanur rukyah ( visibilitas hilal).

        Perkembangan ilmu hisab astronomi begitu maju saat ini, dengan tingkat ketelitian yang sangat-sangat kecil. Berbeda dengan pada jaman dahulu dimana hisab belum dianggap oleh jumhur ulama pada madzahibul arba’ah, maka penggunaan metode hisab saat ini telah banyak digalakkan oleh ulama-ulama kontemporer sebagaimana Yusuf Qardhawi, Ahmad Syakir, Mustafa Zarqo sebagai solusi terkini. Rasanya pembahasan soal ini telah banyak diangkat oleh Muhammadiyah dan Persis yang dikenal dengan metode hisabnya.
        Namun permasalahannya adalah sebagian besar kaum muslimin dan ulama-ulamanya hari ini masih memegang metode rukyatul hilal dalam penetapan ramadhan dan idul fitri. Karenanya keduanya tidak harus dipertentangkan tetapi bisa bersinergi dan hisab membantu pelaksanaan rukyat. Inilah jalan tengah transisi saat ini yang disampaikan Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitab fiqh Syiam, dimana Hisab bisa digunakan untuk “ li nafyi wa laa li istbat”, yaitu hisab bisa digunakan untuk mengingkari penglihatan hilal, tapi untuk menegaskan penglihatan hilal tetap harus dengan rukyah. Memang terdengar agak nanggung, tapi inilah kenyataan hari ini yang paling mendekati ke arah persatuan umat.

        Maka para ulama terdahulu juga membahas hal seperti ini, dimana disebutkan pula saat sidang itsbat tentang qoul yang menyatakan bahwa jika ada ijmak para ahli tentang tidak dimungkinkannya melihat hilal, maka kesaksian yang melihatnya harus di tolak. Dr. Yusuf Qardhawi bahkan sebenarnya lebih tegas lagi menyatakan : jika secara hisab hilal tidak dimungkinkan terlihat, maka tidak perlu lagi diadakan rukyat pada hari tersebut, dan bagi mahkamah dan dewan fatwa harus menutup pintu bagi mereka yang memberi kesaksian melihat hilal pada saat itu.

        Mari kita kembali ke konteks tanggal 29 agustus 2011, secara penghitungan astronomi hisab baik di Indonesia maupun Saudi ada dibawah dua derajat, artinya menurut kriteria imkanur rukyat tidak bisa dilihat. Bahkan kriteria astronomi justru menunjukkan angka yang lebih tinggi, hasil pengamatan berpuluh tahun menyatakan setidaknya hilal yang dengan ketinggian 6-7 derajat lah yang memungkinkan untuk dilihat. Maka dengan metode hisab dan pendapat fikih yang dijelaskan di atas, pemerintah (dan beberapa ormas-ormas) melalui sidang itsbat pun menolak kesaksian penglihatan hilal di Cakung dan di Jepara. Jadi penolakan ini pun sah secara tinjauan fiqih. Lalu apa yang terlihat di cakung dan jepara ? dan Bagaimana dengan Saudi ?

        Di Saudi kesaksian hilal diterima setelah disumpah, karena memang di sana metode yang digunakan adalah rukyat ansich, maka pertimbangan astronomi tidak menjadi prioritas lagi disana. Inilah yang terjadi dan membedakan yang terjadi di Indonesia dan di Saudi. Akibatnya ? di Saudi hingga saat ini pun ada perdebatan antara ahli astronomi yang menganggap hilal tidak mungkin terlihat saat itu dan yang dilihat adalah benda langit yang lain, sementara ulama syariah ada juga yang berkomentar keras, menuduh astronomi hendak melecehkan syariat bahkan menggugat mereka ke pengadilan. Namun perlu di catat, secara tinjauan fiqh dengan metode rukyat yang dilakukan Saudi pun telah benar adanya sebagai sebuah produk ijtihad juga.

        Adapun secara tinjauan astronomi, maka klaim melihat hilal di Saudi sebenarnya sudah dipermasalahkan para ahli astronomi di sana secara bertahun-tahun. Situs Rukyatul Hilal menyebutkan : “ Pada prinsipnya para pakar (astronomi Saudi) tersebut menyayangkan sikap otoritas Saudi yang hanya mendasarkan pada pengakuan seorang saksi apalagi saksi tersebut ternyata hanya orang awam (badui) yang notebene bukan petugas resmi dari kerajaan yang memiliki kompetensi dalam bidangnya. Bahkan setiap laporan saksi tanpa pernah dilakukan klarifikasi dan uji materi tentang validitas laporan tersebut.

        Para pakar tersebut juga sempat membuat Petisi yang disampaikan langsung kepada pihak kerajaan mengenai kejanggalan tersebut. Lucunya lagi tim resmi yang telah dibentuk oleh kerajaan yang melakukan rukyat di beberapa lokasi dan dilengkapi teleskop canggih yang mampu melakukan tracking secara akurat terhadap posisi Bulan dan perlengkapan pencitraan hilal menggunakan CCD itu justru tidak pernah dipercaya laporannya yang menyatakan hilal tidak terlihat. Menurut data yang dikumpulkan oleh lembaga tersebut, setidaknya selama 30 tahun terakhir, khusus untuk Zulhijjah saja dari 30 kali laporan rukyat ternyata sekitar 75% nya atau 23 laporan rukyat dinyatakan mustahil secara ilmiah dan 7 laporan rukyat diterima.

        Semoga bermanfaat dan salam optimis

        Semoga mas Iwan bisa melihat permasalahan Cakung dengan lbh arif dan bijaksana…Amin

        Wassalam

      • Mas Indar, tujuan saya membalik pernyataan itu sekedar memberi pengertian kepada anda, katakanlah pengikut suatu ormas (dlm hal ini Muhammadiyah dan juga ormas2 Islam yang lain) tentu saja nggak semua mengerti ttg perhitungan2 astronomi, tentu saja anggota2 ormas akan yakin dan percaya kpd pimpinan pusat yg memiliki ahli2 dibidangnya masing2.
        Demikian juga kita sbg rakyat juga akan percaya dengan yg dikatakan pemerintah tentang kondisi perekonomian atau keuangan negara, meskipun kita nggak tahu rumus/persamaan apa yg dipakai oleh pemerintah untuk menyampaikan data2.
        Masalahnya, kenapa orang berharap agar orang lain menghargai pendapatnya, tetapi tidak mau menghargai pendapat orang lain? Bukankah Muhammadiyah sdh punya pendapat/ketentuan yang dianggap benar menurut ulama2 Muhammadyah? Bukankah ini juga merupakan suatu produk Ijtihad juga?
        Kenapa Muhammadiyah terus diserang? Di masa lalu juga ada ormas Islam yg berseberangan dengan ketentuan pemerintah mengenai Idul Fitri, tetapi Muhammadiyah/warga Muhammadiyah tidak pernah menyerang dan menjelek-jelekkan mereka?
        Kita lihat aja judul tulisan di atas sdh merupakan suatu serangan/tamparan buat warga Muhammadiyah, jadi tanggapan warga Muhamamdiyah di sini hanya merupakan bentuk pembelaan krn diserang terlebih dulu….
        Kalau anda berharap orang lain meghargai pendapat anda, maka hargailah pendapat orang lain, meskipun itu tidak sejalan dengan pendapat anda…
        Meskipun terjadi perbedaan waktu Idul Fitri, apakah itu berarti umat Islam telah terpecah belah? Hendaknya kita tdk terprovokasi oleh pihak2 yg ingin memecah belah umat islam…
        Wassalam..

      • Mas Iwan.. Tujuan sy mengajukan pertanyaan2 tsb adalah agar para pengikut/anggota ormas Islam tdk bersifat masa bodoh atau taqlid buta terhadap pemimpin ormasnya.. Pemimpin ormas bisa salah.!!!. Allah mengarunia kita akal untuk digunakan berpikir, menelaah, menentukan mana yg baik dan yg salah.
        Dan akal sehat yg sy punya menyatakan bhw seharusnya kedua metode Hisab dan Rukyah hrs nya dipadukan dalam penentuan Hari Lebaran.Tdk diperdebatkan satu dengan yg lain. Disamping itu secara dalil syar’i ada banyak hadits yg mendukung metode rukyah.. Kenapa butuh ijtihad?? Kenapa harus menafikkan hadits tsb??

        Mungkin mas Iwan harus menjelaskan kpd sy apa yg dimaksud dgn paham Wujudul Hilal dan bagaimana kronologis penciptaan metode ini agar sy bisa memahami pendapat saudara?

        Sy yakin perbedaan yg terjadi bukan krn memang harus beda.. Tapi krn keengganan duduk bersama, melepas ego dan mencari solusi dgn mengedepankan azas “Kebersamaan”. Semoga ego2 yg ada bisa dilepas demi kemaslahatan kita bersama..

        Wassalam

      • Saya bukan ahli astronomi, mengenai manusia bisa salah, saya setuju, yg namanya manusia memang nggak bisa lepas dari kesalahan termasuk Pak Jamaludin, Menag, anda dan saya.
        Allah memang mengkaruniai kita pikiran (semua orang pasti sdh ngerti ini) untuk berpikir, menelaah mana yang baik dan salah seperti menurut anda. Tapi sayangnya tidak setiap orang punya pikiran yang sama, baik/benar/salah menurut seseorang belum tentu baik/benar/salah menurut pendapat/pikiran orang lain.
        Memang benar banyak hadits yang mendukung metode rukyah, tapi metode rukyah yag bagaimana yg ada di hadits2 tersebut, apakah metode Imkanur Rukyat?
        Kalau memang mau benar2 kembali ke Al Quran dan Hadits, lakukan metode Rukyat murni tanpa embel2 yang lainnya…
        Sesama penganut metode Imkanur Rukyat aja nggak sama keputusannya, lihat aja Malaysia, Singapura, Brunei dan Indonesia (Pemerintah Indonesia).
        Menggabungkan metode Hisab dan Rukyat aja menurut saya juga percuma, krn keputusan akhir tetap ada pada Rukyat, jadi untuk apa melakukan Hisab? Bukankah melihat Hilal itu lebih “Ilmiah”?
        Kebersamaan? kebersamaan yang bagaimana? Selama masih mendewakan Rukyat, maka akan tetap ada perbedaan. Jangankan antar negara, di wilayah yang sama aja belum tentu semua bisa melihat Hilal…
        Jadi selama mesih mendewakan Rukyat, umat Islam nggak akan pernah punya kalender Hijriah secara global, tiap wilayah akan punya kalender Hijriah sendiri2… Dan kalender Hijriah harus dibuat setiap bulan…. Ini kalau mau konsisten… Jika 1 Dzulhijah sdh ditetapkan, bagaimana kalau dihitung mundur ke 1 Syawal?

      • Comment mas Iwan:
        “Saya bukan ahli astronomi, mengenai manusia bisa salah, saya setuju, yg namanya manusia memang nggak bisa lepas dari kesalahan termasuk Pak Jamaludin, Menag, anda dan saya.”

        Jika sy bukan seorang ahli astronomi maka sy akan berupaya menimba ilmu dari seorang yg ahli dlm bidang astronomi agar pengetahuan yg sy miliki semakin bertambah dan semakin baik dalam menentukan pengambilam keputusanku.. Semakin terbuka kita terhadap pengetahuan maka kita akan semakin arif dalam menentukan sesuatu..bersifat open minded adalah sikap terbaik dalam mencari kebenaran.
        Mungkin mas Iwan msh ingat cerita tentang 4 orang buta yg diminta untuk menjelaskan apa itu gajah.. Yang seorang memegang belalai dan menyimpulkan bahwa itu adalah seekor liat dan mirip ular. Yang lain memegang salah satu kaki gajah tersebut dan menyimpulkan bahwa itu adalah sebatang pohon. Seorang yang lain memegang ekornya dan mengatakan bahwa gajah benda yg berbulu. Dan yang terakhir, memegang sisi dari tubuh gajah tersebut dan menyimpulkan bahwa itu adalah sebuah dinding… Semuanya ngotot dgn pendapatnya masing2 tentang gajah..
        Padahal jika mereka duduk bersama2 dan mendiskusikannya tanpa ngotot2an mungkin akan diperoleh konsep pemahaman yg lebih “baik” atau mendekati konsep Gajah yg sebenarnya..

        Comment mas Iwan:
        “Allah memang mengkaruniai kita pikiran (semua orang pasti sdh ngerti ini) untuk berpikir, menelaah mana yang baik dan salah seperti menurut anda. Tapi sayangnya tidak setiap orang punya pikiran yang sama, baik/benar/salah menurut seseorang belum tentu baik/benar/salah menurut pendapat/pikiran orang lain.”

        Manusia tidak bersifat statis pak.. Dia jg bisa berubah. Demikian pula dgn hasil capaian pikirannya. Disinilah dibutuhkan diskusi agar mind set kita tidak beku dgn cara pandang yg kita anggap paling benar saat ini.. Cobalah memahami cara pandang orang yg berseberangan dgn paham kita… bersifat terbuka dan tdk apatis. Sy yakin dgn cara ini kita akan semakin tumbuh menjadi pribadi2 yg lebih arif dan bijak dlm mengambil keputusan..

        Comment mas Iwan:
        “Memang benar banyak hadits yang mendukung metode rukyah, tapi metode rukyah yag bagaimana yg ada di hadits2 tersebut, apakah metode Imkanur Rukyat?
        Kalau memang mau benar2 kembali ke Al Quran dan Hadits, lakukan metode Rukyat murni tanpa embel2 yang lainnya…”

        Artinya mas Iwan jg mengakui bhw Rukyat memang memilik dalil2 yg cukup kuat.. Begitupula dgn dalil2 yg menyuruh kita untuk menggunakan akal dlm menyelesaikan masalah2 kita (Hisab).. Kedua metode ini adalah anugerah yg Allah berikan kepada manusia (Pengelihatan dan Akal) agar kita dgn mudah bisa menentukan hari raya.. Jangan dipertentangkan.. Damaikanlah keduanya krn semuanya adalah potensi yg saling menunjang satu dgn yg lain.

        Comment mas Iwan:
        “Sesama penganut metode Imkanur Rukyat aja nggak sama keputusannya, lihat aja Malaysia, Singapura, Brunei dan Indonesia (Pemerintah Indonesia).
        Menggabungkan metode Hisab dan Rukyat aja menurut saya juga percuma, krn keputusan akhir tetap ada pada Rukyat, jadi untuk apa melakukan Hisab?”

        Anda mungkin harus membaca tulisan2 prof tentang kasus ini.. Mengapa beda malaysia dan singapura??? Bersikap posif thinking mungkin lbh baik dalam membaca dan memahami tulisan2 prof. Djamaluddin.
        Kedua metode ini saling mengisi… Lihat kasus Cakung..??? Mengapa pemerintah tdk mengikutinya dan mempercayainya?? Padahal jika mendewakan Rukyah (menurut anda) harusnya pemerintah menyatakan bhw kita berlebaran pd tgl 30 Agustus.. bukan 31…Justru krn pemerintah (ormas2 Islam yg lain selain MD) jg menggunakan dan mempercayai Hisab maka menolak kasus Cakung.. Gitu bro.. Jd bagi pemerintah (ormas2 Islam selain MD) memiliki pandangan yg lebih bijak krn mendudukan Hisab dan Rukyat dengan lebih baik..

        Comment mas Iwan:
        “Kebersamaan? kebersamaan yang bagaimana? Selama masih mendewakan Rukyat, maka akan tetap ada perbedaan. Jangankan antar negara, di wilayah yang sama aja belum tentu semua bisa melihat Hilal…
        Jadi selama mesih mendewakan Rukyat, umat Islam nggak akan pernah punya kalender Hijriah secara global, tiap wilayah akan punya kalender Hijriah sendiri2… Dan kalender Hijriah harus dibuat setiap bulan…. Ini kalau mau konsisten… Jika 1 Dzulhijah sdh ditetapkan, bagaimana kalau dihitung mundur ke 1 Syawal?”

        Sy pikir comment anda agak ngawur… Tdk ada yg mendewakan Rukyah bro… Justru Wujudul Hilal jelas2 mendewakan Hisab….wkwkwkwk…kacau deh.

        Wassalam

  596. Sudahlah, Muhammadiyah sdh menyatakan hari raya Idul Adha jatuh pada tgl 6 November 2011, kalau memang konsisten, selain Muhammadiyah seharusnya merayakan Idul Adha nggak akan sama dengan Muhammadiyah….

    • Inilah bukti bhw MD tdk menghormati umat Islam yg berpaham Rukyah… Seharusnya legowo mengumumkan pd saat menjelang tgl 6 Nov baru diumumkan.. Nggak punya sense or empati…Kacau deh

      • Parah nih orang…
        Jawa Pos (Sabtu 29 Oktober 2011 Halaman 1):
        “JAKARTA – Pelaksanaan sholat Idul Adha tahun ini dipastikan berlangsung serentak pada Minggu (6/11). Kepastian tersebut diambil setelah Kementrian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Dzulhijjah jatu kemarin (28/10). Dengan demikian, seluruh calon haji bakal menjalankan proses puncak haji, yakni wukuf di Padang Arafah pada Sabtu (5/11)….. dst”

      • Alhamdulillah jika keputusannya seperti itu.. Kita bisa berlebaran bersama2.. Alhamdulillah..

        copas:
        “Setelah dilakukan sidang isbat, pemerintah menetapkan Hari Raya Iduladha 10 Zulhijah 1432 Hijriah jatuh pada Minggu (6/11). Keputusan tersebut ditetapkan melalui surat keputusan Menteri Agama RI Nomor 192 Tahun 2011 tentang Penetapan 1 Zulhijah 1432 H.

        SK tersebut keluar setelah melalui sidang isbat yang dilakukan pada Jumat (28/10). Selain Kemenag, sidang dihadiri berbagai organisasi massa Islam, antara lain Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Persis, Jamiyatul Washliyah, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Sidang dipimpin Sekjen Kemenag RI, Bahrul Hayat di Jakarta.

        Diambil dari web Kemenag RI, Bahrul Hayat mengaku senang dengan adanya penetapan tersebut. Pasalnya, dalam penetapan ini semua ormas Islam sepakat. Dia bersyukur bahwa ormas Islam kompak pada Iduladha tahun ini, disebabkan semua kriteria yang ada di Indonesia menyimpulkan hal sama.

        Ketua Badan Hisab dan Rukyat, Ahmad Jauhari mengatakan, penetapan 1 Zulhijah tersebut dilakukan melalui hasil pengamatan hilal atau rukyatul hilal. “Dari seluruh lokasi tersebut, terdapat tiga lokasi yang menyatakan melihat hilal atau bulan baru. Tiga titik tersebut yaitu di Condongdipo, Gresik Jawa Timur; BasMall Kembangan, Jakarta Barat; dan Mahad Al Husniyah Cakung, Jakarta Timur. Mereka yang menyatakan telah melihat hilal telah disumpah hakim pada pengadilan agama setempat,” kata Jauhari.

        Pertimbangan penetapan 1 Zulhijah, katanya, dengan melihat ijtimak menjelang awal Zulhijah 1432 H jatuh pada Kamis 27 Oktober bertepatan dengan 29 Zulkaidah sekitar pukul 02.56. Sementara saat matahari terbenam posisi hilal di seluruh Indonesia sudah di atas ufuk dengan ketinggian antara 4 derajat 25 menit sampai 6 derajat 34 menit.

        Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin mengatakan, secara astronomis ketinggian hilal di seluruh Indonesia cukup tinggi sekitar enam derajat. “Hilal cukup tinggi, rukyat tidak perlu menggunakan alat. Meski demikian penentuan tidak bisa hanya berdasarkan observasi ilmiah, tetap harus berdasarkan kesepakatan,” katanya.

        Sementara itu, sejumlah warga yang ditemui ”GM” menyambut baik penetapan tersebut. Seperti diungkapkan Edi (35) warga Moch. Toha Bandung. ”Adanya penetapan tanggal 6 November sebagai Hari Raya Iduladha, merupakan hari yang sudah ditunggu-tunggu umat Islam. Sebab kepastian itu lebih memudahkan umat Muslim dalam beribadah,” katanya.”

        Alhamdulillah…

    • Perbedaan hanya akan terjadi kalau posisi bulan berada di antara kriteria wujudul hilal dan kriteria imkan rukyat, seperti Idul Fitri lalu. Nanti awal Ramadhan 3 tahun ke depan 1433/2012, 1434/2013, dan 1435/2014 juga berpotensi terjadi perbedaan kalau kriterianya belum bisa disatukan. Ibaratnya main bulu tangkis dengan dua aturan yang beda. Saat shuttle cock jatuh di tengah garis setebal 4 cm itu, kita akan bingung. Kalau batas dalam yang dipakai, kita katakan “keluar”. Kalau batas luar yang diambil, kita katakan “masuk”. Untungnya PBSI/IBF sudah punya aturan tunggal yang menggunakan batas luar. Nah, kita pun tidak akan dibingungkan lagi oleh perbedaan pada saat posisi bulan di antara dua batas itu kalau kita sudah punya batas (kriteria) yang disepakati.
      Penentuan 1 Dzulhijjah 1432 saat ini tidak dihadapkan pada masalah “batas masuk” tanggal karena posisi bulan cukup tinggi, sekitar 6 derajat, baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. Itu sudah melampaui batas (kriteria) wujudul hilal maupun imkan rukyat.

      • Terima kasih buat Prof. Djamaluddin atas share ilmunya. Sy sangat menyukai analogi batas masuk/keluar dari pertandingan badminton ini. ..

        Dari semua pemain bulutangkis (lembaga/organisasi islam di Indonesia) semuanya sdh hampir bersepakat tentang kriteria bola masuk/keluar.. Cuma ada satu pemain (“MD”) yg merasa paling jago dan paling pintar…mungkin merasa diri paling modernis…hehehe..yg lainnya dianggap kolot…hahaha.
        Pemain “MD” ini tdk mau ikut aturan yg telah disepakati teman2 yg lain. Dia bahkan selalu memprotes wasit (Pemerintah) yg dianggap memihak pemain2 yg lebih banyak.. dan menganggap perbedaan kriteria ini wajar sj atas nama “menghormati perbedaan”.
        Perbedaan yg seharusnya bisa diakurkan agar tdkmenjadi perbedaan jika MD duduk bersama sambil melepas keegoaan dan memikirkan pertandingan badminton yg berjalan dgn lancar dan dengan suasana yg ramai/gembira karena semuanya bermain dgn aturan yg sama.

        Anehnya lagi? Pemain “MD ” harus pindah lapangan(pindah negara) aja kaliee kalau tdk mau tunduk pd aturan wasit (pemerintah)..hehehe

        Thanks sekali lg buat Prof..
        Tetap berjuang terus menyadarkan umat yg terkungkung sama taqlid buta paham Wujudul Hilal..
        Keep fighting till the end…

        Wassalam

  597. saya pernah bertanya kepada salah seorang anggota badan hisab – rukyah RI, bagaimana pendapat dunia internasional terkait pengalaman bahwa di indonesia beberapa kali saat posisi hilal 2 derajat dapat terlihat, yang kemudian itu dijadikan sebagai dasar empirik imkanur rukyat 2 derajat ?. jawabnya mereka mengatakan “ini kesalahan manusianya (human error). jadi kalau wujudul hilal dikatakan tidak ilmiah secara astronomi, maka sesungguhnya imkanur rukyat 2 derajatpun tidak ilmiah. jadi kayanya Muhammadiyah tidak perlu pindah negara deh. he he. apalagi sebelum RI ada, Muhammadiyah sudah ada. he he. he

    • Mas Atang yg terhormat.. Apakah mas Atang sdh paham benar dgn kata “Ilmiah”..
      Copas:

      Metode ilmiah berlandaskan pada pemikiran bahwa pengetahuan itu terwujud melalui apa yang dialami oleh pancaindera, khususnya melalui pengamatan dan pendengaran. Sehingga jika suatu pernyataan mengenai gejala-gejala itu harus diterima sebagai kebenaran, maka gejala-gejala itu harus dapat di verifikasi secara empirik. Jadi, setiap hukum atau rumus atau teori ilmiah haruslah dibuat berdasarkan atas adanya bukti-bukti empirik.

      Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2023808-pengertian-penelitian-ilmiah-dan-non/#ixzz1cRcZWlgg

      Berdasarkan rujukan diatas maka sy berkesimpulan bhw metode Wujudul Hilal adalah tidak ilmiah krn menafikkan/mengenyampingkan gejala2 empirik dan bukti empirik dgn melihat hilal (Rukyah)..
      Sedangkan metode Imkanur Rukyah menurutku sdh memenuhi kaidah Ilmiah.. Mengapa? Krn telah memadukan pengalaman empirik (Rukyah) dan teori hitungan (Hisab)..

      Wassalam

      • buat mas indar, apakah ada pengalaman empirik bahwa bulan dengan ketinggian 2 derajat bisa diru’yat,kalo ada maka imkanur ru’yat bisa dijadikan dasar kalo ternyata tidak ada, maka imkanur ru’yat sama tidak ilmiahnya dengan wujudul hilal,tolong mas saya dicarikan bukti bahwa ada yang pernah meru’yat bulan pada ketinggian 2 derajat

      • @Mas Ari:
        Copas :
        “Hal ini bisa dirujuk dari pengamatan hilal awal Ramadhan 1394/16
        September 1974 yang dilaporkan oleh 10 saksi dari 3 lokasi yang berbeda. Tidak ada indikasi gangguan planet Venus. Perhitungan astronomis menyatakan tinggi hilal sekitar 2 derajat dengan beda azimut 6 derajat dan umur bulan sejak ijtimak 8 jam. Jarak sudut bulan-matahari 6,8 derajat, dekat dengan limit Danjon yang menyatakan jarak minimal 7 derajat untuk mata manusia rata-rata. Kriteria tinggi 2 derajat dan umur bulan 8 jam ini yang kemudian diadopsi sebagai kriteria imkanur rukyat MABIMS (negara-negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) pada 1996.”

        Mungkin kesepakatan MABIMS ini blm terlalu ilmiah..tapi sudah ada kesadaran bersama untuk menyamakan kriteria…sudah ada keinginan bersama untuk mencari pijakan bersama… Point ini yg penting kita ambil. Duduk bersama2 menentukan kriteria yg disepakati demi kemaslahatan umat..
        Apakah mas Ari jg sdh bertanya tentang keilmiahan dari teori wujudul hilal??? Pertanyaan balik…

  598. Yang terbelenggu itu… adalah orang yang punya keyakinan (pendirian) bahwa pengumuman Penetapan Bulan itu harus nunggu tgl 29 sore (malam tgl 30)…

    Zaman sudah canggih masih saja “pergi ibadah haji dengan unta dan perahu dayung”… 😦

    Udah gitu pake nyalahin orang (ormas) yang ngumumin Penetapan Bulan nya ke anggota nya jauh-jauh hari…
    Cape deeh…

    • Mas Ivan:
      Jika anda menganggap bhw yg jago hisab (modern) cuman ada di Muhammadiyah mungkin anda harus menelan ludah anda sendiri.. Anda tdk perlu asal bunyi…
      Di ormas2 Islam yg lain jg terus mengembangkan pengetahuan dan peralatan yg mereka miliki.. Mereka jg terus berbenah diri…

      “Hanya katak dlm tempurunglah yg merasa paling pintar, paling jago hitung, paling modern” karena dia cuman sendiri didalam tempurung… kacian deh..wkwkwkwkwk

      • Lho ?..
        Yang kasian itu orang yang selalu nunggu sidang Isbat…

        Allah swt itu sudah menganugerahkan Ilmu Hisab Astronomi kepada manusia… Gunakan dong…

        Tak perlu penetapan itu nunggu tgl 29 sore…

        Kalau masalah asal bunyi… Bercermin lah sedikit… Mas Indar bawa-bawa informasi “bulan bergerak menjauh dengan laju 3,8 sentimeter per tahun”
        Memang pengaruhnya berapa derajat sih mengkoreksi hitungan astronomi dengan tanpa faktor laju itu ?…

      • Kacian benar nih orang…hehehe
        “Allah swt itu sudah menganugerahkan Ilmu Hisab Astronomi kepada manusia… Gunakan dong…”
        Sy setuju bro..kita harus gunakan Ilmu Hisab.. Sy tdk pernah anti dgn hisab, justru hisab dibutuhkan untuk memverifikasi hasil rukyah….dan anda harus banyak belajar sama pakar Astronomi…hehehe..dan salah satu yg pakar termasuk Prof.Djamaluddin..
        Anda tidak bisa melakukan Hisab tanpa Mengamati (Rukyah).. Dan Rukyah yg benar jg harus diverifikasi dgn hasil Hisab.. Gitu yg benar bung….
        Hisab dan Rukyah dua sisi mata uang yg saling melengkapi, saling membutuhkan.. Gitu bro..

        Sy mengangkat info tentang pergerakan bulan yg makin menjauh dari orbit bumi sekedar mengingatkan kita bhw alam semesta ini tdk dinamis… dia selalu berubah, sehingga hasil Hisab atau teori hitungan kita harus terus di up to date dgn cara mengkalibrasi dgn data empirik pengamatan Rukyah.. Gitu bro…
        Masalah pergeseran 3.8 cm mungkin untuk 1 atau 2 tahun blm berefek terhadap hasil hitungan…tapi jika dalam hitungan 100 tahun lebih mungkin sdh menghasilkan error perhitungan yg gede bung!!!!

        Kacau diskusi dgn orang kayak gini…wkwkwkwk

      • Ya buktikan saja dengan perhitungan astronomis nya… Faktor laju itu berapa sih mengkoreksi hitungan astronomis yang tanpa faktor laju dalam rentang waktu 100 tahun…
        Gitu aja kok repot…

        Kalau ngaku-ngaku menggunakan hisab… Ayo Pemerintah dan Yang ngaku buktikan !… ikutin Muhammadiyah…
        Buktikan dengan mengumumkan Penetapan Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha… JAUH-JAUH HARI…

        Kalau masih belum mampu dan mau… terus sampai kiamat selalu nunggu tanggal 29, baru sidang Isbat… Terbelenggu Hilal harus berhasil terlihat mata… sudah kaga usah belajar Ilmu Astronomi… percuma saja…

        Masalah Rukyat dilakukan untuk memverifikasi Hitungan Hisab… itu bisa dilakukan di setiap awal bulan Hijriyah yang hilalnya mudah dilihat oleh mata telanjang dan pada saat terjadi gerhana matahari dan bulan…
        Kalau dari beberapa kali pemantauan Hitungan Hisab itu terbukti akurat… Udah, kita yakin saja kepada hitungan Hisab yang ada…

        Rukyat bisa dilakukan kapan-kapan pada saat Hilal nya mudah terlihat… sebagai Kegiatan Wisata Masyarakat dengan tema tadabur alam…

        Begitu mas Indar… Anda setuju ?… 🙂

      • Bung Ivan… Hisab nggak mungkin ada tanpa adanya Rukyah.. Dengan pengumpulan data2 Rukyah yg banyak baru bisa di buat Prediksi (trend data) atau Hisab. Alam semesta ini selalu berubah makanya pengamatan data Empirik harus terus dilakukan untuk mengoreksi hitungan2 yg lalu.. Gitu bro..

        Hisab tdk bisa berdiri sendiri tanpa rukyah..!!!!

        Bung Ivan yg ganteng…hehehe.. Lebaran bukan hanya ditentukan oleh aspek Astronomi tapi kita jg harus berdasarkan atas dalil syar’i. Coba bro buka2 tentang hadist bagaimana nabi berlebaran..
        Harus punya dasar bro…jgn bikin aliran baru…wkwkwkwk
        Bgm dgn hadist :Puasalah kamu krn melihat hilal dan berlebaranlah krn melihat hilal’…Apa hadist ini tdk berlaku lg ya bro???

        Emang kacau kalo beragam tdk punya pegangan dan rujukan yg jelas…wkwkwk

  599. Silakan simak artikel saya di: http://sulaifi.wordpress.com/2011/09/22/berlebaran-bersama-pemerintah-syiar-persatuan-kaum-muslimin/
    Semoga menjadi pencerahan untuk penyatuan kaum muslimin

    • Buat mas M.Faiq Sulaifi, terima kasih atas artikelnya yg sangat mencerahkan.. Semoga teman2 yg lain mau membaca dan menyimak artikel ini… Thanks

      Wassalam

      • Buat Mas Indar
        copas :
        Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Dr Thomas Djamaluddin mengatakan, sampai saat ini di dunia tidak ada teleskop yang mampu melihat hilal dengan ketinggian di bawah 4 derajat.
        Tidak ada teknologi yang mampu melihat hilal (bulan sabit) di bawah 4 derajat, dan secara teori pun tidak ada teknologi yang bisa mengatur tingkat kekontrasan agar hilal bisa lebih tampak dibanding cahaya senja, kecuali ada teknologi yang bisa mematahkan teori tersebut.
        terus teknologi apa yang digunakan untuk rukyat di tahun 1974 yang menyatakan bisa melihat hilal dengan ketinggian dua derajat?
        Tolong mas dijelaskan

      • Buat Ari:
        Anada bisa membaca buku 100 Masalah Hisab dan Rukyah by DR.Ir. Farid Ruskanda.

        Di point tanya jawab ke 60:
        Berapa ketinggian minimum untuk hilal agar terlihat dengan mata?

        http://books.google.co.id/books?id=CHwu2XXNkMwC&pg=PA61&lpg=PA61&dq=latar+belakang+hilal+2+derajat&source=bl&ots=coyWLiVOV9&sig=aU3ySt9X2E6XHAKYQr9Hm4ny1ok&hl=id&ei=ZdixTtHyOorqrAf2ydlt&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=3&ved=0CCIQ6AEwAjgK#v=onepage&q=latar%20belakang%20hilal%202%20derajat&f=true

        Saya melihat kesepakatan MABIMS sebagai sebuah kemajuan yg positif. Dan harusnya kesepakatan ini terus berlanjut dgn mengadakan kerjasama research untuk melihat hilal. Sebuah kesempatan untuk menunjukkan bhw umat Islam juga mampu menguasai Ilmu dan Teknologi Astronomi.. Mungkin ini adalah hikmah yg Allah hadirkan dari adanya kasus perbedaan ini.. Harusnya umat ini terus mengkaji, bukan saling ngotot2an dgn menyatakan bhw hitungannya lah yg benar atau pengamatannya yg benar..
        Ayo kita sama2 mengembangkan penelitian bersama (semua ormas Islam), mengadakan pengamatan empirik dan menyatukan rumus yg kita gunakan..selanjutnya menentukan kriteria yang kita bangun secara bersama. Buanglah ego demi kemaslahatan umat ini.

        Perbedaan ini muncul hanya krn permasalahan cara pandang berpikir. Hanya krn masalah 2 derajat atau lebih, kita ngotot2an. Padahal hasil hisab yg diperoleh jg hanya sebatas PREDIKSI…Bukan KEPASTIAN..dan Hasil Rukyah jg bisa salah lihat jika tdk paham dgn ilmu Astronomi..
        Baik Hisab dan Rukyah memiliki kelebihan dan kekurangan…Janganlah dipertentangkan…
        Damaikanlah keduanya, krn keduanya saling membutuhkan dan keduanya adalah anugerah dari Allah SWT…

        Wassalam

      • Buat mas Indar
        kalo saya baca link yang mas kasih, Pak Farid hanya mendasarkan jawaban pada kriteria MABIMS yang juga banyak diragukan oleh para astronom, kriteria 2 derajat secara astronomis banyak yang meragukan bahwa hilal bisa dirukyat,mas bisa cari di internet tentang rekor berapa derajat bulan bisa dilihat,berapa umur bulan termuda, maka semua jauh diatas kriteria MABIMS, sehingga saya juga bisa mengatakan kriteria MABIMS sama tidak empiriknya dengan kriteria wujudul hilal, bahkan pak thomas pun mengusulkan perubahan kriteria MABIMS tersebut, yang jadi pertanyaan lagi, Malaysia,Singapura juga menggunakan kriteria MABIMS, mengapa lebarannya sama dengan Muhammadiyah, padahal Malaysia tidak follow saudi lho,wong kriteria sama aja lebarannya beda, jadi lebih wajar lagi dong kalo krtiterianya beda hasilnya juga beda

      • Katakanlah kesepakatan MABIMS tdk ilmiah, sama dengan tdk ilmiahnya teori Wujudul Hilal yg di pakai oleh Muhammadiyah. Akan tetapi point nya bukan di ilmiah atau tdk ilmiahnya, yg jelasa MABIMS telah memiliki kesadaran dan kemauan untuk duduk dan bersepakat secara bersama-sama untuk menentukan sebuah kriteria yg akan dipakai secara bersama2 demi kemaslahatan bersama terlepas kriteria itu ilmiah atau tdk ilmiah.. Disitu point yg harus kita hormati.

        Tentang Malaysia dan Singapura berlebaran pada tgl 30 Agustus, telah banyak tulisan yg menjelaskan mengapa bisa terjadi. Mungkin mas Ari bisa membaca tulisan Prof. dan para pakar yg lain. Yang jelas kriteria yg digunakan Malaysia, Singapura adalah sama dengan kriteria yg digunakan pemerintah (ormas2 Islam yg lain selain Muhammadiyah)…bukanlah kriteria wujudul Hilal.. Artinya bangsa2 ini jg tdk mempercayai dan menerapkan paham wujudul hilal dinegara mereka.

        Alangkah baiknya kalo diskusi ini di forum ini jg menghadirkan pakar Hisab Wjudul Hilal dari MD agar kami yg tdk paham dgn Wujudul hilal bisa mendapatkan kejelasan dan pengetahuan kronologis, formula dan implementasi dari teori ini..
        Mengapa cuman MD yg bertahan dgn teori ini.???
        Adakah bangsa2 lain yg menerapkan??

        Wassalam

  600. Prof…. Dulu saat berpolemik 1 Syawal kemarin, mengatakan Ilmu Hisab MU telah usang dan berpotensi menyebabkan perbedaan tanggal 1 syawal di tahun 2012, 2013, 2014. Termasuk Idul Adha 2011. TApi…… Allah menjawab tuduhan dan :provokasi” ini dengan menyamakannya Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi yang Insyaallah jatuh tanggal 6 Nopember 2011. Gemana Prop……

    • Saya tidak menyebut seperti itu (silakan baca bagian awal tulisan di atas). Potensi perbedaan itu pada Idul Adha 1431/2010, Idul Fitri 1432/2011, awal Ramadhan 1433/2012, 1434/2013, dan 1435/2014. Silakan baca penjelasannya di

      Memahami Perbedaan Idul Adha 1431/2010 dan Keseragaman Idul Adha 1432/2011

      Wujudul Hilal yang Usang dan Jadi Pemecah Belah Ummat Harus Diperbarui.

    • Buat Kang Ian:

      Copas:

      “Perbedaan terakhir kita alami pada Idul Fitri 1327 H/2006 M dan 1428 H/2007 H serta Idul Adha 1431/2010. Idul Fitri 1432/2011 tahun ini juga hampir dipastikan terjadi perbedaan. Kalau kriteria Muhammadiyah tidak diubah, dapat dipastikan awal Ramadhan 1433/2012, 1434/2013, dan 1435/2014 juga akan beda. Masyarakat dibuat bingung, tetapi hanya disodori solusi sementara, “mari kita saling menghormati”. Adakah solusi permanennya? Ada, Muhammadiyah bersama ormas-ormas Islam harus bersepakati untuk mengubah kriterianya.”

      Comment Kang Ian:
      “Prof…. Dulu saat berpolemik 1 Syawal kemarin, mengatakan Ilmu Hisab MU telah usang dan berpotensi menyebabkan perbedaan tanggal 1 syawal di tahun 2012, 2013, 2014. Termasuk Idul Adha 2011. TApi…… Allah menjawab tuduhan dan :provokasi” ini dengan menyamakannya Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi yang Insyaallah jatuh tanggal 6 Nopember 2011. Gemana Prop……”

      Hati2 bung dalam mencuplik perkataan seseorang…ntar jadi fitnah deh. Dan tuduhan provokasi bisa berbalik arah deh…wkwkwkwk

  601. Ass wr wb..saya sarankan agar ada kesepakatan antar negara-negara ASEAN dalam menentukan hari raya Idul Fitri/Adha. Tinggal kriterianya saja yang perlu diatur. Kasihan kami-kami yang tinggal di pulau-pulau terluar. Hanya dua jam perjalanan (laut) ke Johor (Malaysia), tapi lebarannya tidak sama. Apa jarak dua jam perjalanan itu berpengaruh terhadap hasil Rukyat? Mohon pencerahannya. Wassalam

  602. Menurut saya dalam hal ini Muhammadiyah memang perlu diserang, maksud saya dengan serangan pemikiran dan bukan dengan golok untuk bacok bacokan.

    Saya bukan apriori dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan, malah saya sependapat kalau umat Islam ini menjadi pemandu dalam ilmu pengetahuan. Al-quran dan hadits nabi banyak yang memberikan dukungan untuk menuntut ilmu pengetahuan.

    Yang menjadi masalah, kalau ilmu pengetahuan dijadikan alat untuk membelokkan ajaran agama, mengubah batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Shohibusy Syar’iy serta memandang bahwasanya ia menjadi sumber permasalahan umat Islam.

    Dengan jelas, Nabi mendasarkan melihat bulan (ru’yat al hilal) sebagai batasan untuk mengawali bulan baru Ramadlon, dan dengan ru’yatul hilal pula untuk mengakhiri romadlon dan memasuki bulan baru Syawal.

    Ilmu hisab mungkin bisa mempermudah dan memberikan pertolongan dalam menentukan posisi bulan, sehingga dapat menentukan kapan bulan memungkinkan untuk bisa dilihat (Imkanur ru’yah).

    Muhammadiyah telah mendahului (lancang dlm bahasa Jawa) terhadap Allah dan Rasulnya yang jelas Allah telah melarangnya ” Laa tuqoddimuu …. dst”. Mengapa saya katakan lancang ? Muhammadiyah bukan hanya melakukan Hisab, tetapi mengubah batasan, yang telah ditetapkan Oleh Rasulullah saw, yaitu mengawali Ramadhan dengan melihat bulan (karena “Nabi tidak bisa menghitung” kata mereka, maka seharusnya kalau memang mau menggunakan Hisab, hendaknya hisab mengikuti batasan yang diberikan Nabi, yaitu mungkin bisa dilihat dan bukan wujudul hilal.

    Memang hal ini nampak sepele bagi banyak kalangan, tetapi ini hal yang sangat penting karena berhubungan dengan Ibadah. Orang bisa menghitung peredaran bumi mengelilingi Matahari yang menyebabkan terjadinya siang dan malam, pagi dan petang serta pergantian Hari, dengan ilmu hisab orang bisa menentukan jam berapa Matahari(nampak) terbit dan terbenam, tetapi untuk menentukan batas hari baru disini ada perbedaan, kebanyakan orang mengatakan bahwa masuknya hari/tanggal berikutnya setelah jam 12 malam. Tentu ini tidak menjadi masalah kalau sekedar untuk urusan muamalah, tetapi kalau untuk urusan ibadah tentu saja kita harus mengikuti batasan yang diberikan oleh Nabi.

    Kepada Pimpinan Muhammadiyah dan warganya saya katakan ” Kemana umat akan kamu bawa ? Semboyanmu ” Kembali kepada quran dan hadits kamu buang dimana ?

  603. eh..eh ..eh kenapa jadi emosi ya..??!
    padahal sebelumnya yg dukung bp Thomas pada pede apalagi judul tulisannya pede banget. Ada apa ya…? wow.. he..he…

  604. Tio Sukron

    Tentu saja gak ada apa-apa, hanya saja Muhammadiyah terlalu membesar-besarkan permasalahan dan seakan paling benar sendiri. Saya membaca Suara Muhammadiyah ada artikel yang paleng aneh ” POLITISASI IDUL FITRI ”

    Apa sih yang mau direbut dg penetapan idul Fitri koq sampai menduga seperti itu ????

    • Muhammadiyah lbh mementingkan sunnah (Idul Fitri) dibanding wajib (persatuan umat).. Aneh bin ajaib..?????
      Tdk mau mengalah demi menyatukan satu kriteria yg disepakati bersama.. Ego Sentris….

      • Buktikan dahulu bahwa yang lain benar-benar menggunakan Kriteria Imkan Rukyat…
        Dengan cara mengumumkan Penetapan Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha JAUH-JAUH HARI…
        Yang ngaku berKriteria IR pada berani nggak yaa ?… 🙂

        Dengan begitu berarti yang lain telah sepakat dengan Kriteria Imkan Rukyat… Baru tinggal kita pikirkan Muhammadiyah…

        Di sini mah kita manfaatkan diskusinya buat membandingkan Kriteria WH dan IR secara objektif saja… Okeh bro ?… 🙂

        Eh, iya… kalau minta ngalah itu… harus demi kepentingan seluruh dunia dong… Biar Global gituh…
        Jangan mikir nya buat kepentingan lokal saja…

        Kalau kita tidak nyaman ketika Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha Muhammadiyah berbeda dengan yang lain…
        Kita juga harus tidak nyaman ketika Negara kita tercinta ini berbeda Puasa, Idul Fitri dan Idul Adha dengan orang Mekah sana…

      • Kita harus faham bahwa hisab WH (Wujudul Hilal) dan IR (Imkanur Rukyat) sama-sama bisa menghitung jauh-jauh hari, termasuk sekian ratus tahun ke depan dan ke belakang. Angka hasilnya pun bisa saja saja. Hanya kriterai penentuan awal bulannya yang berbeda. WH tidak mempertimbangkan kemungkinan bisa dirukyat, sehingga pasti akan berbeda dengan hasil rukyat ketikabulan rendah. IR mempertimbangkan kemungkinan bisa dirukyat sehingga bisa menghasilkan keputusan yang seragam antara hasil hisab di kelnedr dengan hasil rukyat.
        Untuk mengglobalkan mudah, karena cukup membuat garis tanggal qamariyah dengan kriteria yang disepakati. Nah, kita sedang mengupayakan kesepakatan kriteria itu, mulai dari kesepakatan lokal-nasional, regional-ASEAN, sampai global-internasional. Kita tidak mungkin melompat mencari kesepakatan global-internasional, kalau tingkal lokal-nasional pun tidak mau bersepakat.

      • Assalamu ‘alaikum

        menentukan bahwa hilal bulan sabit terjadi, ” ……jauh-jauh hari, sekian ratus tahun kedepan …….”, seperti ramalan seorang dukun.

        “HENDAKNYA MENGEMBALIKAN SEGALA SESUATU KEPADA KEHENDAK ALLAH YANG MAHA PERKASA LAGI MAHA MULIA, YANG MAHA MENGETAHUI SEGALA YANG GHAIB, YANG MENGETAHUI APA YANG TELAH TERJADI, YANG AKAN TERJADI, YANG TIDAK AKAN TERJADI, DAN BAGAIMANA AKAN TERJADI”

        wassalamu ‘alaikum

      • Hisab astronomi jauh berbeda dengan ramalan dukun. Kita semua menggunakan jadwal shalat. Itu hasil hisab astronomi. Gerhana matahari atau bulan bisa kita tentukan waktunya, juga bukan ramalan, tetapi perhitungan atas dasar keteraturan hukum Allah di alam. Demikian juga dengan prakiraan ketampakan hilal, bisa ditentukan jauh-jauh hari sebelumnya berdasarkan data rukyat jangka panjnag sebelumnya.

  605. Intinya artikel adalah salah satu bentuk kesombongan seorang Profesor dari ITB yang merasa paling pintar se-Indonesia, beserta dengan kebenciannya yang tidak berdasar terhadap Muhammadiyah. Padahal telah jelas buki-bukti kebenaran perhitungan Wujudul Hilal (bulan purnama yang tampak jauh sebelum tanggal 15 Syawal lalu dan Idul Fitri Indonesia berbeda dengan hampir seluruh negara lain) .

    “Rasulullah SAW bersabda : “Tidak akan masuk kedalam surga, seseorang yang didalam hatinya terdapat kesombongan (takabur) seumpama biji sawi.” Seorang laki-laki bertanya :”Sesungguhnya ada seseorang yang menyukai supaya bajunya bagus dan sandalnya bagus.” Nabi menjawab : “Sesungguhnya Allah itu Indah, Dia menyukai keindahan. Kesombongan itu menolak kebenaran dan memandang rendah orang lain.” (HR. Muslim)

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (mengolok-olok).” (Al-Hujurat:11)

  606. Nampaknya Pak T. Djamaluddin dibuat repot menanggapi mas Iwan yang nampak tidak mudeng dengan ilmu Hisab, dan juga kurang faham dengan Hadis Nabi.

    Sebaiknya Mas Iwan belajar yang tekun dulu biar bisa nyambung

  607. saya sangat kecewa dengan penuli, yang hanya bisa memperkeruh keadaan. masing-masing ormas punya pegangan mereka, yang tidak lebih baik dan lebih jelek dari ormas yang lain. muhammadiyah menentukan hilal juga dengan rukyat, tapi rukyat bil akli. kita tidak perlu saling menyalahkan antara satu dengan yang lain. saya orang NU tapi saya juga sangat Menghormati saudara kita dari Muhammadiyah.

    • Saya sepakat kita tak perlu menyalahkan metode, karena memang bukan hisab dan rukyat yang dipertentangkan. Yang dipermasalahkan adalah kriteria hisab Muhammadiyah (wujudul hilal) telah menjadi sebab perbedaan hari raya yang sering terjadi pada saat posisi bulan rendah. Perbedaan hari raya bukan disebabkan perbedaan hisab dan rukyat, tetapi perbedaan pada kriterianya, yaitu batasan masuknya awal bulan. Soal kriteria, sebenarnya bukan hal yang sulit untuk dipersatukan, tanpa harus mengubah metodenya. Sekadar contoh, ormas Persis (Persatuan Islam) sebenarnya sama dengan Muhammadiyah yang meyakini hisab bisa dijadikan dasar penentapan awal bulan. Tetapi mereka bisa bersatu dengan hasil rukyat karena mereka menggunakan kriteria imkan rukyat (kemungkinan bisa dirukyat) pada hisabnya. Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilal tidak mungkin bisa bersatu, karena saaat bulan rendah hilal tidak mungkin bisa dirukyat karena cahaya senja mengalahkan cahaya hilal yang sangat redup. Itulah yang menjadi sebab beberapa kali perbedaan hari raya seperti yang saya tulis di atas. Sebenarnya kita bisa bersatu, kalau semua pihak berupaya mencari titik temunya, bukan mementingkan ego organisasinya. Mengubah kriteria wujudul hilal menjadi imkan rukyat adalah titik temu antara metode rukyat dan hisab.

  608. Lebih baiknya pak Thomas buat dulu hitung-hitung jauh jauh harinya menurut IR jika emang itu bisa di lakukan kemudian publish ke masyarakat dan tidak perlu nunggu kesepakatan dengan Muhammadiyah, karena Muhammadiyah sudah membuatnya jauh jauh hari. Dengan begitu kami masyarakat yang awam ini bisa mengatur jadwal cuti pada saat lebaran.

    • Pasti bisa, karena IR juga berdasarkan hisab. Hasil hisab WH Muhammadiyah dan IR ormas lain sama hasilnya. Itu bisa dihitung jauh-jauh hari, bahkan untuk ratusan tahun ke depan dan ke belakang (merunut kejadian pada zaman Nabi) pun bisa. Baik Muhammadiyah, NU, Persis, dan ormas lain, termasuk teman-teman praktisi astronomi semuanya bisa menghisab dan umumnya menghasilkan hasil yang sama. Misalnya, tinggi bulan awal Syawal 1432 lalu hanya kurang dari 2 derajat di Indonesia. Hal yang membedakan adalah kriterianya atau batasan masuk tanggalnya. Karena tingginya sudah positif, Muhammadiyah memutuskan Idul Fitri 30 Agustus 2011. Sedangkan NU, Persis, dan ormas lain menganggapnya belum masuk tanggal karena tidak mungkin dirukyat. Maka ormas Islam peserta sidang itsbat selain Muhammadiyah mencantumkan di kalendernya (dihitung jauh-jauh hari sebelum sidang itsbat) bahwa Idul Fitri 1432 jatuh pada 31 Agsutus 2011. Saat ini pun ahli hisab sudah bisa menghitung untuk tahun-tahun mendatang, karenanya sudah bisa memprakirakan bakal terjadinya perbedaan awal Ramadhan 1433/2012, 1434/2013, dan 1435/2014, karena bulan terlalu rendah. Kalau tahun 1432 ini warga Muhammadiyah berpuasa 29 hari, maka tiga tahun ke depan tersebut warga Muhammadiyah akan berpuasa 30 hari.
      Sekarang hisab itu sangat mudah, anak SD pun bisa menghisab, karena software astronomi sudah banyak beredar. Hanya beberapa klik memasukkan tanggal, waktu, lintang, dan bujur lokasi maka akan diperoleh tinggi bulan dan informasi lainnya. Tidak ada yang istimewa dengan hisab. Mudah kok, silakan pelajari.

  609. “Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kelendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah!”

    Dulu juga ketika Muhammadiyah memasyarakatkan solat Id di lapangan juga dimusuhi, disambitin, bahkan di daerah saya sempet lapangan untuk solat sengaja disebarkan kotoran manusia. Warga Muhammadiyah cuek aja, bersihkan tai dulu ramai-ramai, baru solat. Waga Muhammadiyah tidak balik melempar kotoran itu di masjid mereka. Akhirnya mereka berenti sendiri.

    “… jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kelendernya usang”. Kesan itu sudah muncul pak Thomas. Pak Thomas lah yang mempelopori kesan bahwa kriteria kalender Muhanmmadiyah itu usang.

  610. Oh iya, saya baru ingat, hanya ada 5 negara di dunia yang melaksanakan hari raya Idul Fitri pada hari rabu tanggal 31 Agustus yaitu : Indonesia, Selandia Baru, Oman, Afrika Selatan dan Suriname. Sedangkan selebinhya merayakan Idul Fitri hari selasa tanggal 31 Agustus. Bahkan negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura (MABIMS) pun yang diumumkan pemerintah Indonesia pada sidang isbat yang menyatakn Idul Fitri pada hari rabu tanggal 31 Agustus ternyata merayakannya pada hari selasa tanggal 30 Agustus juga. Apakah itu berarti pemerintah Indonesia telah membohongi warganya sendiri? Lha, kok?Udah itu aja.

  611. “Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.”

    Beliau melanjutkan,

    “Dan tanda kebinasaan yaitu tatkala semakin bertambah ilmunya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakannya. Dan setiap kali bertambah amalnya maka bertambahlah keangkuhannya, dia semakin meremehkan manusia dan terlalu bersangka baik kepada dirinya sendiri. Semakin bertambah umurnya maka bertambahlah ketamakannya. Setiap kali bertambah banyak hartanya maka dia semakin pelit dan tidak mau membantu sesama. Dan setiap kali meningkat kedudukan dan derajatnya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakan dirinya. Ini semua adalah ujian dan cobaan dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya. Sehingga akan berbahagialah sebagian kelompok, dan sebagian kelompok yang lain akan binasa. Begitu pula halnya dengan kemuliaan-kemuliaan yang ada seperti kekuasaan, pemerintahan, dan harta benda. Allah ta’ala menceritakan ucapan Sulaiman tatkala melihat singgasana Ratu Balqis sudah berada di sisinya (yang artinya), “Ini adalah karunia dari Rabb-ku untuk menguji diriku. Apakah aku bisa bersyukur ataukah justru kufur.” (QS. An Naml : 40).”

    Kembali beliau memaparkan,

    “Maka pada hakekatnya berbagai kenikmatan itu adalah cobaan dan ujian dari Allah yang dengan hal itu akan tampak bukti syukur orang yang pandai berterima kasih dengan bukti kekufuran dari orang yang suka mengingkari nikmat. Sebagaimana halnya berbagai bentuk musibah juga menjadi cobaan yang ditimpakan dari-Nya Yang Maha Suci. Itu artinya Allah menguji dengan berbagai bentuk kenikmatan, sebagaimana Allah juga menguji manusia dengan berbagai musibah yang menimpanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Adapun manusia, apabila Rabbnya mengujinya dengan memuliakan kedudukannya dan mencurahkan nikmat (dunia) kepadanya maka dia pun mengatakan, ‘Rabbku telah memuliakan diriku.’ Dan apabila Rabbnya mengujinya dengan menyempitkan rezkinya ia pun berkata, ‘Rabbku telah menghinakan aku.’ Sekali-kali bukanlah demikian…” (QS. Al Fajr : 15-17). Artinya tidaklah setiap orang yang Aku lapangkan (rezkinya) dan Aku muliakan kedudukan (dunia)-nya serta Kucurahkan nikmat (duniawi) kepadanya adalah pasti orang yang Aku muliakan di sisi-Ku. Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezkinya dan Aku timpakan musibah kepadanya itu berarti Aku menghinakan dirinya.” (Al Fawa’id, hal. 149).

  612. Assalamu ‘alaikum, sudah lama tidak mengunjungi situs ini.

    saya adalah penganut penggunaan rukyah, yaitu metode yang disyariatkan dalam penentuan tanggal 1 bulan hijriyah / Qomariyah dengan melihat hilal.

    saya melihat definisi astronomi, didefinisikan sebagai berikut “Astronomi ialah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi) serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi (misalnya radiasi latar belakang kosmik (radiasi CMB)). Ilmu ini secara pokok mempelajari pelbagai sisi dari benda-benda langit — seperti asal-usul, sifat fisika/kimia, meteorologi, dan gerak — dan bagaimana pengetahuan akan benda-benda tersebut menjelaskan pembentukan dan perkembangan alam semesta. ( Wikipedia bahasa Indonesia )

    yang menjadi inti yang saya permasalahkan, yaitu “….. pengamatan benda-benda langit ….”

    yang mana sama dengan penggunaan rukyat dalam penetuan tanggal1, pengamatan, melihat, rukyat, ………

    tidak dengan ramalan hitungan walaupun walaupun disematkan didalamnya dengan modern, teknologi, ……. oh ya yang dulu saya maksud dengan kata “dukun”

    jazakumulloh khoir, wassalamu ‘alaikum

    • Sy ikut menjawab ya….

      Pertama, perlu dibatasi dulu wilayah operasional dari sains adl fenomena fisik, yg dpt diamati. BUKAN metafisik yg sampai saat ini belum ada sensor untuk mengukur nilai variabel dari fenomena tsb. Jadi, kita tdk membicarakan masalah per-dukun-an.

      Kedua, meramal atau melakukan prediksi suatu nilai yg akan datang oleh sains, didasari oleh adanya model matematis yg diperoleh dari observasi ribuan kali. Kalau sampai model ini sesuai benar dg fenomena yg diamati, tentu sj hasil prediksinya pasti akan tepat. Mengapa dpt begitu ?
      karena ada keteraturan dlm fenomena yg ada dalam seluruh maujud ini. Keteraturan itu merepresentasikan adanya hukum2 di dlmnya. Kalau hukum/prinsip tsb dpt ditemukan manusia…tentu manusia mampu meramal terkait fenomena tsb.

      Salam

  613. ketika saya mau ikut lebaran hari ke-2 ramadah 1432 yang lalu, saya jadi ragu2, lebaran hari ke-1 bulan yang muncul diufuk barat sudah agak tinggi, sudah menunjukkan tanggal 2. banyak warga yang menyaksikan kalau bulan sudah tanggal. ini kenyataan yang ada. bagaimana kebenaran mu Prof, tentang wujudul hilal ? rotasi perputaran planet dijagat raya ini yang digambarkan dalam alqur’an insya alloh tidak akan bergeser sedikitpun

    • Gunakan ilmu dalam memutuskan sesuatu, jangan sekadar mengikut asumsi tanpa ilmu. Bulan sabit yang terlihat tinggi, belum tentu bulan tanggal 2.

      • Saya ingin bertanya kepada Prof.
        Apakah benda2 langit bersifat statis? Maksud sy, apakah posisi orbit dan garis edarnya akan tetap terus sampai end of the world…

        Sy pernah membaca artikel, yg mengatakan bhw alam semesta ini tdk statis (tetap)..Alam ini terus mengembang, kata penulis di artikel tsb.
        Jika artikel ini benar adanya, maka posis bulan jg tdk tetap jika ditinjau dari bumi…jarak bumi ke bulan jg akan berubah dari tahun ketahun.. Jadi jika bertahan dgn formula hitungan kita yg dibuat 100 thn yg lalu maka bisa jadi hitungan tsb sdh mengalami error yg lumayan besar.. Makanya kita butuh kalibrasi formula dgn terus mengamati (rukyah/empirik) terhadap pergerakan bulan..gitu kesimpulan saya.

        Jadi menurut sy, proses melihat(rukyah) yg diajarkan Nabi s.a.w mengandung hikmah bhw umat ini harus terus mengamati pergerakan bulan. Dan yg lebih dekat dgn hal ini adalah para astronom.. Merekalah yg terus mengamati pergerakan benda2 angkasa termasuk bulan yg selalu berubah (walaupun perubahannya mungkin kecil jika dilihat dlm 1 tahun).. Hadist tentang berlebaran dgn syarat harus melihat hilal, mengajarkan kita untuk sering2 melihat alam semesta ini (termasuk bulan) yg akan selalu berubah posisinya…dan bisa jadi dari pengelihatan tsb, kita akan “tersadarkan” bhw alam ini punya ending…krn dia akan semakin mengembang dan akhirnya akan hancur..dan kondisi ini akan makin menaikkan keimanan kita kepada Allah SWT..
        Bukan justru membuat kita sombong dan bangga dgn prediksi2 yg dibuat, terus dikatakan itu adalah “Kepastian”…seperti yg menganut paham Wujudul hilal.. Siapa yg bisa menjamin bhw hitungan yg didapat betul pasti?? Misalkan hitungan WH diperoleh 0 derejat yg berarti sdh bulan baru.. Dalam matematika angka 0 bisa saja, merupakan hasil pendekatan/pembulatan (mis: -0.9999 bisa dibulatkan menjadi 0)..Terus siapa yg berwenang menentukan angka pentingnya(nilai pembulatannya)…Adakah aturan Hadist tentang angka penting??? Masalah pembulatan ini aja akan menuai banyak perbedaan…hehehe..Intinya, kita memang bisa memprediksi dgn mengamati pola kemudian membuat formula…tapi, itu bukan kepastian.. Itu hanyalah PREDIKSI…yg pasti mengandung error jg..

        Mungkin itulah hikmah mengapa kita disuruh melihat bulan (rukyah) oleh Nabi saw ,dlm penentuan hari lebaran..

        Sy tdk akan memperdebatkan antara rukyah dan hisab.. krn keduanya adalah potensi yg Allah berikan.. harusnya keduanya didamaikan dan digunakan dlm penentuan hari lebaran..

        Btw, Apakah sdh ada kemajuan dlm penentuan kriteria?? Apakah ormas2 islm sdh sepakat dgn ide prof, atau msh ada kendala?

        Wassalam

      • Ya, alam semesta mengembang, tetapi dalam konteks jarak antar-galaksi menjauh. Itupun skala waktunya jutaan atau milyaran tahun untuk melihat perubahan posisinya. Sedangkan jarak antarbintang dalam galaksi, jarak antarplanet dalam tatasurya, dan jarak bumi-bulan relatif tetap dalam jutaan tahun.
        Prakiraan posisi dan ketampakan hilal didasarkan pada data rukyat jangka panjang. Karena keteraturannya sudah bisa diformulasikan secara cermat, maka posisi bulan dan matahari sudah dapat dihitung secara akurat, sehingga prakiraan gerhana detik-demi detik sudah bisa diprakirakan. Faktor ketidakpastian pada rukyat (walau posisinya cukup cermat dihitung) terletak pada faktor atmosfer yang dinamis sekali dan tidak dapat diprakirakan dengan cermat. Oleh karenanya disebut imkan rukyat, atau kebolehjadian ketampakan hilal.

  614. paling Yahudi………

    • Cara pikir imkanur rukyat dg cara induksi scr tdk lengkap, shg cocok dg namanya kebolehjadian ketampakan hilal. Memang sains jg menggunakan induksi untuk mengembangkan pengetahuan, selain deduksi tentunya.

      Namun, apakah benar persoalan ini dpt diselesaikan dg cara pikir induksi?

      Padahal, kalau bds syar’i…..sbg dasar adl AQ, HD, Ijma, & Qiyas. Kalau qiyas dipahami hanya sbg analogi, tentu cara pikir induksi tdk masuk kriteria syar’i.

      Selain itu, kalau ingin memperoleh kebenaran scr pasti, justru cara pikir scr deduksi diperlukan. Kebenaran dari cara pengambilan kesimpulan scr deduksi, tdk akan diragukan lg.

      Sy kira masih perlu waktu panjang bagi umat ini untuk memahami cara pikir analogi, induksi, & deduksi untuk dpt menggunakannya scr tepat dlm penyelesaian problem ini.

      Salam

  615. Rasullullah bilang “LIHATLAH BULAN” dasar Muhammadiyah Stupid! zaman pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan sangat mendengungkan yang namanya Ijtihad. sekarang malah penerusnya amburadul. teknologi sudah canggih saudara2!! ingat Rasullullah bilang “LIHATLAH BULAN” bukannya ramal-meramal. lebaran kapan udah bisa diramalkan bahwa lebaran tgl segitu.

  616. @argress: terima kasih karena bapak anda juga guoblok, saya memang tolol tapi anda lebih tolol dari tolol, anda bilang prof djamaluddin goblok tapi dia ilmuwan yang berilmu dan belajar serta diakui dunia. komentar andalah yang bikin anda goblok. *lanjut baca blog salafy bertobat*

    • Alhamdulillah, kamu sudah mengakui bahwa kamu memang tolol, tolol puool!.
      Terima dan akui saja bahwa bapakmu Djamaluddin memang bodoh, nggak percaya??
      Coba baca dgn jernih tulisan2 bapakmu itu. Tetap nggak percaya?!? Ya memang kamu super tolong sich!! Otakmu pasti setara orang gila!

      • Ketika logika terbelenggu fanatisme buta, kejernihan berfikir tak ada lagi. Yang muncul ungkapan-ungkapan kasar ala orang tak berpendidikan. Bagi saya, ungkapan kasar itu tak saya permasalahkan dan saya biarkan muncul di blog ini untuk memberikan kebebasan mengungkapkan uneg-uneg yang mungkin sekian lama tak ada salurannya. Pembaca yang akan menilainya.

      • @Pak Djamaluddin
        Sayangnya saya kira jauh lebih sedikit pembaca yang bisa memahami bahwa anda juga dalam beberapa kesempatan menjawab komentar dalam blog ini seperti “ala orang tak berpendidikan” doktor dengan menjawab di luar konteks, melarikan diri dari tema diskusi, dan tidak mau mengakui kesalahan (meskipun sudah nyata terbukti).

        Fanatisme adalah hal yang melekat dalam setiap agama, tidak terkecuali fanatisme yang melekat di diri Pak Djamaluddin, yang terlihat bagaimana posisis anda dalam membenturkan antara agama dan logika. Sebagian orang lebih mendahulukan logika dibanding sebuah praktek Nabi ketika praktek tersebut dianggap tidak prinsipil dan sangat terkait konteks waktu, sedang anda tidak berani.

      • Matur nuwun Pak Agus, kerso menanggapi Pak Djamal. Kali sy juga menanggapi dawuhe pak Djamal juga.

        “Ketika logika terbelenggu fanatisme buta, kejernihan berfikir tak ada lagi.”
        Jawab: Ungkapan semacam ini lebih tepat anda tujukan bagi penganut madzab syafei yg belum sadar bahwa anda sebenarnya telah memasung keyakinan rukyat hilal juga menistakan cara nabi dlm menerima rukyat hanya demi logika astronomi pengusung “IR lama” semata.
        Scr nyata anda telah membelenggu keyakinan rukyat lokal penganut madzab syafei di Indonesia. Dan anda berhasil. Berhasil dlm metransformasikan keyakinan rukyat hilal murni ala nabi kedalam hisab-rukyat lokal ala “IR lama”.

        Kasar ala orang tak berpendidikan?!? ​ƗƗɑƗƗɑƗƗɑƗƗɑ.. ☺​☺ kalau itu ditujukan pada saya, gpp dan terima kasih buanyak… Karena anda sendirilah yg membuat perbedaan.
        Pembaca yg budiman, silakan menilai dgn kejujuran hati ketika disidang isbat 2011 muncul seorang dgn sikap arogan dan perilaku yg tidak menjujung tinggi ukhuwah islamiyah serta azas kesopanan yg sdh seharusnya dilakukan oleh orang yg mengerti bahwa dia itu berpendidikan. Profesor lagi. Kira2 makhluk spt apa ya utk menjelaskan sosok spt ini?

        Pak Djamal yang ngganthenk, masih mending sy mengatai anda goblok, goblok puol. Karena “IR lama” yg anda usung memang penuh dgn dusta, dusta scr syar` dusta pula scr astronomi. Dari pada sy mengatai anda pintar, pintar membawa kedustaan! Bagaimana, enak mana?

        Nah ini, sy kutip dari bung Muh Mattula’ada:
        “Mufti Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Al-Asheikh dalam khotbah Jumatnya di Masjid Imam Turki bin Abdullah menggambarkan orang-orang yang meragukan melihat bulan sebagai ‘orang yang termotivasi dan menyimpang dengan mulut kotor’.

        “Ada lidah busuk yang meragukan agama kita yang harus dibungkam. Kami secara ketat mengikuti Sunnah Nabi tentang puasa dan menandai Idul Fitri,” katanya.”

        Pembaca budiman, siapakah astronom Indonesia yg lidahnya busuk spt itu?

  617. Assalamu Alaikum Wr.Wb..
    Lama tdk mengunjungi blog ini…dan ternyata sy melihat di blog ini para penganut WH semakin “kepanasan” aja dalam memberikan argumentasinya..Mungkin krn sdh tersudutkan dan merasa gengsi untuk menerima kekalahan dari argumentasinya…akhirnya yg diserang adalah person…bukan lg pada esensi diskusi.
    Gejala ini sdh tdk sehat.. Jika Muhammadiyah mengedepankan akal dlm penentuan Idul Fitri dgn teori WH.. maka sy berharap bhw para pembela WH dlm forum ini jg mengedepankan akal dlm berdiskusi..jangan menedepankan emosi yg tdk jelas..

    Tolong Bro Argres, kemukakan argumentasi tentang WH agar kami bisa paham dan mengerti mengapa Muhammadiyah masih bertahan dgn teori ini????

    Sy kira dgn mengemukakan argumen tentang WH akan lebih baik dibanding menyerang seseorang dgn kata kotor… We are moeslem.. 🙂

    Wassalam

    • @Indra
      Saya tidak pernah mendukung penggunaan kata-kata kotor yang digunakan di blog ini (termasuk mungkin saya di beberapa tulisan), tapi saya juga tidak bisa mendukung kata-kata sopan dan terkesan ilmiah tetapi tidak dengan disertai kejujuran serta isinya justru mengandung hal yang sifatnya menyesatkan. Saya bukan pendukung WH secara spesifik, saya hanya tidak bisa menjustifikasikan banyak dari argumentasi Pak Djamaluddin dalam mengkritik WH ketika beliau mengatasnamakan astronomi dan ilmiah. WH banyak kekurangan dinilai dari IR, dan IR mempunyai banyak lubang dari sudut pandang WH. Tetapi IR dan WH tetap bermasalah ketika sebuah kalender Hijriyah global yang dinginkan.

    • Indar, model penganut IR jahilliyah seperti kamu yg bisanya cuma taqlid pada pak Djamal berarti kamu termasuk penganut madzab syafei yg tersesat. Masya Allah!

    • @Indar, yang kamu kedepankan tentang akal dalam memahami IR Jahilliyah model Djamal itu apa sih?

  618. Azas Kebersamaan dan Persatuan Umat disamping argumen logis tentang IR…itulah latar belakang yg mendasari sy untuk menyetujui model yg dikaji Prof Djamal dan ormas2 Islam yg lain..

    Analogi yg tepat telah dikemukan:
    Dalam permainan bulutangkis, lapangannya memiliki garis pembatas yg tebalnya sekitar 5 cm.. Dalam permainan ini, sebuah cock dikatakan masuk jika jatuh tepat diluar garis terluar dari garis yg memiliki tebal 5 cm tsb… Jika cock-nya jatuh mengenai garis terdalam ( 0 cm s/d > 5 cm) maka kondisi tsb dikatakan bhw cock “masuk”… Mengapa diperlukan garis pembatas dgn ketebalan 5 cm??? krn jika menggunakan garis tipis (mis: dgn ketebalan 0.5 cm) maka kita akan susah mengamati posisi bola…apakah posisinya keluar atau masuk…

    Jika analogi ini dibawah pada IR dan WH…
    WH akan menyatakan bola keluar jika melewati garis terdalam..
    sedang IR akan menyatakan bola nanti pada saat cock melewati garis 5 cm tsb…

    WH akan menyatakan bulan baru jika hilal melewati 0 drajat (yg pasti tdk akan mampu dilihat oleh pengelihatan)
    sdangkan IR berusaha, menentukan kriteria masuknya bulan baru dgn kemungkinan untuk dapat di rukyah… model IR inilah yg terus berusaha diteliti dn dikaji pd batas ketinggian hilal minimum yg dapat dirukyah..maka pd saat itulah bulan baru akan lahir…begitu yg sy bisa pahami dari kajian yg Prof Djamal lakukan…

    Sepatutnyalah kita memberikan semangat kepada pihak2 yg mau berpikir dan berusaha mencari solusi buat kepentingan dan kemaslahatan umat ini…bukan mencaci, atau berburuk sangka…Astaghfirullah…

    Nah, demikian pula model IR yg akan terus diusahakan untuk dicapai kesepakatan oleh ormas2 Islam (Ormas2 Islam yg lain, selain Muhammadiyah :)), kelihatannya memiliki itikad baik untuk mempertemukan batas “garis”/hilal derajat sehingga Rukyah dan Hisab bisa bertemu dan saling menguatkan… Dan sy yakin jika ormas ini mau duduk bersama, melepaskan ego..maka Insya Allah, kita akan bisa berlebaran bersama2..:)..
    Model kesepakatan MABIMS adalah sebuah kemajuan yg telah dicapai, walaupun dalam tataran praktisnya msh banyak permasalahannya… Tapi kita harus mengakui bhw kesepakatan MABIMS adalah sebuah jembatan menuju penyatuan pandangan dari ormas2 Islam..

    Bersatulah Umat Islam…

    Wassalam..

    • @Indar, pemahaman anda tentang IR dan WH sangat picik. Coba tanyakan ke pak Djamal, apa benar itu? Kalau nggak percaya baca tulisan beliau di geosentrik.

  619. @ Mas Indar
    saya juga ingin menyampaikan analogi
    untuk dikatakan seseorang harus mandi wajib apakah pada saat maaf alat kelamin lelaki masuk 0,0001 cm ataukah pada saat alat kelamin laki-laki masuk kelamin wanita minimal 2 cm

  620. @Mas Ari
    Hehehe….bgm jika 0,0000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000001 cm ???? Apakah sdh kategori wajib mandi?? 🙂

  621. @argres: dengan bangganya anda mengucapkan kalimat pujian surat alfatihah kepada orang terus diiringin dengan kalimat “tolol” semoga Tuhan memberikan pahala besar untuk anda aamiin.

  622. mengenai ukuran keusangan, Pak Thomas menjawab : sesuatu yang yang sudah ditinggalkan. Saya sampaikan kepadanya bahwa Imkan al-rukyah itu usang karena sudah ditinggalkan oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah menggunakan kriteria imkan al-rukyah dari tahun 1927 hingga tahun 1937. Muhammadiyah menilai imkan al-rukyah tidak syar’i.

    • Penilaian”usang” (obsolete) dalam sains dan teknologi dinilai oleh pakar sains/ternkologi terkait. Masalah kriteria wujudul hilal dan imkanurrukyat adalah ranahnya astronomi. Astronmlah yang menilai. WH itu usang. Imkaurrukyat atau dalam bahasa teknis astronomi disebut visibilitas hilal itu terus berkembang. IR tahun 1927-1937 yang teleskopnya jauh tertinggal dari zaman sekarang, jelas itu sudah usang. Tak ada satu pun ormasi Islam di Indonesia yang menggunakan kritria IR ala 1927-1937. Kini kriteria IR terus disempurnakan. Tentang syar’i atu tidaknya silakan ajukan dalil-dalilnya, bandingkan antara WH dan IR. Silakan baca https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/19/astronomi-memberi-solusi-penyatuan-ummat/

      • @Djamaluddin
        WH usang dalam sains dan teknologi oleh pakar sains dan teknologi, sama seperti usangnya konsep pergantian bulan dalam kalender yang berdasar konjungsi dari kacamata sains dan teknologi. Begitukah? Sepertinya ada yang tidak beres dengan logika pernyataan di atas.

      • Buat yang tidak paham maksud tulisan saya di atas:

        Ada pendapat sebagian ulama yang menggunakan konsep konjungsi sebagai awal bulan qamariah. Hanya saja, adalah fakta bahwa terdapat kasus dimana bulan tenggelam lebih dulu dari matahari meskipun telah terjadi konjungsi sebelumnya. Bagaimana mungkin hilal bisa terlihat pada kasus seperti ini? Kesimpulan: konsep konjungsi sebagai awal bulan tidak astronomis.

        Kira-kira seperti inilah argumentasi dari Pak Djamaluddin mengenai tidak astronomisnya konsep WH, tapi sayang sekali sangat sedikit yang bisa menangkapnya dengan benar.

  623. buminya satu, bulannya satu, mataharinya satu, kenapa tanggalnya ada dua, seharusnya awal dan akhir ramadhan itu juga satu….apabila seseorang telah melihat hilal, maka itu berlaku bagi seluruh dunia bukan sbagian-sebagian.itu yang di kemukakan kebanyakan ulama…(nailur author)

    • Matahari yang satu menyebabkan adanya garis tanggal internasional (syamsiah). Bulan juga membuat garis tanggal bulan (qamariyah). Jadi dalam realitas ummat yang menggunakan dua sistem (syamsiah dan qamariah) dihadapkan pada 2 garis tanggal. Tidak boleh garis tanggal qamariyah yang mengikuti sunnatullah berdasarkan posisi bulan dan matahari harus dikalahkan untuk mengikuti garis tanggal internasional yang buatan manusia. Garis tanggal qamariyah tetap bisa kita gunakan, sehingga memungkinkan seluruh dunia bersatu dalam penetapan awal bulan (misalnya 1 Ramadhan), tetapi dengan hari syamsiah yang berbeda (misalnya, Senin dan Selasa) hanya karena melewati garis tanggal internasional.

      • Tidak boleh garis tanggal qamariyah yang mengikuti sunnatullah berdasarkan posisi bulan dan matahari harus dikalahkan untuk mengikuti garis tanggal internasional yang buatan manusia.

        Sholat Jum’at adalah wajib untuk laki-laki. Sekarang, secara sadar kita tahu bahwa batasan hari adalah buatan manusia dengan konsep garis tanggal internasional. Kalau di Makkah hari Jum’at (perhitungan yang mendapat konfirmasi dari zaman Rasulullah), bagaimana kita tahu kalau di Indonesia juga hari Jum’at, bukannya hari Kamis? Mengikuti cara berpikir Pak Djamluddin di atas, bagaimana mungkin hukum agama bisa dibelokkan oleh kesepakatan buatan manusia?

      • Hari itu bersambung dari dulu sampai sekarang, menyambung dari zaman Rasul sampai saat ini, dan dari segi wilayah juga bersambung. Itulah yang terjadi ketika komunikasi belum sebaik sekarang, oang Indonesia pun bisa melaksanakan shalat Jumat dengan batasan waktu di Indonesia yang terkait dengan waktu di Saudi. Konsep hari matahari mengikuti garis tanggal internasional dan ibadah yang dilakukan mengikuti definisi hari yang disepakati, karena itu menyambung sejaka dulu sampai sekarang. Tetapi terkait dengan awal bulan qamariyah, kita tidak boleh membuat aturan sendiri batas tanggalnya mengikuti batas tanggal konvensi manusai, karena batas tanggal qamariyah yang terkait dengan ketampakan hilal dengan mudah pula ditentukan.

      • Kalau umat manusia memindahkan garis tanggal internasional di antara Makkah dan Jakarta, adakah hukum agama yang bisa mengharamkan kesepakatan ini? Buktikan sekali saja dengan dalil agama lagi kalau Makkah harus sama hari dengan Jakarta. Atau silakan buktikan bahwa garis tanggal internasional sekarang sudah sesuai dengan petunjuk Rasul sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu. Silakan berargumentasi secara objektif dan jujur.

      • Garis tanggal internasional itu kesepakatan internasional. Secara dalil, tidak ada yang melarang atau memerintahkan lokasi mana yang dijadikan sebagai garis tanggal. Tetapi, bukan gagasan yang realistis juga untuk mengubah garis tanggal internasional secara sepihak.

      • Jawaban yang saya sudah perkirakan. Melarikan diri dari pertanyaan utama dengan komentar yang tidak begitu relevan. Sayang sekali komentar tidak relevan tersebut ternyata masih juga mengandung kesalahan fatal:

        Tetapi, bukan gagasan yang realistis juga untuk mengubah garis tanggal internasional secara sepihak.

        Apa yang terjadi di Samoa tahun kemarin adalah keputusan sepihak, dan yang terjadi adalah perubahan hari. Sekarang, silakan tunjukkan dengan dalil yang jelas bahwa keputusan Samoa tersebut benar-benar bertentangan dengan agama sehingga tidak boleh dilakukan.

      • Sy mau bertanya Prof..
        Pada paham WH, ketika hasil hitungan diperoleh…katakanlah 0.5 derajat hilal diatas ufuk… Apakah 0.5 derajat ini merupakan bidang bulan atau ada faktor refraksi cahaya yg dimasukkan dlm hitungan dlm referensi menghitung/melihatnya hilal??? krn ketika matahari menyinari bulan maka pd permukaan bulan akan timbul pembiasan/refraksi cahaya disekitar permukaannya akibat cahaya dari matahari yg nampak …Mohon sy diberikan penjelasan lengkap tentang teori WH ini..

        Terimah kasih

        Wassalam

      • Silakan baca blog saya yang memberi gambaran konsep wujudul hilal dan kritik astronomisnya: https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/12/13/membongkar-paradoks-wujudul-hilal-untuk-mendorong-semangat-tajdid-muhammadiyah/

  624. apa jadinya kalau mentri agamanya orang muhammadiyah

    • Ketika terjadi perbedaan Idul Fitri 1998 karena perbedaan masalah kriteria wujudul hilal vs imkan rukyat, Menteri Agamanya Dr. Tarmizi Taher dari Muhammadiyah (Ketua Korps Mubalig Muhammadiyah). Keputusan sidang itsbat menetapkan Idul Fitri jatuh pada 30 Januari 1998, berdasarkan masukan sebagian besar peserta sidang yang menghendaki kriteria imkan rukyat digunakan. Kesaksian di Cakung dan Bawean ditolak. Hisab wujudul hilal tidak ada yang mendukung selain Muhammadiyah, karena Persis sebagai pengamal hisab menggunakan imkan rukyat.

  625. Pak Agus,

    Apa yang terjadi di Samoa tahun kemarin adalah keputusan sepihak, dan yang terjadi adalah perubahan hari. Sekarang, silakan tunjukkan dengan dalil yang jelas bahwa keputusan Samoa tersebut benar-benar bertentangan dengan agama sehingga tidak boleh dilakukan.

    Saya berharap yang menjawab ini bukan Pak Thomas saja, Tapi :

    SELURUH Ulama di dunia, Pendukung Matlak Lokal dan Garis Tanggal yang Harus Sesuai Garis Keberadaan Hilal Yang Berubah-ubah…

    Ayolah Bapak-bapak yang saya hormati, Tokoh Ulama dan Tokoh Ilmu Falak / Astronomi… BUKA MATA DAN PIKIRAN BAPAK LEBAR-LEBAR…

    Bercontohlah kepada Para Sahabat di zaman Khalifah Umar bin Khattab ra… Mereka orang-orang Islam yang pikirannya sangat maju, sehingga bisa menghasilkan solusi yang bisa digunakan untuk umat Islam seluruh dunia…

    Solusi yang bapak-bapak sampaikan selama ini, cuma Solusi yang bagus di atas kertas, Tapi akan menimbulkan banyak Kesulitan dan Kemudaratan dalam kehidupan sehari-hari…

    Penetapan Garis Tanggal yang berubah-ubah tempatnya itu Hanya akan :
    BIKIN KACAU ADMINISTRASI DUNIA SAJA !…

    • @Pak Ivan,
      Saya mempunyai harapan yang sama, tapi maaf terus terang saya cukup pesimis ilmuwan seperti Pak Thomas Djamaluddin bisa memberi pencerahan kepada umat Islam yang sedang terpuruk. Buat saya, kemajuan hanya bisa diraih ketika seseorang bisa menerima dan mengakui adanya kekurangan dan kesalahan, bukannya berawal dari adanya klaim kebenaran dan kesempurnaan.

      Secara personal, saya berharap Muhammadiyah sudah siap melakukan loncatan untuk mengadopsi apa yang telah dilakukan FCNA dan ECFR. Dengan adanya kesamaan sistem kalender yang didukung oleh organisasi Islam di bagian paing barat dan salah satu organisasi Islam paling besar di dunia di bagian timur, kalender global Hijriyah bisa segera diwujudkan.

  626. Ketika melihat tanggal qomariah, kita harus bertanya berlaku untuk daerah mana dan kriteria apa?

    Berarti pak thomas nggak punya pandangan global donk. Sekarang andaikata ummat islam setuju dengan hisab wujudul hilal nya Arab Saudi, lantas kita masih mau mempertanyakan hisab yang dipakai Arab Saudi saat ini (yang tak bisa diberlakukan untuk Indonesia)? pak thomas jangan plin-plan.

    Saya sangat yakin, hisab wujudul hilal dan rukyat akan mencapai titik temu pada suatu saat nanti ketika teknologi ditemukan. Waktunya sudah dekat. Jadi pengguna hisab wujudul hilal menang selangkah.

  627. Perubahan hari seperti di Samoa itu boleh secara agama. soalnya patokannya adalah Ka’bah (Arab Saudi) yang harinya sudah ditetapkan (disetujui) Nabi pada masa kenabian SAW. Indonesia mau mendahului atau belakangan dari Arab Saudi boleh saja. Misal, saat Arab Saudi hari Ahad, Indonesia boleh hari Senin atau Sabtu. Mengapa boleh? karena Allah tidak menetapkan hari buat masing-masing kawasan. Allah (melalui NabiNya) hanya menetapkan hari di Mekah sebagai patokan. Tinggal lagi kesepakatan internasional saja.

  628. beragumen dari masing-masing pihak jangan dikebiri ayo teruskan, karena itu ranah otak (fikiran), tetapi jika masing-masing sdh memiliki pilihan dengan fikiran (argumen)nya masing-masing BERPUASALAH dan BERBUKALAH (‘Idul Fitri) dengan ketulusan hati. Memaksa meniadakan perbedaan adalah sebuah pemikiran yang sangat jadul.

  629. dari pemaparan di atas mungkin (penulis) bisa menjelsakan juga dasar” dari menentukan awal dan akhir bulan, sehingga kita bisa tau apa yg (penulis) inginkan dari beberapa metode penghitungan awal dan akhir bulan, dan saya merasa tulisan di atas juga terlalu memojokkan muhammadiyah yang notabene mereka juga punya dasar” untuk menentukan bulan baru..

    • Silakan baca link-link tulisan saya yang lain. Ilmuwan harus objektif dalam menilai, termasuk terhadap kriteria wujudul hilal. Pada link-link tersebut di bawah, dijelaskan alasan wujudul hilal sudah ditinggalkan dalam kajian astronomi.

      • @Djamaluddin
        Terlepas apakah seseorang itu ilmuwan atau tidak, dia dituntunt untuk bersikap objektif. Sayangnya, saya justru tidak melihat hal tersebut ketika anda membandingkan antara WH dan IR. Konsep WH selalu dinilai dari sudut padang keterlihatan hilal, padahal jelas-jelas kriteria awal bulan berdasar WH tidak berhubungan langsung dengan keterlihatan hilal. Sepertinya anda lupa untuk (atau sengaja untuk tidak) menjelaskan hal ini kepada pembaca. Ketika penjelasan sudah objektif, terserah pembaca untuk menilainya, ketika keterlihatan hilal dinilai sangat mutlak, mereka akan cenderung ke rukyat dan hilal hanya sebagai pemandu, ketika bisa diturunkan derajadnya menjadi “kemungkinan terlihat” maka IR salah satu solusi ketika bisa disepakati. Ketika keterlihatan hilal dinilai bukan dasar hukum penentunan awal bulan, maka tidak ada dasar astronomi yang menghalangi mereka menggunakannya WH ataupun ijtimak qablal ghurub. Ada bisa menyalahkan cara perhitungan, tapi bukan kriteria itu sendiri yang sudah keluar dari ranah astronomi.

        wujudul hilal sudah ditinggalkan dalam kajian astronomi.

        Saya hanya bisa mendapatkan referensi astronomi yang membahas crescent visibility. Hal ini tentusaja hal ini lumrah, karena hanya inilah objek astronomi, bukan membahas kriteria awal bulan menurut agama tertentu. Saya justru ingin tahu, seperti apa konteks “sudah ditinggalkan” disini? Tolong tunjukkan kajian astronomi yang mana yang membahas WH sebagai kriteria awal bulan, dan referensi astronomi mana lagi yang menunjukkan bahwa WH telah ditinggalkan?

      • Wujudul hilal sudah tidak ada lagi dalam referensi astronomi modern. Mungkin dalam literatur falak tahun pra-1970 WH masih dibahas karena kompleksitas hisab imkan rukyat masih dianggap menyulitkan ahli hisab. Dengan WH, para ahli hisan dimudahkan karena cukup menghisab sunset dan moonset, lalu bandingkan. Kalau sunset lebih dulu dari moonset,maka disimpulkan WH. Langkah itu pula yang dilakukan saat saya masih mahasiswa astronomi tahun 1980-an dan belajar aplikasi hisab pada dosen syariah Unisba.
        Terkait WH yang menimbulkan paradoks dari segi astronomi, silakan baca blog saya https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/12/13/membongkar-paradoks-wujudul-hilal-untuk-mendorong-semangat-tajdid-muhammadiyah/.
        Kritik pakar astronomi Timur Tengah dan AS atas penetapan Idul Fitri 1432, termasuk penggunaan WH, silakan baca blog saya https://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/01/19/kritik-pakar-astronomi-muslim-dari-timur-tengah-dan-amerika-atas-penetapan-idul-fitri-1432-dan-penggunaan-wujudul-hilal/

      • @Djamaluddin
        Seperti yang saya tandaskan, supaya objektif, silakan tunjukkan kajian astronomi yang membahas konsep WH sebagai pendekatan terhadap keterlihatan hilal. Literatur yang menjadi menjadi dasar awal WH (Hisab Urfi & Hakiki (1952), Hisab Awal Bulan (1976)) tidak menghubungkan lagi antara kriteria awal bulan dengan keterlihatan hilal, jauh sebelum tahun 1980-an ketika anda masih belajar astronomi. Bahkan Hisab Urfi & Hakiki di atas juga secara spesifik menyebut imkanur rukyat yang disandingkan dengan konsep wujudul hilal. Hanya karena anda menganggap WH sebagai cara kuno dalam pendekatan keterlihatan hilal, tidak menjadikan dasar bahwa WH dalam pemahamannya benar-benar seperti itu. Silakan baca lagi 2 literatur di atas, karena sepertinya dari dikusi tahun lalu anda “belum sempat” mempelajarinya meskipun lebih dari 10 tahun mengkritik konsep WH.

  630. Dalam perspektif tektualis, baik konsep IR dan WH sama-sama tidak ada dalil syar’inya, Tektualis, 1 Ramadlan itu kalau hilal bisa dilihat. Tidak perlu berbicara lagi syarat ketinggian 8 derajat, 6 derajat, 4 deraja atau 2 derajat.
    Baik IR maupun WH, hakikat lahir adanya keyakinan adanya konjungsi; kemudian IR perlu menambah sandaran dalil hadits rukyat lahirlah kloning “IMKANUR-RUKYAT”, sedangakan WH berkeyakinan mencukupkan konjungsi sebagai batas awal dan akhir bulan qomariyah dengan menambah syarat minimal yaitu bulan ghurub lebih kemudian dari matahari.
    Kesimpulannya baik WH dan IR kalau dibid’ahkan, sama-sama bid’ah.
    Supaya bersatu pilih salah satu saja;
    Memadukan dua-duanya juga bid’ah plus perpecahan ummat.
    Kalau difoting saya milih konjungsi sebagai pedoman awal dan akhir bulan. Tidak perlu embel-embel ketinggian hilal. seperti saya telah mempercayai jadwal imsakiyah yang dibuat oleh ahli-hisab.

    • Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda, “Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Apabila terhalang penglihatanmu oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban 30 hari.”

      Diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW menyebut-nyebut bulan Ramadhan lalu bersabda, “Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal (1 Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka (berlebaran) sehingga kamu melihat hilal (1 Syawal). Dan jika penglihatanmu tertutup oleh awan, maka kira-kirakanlah bulan itu.”

      Kalo dikatakan IR bid’ah, mungkin bid’ahnya lebih sedikit dibanding WH…Mengapa??? Krn IR lebih berfokus pada terlihatnya hilal dgn mata..bukan dgn hitung2an, sedang kriteria 2, 4, 8 derajat hanyalah alat bantu untuk menyeragamkan kemampuan melihat hilal… Sy yakin batas2an 2 ,4 atau 8 derajat akan bisa berubah seiring perkembangan IPTEk dibidang penginderaan benda2 angkasa…

      Sedang WH…tdk ada landasan syar’inya..??? sangat bid’ah..krn jelas2 menafikkan pengelihatan mata dan itu bertentangan dgn dalil2 yg sy sebutkan diatas…hehehe

      So…Sy akan lebih condong memilih sesuatu yg lebih sedikit bid’ahnya…hehehehe

      Wassalam

      • betul pak, sangat setuju… semestinya shalat dzuhur pun ketika tergelincir matahari (itu dalil yg benar) jangan melihat waktu (jam) krn waktu (jam) zaman Nabi tidak ada, tdk ada dalil tersirat sedikit pun yg membenarkan menggunakan waktu (jam) atau perhitungan. Itu bid’ah sebid’ah bid’ahnya….

    • Saya sangat setuju dengan bp H Abd Salam dan yang sependapat dengan ini. syarat ketinggian 8 derajat, 6 derajat dsb. agar dapat dilihat dengan mata, juga tidak dikenal saat zaman Rasulullah.

      Tapi jika hilal di fahami sebagai “tanda awal bulan”, maka penentuan secara hisab dan telaah posisi sideris dan sinodis bulan dapat menjadi patokan awal dan akhir bulan. Tak perlu embel2 ketinggian hilal. Saya juga termasuk orang yang mempercayai jadwal imsakiyah, jadwal shalat, dan kelak semoga tercipta kalender komariyah yang disepakati oleh seluruh umat muslim, sesuai dengan posisi geografisnya.

  631. Hati-hatilah kalau berbicara pak,, tidak ada manusia yang pasti selalu benar,,bahkan prof djamaludin pun demikian,, salam

  632. Federasi Organisasi Islam di Eropa mengampanyekan METODE HISAB.

    Bulan Ramadhan akan dimulai pekan ini. Tetapi, terdapat banyak perbedaan mengenai kapan tepatnya bulan berpuasa umat Islam tersebut dimulai.
    Tidak hanya di Indonesia, perbedaan seperti itu juga terjadi di Eropa.

    Di Jerman dan Prancis, tampaknya Ramadhan akan dimulai pada Jumat (20/7).
    Sedangkan, di Inggris, awal bulan suci tersebut baru akan dimulai keesokan harinya, Sabtu (21/7). Sama seperti di Indonesia, perbedaan tersebut terjadi disebabkan oleh cara menentukan awal Ramadhan dengan metode melihat hilal (bulan sabit muda) yang menjadi acuan permulaan bulan dalam kalender Islam.

    Frustrasi karena perbedaan tersebut, banyak dari pemimpin Muslim di seluruh Eropa yang mengalihkan cara melihat hilal dengan menggunakan astronomi (hisab).

    “Dalam dunia modern ini, terutama di Barat, orang tidak bisa memulai bulan suci pada pukul 10 malam,” ujar astrofisikawan asal Aljazair, Nidhal Guessoum, seperti dikutip Reuters.

    Permasalahannya, masih banyak umat Muslim di seluruh dunia yang melihat awal Ramadhan dengan cara rukyat, yaitu mengamati hilal secara langsung melalui mata telanjang maupun teleskop. Jika langit sedang berawan pada hari direncanakan melihat hilal maka para pemimpin Muslim tentunya harus menunggu satu-dua hari sebelum menentukan awal puasa.

    Hal yang sama juga berlaku untuk menentukan awal Idul Fitri. Para pemimpin Muslim harus memastikannya dengan cara melihat bulan sabit yang selanjutnya.

    Prancis yang merupakan negara Eropa dengan penduduk Muslim terbesar dengan mayoritas keturunan Arab biasanya mengikuti tanggal yang ditetapkan Arab Saudi. Inggris yang mayoritas penduduk Muslimnya berasal dari Pakistan, India, dan Bangladesh masih menggunakan cara rukyat. Hal tersebut memancing konflik di dalam negeri mengenai penentuan awal dan akhir Ramadhan.

    “(Metode tersebut) agak sedikit membingungkan. Jika mereka tidak melihat bulan di Inggris maka mereka akan mengikuti apa yang terjadi di negara mereka masing-masing. Terdapat banyak pengingkaran terhadap ilmu pengetahuan,” ujar Usama Hasan, seorang peneliti senior di Quillam Foundation di London.

    Tahun ini federasi organisasi-organisasi Islam di Eropa dan Dewan Eropa untuk Fatwa dan Penelitian berencana untuk mengampanyekan penggunaan metode penghitungan astronomi (hisab), terutama yang menjadi model di Turki, untuk menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Pekan lalu dewan tersebut mengumumkan metode tersebut telah diterima secara penuh oleh hukum Islam sekaligus menetapkan 20 Juli sebagai awal Ramadhan.

    Presiden Dewan Muslim Prancis (CFCM) Mohammed Moussaoui mengatakan, organisasi-organisasi Muslim Prancis kemungkinan besar akan menyetujui metode itu dan mulai menerapkan pada 2013. (fernan rahardi/ed: zaky al hamzah)

  633. kesimpulan indar=thomas hehe

  634. saya hanya mengingatkan bahwa tgl Qomariah diawali tibanya waktu maghrib, jadi pengetahuan 1 Ramadhan hrs sudah dikuasai maksimal pd waktu maghrib itu bukan setelah Isa

  635. Prof yth. komentar saya di atas jangan dihapus ya ? Terima kasih Prof.

  636. Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
    saya Bukan pengikut ormas NU maupun Muhammadiyah, saya hanya mengikut Ajaran Muhammad S.A.W yg saya anggap benar.
    “insyaAllah.”
    dlm kenyataanya yg saya ketahui.
    ternyata Muhammadiyah lebih menggunakan hisab (perhitungan) dibanding rukyat (pengamatan), rukyat dipergunakan untuk memperkuat hasil perhitungan. dan kenyataannya pada th. 2011 kemarin 2 orang yg melakukan rukyat, berani bersumpah kl sudah melihat Hilal, saya rasa itu sudah menguatkan karena pada masa Rasul saja diantara beberapa sahabat yang melakukan Rukyat dan hanya 1 sahabat yang melihat dan menyampaikan kepada rosul. N sahabat tersebut mau untuk bersumpah, dan akhirnya rosulpun menyepakati kalo sudah masuk tgl 1.
    dan kenyataanya Pada tgl 31 Des 2011, bulan sudah masuk pada tgl 2..!.

    Hanya Allah S.W.T yang Maha Mengetahui

    “Qt sesama muslim, tetap satu keluarga”
    di Dunia maupun Akhirat
    Wassalmu’alaikum Wr. Wb.

    • kan ada lagi jawabanya. di Cakung banyak preman Apa preman hrs dipercaya. katanya begitu !!! Makanya ga bakalan tuntas-tuntas karena yg menulis dan yg mengomentari di blog ini pun hanya Allah Yang Maha Tau, apa motivasinya (niatnya) ? Yang penting sling menghargai.

  637. pendapat saya sebagai org awam ….. tidk ada yg salah pd kedua metode tersebut. keduanya bs diikuti pnjlsn msg2. telah jelas bahwa untuk menentukan syahru ramadhan adalah apabila telah terlihat bulan baru (ramadhan)…. definisi TERLIHAT adalah dapat dilihat mata, telah tampak, dapat diketahui. nah apabila telah tampak bulan pd posisi 1 derajat 38 menit apa bisa dikatakan bulan tersebut belum tampak??? silahkan sudara jawab di hati saudara sekalian.

  638. jaman boleh moderen, tapi agama jangan ikut-ikutan modern, kenapa harus ditinggalkan metode yg lama, jangan keminter

    • Kalau ada saksi bersumpah melihat hilal, dan ternyata ditolak…
      Itu yang menolak, Keminter tidak ?… 🙂

  639. menurut saya sebenarnya baik Muhammadiyah maupun sebagian NU + Pemerintah keduanya menggunakan metode HISAB, cuma kriterianya saja yang brbeda. Betul kan? cuma yg menjadi “keder” saya sudah menggunakan hisab ko masih rukyat (dilihat) ? Dibawah 2 drjt menurut hemat saya sudah pasti tidak akan terlihat, saya gak ngertinya kok pakai bahasa mungkin. Jadinya seperti dagelan, sesuatu yg sudah pasti masih penasaran saja dilihat (setiap tahun lagi). Apa malu malu kucing takut disebut pengikut “akal” ? Karena ada statmen dari sebagian kyai “rukyat” itu berdasarkan dalil (Agama) artinya hisab mungkin berdasarkan nafsu, akal, entahlah saya gak tahu apa yg ada di benak sebagian para kyai itu. Kalau keduanya menggunakan HISAB tinggal kompromi mau berapa derajat ? Muhammadiyah naik dong ? NU+Pemerintah pun turun dong? (itu kompromi namanya) inga inga gak usah susah payah dilihat (yakin saja kpd ALLAH alam ini pasti keberadaanya) kalau salah satu kelompok gak mau kompromi berikan label “makar” gitu aja kok repot…!

  640. Dear All ..Saudara-saudaraku,
    Bismillah,
    Metoda hisab ( perhitungan ) tidak perlu pembaharuan. Otomatis mengikuti jaman. Tidak ada jaman sekarang 1×1 =2, selamanya 1×1=1. Perlu diingat…Islam Modern, yang dimodernkan adalah stylenya misalnya perpakaian islami model sekarang, tetap sesuai aturan islam, boleeeh. Nah, bukan berarti harus mengikuti jaman, ada fasilitas copy paste kemudian doanya jadi pendek ..Ya Allah doa saya sama seperti kemarin Amiin.
    Metoda Rukyat, menurut saya justru metoda ini yang meragukan, ada yang melihat hilal ada yang tidak, terus siapa yang harus dipercaya. Sama-sama disumpah…sama-sama ada hakimnya…sama-sama pakai alat.

    Ada pertanyaan dari saya :
    Besok maghrib jam berapa ? Imsak jam berapa ? Jadwal puasa 1 bulan sudah bisa keluar berikut jam dan menitnya. Kenapa tidak ada rukyat?
    Kenapa dibloq ini ada pilihan Like… Unlike nya mana?

    Perlu diingat lagi : 1 syawal adalah HARAM hukumnya untuk berpuasa.

    Alhamdulillah…uneg-uneg saya selama ini bisa keluar.

  641. perhitungan awal dengan tepat (rumusan teori dan hitungan matematis) adalah kunci sukse kami dalam memahami apa-apa yang berada di dalam bumi, dan dengan pengeboran lubang inti lah kami melengkapi dan membuktikan apa yang kami perkirakan…keduanya seharusnya saling melngkapi dan membenarkan…. salam Analogi Geologi

  642. Prof, yg jadi pertanyaan umat mana yg harus diikuti.. Setau saya kita selalu ikut calender yg sudah dibuat. Belum mengalami adanya perubahan tanggal 1 Syawal yg berubah sesuai rukyat. Mungkin saya salah.. mohon informasikan seandainya ada.

  643. pastinya klo di cermati puasa+lebaran sekarang lebih condong lebaran x orang NU bkn pemerintah.coz liat sj di sidang Isbath 19 Juli 2012 betapa angkuhnya s’org pimpinan NU yang mengaku s’org ulama tp kepribadiannya jauh dr kata ulama. Allah Maha Tahu jadi g usah menyalahkan Muhammadiyah ato ormas lainnya.

  644. kalo departemen agama aja penuh dengan korupsi apa masih mau diikutin??

  645. jika puasa dulu di tentukan Rasullah saat bulan purnama apakah saat ini masi ada perdebatan gak ya?
    Rasul katakan lihatlah buln (hilal) kenapa pada ngeyel?

    apakah bulan pada jaman Rasulullah itu beda dengan bulan yang ada sekarang?
    kita ikuti apa yg di lakukan oleh Rasul (dalam beribadah) adalah wajib dan jika kita tambah-tambahin entar larinya ke Bid’ah!

    saya bukan orng yg pandai tapi sebaiknya jangan ada perdebatan di blok seperti ini. org yg benci dgn islam akan sangat bahagia, dan bisa jadi dia ikut ikutan di blog ini untuk perkeru suasana…

  646. kalo mengandalkan pengelihatan gak akan mungkin negara2 yang berada di dataran rendah seperti Belanda, Jerman, Rusia, atau mungkin daerah Kutub bisa melihat hilal karena posisi daerah tersebut gak memungkinkan untuk melihat hilal, jadi akhirnya mereka memilih metode hisab karena Islam adalah rahmat untuk semua umat yg tidak hanya umat yang bisa melihat hilal.
    Wallahu a’lam.

  647. hallo broooo……
    kalau saya kok berfikir sederhana saja :
    1. yang namanya garis pembatas itu kan satu titik nol, setuju gak !
    2. ini maslah ibadah yang ingin mengikuti ini silahkan, yang ingin mengikuti itu silahkan.
    3. ilmiah boleh kok untuk mendukung ibadah
    tx

  648. saudaraku seiman dan seakidah saya hanya seorang awam yg berupaya melihat sesuatu tanpa taklid, berusaha mencari dasar dan meyakini dengan otak yg telah dianugerahkan Allah kepada saya tanpa terima bersih kyai ini ustad itu. mari kita merenung sejenak saya ingin mengajak semua introspeksi diri..terus terang saya benci dan muak kalo ada orang ISLAM bilang saya muhammadiyah, saya NU, saya ini saya itu..
    Rasulullah hanya meninggalkan pesan kita ditinggalkan dua pusaka AlQuran dan Hadist. Yang jelas mutlak sudah barang pasti Al-Quran, Hadist sangat banyak jumlahnya dan tentunya hadist juga dilihat dari periwayat dan shahihnya (tidak bertentangan dengan Al-quran) dan tiap ulama masih memiliki definisi beda-beda dalam pentafsirannya. Tapi ketahuilah ulama tidak ada yang maksum, bahkan merekapun mengatakan jangan ikuti saya kalo keliru. Tapi kebanyakan dari kita terlalu taklid pada imam tertentu tanpa mau belajar dan membuktikan sendiri, lalu kemudian menyalahkan sebagian yg lain. Padahal dalam Al-quran juga dinyatakan jgnlah kamu mengolok kaum lain, boleh jadi mereka benar.

    1. saya ingin bertanya buat saya sendiri dan juga buat renungan semua..kira-kira Rasulullah mengatakan saat itu”Berpuasalah kamu sekalian apabila melihatnya (hilal awal Ramadhan) dan berhari rayalah apabila kamu melihatnya (hilal awal Syawwal)” dalam keadaan umatnya sudah tahu kepastian hari ini sudah masuk bulan baru atau tidak??? saya rasa sudah tentu jawabannya tidak, karena itu rasul ingin mempermudah umatnya dalam beribadah, beliau cuma menyatakan karena bulan itu kadang 29 kadang 30. jadi saat itu sarana yg bisa ditempuh hanya dgn melihat dan jangan kita berpikiran sempit dgn arti bahasa arab melihat dgn berbagai dalil.. saya rasa kita masing-masing2pun sering berkata yang maksudnya lain orang juga lain menerimanya. Jadi hanya rasul yang tahu dgn maksud perkataannya.Tapi tujuannya sudah pasti dalam rangka memudahkan umatnya, sehingga pabila cahaya hilal terhalang cuaca maka genapkanlah 30hari bulan ini.Begitu mudahnya ISLAM hanya kita saja yang memperumit dan selalu berpecah belah.betapa malunya kita jika dilihat non muslim.
    Nah kita kembali ke kondisi sekarang semua sudah tahu pasti dan setuju bersama hilal bisa diprediksi derajatnya dgn akurat masih 1 derajat sekian atau dibawah 2 derajat.
    saya bertanya lagi pernahkah dizaman nabi pakai derajat2 seperti ini?semakin canggih teknologi(alat yg digunakan), beda tempat, kondisi cuaca dan intensitas cahaya masing2 lokasi berpengaruh terhadap hasilnya. apa gak aneh kita semua saat ini tahu (melihat secara ilmu) sudah masuk 1 ramadhan atau bulan baru lalu menghubung2kan dgn hadist Rasul dgn dalil tambahan kriteria yg masing2pun punya kriteria derajat yg beda2.

    2. fakta selalu menunjukkan saya pingin orang awam melihat bulan sabit malam ini apakah ini bulan 1 ramadhan atau 2 ramadhan.coba renungkan sendiri…jangan angkuh dan malu untuk introspeksi, mari kita cari solusi setelah ini bagaimana supaya kita jadi umat yg satu ISLAm..bukan muhammadiyah, NU atau lainnya.jadikanlah itu hanya sebagai wadah tapi bukan untuk mengkotak-kotak kita semua dengan ajaran kyai atau ustad yg kaku..maksud saya mari kita juga belajar setelah menerima dari ulama jika benar menurut otak kita dan sesuai al-quran baru diterapkan karena itulah yg terbaik dan akan kita pertanggungjawabkan diakhirat kelak..”setiap diri adalah pemimpin minimal bagi dirinya sendiri dan keluarganya” JANGAN MAU DIBODOHI LAGI OLEH ORGANISASI APAPUN SAUDARAKU…

  649. Ikut Pemerintah Dalam Penentuan Masuk dan Keluarnya Ramadhan
    Oleh: Ustadz Abu Abdillah Ahmad Zain, Lc

    بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:

    Saya melihat Pemerintah Indonesia adalah pemerintah yang dipimpin oleh seorang muslim, yaitu bapak SBY beserta jajarannya, semoga Allah Ta’ala selalu membenarkan langkah-langkah beliau dalam mengurus Negara ini.

    Saya melihat kementrian Agama Republik Indonesia sudah sesuai sunnah dalam menentukan masuknya bulan Ramadhan, yaitu dengan ru’yah hilal.

    Saya juga telah membaca hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
    « الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ ». رواه الترمذى

    “Puasa itu pada hari kalian semua berpuasa, berbuka pada hari kalian semua berbuka dan dan hari ‘iedul Adhha ketika kalian semua berkurban”. (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah no. 224)

    Berkata Al Mubarakfury rahimahullah di dalam Tuhfatul Ahwadzi: “Sebagian Ulama menafsirkan bahwa puasa dan berbuka sesungguhnya hanya bersama sekumpulan besar manusia (dari kaum muslimin-pent)”.

    Saya juga sangat kagum dengan Indahnya perkataan Al Muhaddits Al-Albani rahimahullah tentang kewajiban mengikuti pemimpin yang sah dan kesatuan kaum muslimin di dalam memulai berpuasa dan berbuka (yaitu mengakhirinya-pent), dan setiap individu hendaknya mengikuti kesatuan kaum muslimin, beliau berkata:
    “و هذا هو اللائق بالشريعة السمحة التي من غاياتها تجميع الناس و توحيد صفوفهم ، و إبعادهم عن كل ما يفرق جمعهم من الآراء الفردية ، فلا تعتبر الشريعة رأي الفرد – و لو كان صوابا في وجهة نظره – في عبادة جماعية كالصوم و التعبيد و صلاة الجماعة ، ألا ترى أن الصحابة رضي الله عنهم كان يصلي بعضهم وراء بعض و فيهم من يرى أن مس المرأة و العضو و خروج الدم من نواقض الوضوء ، و منهم من لا يرى ذلك ، و منهم من يتم في السفر ، و منهم من يقصر ، فلم يكن اختلافهم هذا و غيره ليمنعهم من الاجتماع في الصلاة وراء الإمام الواحد ، و الاعتداد بها ، و ذلك لعلمهم بأن التفرق في الدين شر من الاختلاف في بعض الآراء ، و لقد بلغ الأمر ببعضهم في عدم الإعتداد بالرأي المخالف لرأى الإمام الأعظم في المجتمع الأكبر كمنى ، إلى حد ترك العمل برأيه إطلاقا في ذلك المجتمع فرارا مما قد ينتج من الشر بسبب العمل برأيه ، فروى أبو داود ( 1 / 307 ) أن عثمان رضي الله عنه
    صلى بمنى أربعا ، فقال عبد الله بن مسعود منكرا عليه : صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم ركعتين ، و مع أبي بكر ركعتين ، و مع عمر ركعتين ، و مع عثمان صدرا من إمارته ثم أتمها ، ثم تفرقت بكم الطرق فلوددت أن لي من أربع ركعات ركعتين متقبلتين ، ثم إن ابن مسعود صلى أربعا ! فقيل له : عبت على عثمان ثم صليت أربعا ؟ ! قال : الخلاف شر . و سنده صحيح . و روى أحمد ( 5 / 155 ) نحو هذا عن أبي ذر رضي الله عنهم أجمعين .
    فليتأمل في هذا الحديث و في الأثر المذكور أولئك الذين لا يزالون يتفرقون في صلواتهم ، و لا يقتدون ببعض أئمة المساجد ، و خاصة في صلاة الوتر في رمضان ، بحجة كونهم على خلاف مذهبهم ! و بعض أولئك الذين يدعون العلم بالفلك ، ممن يصوم و يفطر وحده متقدما أو متأخرا عن جماعة المسلمين ، معتدا برأيه و علمه ، غير مبال بالخروج عنهم ، فليتأمل هؤلاء جميعا فيما ذكرناه من العلم ، لعلهم يجدون شفاء لما في نفوسهم من جهل و غرور ، فيكونوا صفا واحدا مع إخوانهم المسلمين فإن يد الله مع الجماعة “.

    “Hal inilah yang paling sesuai dengan syari’at yang mudah, yang mana tujuannya mengumpulkan manusia dan menyatukan barisan mereka, menjauhkan mereka dari setiap hal yang memecah belahkan kesatuan mereka, syari’at Islam tidak menganggap pendapat personal -meskipun benar di dalam pandangannya- di dalam ibadah yang dilakukan secara bersama-sama, seperti; berpuasa, berhari raya, shalat berjama’ah.

    Bukankah Anda melihat para shahabat nabi radhiyallahu ‘anhum, sebagian mereka shalat dibelakang yang lainnya, padahal di antara mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh wanita dan kemaluan serta keluarnya darah membatalkan wudhu, sedangkan di antara mereka ada yang tidak berpendapat demikian, di antara mereka ada yang menyempurnakan shalat ketika safar dan diantara mereka ada yang mengqashar, tidak menjadikan perbedaan mereka dalam permasalahan ini atau yang lainnya, melarang mereka untuk bersatu di dalam perkara shalat di belakang satu imam dan menganggap shalatnya sah. Yang demikian itu, karena pengetahuan mereka bahwa berpecah belah di dalam perkara agama adalah lebih buruk daripada hanya sekedar berselisih di dalam beberapa pendapat.

    Bahkan perkara bersatu ini, sampai kepada bahwa sebagian mereka tidak menganggap pendapat yang menyelisihi pendapat pemimpin yang utama di dalam kesatuan umat yang sangat besar, seperti keadaan ketika di Mina, yang menyebabkan meninggalkan pendapat mereka. Sampai-sampai ada yang benar-benar meninggalkan beramal dengan pendapatnya di kumpulan masyarakat tersebut, agar terlepas dari sesuatu yang mengakibatkan keburukan karena beramal dengan pendapatnya.

    Abu Daud meriwayatkan (1/307): bahwa Utsman radhiyallahu ‘anhu pernah mengerjakan shalat di Mina empat raka’at (dengan menyempurnakannya tanpa di qashar-pent), berkatalah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu seraya mengingkari atas perbuatan Utsman radhiyallahu ‘anhu: “Aku pernah shalat (di Mina-pent) bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dua raka’at, bersama Abu Bakar dan Umar dua raka’at, lalu bersama Utsman radhiyallahu ‘anhu di awal kepemimpinan dua raka’at kemudian setelah itu Utsman menyempurnakan menjadi empat raka’at, kemudian terpecah belah jalan bagi kalian. Maka aku berharap dari empat raka’at ini, dua raka’atnya semoga diterima”. Lalu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu shalat empat raka’at (mengikuti Utsman radhiyallahu ‘anhu -pent), maka ada yang berkata: “Engkau menegur Utsman radhiyallahu ‘anhu atas empat raka’atnya tetapi engkau sendiri shalatnya empat raka’at (ketika di Mina-pent), beliau menjawab: “Perbedaan itu adalah buruk”. (Sanadnya shahih dan Imam Ahmad meriwayatkan juga seperti ini dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhum seluruhnya)

    Maka orang-orang yang masih saja berbeda pada shalat mereka dan tidak mengikuti imam di beberapa masjid, hendaklah memperhatikan tentang hadits dan riwayat yang disebutkan tadi, khususnya pada shalat witir dengan alasan bahwa imam tidak sesuai dengan madzhab mereka! juga sebagian mereka yang mengaku mengetahui ilmu hisab, sehingga berpuasa dan berbuka sendirian, baik itu mendahului atau terlambat dari kesatuan kaum muslimin, bersandarkan dengan pendapat dan pengetahuannya, tanpa memperhatikan bahwa ia telah keluar dari kesatuan kaum muslimin.

    Sekali lagi, hendaklah orang-orang tesebut memperhatikan dari apa yang telah kami sebutkan dari ilmu pengetahuan, semoga saja mereka mendapatkan obat penawar bagi kebodohan dan kekeliruan yang ada pada diri mereka. Yang mana pada akhirnya, mereka menjadi satu barisan dengan kaum muslimin, karena sesungguhnya Tangan Allah bersama kesatuan (kaum muslim)”. (Lihat kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, (1/50) dalam penjelasan hadits no. 229)

    Oleh karenanya, mari Ikuti Pemerintah kita dalam penentuan masuk dan keluarnya Bulan Ramadhan agar kesatuan kaum muslimin di Indonesia tetap terjaga.

    Selamat menunaikan Ibadah Puasa di Bulan Ramadhan Penuh Berkah tahun 1432H. Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kaum muslim.

    Ahmad Zainuddin
    Dammam, KSA

    Artikel: Moslemsunnah.Wordpress.com

  650. Ahli strees kali ni ya
    kerjaannya hanya propokasi, bukan kamu yang yg pandai… orang bodoh ialah yang menganngap dirinya selalu benar, dari jaman rasul dulu sudah ada yang namanya perbedaan…

  651. Galang 100 juta tanda tangan untuk mendorong pemerintah memediasi sidang isbat internasional.
    Umat islam khususnya di indonesia sudah amat resah dengan perbedaan penentuan awal ramadhan dan syawal slalu saja berbeda. Kenapa berbeda kalau bisa satu suara , semangat satu suara bisa kita jumpai pada pelaksanaan ibadah haji.

    Prosesi haji mulai dari awal pelaksanaan hingga akhir , seluruh umat islam di dunia bisa satu suara. Tidak pernah dijumpai misalnya menurut keyakinan ulama indonesia pelaksanaan ibadah haji berbeda tanggalnya dengan pemerintah saudi akan tetapi kita harus menghormati perbedaan itu maka marilah kita melaksanakan ibadah haji kita menurut keyakinan masing – masing dan tidak boleh di intervensi oleh pemerintah.!!!! kacau kan …..

    Semangat inilah yang perlu terus menerus didorong , umat sudah semakin cerdas jangan sampai ada hadits versi indonesia dan hadits versi arab dalam menentukan munculnya hilal.
    Dengan adanya sidang isbat internasional semua perbedaan akan melebur jadi satu, apapun yang diputuskan dalam sidang isbat internasional harus dipatuhi oleh seluruh ormas di dunia.

    Wahai umaro kami , wahai ulama kami … apa yang anda cari ?
    Ridla atau azab Allah SWT
    Bravo ….. Islam agama yang jelas bukan abu – abu

  652. tapi sudah dua periode perhitungan versi pemerintah meleset, pada tanggal 1 kok bulan sudah tinggi menggantung, trus tahun kemarin lebaran bulannya juga sudah besar. Kita lihat saja purnamanya nanti kan juga benar Muhammadiyah, jadi saya ngikutin yang benar saja he3x

    • Gunakan astronomi untuk menilai ketinggian hilal, jangan gunakan dugaan yang tak jelas.

    • Tentang Isu Masalah Hisab vs Rukyat.
      Adanya anggapan bahwa perbedaan penentuan Awal Bulan Qomariyah khususnya di bulan Ramadhon, Syawal dan Dzulhijjah adalah karena metode Hisab dan Rukyat jelas anggapan tersebut adalah anggapan yang keliru dan naif. Mencerai beraikan antara Hisab dan Rukyat juga jelas sebuah upaya kontra-produktif karena sama saja menciderai bangunan keilmuan Astronomi / Falak yang telah dibangun semenjak ribuan tahun yang lalu yang berdiri diatas fondasi pembuktian spekulatif dan empiris. Memandang dua metode tersebut secara terpisah sama saja merubuhkan asas dan etika ilmu pengetahuan (sains) secara keseluruhan.
      Hisab dan Rukyat sebenarnya adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Hisab menyajikan prediksi / probabilitas posisi yang bermanfaat dalam pelaksanaan Rukyah, dan sebaliknya Rukyah pun menyajikan data-data empiris posisi yang bisa dikomparasikan dengan hisab.
      Jangan dikira pelaksanaan Rukyat / Observasi tersebut tidak memerlukan atau bahkan membuang sama sekali Hisab, justru pelaksanaan Rukyah sangat erat sekali dengan Hisab. Para Observer akan melaksanakan Rukyah ketika mereka sudah melakukan Hisab atas perkiraan waktu posisi Bulan berkonjungsi dengan Matahari atau yang disebut dengan Ijtimak. Setelah posisi Ijtimak diketahui barulah dilaksanakan Rukyat untuk memvalidasi secara empiris visibilitas Hilal. Hal ini disebabkan bahwa secara Nash, Awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah itu salah satunya dipersyaratkan adanya Hilal sebagai pertanda telah memasuki bulan baru, bukan Ijtimak.
      Perlu diketahui bahwa antara Ijtimak dan Hilal tersebut adalah dua peristiwa alam yang berbeda. Ijtimak atau Iqtiraan merupakan sebuah peristiwa alam dimana bulan berkonjungsi dengan matahari. Hilal sendiri adalah suatu peristiwa alam atau fenomena alam dimana terlihatnya bulan dalam fase berbentuk sabit tipis yang muncul setelah peristiwa Ijtimak atau Iqtiraan.
      Dalam keilmuan Astronomi/Falak, Peristiwa Ijtimak adalah merupakan pertanda berakhirnya satu fase Bulan Qomariyah biasanya terjadi di hari ke 29 sedang Hilal adalah pertanda dimulainya satu fase baru Bulan Qomariyah Khususnya secara Syar’i untuk bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
      Maka sesungguhnya, perbedaan yang muncul bukanlah disebabkan karena Hisab dan Rukyat. Melainkan disebabkan adanya kriteria Hilal antara 2 metodologi Hisab yakni Hisab Wujudul Hilal dengan Hisab Imkanur-Rukyat.
      II. Tentang Hisab.
      Banyak kalangan mengira bahwa secara umum hanya ada satu metode Hisab sendiri dimana di-Indonesia direpresentasikan oleh kalangan Muhammadiyah dan Persis. Anggapan tersebut jelas anggapan yang keliru, sebab metode Hisab yang dipakai oleh dua Ormas tersebut adalah satu diantara dua metode besar yang dikenal dalam Hisab. Metode Hisab yang dipakai oleh Muhammadiyah dan Persis adalah metode “lama” yang dikenal sebagai metode Hisab Wujudul Hilal.
      Metode ini dikalangan para Ilmuan Astronomi / Falak dianggap sudah tidak representatif dikarenakan adanya banyak kekurangan yang menyebabkan prediksi Hisab Wujudul Hilal tidak akurat. Salah satunya adalah Hisab Wujudul Hilal hanya mampu menyajikan prediksi peristiwa Ijtima’ (konjungsi antara Bulan dengan Matahari) sedangkan peristiwa Hilal sendiri tidak tercover dalam metode tersebut. Padahal yang namanya “Wujudul Hilal” jelas seharusnya analisanya merujuk pada Hilal Pertanda Bulan Baru sudah Masuk / sudah Wujud, sementara yang dihitung malah peristiwa Ijtima’nya yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Hilal.
      Oleh sebab itu para Ilmuan Astronomi/Falak diseluruh dunia kemudian mengembangkan satu metode Hisab baru yang lebih realistis dan lebih bisa dipertanggungjawabkan secara validitas ilmiahnya yang kemudian metode Hisab tersebut disebut dengan Metode Hisab Imkanur-Rukyah. Dalam metode Hisab ini, selain memprediksi peristiwa Ijtima’ juga disajikan prediksi kemungkinan terjadinya visibilitas Hilal sehingga dapat dilakukan Observasi / Rukyah baik dengan mata telanjang maupun dengan alat bantu.
      Penggunaan Metode Hisab Imkanur-Rukyat pun akhirnya dipandang oleh banyak pihak sebagai sebuah pintu yang dapat mengakodomir perbedaan karena dalam Hisab Imkanur-Rukyat baik kaidah kaidah Sains dan Syariah dapat terpenuhi sehingga pada akhirnya metodologi tersebut banyak diakui dan diaplikasikan oleh banyak Ormas Islam di Indonesia termasuk Persis sendiri yang dahulunya adalah pengguna Hisab Wujudul Hilal dan bahkan NU sendiri sudah beralih memakai kriteria Hisab Imkanur Rukyah tersebut dalam pelaksanaan Rukyatnya. Pemerintah pun akhirnya memutuskan penggunaan Kriteria Hisab Imkanur-Rukyat tersebut sebagai kriteria dalam menetapkan Hilal.
      Sayangnya langkah ini tidak di ikuti oleh Muhammadiyah yang tetap mempertahankan Hisab Wujudul Hilal ditengah-tengah usaha kesepakatan persatuan yang telah diupayakan oleh Ormas Ormas Islam lainnya.
      Sekali lagi, penggunaan Hisab Wujudul Hilal sendiri menurut Prof. Thomas Jamaluddin, sudah ditinggalkan oleh para ilmuan Astronomi / Falak karena jelas dianggap tidak representatif dan banyak bermasalah. Ormas-ormas Islam pun sendiri dan didukung oleh pemerintah telah sepakat menggunakan Hisab Imkanur-Rukyah sebagai kriteria solusi untuk menjembatani perbedaan. Ini pula telah menjadi kesepakatan MABIMS (Musyawarah Menteri Menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia, Singapore). Hisab Imkanur-Rukyah pula telah dipakai oleh lembaga-lembaga keilmuan dan riset seperti ICOP (Islamic Cresent Observation Project) maupun MCW (Moonsighting Commitee Worldwide).
      III. Tentang 2 Kesaksian Rukyat Cakung dan Jepara Tahun 2011.
      Seperti yang telah didedahkan sebelumnya bahwa Pemerintah dan Ormas Ormas Islam (kecuali hanya Muhammadiyah saja yang berbeda) dalam sidang Itsbat tahun lalu telah menyepakati deskripsi Hilal adalah memakai Kriteria Hisab Imkanur-Rukyat maka sesuai dengan kriteria Hisab tersebut vsibilitas Hilal dapat dimungkinkan terobservasi apabila Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horison tidak kurang dari 2 drajat dan jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3 drajat, atauh bila bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam selepas konjungsi/ijtimak berlaku.
      Kenapa 2 kesaksian Rukyat di Cakung dan Jepara ditolak. Pertama, pada saat itu posisi Bulan dibawah kurang dari 2 drajat, dimana pada posisi ini menurut Limit Danjon yang diadopsi oleh Odeh, untuk kawasan Indonesia Hilal jelas “Not Possible Sightning”. Kondisi tersebut jelas tidak memungkinkan Hilal dapat terlihat dengan mata sang observer yang dibumi ini, baik dengan alat bantu.
      Kedua, khusus untuk kesaksian Cakung. Pada saat itu posisi Bulan ada di selatan sementara posisi pengamatan mengarah ke arah Jakarta dimana disitu banyak gedung tinggi dan sumber cahayat, kondisi tersebut jelas berefek pada semakin besarnya potensi salah intepretasi
      Ketiga, secara syar’i ada qoul yang menyatakan bahwa jika ada ijmak para Ahli yang menyatakan bila tidak dimungkinkan hilal dapat terobservasi maka bila ada kesaksian yang menyelisihi ijmak tersebut kesaksiannya tertolak.
      Lebih jelasnya bisa merujuk ke situs Rukyatul Hilal Indonesia.
      IV. Tentang Mitos Gerhana dan Tanggal 15.
      Sebetulnya masalah Gerhana Bulan, Purnama, Ijtimak, Hilal sudah banyak dijelaskan dengan sangat jelas oleh para Ahli / Ilmuan yang mendalami Astronomi / Falak. Berkaitan dengan “isu” penetapan Hilal tersebut ada sebagian pihak terutama masyarakat “awam” Astronomi / Falak yang menawarkan solusi untuk memvalidasi penetapan Hilal itu dengan mengkaitkan peristiwa Gerhana Bulan yang dianggap terjadi pada setiap pertengahan bulan (tanggal 15 tiap bulan berjalan) dengan cara dihitung mundur dari tanggal tersebut. Apakah solusi itu adalah benar? Jelas tidak.
      Anggapan bahwa Gerhana Bulan senantiasa terjadi pada tiap tanggal 15 pertengahan bulan adalah anggapan yang keliru. Dalam beberapa Artikel seorang rekan sesama Keluarga Alumni Jama’ah Shalahuddin (Kajasha) UGM yang juga berkompeten dibidang Falak / Astronomi yakni Bapak Ma’rufin Sudibyo, banyak dipaparkan bahwa ternyata Gerhana Bulan itu tidak selalu terjadi pada tiap tanggal 15 pertengahan bulan. Dalam catatan Pak Ma’rufin, beliau mendaftar bahwa dalam 4 tahun terakhir sejak tahun 2007, tidak seluruh gerhana bulan terjadi pada tanggal 15. Ada yang jatuh pada tanggal 13, 14 bahkan ada pula yang jatuh pada tanggal 16.
      Pak Ma’rufin juga memberikan contoh kejadian beberapa Gerhana Bulan yang terjadi pada tangal-tanggal dimana baik dalam analisa Hisab Wujudul Hilal, Imkanur-Rukyah menghasilkan kesimpulan yang kompak. Seperti kejadian Gerhana Bulan Total pada tanggal 16 Juni 2011 yang terjadi bertepatan dengan tanggal 14 Rajab 1432 H (baik menurut Hisab Wujudul Hilal maupun Imkanur-Rukyah), kemudian Gerhana Bulan yang terjadi pada tanggal 26 Juni 2010 yang baik menurut Hisab Wujudul Hilal dan Imkanur-rukyah berkesimpulan sama yakni bertepatan dengan 13 Rajab 1431 H bagi Indonesia bagian barat dan tanggal 14 Rajab 1431 H bagi Indonesia bagian timur.
      Menggunakan Asumsi bahwa Gerhana Bulan selalu terjadi tanggal 15 untuk memvalidasi Peristiwa Hilal adalah sebuah “kecelakaan besar” yang sama saja meruntuhkan semua kaidah keilmuan Astronomi bahkan meruntuhkan semua kriteria Hisab Wujudul Hilal itu sendiri.
      V. Tentang Isu Justifikasi 1 Syawal Hisab Wujudul Hilal Tahun 2011 dengan Hasil Rukyat Arab Saudi dan Anggapan Indonesia Negara “Aneh” dikarenakan dianggap Berbeda Sendiri.
      Dalam laporannya Forum Moonsighting Committee Worldwide, Islamic Crescent Observation Project (ICOP), situs moonsighting.com menyatakan bahwa penetapan 1 Syawal 1432 H pada 30 Agustus tahun lalu, kebanyakan Negara mengikuti keputusun Arab Saudi (karena kebanyakan menerapkan Rukyat Global, yakni sebanyak hampir 23 Negara). Sedangkan HANYA 3 negara saja yang menerapkan Hisab Wujudul Hilal seperti Muhammadiyah. Pertanyaannya apakah lantas ini bisa dijadikan justifikasi bahwa keputusan Muhammadiyah tepat karena sama dengan Arab Saudi? Jawabannya jelas Tidak.
      Ada banyak hal yang amat krusial disitu, salah satunya adalah metode yang dipakai adalah BERBEDA. Arab Saudi menggunakan metode Rukyat “Hilal Syar’i” sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal. Yang dimaksud dengan “Hilal Syar’I” adalah penetapan Hilal itu didasarkan pada keputusan Ulil Amri, Kepala Negara, Kepala Pemerintahan bukan oleh Ormas maupun oleh institusi lain dan keputusan itu WAJIB diikuti oleh ummat/warga negaranya. Memang idealnya penetapan Hilal itu adalah melalui Hilal Syar’I dan juga Hilal Falaki (Sains).
      Nah, permasalahannya Hilal yang diputuskan oleh Pemerintah Arab Saudi tersebut secara keilmuan Falak / Astronomi ber-masalah. Sebab Pemerintah Arab Saudi tersebut ternyata hanya menerima klaim rukyat tanpa memperhatikan kompetensi keilmuan sang perukyat dalam bidang keilmuan falak (memang ini didasari oleh hukum penerimaan kesaksian, asal saksi itu dikenal jujur maka kesaksiannya diterima) namun ternyata kesaksian rukyat tersebut menurut kaidah keilmuan falak / astronomi terkategori “imposible” alias “tidak mungkin” sebab menurut kriteria keilmuan tersebut, kondisi Hilal pada saat itu dikawasan Arab Saudi dalam kondisi “Not Possible Sightning”. Hal ini disebabkan kedudukan Hilal di kawasan arab Saudi baru setinggi 0.5 drajat di atas ufuk saat Matahari terbenam. Kondisi tersebut jelas tidak memungkinkan Hilal dapat terlihat dengan mata sang observer yang dibumi ini baik dengan alat Bantu .
      Hal ini sebenarnya sudah menjadi perhatian serius baik oleh para Ahli Falak Arab Saudi sendiri maupun para Ahli di luar Arab Saudi dan beberapa kali mereka pun mengklarifikasikan hal tersebut ke Pemerintah Arab Saudi hal ini dapat dirujuk ke situs ICOP (Islamic Cresent Observation Project).
      Jadi adalah satu hal yang tidak mendasar menjustifikasi keputusan Muhammadiyah tersebut dengan keputusan Hilal Syar’i-nya Arab Saudi. Tidak tepat pula Indonesia dikatakan Negara paling Aneh sendiri karena dianggap menetapkan 1 Syawal tahun kemaren pada tanggal 31 Agustus sebab ternyata tidak hanya Indonesia sendiri yang berlebaran di hari tersebut namun masih ada 8 Negara lain (Bukan hanya 4) yang berlebaran sama dengan Indonesia, yang notabene sama-sama menggunakan Hisab Imkanur-Rukyah.
      Lebih jelasnya silahkan merujuk pada situs Rukyatul Hilal Indonesia maupun situs MCW (Moonsighting Commitee Worldwide).
      VI. Tentang Sidang Itsbat.
      Sebelumnya harus difahami terlebih dahulu bahwa Hilal itu ada macam yakni Hilal Syar’i dan Hilal Falaki. Sidang Itsbat sendiri sebetulnya diadakan guna untuk memfasilitasi dan mengakomodir dua macam Hilal tersebut, dimana Hilal Syar’i merupakan hak penetapan Hilal yang memang secara Syar’i, hak tersebut prerogatif merupakan hak Pemerintah bukan Ormas, Kelompok maupun Personal. Hilal Falaki merupakan Hilal Sains / Astronomi, dimana dalam Hilal ini secara Ijma’ disepakati oleh para Ahli / Ilmuan yang berkompeten. Jadi Sidang Itsbat ini sebetulnya merupakan bentuk Ideal dalam penetapan Hilal.
      Berkaitan dengan Hisab Imkanur-Rukyah yang merupakan ijma’ para perwakilan para Ahli / Ilmuan Astronomi atau Falak beserta para perwakilan Ormas-Ormas dan telah diputuskan oleh Pemerintah sebagai acuan kriteria penetapan Hilal. Maka dalam Hisab Imkanur-Rukyat tersebut, Rukyat/Observasi merupakan satu prasyarat yang tidak boleh ditinggalkan dimana Observasi tersebut diperlukan untuk memvalidasi hasil prediksi Hisab. Sebab, Hisab dan Rukyat sebenarnya adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Hisab menyajikan prediksi / probabilitas posisi yang bermanfaat dalam pelaksanaan Rukyah, dan sebaliknya Rukyah pun menyajikan data-data empiris posisi yang bisa dikomparasikan dengan hisab. Jadi ini sebetulnya juga merupakan pemenuhan atas kaidah-kaidah Empiris dalam Sains (Astronomi) itu sendiri dan khususnya Syari’ah.
      Toh, Sidang Itsbat itu sendiri tidak setiap bulan dalam satu tahun diadakan. Sidang Itsbat hanya diselenggarakan 3 kali dalam setahun yakni untuk menetapkan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah sesuai dengan tuntutan Tradisi Nash / Syari’ah.
      Meniadakan Sidang Itsbat sama saja meniadakan Rukyat padahal inilah yang dituntut oleh Nash Syar’i walaupun secara Hisab sudah bisa diprediksi Hilal tidak dapat terlihat. Meniadakan Rukyat sama saja seperti seorang Muslim yang akan melaksanakan Sholat tapi meninggalkan kewajiban berwudhu-nya. Sebab secara Syar’i, Hisab dan Rukyat itu satu rukun yang tidak dapat dipisahkan, Hisab untuk memprediksi dan Rukyat untuk memvalidasi secara empiris.
      Wassalam,
      Balas

      • @Zain Zalik

        Salah satunya adalah Hisab Wujudul Hilal hanya mampu menyajikan prediksi peristiwa Ijtima’ (konjungsi antara Bulan dengan Matahari) sedangkan peristiwa Hilal sendiri tidak tercover dalam metode tersebut.

        Jelas-jelas sang penulis tidak paham wujudul hilal sama sekali. Yang seperti ini adalah tipikal “murid” hasil didikan Pak Djamaluddin.

  653. menyimak

  654. ‎1. penyatuan kreteria hilal hanya bisa dilakukan oleh pihak yang sama-sama memakai rukyat lokal (dilihat di negara masing-masing), ex: Indonesia (NU), Brunei dan Malaysia…
    penyatuan kreteria ini tidak bisa dilakukan antara rukyat global (ada yang melihat maka berlaku seluruh dunia) dengan rukyat lokal.
    artinya persepsi bahwa Muh terlalu ngotot bertahan di kreteria 0 (Nol) dan tidak mau menaikkan supaya ketemu diangka tertentu, kurang tepat karena Muh secara tidak langsung termasuk dalam rukyat global sehingga dua ormas ini tidak mungkin menyatukan kreteria hilal.

    2. jika derajat hilal masih sangat kecil (ex: 1 derajat) sehingga belum terlihat dari horizon Indonesia maka Muh menganggap hilal sudah “terlihat”. maksud terlihat disini adalah hilal terlihat dari negara lain yang ada di sebelah barat Indonesia (Indonesia termasuk negara paling timur), jadi sebenernya Muh masuk dalam kategori rukyat global yaitu jika ada wilayah/negara yang bisa melihat hilal maka semua wilayah/negara lain masuk ke awal bulan baru.

    3. demikian juga dengan pernyataan bahwa Muh menggunakan methode yang sudah usang sehingga tidak bisa ketemu dengan methode NU. Apakah Muh menggunakan methode lama/baru tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan methode NU karena acuannya berbeda

    4. karena hal tersebut diatas, lebih baik NU menaikkan kreteria mereka sendiri sehingga mendekati kreteria astronomi, katakanlah 5 derajat, sehingga tidak ada debat lagi tentang hal ini dan pasti hilal kelihatan klo ikut kreteria tsb

    5. sekali lagi, tidak mungkin menyatukan rukyat global dengan rukyat lokal. yang mungkin adalah memilih satu diantaranya dengan semua konsekuensi yang ada.

  655. Hanya karena Membela Bid’ah Wujudul Hilal yang Usang, Muhammadiyah Memilih Tafarruq

    Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (tafarruq). Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara. Dan (ingatlah) kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (QS 3/Ali-Imraan:102-105)

    Dulu Muhammadiyah gencar dengan gerakan pemberantasan TBC (Takhyul, Bid’ah, dan C[k]hurafat). Namun pembinaan Muhammadiyah atas dasar taqlid tentang hisab hakiki wujudul hilal telah melemahkan sikap kritis internalnya akan bid’ah yang paling nyata yang berdampak pada perbedaan penentuan waktu ibadah Ramadhan, baik mengawalinya maupun mengakhirinya. Bid’ah adalah praktek yang terkait dengan ibadah yang tidak ada dasar hukumnya. Banyak yang tidak sadar akan bid’ah wujudul hilal, karena warga Muhammadiyah terfokus pada dalil-dalil hisab (perhitungan) yang dulu selalu dipertentangkan dengan rukyat (pengamatan) hilal. Seolah-olah hisab hanya dengan kriteria wujudul hilal. Saat ini hisab sudah disetarakan dengan rukyat, sepanjang hisabnya memperhatikan kriteria rukyat.

    Secara lebih rinci, di blog saya ini saya tuliskan kritik saya pada kriteria wujudul hilal (https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/27/muhammadiyah-terbelenggu-wujudul-hilal-metode-lama-yang-mematikan-tajdid-hisab/). Dengan kritik itu berbagai hujatan saya terima, termasuk gelar baru sebagai “provokator” karena menggunakan kata “usang” (obsolete) yang sebenarnya bahasa netral dalam sains. Semoga provokasi saya masih dalam kerangka amar ma’uf nahi munkar yang diperintahkah Allah dalam QS 3:104, seperti tertulis di atas. Secara ringkas, fokus kritik saya pada penentuan awal Ramadhan dan akhir Ramadhan yang terkait dengan pelaksanaan ibadah, mestinya kriteria yang digunakan juga harus atas dasar dalil-dalil syar’i. Namun, dalil syar’i yang diajukan untuk mendasari wujudul hilal hanyalah QS 36:40 dengan tafsir astronomis yang keliru dan mengabaikan sekian banyak dalil rukyat yang sebenarnya bisa menjadi dasar untuk mendukung kriteria hisab. Dalil rukyat ketika ditafsirkan secara teknis untuk diterapkan dalam hisab akan berwujud kriteria imkan rukyat hilal (kemungkinan rukyat hilal) yang dalam bahasa teknis astronomis disebut kriteria visibilitas hilal. Wujudul hilal mengabaikan rukyat, sehingga tidak punya pijakan dalil qath’i (tegas) yang mendukungnya. Dengan demikian wujudul hilal menjadi bid’ah yang nyata. Padahal hisab tidak harus wujudul hilal, bisa menggunakan kriteria imkan rukyat yang merupakan tafsir ilmi astronomis atas dalil-dalil rukyat.

    Astronomi menawarkan sekian banyak alternatif kriteria imkan rukyat sebagai hasil kajian ilmiah berdasarkan data pengamatan yang terus berkembang. Namun jangan berharap astronom untuk membuat kesepakatan soal kriteria, karena produk sains bukan harus dipersatukan, masing-maisng peneliti berhak untuk menyajikan data dan analisisnya, kemudian menyimpulkan kriteria yang dianggapnya terbaik menggambarkan visibilitas hilal. Untuk aplikasi dalam pembuatan kalender dan penentuan waktu ibadah, kita lah yang harus memilih salah satu kriteria itu kemudian menyepakatinya untuk diimplementasikan. Pemilihan kriteria harus didasarkan pada kemudahan dalam aplikasinya bagi seluruh ahli hisab dan ahli rukyat. Bagi ahli hisab, kriteria itu sebagai penentu masuknya awal bulan. Bagi ahli rukyat, kriteria sebagai pemandu rukyat.

    Mengapa harus ada kesepakatan? Ya, demi persatuan dalam sistem kalender dan penentuan awal bulan, harus ada kesepakatan kriteria. Kita belajar dari penerapan astronomi dalam penentuan jadwal shalat. Kriteria posisi matahari untuk jadwal shalat sebenarnya beragam, khususnya untuk Shubuh, Asar, dan Isya. Namun, kita sudah bisa memilih salah satunya dan menyepakatinya sehingga secara umum semua jadwal shalat yang diumumkan Kementerian Agama sama dengan jadwal yang dikeluarkan ormas-ormas Islam. Jadwal kumandang adzan di TV sama dengan jadwal di masjid. Demikianlah kalau kesepakatan kriteria sudah tercapai.

    Beberapa kali kesepakatan antar-ormas Islam yang difasilitasi Kementerian Agama sudah tercapai. Kesepakatan pertama tahun 1998 dan yang terakhir 2011 (https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/09/26/lokakarya-kriteria-awal-bulan-perwakilan-ormas-islam-bersepakat/). Tetapi Muhammadiyah selalu memisahkan diri dari kesepakatan. Muhammadiyah memilih tafarruq, berpisah dari ummat dalam hal penentuan awal bulan. Mereka lebih membela bid’ah wujudul hilal daripada persatuan ummat. Mereka lebih menjunjung pasal 29 UUD RI “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” daripada perintah Allah yang qath’i dalam Al-Quran Surat Ali-Imran (3): 103 “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai (tafarruq)”.

    Muhammadiyah merasa dipojokkan oleh Pemerintah dan ormas-ormas Islam lainnya dalam sidang itsbat penentuan Idul Fitri 1432/2011 sehingga memilih tidak akan ikut lagi sidang itsbat berikutnya. Mari kita tengok sejarah. Ketika terjadi perbedaan Idul Fitri 1998 karena perbedaan masalah kriteria wujudul hilal vs imkan rukyat, Menteri Agamanya Dr. Tarmizi Taher dari Muhammadiyah (Ketua Korps Mubalig Muhammadiyah). Keputusan sidang itsbat menetapkan Idul Fitri jatuh pada 30 Januari 1998, berdasarkan masukan sebagian besar peserta sidang yang menghendaki kesepakatan kriteria imkan rukyat digunakan. Kesaksian di Cakung dan Bawean ditolak. Hisab wujudul hilal tidak ada yang mendukung selain Muhammadiyah, karena Persis sebagai pengamal hisab juga menggunakan imkan rukyat. Ya, tidak perlu memojokkan Muhammadiyah. Kalau inginnya berbeda dengan yang lain, pasti Muhammadiyah akan terpojok dengan sendirinya. Perdebatan hangat saat sidang itsbat adalah hal yang biasa, bukan hanya saat sidang itsbat penetapan Idul Fitri 1432/2011. Saat sidang itsbat penetapan idul fitri 1998, sidang itsbat juga diwarnai debat hangat gara-gara masalah perbedaan kriteria. Menteri asal Muhammadiyah pun harus mengalah, karena sebagian besar peserta sidang itsbat menghendaki kesepakatan kriteria imkan rukyat yang digunakan, baik dalam menilai hasil hisab maupun rukyat. Muhammadiyah terpojok, lebih tepatnya memojokkan diri, tafarruq dari persatuan ummat.

  656. Zei D’Majaz
    20 Juli sekitar Daerah Khusus Ibukota Jakarta
    Tentang Isu Masalah Hisab vs Rukyat.

    Adanya anggapan bahwa perbedaan penentuan Awal Bulan Qomariyah khususnya di bulan Ramadhon, Syawal dan Dzulhijjah adalah karena metode Hisab dan Rukyat jelas anggapan tersebut adalah anggapan yang keliru dan naif. Mencerai beraikan antara Hisab dan Rukyat juga jelas sebuah upaya kontra-produktif karena sama saja menciderai bangunan keilmuan Astronomi / Falak yang telah dibangun semenjak ribuan tahun yang lalu yang berdiri diatas fondasi pembuktian spekulatif dan empiris. Memandang dua metode tersebut secara terpisah sama saja merubuhkan asas dan etika ilmu pengetahuan (sains) secara keseluruhan.
    Hisab dan Rukyat sebenarnya adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Hisab menyajikan prediksi / probabilitas posisi yang bermanfaat dalam pelaksanaan Rukyah, dan sebaliknya Rukyah pun menyajikan data-data empiris posisi yang bisa dikomparasikan dengan hisab.
    Jangan dikira pelaksanaan Rukyat / Observasi tersebut tidak memerlukan atau bahkan membuang sama sekali Hisab, justru pelaksanaan Rukyah sangat erat sekali dengan Hisab. Para Observer akan melaksanakan Rukyah ketika mereka sudah melakukan Hisab atas perkiraan waktu posisi Bulan berkonjungsi dengan Matahari atau yang disebut dengan Ijtimak. Setelah posisi Ijtimak diketahui barulah dilaksanakan Rukyat untuk memvalidasi secara empiris visibilitas Hilal. Hal ini disebabkan bahwa secara Nash, Awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah itu salah satunya dipersyaratkan adanya Hilal sebagai pertanda telah memasuki bulan baru, bukan Ijtimak.
    Perlu diketahui bahwa antara Ijtimak dan Hilal tersebut adalah dua peristiwa alam yang berbeda. Ijtimak atau Iqtiraan merupakan sebuah peristiwa alam dimana bulan berkonjungsi dengan matahari. Hilal sendiri adalah suatu peristiwa alam atau fenomena alam dimana terlihatnya bulan dalam fase berbentuk sabit tipis yang muncul setelah peristiwa Ijtimak atau Iqtiraan.
    Dalam keilmuan Astronomi/Falak, Peristiwa Ijtimak adalah merupakan pertanda berakhirnya satu fase Bulan Qomariyah biasanya terjadi di hari ke 29 sedang Hilal adalah pertanda dimulainya satu fase baru Bulan Qomariyah Khususnya secara Syar’i untuk bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
    Maka sesungguhnya, perbedaan yang muncul bukanlah disebabkan karena Hisab dan Rukyat. Melainkan disebabkan adanya kriteria Hilal antara 2 metodologi Hisab yakni Hisab Wujudul Hilal dengan Hisab Imkanur-Rukyat.
    II. Tentang Hisab.
    Banyak kalangan mengira bahwa secara umum hanya ada satu metode Hisab sendiri dimana di-Indonesia direpresentasikan oleh kalangan Muhammadiyah dan Persis. Anggapan tersebut jelas anggapan yang keliru, sebab metode Hisab yang dipakai oleh dua Ormas tersebut adalah satu diantara dua metode besar yang dikenal dalam Hisab. Metode Hisab yang dipakai oleh Muhammadiyah dan Persis adalah metode “lama” yang dikenal sebagai metode Hisab Wujudul Hilal.
    Metode ini dikalangan para Ilmuan Astronomi / Falak dianggap sudah tidak representatif dikarenakan adanya banyak kekurangan yang menyebabkan prediksi Hisab Wujudul Hilal tidak akurat. Salah satunya adalah Hisab Wujudul Hilal hanya mampu menyajikan prediksi peristiwa Ijtima’ (konjungsi antara Bulan dengan Matahari) sedangkan peristiwa Hilal sendiri tidak tercover dalam metode tersebut. Padahal yang namanya “Wujudul Hilal” jelas seharusnya analisanya merujuk pada Hilal Pertanda Bulan Baru sudah Masuk / sudah Wujud, sementara yang dihitung malah peristiwa Ijtima’nya yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Hilal.
    Oleh sebab itu para Ilmuan Astronomi/Falak diseluruh dunia kemudian mengembangkan satu metode Hisab baru yang lebih realistis dan lebih bisa dipertanggungjawabkan secara validitas ilmiahnya yang kemudian metode Hisab tersebut disebut dengan Metode Hisab Imkanur-Rukyah. Dalam metode Hisab ini, selain memprediksi peristiwa Ijtima’ juga disajikan prediksi kemungkinan terjadinya visibilitas Hilal sehingga dapat dilakukan Observasi / Rukyah baik dengan mata telanjang maupun dengan alat bantu.
    Penggunaan Metode Hisab Imkanur-Rukyat pun akhirnya dipandang oleh banyak pihak sebagai sebuah pintu yang dapat mengakodomir perbedaan karena dalam Hisab Imkanur-Rukyat baik kaidah kaidah Sains dan Syariah dapat terpenuhi sehingga pada akhirnya metodologi tersebut banyak diakui dan diaplikasikan oleh banyak Ormas Islam di Indonesia termasuk Persis sendiri yang dahulunya adalah pengguna Hisab Wujudul Hilal dan bahkan NU sendiri sudah beralih memakai kriteria Hisab Imkanur Rukyah tersebut dalam pelaksanaan Rukyatnya. Pemerintah pun akhirnya memutuskan penggunaan Kriteria Hisab Imkanur-Rukyat tersebut sebagai kriteria dalam menetapkan Hilal.
    Sayangnya langkah ini tidak di ikuti oleh Muhammadiyah yang tetap mempertahankan Hisab Wujudul Hilal ditengah-tengah usaha kesepakatan persatuan yang telah diupayakan oleh Ormas Ormas Islam lainnya.
    Sekali lagi, penggunaan Hisab Wujudul Hilal sendiri menurut Prof. Thomas Jamaluddin, sudah ditinggalkan oleh para ilmuan Astronomi / Falak karena jelas dianggap tidak representatif dan banyak bermasalah. Ormas-ormas Islam pun sendiri dan didukung oleh pemerintah telah sepakat menggunakan Hisab Imkanur-Rukyah sebagai kriteria solusi untuk menjembatani perbedaan. Ini pula telah menjadi kesepakatan MABIMS (Musyawarah Menteri Menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia, Singapore). Hisab Imkanur-Rukyah pula telah dipakai oleh lembaga-lembaga keilmuan dan riset seperti ICOP (Islamic Cresent Observation Project) maupun MCW (Moonsighting Commitee Worldwide).
    III. Tentang 2 Kesaksian Rukyat Cakung dan Jepara Tahun 2011.
    Seperti yang telah didedahkan sebelumnya bahwa Pemerintah dan Ormas Ormas Islam (kecuali hanya Muhammadiyah saja yang berbeda) dalam sidang Itsbat tahun lalu telah menyepakati deskripsi Hilal adalah memakai Kriteria Hisab Imkanur-Rukyat maka sesuai dengan kriteria Hisab tersebut vsibilitas Hilal dapat dimungkinkan terobservasi apabila Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horison tidak kurang dari 2 drajat dan jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3 drajat, atauh bila bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam selepas konjungsi/ijtimak berlaku.
    Kenapa 2 kesaksian Rukyat di Cakung dan Jepara ditolak. Pertama, pada saat itu posisi Bulan dibawah kurang dari 2 drajat, dimana pada posisi ini menurut Limit Danjon yang diadopsi oleh Odeh, untuk kawasan Indonesia Hilal jelas “Not Possible Sightning”. Kondisi tersebut jelas tidak memungkinkan Hilal dapat terlihat dengan mata sang observer yang dibumi ini, baik dengan alat bantu.
    Kedua, khusus untuk kesaksian Cakung. Pada saat itu posisi Bulan ada di selatan sementara posisi pengamatan mengarah ke arah Jakarta dimana disitu banyak gedung tinggi dan sumber cahayat, kondisi tersebut jelas berefek pada semakin besarnya potensi salah intepretasi
    Ketiga, secara syar’i ada qoul yang menyatakan bahwa jika ada ijmak para Ahli yang menyatakan bila tidak dimungkinkan hilal dapat terobservasi maka bila ada kesaksian yang menyelisihi ijmak tersebut kesaksiannya tertolak.
    Lebih jelasnya bisa merujuk ke situs Rukyatul Hilal Indonesia.
    IV. Tentang Mitos Gerhana dan Tanggal 15.
    Sebetulnya masalah Gerhana Bulan, Purnama, Ijtimak, Hilal sudah banyak dijelaskan dengan sangat jelas oleh para Ahli / Ilmuan yang mendalami Astronomi / Falak. Berkaitan dengan “isu” penetapan Hilal tersebut ada sebagian pihak terutama masyarakat “awam” Astronomi / Falak yang menawarkan solusi untuk memvalidasi penetapan Hilal itu dengan mengkaitkan peristiwa Gerhana Bulan yang dianggap terjadi pada setiap pertengahan bulan (tanggal 15 tiap bulan berjalan) dengan cara dihitung mundur dari tanggal tersebut. Apakah solusi itu adalah benar? Jelas tidak.
    Anggapan bahwa Gerhana Bulan senantiasa terjadi pada tiap tanggal 15 pertengahan bulan adalah anggapan yang keliru. Dalam beberapa Artikel seorang rekan sesama Keluarga Alumni Jama’ah Shalahuddin (Kajasha) UGM yang juga berkompeten dibidang Falak / Astronomi yakni Bapak Ma’rufin Sudibyo, banyak dipaparkan bahwa ternyata Gerhana Bulan itu tidak selalu terjadi pada tiap tanggal 15 pertengahan bulan. Dalam catatan Pak Ma’rufin, beliau mendaftar bahwa dalam 4 tahun terakhir sejak tahun 2007, tidak seluruh gerhana bulan terjadi pada tanggal 15. Ada yang jatuh pada tanggal 13, 14 bahkan ada pula yang jatuh pada tanggal 16.
    Pak Ma’rufin juga memberikan contoh kejadian beberapa Gerhana Bulan yang terjadi pada tangal-tanggal dimana baik dalam analisa Hisab Wujudul Hilal, Imkanur-Rukyah menghasilkan kesimpulan yang kompak. Seperti kejadian Gerhana Bulan Total pada tanggal 16 Juni 2011 yang terjadi bertepatan dengan tanggal 14 Rajab 1432 H (baik menurut Hisab Wujudul Hilal maupun Imkanur-Rukyah), kemudian Gerhana Bulan yang terjadi pada tanggal 26 Juni 2010 yang baik menurut Hisab Wujudul Hilal dan Imkanur-rukyah berkesimpulan sama yakni bertepatan dengan 13 Rajab 1431 H bagi Indonesia bagian barat dan tanggal 14 Rajab 1431 H bagi Indonesia bagian timur.
    Menggunakan Asumsi bahwa Gerhana Bulan selalu terjadi tanggal 15 untuk memvalidasi Peristiwa Hilal adalah sebuah “kecelakaan besar” yang sama saja meruntuhkan semua kaidah keilmuan Astronomi bahkan meruntuhkan semua kriteria Hisab Wujudul Hilal itu sendiri.
    V. Tentang Isu Justifikasi 1 Syawal Hisab Wujudul Hilal Tahun 2011 dengan Hasil Rukyat Arab Saudi dan Anggapan Indonesia Negara “Aneh” dikarenakan dianggap Berbeda Sendiri.
    Dalam laporannya Forum Moonsighting Committee Worldwide, Islamic Crescent Observation Project (ICOP), situs moonsighting.com menyatakan bahwa penetapan 1 Syawal 1432 H pada 30 Agustus tahun lalu, kebanyakan Negara mengikuti keputusun Arab Saudi (karena kebanyakan menerapkan Rukyat Global, yakni sebanyak hampir 23 Negara). Sedangkan HANYA 3 negara saja yang menerapkan Hisab Wujudul Hilal seperti Muhammadiyah. Pertanyaannya apakah lantas ini bisa dijadikan justifikasi bahwa keputusan Muhammadiyah tepat karena sama dengan Arab Saudi? Jawabannya jelas Tidak.
    Ada banyak hal yang amat krusial disitu, salah satunya adalah metode yang dipakai adalah BERBEDA. Arab Saudi menggunakan metode Rukyat “Hilal Syar’i” sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal. Yang dimaksud dengan “Hilal Syar’I” adalah penetapan Hilal itu didasarkan pada keputusan Ulil Amri, Kepala Negara, Kepala Pemerintahan bukan oleh Ormas maupun oleh institusi lain dan keputusan itu WAJIB diikuti oleh ummat/warga negaranya. Memang idealnya penetapan Hilal itu adalah melalui Hilal Syar’I dan juga Hilal Falaki (Sains).
    Nah, permasalahannya Hilal yang diputuskan oleh Pemerintah Arab Saudi tersebut secara keilmuan Falak / Astronomi ber-masalah. Sebab Pemerintah Arab Saudi tersebut ternyata hanya menerima klaim rukyat tanpa memperhatikan kompetensi keilmuan sang perukyat dalam bidang keilmuan falak (memang ini didasari oleh hukum penerimaan kesaksian, asal saksi itu dikenal jujur maka kesaksiannya diterima) namun ternyata kesaksian rukyat tersebut menurut kaidah keilmuan falak / astronomi terkategori “imposible” alias “tidak mungkin” sebab menurut kriteria keilmuan tersebut, kondisi Hilal pada saat itu dikawasan Arab Saudi dalam kondisi “Not Possible Sightning”. Hal ini disebabkan kedudukan Hilal di kawasan arab Saudi baru setinggi 0.5 drajat di atas ufuk saat Matahari terbenam. Kondisi tersebut jelas tidak memungkinkan Hilal dapat terlihat dengan mata sang observer yang dibumi ini baik dengan alat Bantu .
    Hal ini sebenarnya sudah menjadi perhatian serius baik oleh para Ahli Falak Arab Saudi sendiri maupun para Ahli di luar Arab Saudi dan beberapa kali mereka pun mengklarifikasikan hal tersebut ke Pemerintah Arab Saudi hal ini dapat dirujuk ke situs ICOP (Islamic Cresent Observation Project).
    Jadi adalah satu hal yang tidak mendasar menjustifikasi keputusan Muhammadiyah tersebut dengan keputusan Hilal Syar’i-nya Arab Saudi. Tidak tepat pula Indonesia dikatakan Negara paling Aneh sendiri karena dianggap menetapkan 1 Syawal tahun kemaren pada tanggal 31 Agustus sebab ternyata tidak hanya Indonesia sendiri yang berlebaran di hari tersebut namun masih ada 8 Negara lain (Bukan hanya 4) yang berlebaran sama dengan Indonesia, yang notabene sama-sama menggunakan Hisab Imkanur-Rukyah.
    Lebih jelasnya silahkan merujuk pada situs Rukyatul Hilal Indonesia maupun situs MCW (Moonsighting Commitee Worldwide).
    VI. Tentang Sidang Itsbat.
    Sebelumnya harus difahami terlebih dahulu bahwa Hilal itu ada macam yakni Hilal Syar’i dan Hilal Falaki. Sidang Itsbat sendiri sebetulnya diadakan guna untuk memfasilitasi dan mengakomodir dua macam Hilal tersebut, dimana Hilal Syar’i merupakan hak penetapan Hilal yang memang secara Syar’i, hak tersebut prerogatif merupakan hak Pemerintah bukan Ormas, Kelompok maupun Personal. Hilal Falaki merupakan Hilal Sains / Astronomi, dimana dalam Hilal ini secara Ijma’ disepakati oleh para Ahli / Ilmuan yang berkompeten. Jadi Sidang Itsbat ini sebetulnya merupakan bentuk Ideal dalam penetapan Hilal.
    Berkaitan dengan Hisab Imkanur-Rukyah yang merupakan ijma’ para perwakilan para Ahli / Ilmuan Astronomi atau Falak beserta para perwakilan Ormas-Ormas dan telah diputuskan oleh Pemerintah sebagai acuan kriteria penetapan Hilal. Maka dalam Hisab Imkanur-Rukyat tersebut, Rukyat/Observasi merupakan satu prasyarat yang tidak boleh ditinggalkan dimana Observasi tersebut diperlukan untuk memvalidasi hasil prediksi Hisab. Sebab, Hisab dan Rukyat sebenarnya adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Hisab menyajikan prediksi / probabilitas posisi yang bermanfaat dalam pelaksanaan Rukyah, dan sebaliknya Rukyah pun menyajikan data-data empiris posisi yang bisa dikomparasikan dengan hisab. Jadi ini sebetulnya juga merupakan pemenuhan atas kaidah-kaidah Empiris dalam Sains (Astronomi) itu sendiri dan khususnya Syari’ah.
    Toh, Sidang Itsbat itu sendiri tidak setiap bulan dalam satu tahun diadakan. Sidang Itsbat hanya diselenggarakan 3 kali dalam setahun yakni untuk menetapkan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah sesuai dengan tuntutan Tradisi Nash / Syari’ah.
    Meniadakan Sidang Itsbat sama saja meniadakan Rukyat padahal inilah yang dituntut oleh Nash Syar’i walaupun secara Hisab sudah bisa diprediksi Hilal tidak dapat terlihat. Meniadakan Rukyat sama saja seperti seorang Muslim yang akan melaksanakan Sholat tapi meninggalkan kewajiban berwudhu-nya. Sebab secara Syar’i, Hisab dan Rukyat itu satu rukun yang tidak dapat dipisahkan, Hisab untuk memprediksi dan Rukyat untuk memvalidasi secara empiris.
    Wassalam,

  657. HISAB DAN PENENTUAN AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL

    Kaum muslimin diperintahkan Allah untuk mengikuti dan mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh syari’atnya. Demikian pula yang berkaitan dengan penentuan ibadah besar seperti puasa Ramadhan, Idul Fithri dan haji. Oleh karena itu Rasulullh secara tegas mengajarkan cara penentuannya dengan rukyat hilal (melihat hilal) dengan mata dan bila terhalang mendung atau yang sejenisnya maka dengan cara menyempurnakan bulan sya’ban 30 hari untuk Ramadhan atau Ramadhan 30 hari untuk Syawal [1].

    Demikianlah contoh dan ajaran Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan ini, sehingga hukum berpuasa Ramadhan dan berbuka dari bulan Ramadhan bergantung kepada rukyah hilal. Tidak berpuasa kecuali dengan melihatnya dan tidak berbuka dari Ramadhan kecuali dengan melihatnya langsung dan seandainya melihat dengan alat teropong dan alat-alat yang dapat memperjelas penglihatan maka itu dianggap sebagai penglihatan dengan mata [2]

    Rukyah (melihat hilal) lah yang menjadi dasar syar’i dalam hukum puasa dan Idul Fithri. Adapun hisab tidak dapat dijadikan sandaran dalam penentuan puasa menurut syari’at.[3]

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

    Tidak diragukan lagi hal ini telah ditetapkan dengan dasar sunnah yang shahih dan atsar para sahabat, sungguh tidak boleh bersandar kepada hisab. Orang yang bersandar kepada hisab telah menyimpang dari syari’at dan berbuat kebid’ahan dalam agama. Dia telah salah secara akal dan ilmu hisab sendiri, karena ulama hisab telah mengetahui bahwa rukyat tidak dapat ditentukan dengan perkara hisab, karena hilal tersebut berbeda-beda sesuai dengan perbedaan ketinggian dan kerendahan suatu tempat dan lainnya.[4]

    Imam Ibnu Daqiqil Ied berkata:

    Menurut pendapat saya, hisab tidak boleh dijadikan sandaraan dalam puasa.[5]

    Ketika mengomentari hadits “إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ ”: Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata :‘

    Pada mereka (bangsa Arab) ada orang yang dapat menulis dan mengetahui hisab, (dinamakan umiyun) karena yang menulis sangat sedikit sekali. Yang dimaksud hisab dalam hadits ini adalah hisab nujum dan perjalanannya (falak) dan mereka hanya sedikit yang mengerti hal ini, sehingga hukum berpuasa dan lainnya tergantung kepada rukyah agar tidak menyulitkan mereka karena sulitnya hisab. Lalu hukum ini berlaku terus pada puasa walaupun setelahnya banyak orang yang telah mengetahui hisab. Bahkan dzahir hadits dipahami tidak adanya hukum puasa dengan hisab. Hal ini dijelaskan dalam hadits-hadits lainnya yang berbunyi: فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّة ثَلاَثِيْنَ dan tidak menyatakan: “Tanyalah kepada Ahli Hisab!”.’.

    Lalu beliau berkata lagi:

    ‘Sebagian kaum berpendapat merujuk kepada ahli hisab. Mereka adalah Syiah Rafidhah, dan dinukilkan dari sebagian ahli fiqih bahwa mereka menyetujuinya, Al Baaji berkata: ‘Ijma’ Salaush Shalih sudah menjadi hujjah atas mereka’. Dan Ibnu Bazizah berkata: ‘Ini adalah madzhab yang batil, sebab syari’at telah melarang memperdalam ilmu perbintangan, karena ia hanyalah persangkaan dan hipotesa semata tidak ada kepastian dan tidak juga perkiraan yang rajih (zhann rajih). Ditambah lagi seandainya perkara puasa dihubungkan dengannya. Maka tentulah menyulitkan, karena yang mengetahuinya sedikit sekali.’.[6]

    Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:

    Tidak wajib berpuasa dengan penentuan hisab, seandainya ulama hisab menetapkan bahwa malam ini termasuk Ramadhan, namun mereka belum melihat hilal maka tidak berpuasa. Karena syari’at menggantung hukum berpuasa ini dengan perkara yang terindera yaitu rukyat hilal.[7]

    Jadi jelaslah hisab tidak dapat dijadikan sandaran dalam penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Haji.

    FAKTA DAN SYUBHAT
    Dewasa ini berkembang penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal. Banyak orang yang menggunakannya berusaha membela dan mencari dalih-dalih yang menguatkan penggunaan hisab ini serta menyatakan hal itu berdasarkan pada ayat Al Qur’an dan hadits Nabi dan juga ilmu hisab.

    Diantara syubhat yang mereka sampaikan adalah.

    1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

    Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah dia berpuasa.” [Al Baqarah : 185]

    Jawab.
    Dalil ini tidak dapat dipakai untuk membenarkan penggunaan hisab dalam penentuan awal Ramadhan, sebab tidak ada penjelasan cara menentukan awal bulan tersebut. Ayat yang mulia ini tentunya kita fahami dengan penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menentukannya. Yaitu dengan melihat hilal (rukyat) atau menyempurnakan 30 hari bulan sya’ban bila terhalang melihatnya.

    2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَاخَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

    Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. [Yunus : 5]

    Jawab.
    Ayat yang mulia ini tidak menunjukkan bahwa syari’at menganggap hisab sebagai sarana dalam penentuan awal bulan. Ayat ini hanya menjelaskan fungsi manzilah-manzilah bulan dalam mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu dan ini dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melihat hilal.

    Sedangkan firmanNya: (لِتَعْلَمُوا ) tidak berhubungan dengan sifat matahari dan bulan namun berhubungan dengan taqdir manaazil (ketentuan manzila bulan).

    Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata: Firman Allah (لِتَعْلَمُوا) berhubungan dengan firmanNya (َقَدَّرَهُ ) bukan kepada (جَعَلَ ) karena sifat matahari bersinar dan bulan bercahaya tidak memiliki pengaruh dalam mengenal bilangan tahun dan hisab. Juga karena Allah tidak menggantung kepada matahari dalam perhitungan bulan dan tahun dan hanya menetapkannya dengan hilal, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat. Demikian juga karena Allah berfirman:

    إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّماَوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

    Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. [at-Taubah :36]

    Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhabarkan jumlah bulan adalah 12, sehingga diketahui bahwa bulan-bulan tersebut diketahui dengan hilal [8].

    Dengan demikian keumuman ayat ini tidak menunjukkan i’tibar hisab dalam penentuan bulan menurut syari’at.

    3. Sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

    إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ

    Jika kalian melihat hilal makxa berpuasalah dan jika melihatnya kembali maka berbukalah (ber hari raya ‘ied), lalu jika kalian terhalangi (tidak dapat melihatnya) maka perkirakanlah bulan tersebut. [9]

    Melihat bentuk kata faqdurulah yang artinya maka perkirakanlah, adalah bentuk amar (perintah) yang dalam hal ini juga hadits (sabda Nabi) yang berkedudukan sebagai dalil. Sehingga menggunakan ilmu hisab, berarti pengamalan terhadap ayat al Qur’an dan hadits. Jadi penggunaan hisab itu bukanlah rekaan terhadap urusan agama (bid’ah).

    Jawab:
    Menurut ahli bahasa Arab, kata faqdurulah berasal dari makna taqdir yaitu tentukanlah bukan perkirakanlah, sebagaimana firman Allah :

    فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ

    Lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan. [al-Mursalat :23] [10]

    Kemudian makna ini telah ditafsirkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melalui perawi hadits diatas yaitu Ibnu Umar dan yang lainnya bahwa makna faqdurullah tersebut adalah menyempurnakan bilangan Sya’ban tiga puluh hari [11], sehingga bila kita mau mengamalkan hadits ini maka harus membawa maknanya kepada hadits yang lain bukan sekedar mendapatkan sesuatu yang dianggap mendukung pendapatnya lalu tidak mau berhujah dengan tafsirnya yang juga berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. sikap yang benar terhadap hadits-hadits seperti ini adalah dengan membawa sesuatu yang muthlak kepada penjelasnya, sehingga makna faqdurullah difahami dengan makna menyempurnakan bulan, barulah kemudian dianggap telah mengamalkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    Kemudian seandainya kata faqdurullah dalam hadits ini dimaknai kira-kira dengan ilmu hisab, maka hadits ini membolehkannya setelah tidak dapat melihat hilal karena mendung dan sejenisnya, bukan sebelumnya.

    Sedangkan mereka yang menjadikan hisab sebagai standar penentuan awal Ramadhan tidaklah demikian. Tetapi mereka menentukannya jauh sebelum waktu rukyat dan tidak melihat mendung atau cerah keadaan langitnya. Ini jelas menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berarti satu perbuatan bid’ah yang tidak pernah dilakukan kaum muslimin sebelumnya.

    Ibnu Taimiyah berkata: Sedangkan mengikuti hisab pada keadaan cerah atau menentukan perkara syariat umum yang lain dengan hisab, maka (pendapat seperti ini) tidak pernah disampaikan oleh seorang muslimpun (ulama mereka, ed). [12]

    Ibnu Mulaqin berkata : Kata faqdurullahbila, bila dimaknai dengan menghitungnya dengan hisab manaajil (falak) yang digunakan ahli falak, maka ini pendapat yang sangat lemah sekali. Karena seandainya manusia dibebabkan demikian, tentu menyusahkan mereka, karena tidak mengetahuinya kecuali segelintir orang. Padahal syari’at mengenalkan kepada mereka sesuai dengan sesuatu yang kebanyakan mereka ketahui. Juga karena iklim menurut pendapat mereka (ahli falak) berbeda-beda, dibenarkan satu iklim melihat (dan) yang lain tidak, sehingga membuat perbedaan puasa pada kaum muslimin. Demikian juga seandainya hisab diakui kebenarannya (dalam menentukan awal bulan Ramadhan), tentulah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjelaskannya kepada manusia, sebagaimana telah menjelaskan waktu-waktu shalat dan yang lainnya.

    Jelas hadits inipun tidak mendukung pendapat bolehnya menggunakan hisab dalam menentukan awal Ramadhan.

    4. Dari segi sejarah dapat kita pelajari uraian kitab Bidayatul Mujtahid. Disebutkan bahwa penggunaan hisab oleh ulama sejak masa sahabat atau tabi’in. Kalau dalam menetapkan awal bulan Ramadhan dengan rukyat tidak berhasil karena mendung maka digunakan hisab. Hal ini dilakukan oleh sebagian ulama salaf dan dipelopori oleh seorang senior tabi’in yang bernama Mutharif bin Asy Syahr.

    Jawab.
    Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid menyatakan: ‘Dan diriwayatkan dari sebagian salaf berpendapat bahwa jika hilal tidak terlihat karena mendung, maka merujuk kepada hisab peredaran bulan dan matahari dan ini adalah madzhab Mutharif bin asy Syikhir seorang senior tabi’in’ [14].

    Jadi Mutharif bin Abdillah Asy Syikhir bukan Asy-Syahr. Dan dia bukanlah yang mempelopori. Pernyataan beliau ini perlu dicermati lagi, karena nisbat pendapat ini kepada Muthorif bin Abdillah Al Shikhier tidak benar, sebagaimana dinyatakan imam Ibnu Abdil Barr [15]

    Kemudian juga pernyataan para sahabat ada yang menggunakan hisab dibantah oleh hadits Nabi yang berbunyi:

    إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ثَلَاثًا حَتَّى ذَكَرَ تِسْعًا وَعِشْرِينَ

    Kami adalah umat yang ummiy tidak menulis dan tidak menghisab, bulan itu demikian, demikian dan demikian tiga kali sampai menyebut dua puluh sembilan. [16].
    .
    Dengan demikian benarlah pernyataan Ibnu Taimiyah bahwa penggunaan hisab dalam menentukan awal Ramadhan merupakan perkara baru yang terjadi setelah tahun tiga ratusan.[17]

    5. Kalaulah menentukan awal Ramadhan dengan rukyat berdasarkan hadits Nabi, bagaimana menentukan awal bulan Dzulhijah untuk selanjutnya menentukan tanggal 10 Dzulhijjah. Tidak ada perintah untuk itu dengan rukyat. Bagaimana penentuan waktu-waktu shalat sekarang, dengan menggunakan jadwal yang didasarkan pada hisab. Padahal dizaman Nabi dilakukan dengan melihat bayangan benda bagi sholat dzuhur dan ashar, dengan menggunakan melihat fajar untuk waktu subuh dan terbenam matahari untuk waktu sholat maghrib dari hilangnya mega merah untuk sholat isya’. Kesemuannya dapat dikembalikan kepada dalil umum ayat 5 surat Yunus diatas dengan melakukan isthimbath dan ijtihad, baik berdasarkan metode bayani dan pendekatan burhani (pendekatan ilmiah beradasarkan dalil).

    Jawab.
    Alhamdulillah agama Islam telah menjelaskan seluruh keterangan yang dapat digunakan hamba Allah dalam beribadat kepadanya. Menjadi mustahil bila Islam menetapkan satu ibadah yang berhubungan dengan waktu kemudian tidak menjelaskan waktu tersebut. Demikian pula tuntunan awal Ramadhan ditentukan dengan rukyat berdasarkan hadits Nabi, bahkan juga oleh akal, sehingga Ibnu Taimiyah berkata: “Sesungguhnya hukum-hukum Islam seperti puasa Ramadhan berhubungan langsung dengan hilal. Namun berdasarkan dalil sam’iyah (wahyu) dan akal, cara mengetahui terbitnya hilal adalah rukyat tidak yang lainnya. [18]

    Sedangkan penentuan bulan Dzulhijah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

    يَسْئَلُونَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

    Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah :”Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung. [Al-Baqarah:189]

    Sungguh aneh kalau dikatakan tidak ada perintah untuk itu dengan rukyat. Adapun waktu shalat sudah jelas dan disepakati Rasululloh telah menjelaskannya dengan sangat jelas sekali dalam hadits Jabir dan yang lainnya.

    Mengapa kita memaksakan semua ini masuk dalam keumuman ayat 5 surat Yunus yang tidak menjelaskan tentang penggunaan hisab dalam syari’at Islam, padahal secara jelas ketentuannya telah terperinci dalam ayat dan hadits-hadits yang shahih. Seperti ini menunjukkan jalan istimbath yang jauh dari benar.

    Ambillah yang sudah jelas dan gamblang dan tinggalkanlah yang masih direka-reka dan dipaksakan.

    6. Secara fakta ilmu hisab telah dapat digunakan untuk menghitung waktu yang mendekati kebenaran

    Jawab
    Kalau benar fakta ini, mengapa tidak menggunakan yang jelas pasti kebenarannya menurut syari’at dan malah menggunakan sesuatu yang hanya mendekati kebenaran dan masih mungkin bisa keliru dan salah?

    7. Sebagian orang berkomentar tentang hadist :

    إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ثَلَاثًا حَتَّى ذَكَرَ تِسْعًا وَعِشْرِينَ

    Kami adalah umat yang ummiy tidak menulis dan tidak menghisab, bulan itu demikian, demikian dan demikian tiga kali sampai menyebut dua puluh sembilan.

    Berdasarkan hadits ini, mereka menyatakan bahwa ini merupakan penyebab hukum puasa tidak ditetapkan dengan hisab, sebab Nabi dan para sahabat tidak mampu melakukannya dengan sebab ummiynya mereka. Sedangkan kami sekarang bisa membaca dan mengetahui ilmu hisab. Ditambah lagi kami memiliki teropong bintang yang modern. Sehingga alasan hanya menggunakan rukyat hilal sekarang ini terhapus. Dalam kaidah dikatakan : Hukum bisa berubah dengan ada atau tidak adanya illat (alasan hukum).

    Jawab.
    Pernyataan seperti ini telah dijawab oleh Syaikh Islam Ibnu Taimiyah : ‘Hal ini tidak bisa dibenarkan, karena pada umat yang Nabi diutus kepada mereka terdapat orang yang mampu membaca dan menulis sebagaimana ada pada sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga ada pada mereka yang mampu hisab. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah mengutus untuk melaksanakan kewajiban yang membutuhkan hisab (perhitungan). Telah benar berita bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika petugas (zakat) datang membawa shadaqah Ibnu Al Lutbiyah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitungnya. Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki beberapa para juru tulis (Katib) seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid dan Mu’awiyah. Mereka menulis wahyu, perjanjian, risalah Beliau kepada orang banyak dan kepada para raja dan penguasa yang didakwahi serta kepada para petugas dan gubernur serta yang lainnya. Demikian juga Allah berfirman:

    لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ

    Dalam dua ayat [19] yang memberitahukan bahwa hal itu ada untuk mengetahui hisab.

    Kata Ummiy pada asalnya dinisbatkan kepada ummah yaitu orang yang tidak memiliki keistimewaan dari yang lainnya berupa membaca atau menulis sebagaimana dikatakan: ‘aami (orang awam) untuk orang umum yang tidak memiliki keistimewaan khusus dari ilmu pengetahuan. Ada juga yang menyatakan bahwa itu dinisbatkan kepada al um, yang maknanya tetap pada kebiasaan yang dibiasakan ibunya berupa pengetahuan dan ilmu serta yang sejenisnya. Kemudian keistimewan yang mengeluarkan dari ummiyah al’ amah (yang umum) kepada al ikhtishosh, terkadang adalah keutamaan dan kesempurnaan. Misalnya, seperti keistimewan mereka dapat membaca Al Qur’an dan memamahi kandungannya. Dan terkadang hanya menjadi sarana mencapai keutamaan dan kesempurnaan. Misalnya, seperti keistimewan mereka dapat menulis dan membaca tulisan, sehingga terpuji pada orang yang menggunakannya untuk kebenaran, dan dicela pada orang yang meninggalkannya atau menggunakannya untuk kejelekan. Orang yang mencukupkan dengan sesuatu yang lebih bermanfaat baginya, maka lebih sempurna dan utama.[20]

    Dari sini jelaslah, dari beberapa sisi, maksud umiyah yang terdapat pada hadits tersebut merupakan sifat terpuji dan sempurna. Yaitu dari sisi mencukupkan dari sisi tulisan dan hisab dengan yang lebih jelas dan pasti, yaitu hilal. Sisi yang lain, tulisan dan hisab masih mungkin keliru dan salah. Sehingga dengan demikian jelaslah kesalahan prasangka diatas.

    Seandainya hisab lebih baik dan tepat digunakan dalam penentuan awal bulan Ramadhan, tentulah Allah akan menjelaskan atau mengajarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau sahabat Beliau, sehingga dapat digunakan mereka untuk memudahkan penentuan awal bulan Ramadhan.

    وَمَاكاَنَ رَبُّكَ نَسِيًّا

    Dan tidaklah Rabbmu lupa. [Maryam:64]

    Bahkan bila hisab dapat digunakan sama dengan rukyat hilal tentulah akan dijelaskan Allah dan RasulNya.

    KESIMPULAN
    Semua dalih yang digunakan untuk membenarkan penggunaan hisab sangat lemah. Sehingga, hendaknya kaum muslimin tidak menggunakannya, dan tidak merasa bingung dengan permasalahan ini. Agama Islam telah lengkap, sempurna dan gamblang dalam menjelaskan seluruh syari’atnya.

    Demikianlah sedikit penjelasan tentang permasalahan hisab dalam penentuan Ramadhan, mudah-mudahan bermanfaat.

    *) Tambahan judul “dan syawal” dari admin.

    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun IX/1425/2004M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
    _______
    Footnote
    [1]. Lihat mabhats Menentukan Ramadhan dalam edisi ini.
    [2]. Abdullah bin Abdurrahman Al Basaam, Taudhih Al Ahkam Min Bulughul Maram, cetakan kelima tahun 1423H, maktabah Al Asadi, Makkah, KSA hal. 3/450
    [3]. ibid
    [4]. Lihat ibid.
    [5]. Taqiyuddin Ibnu Daqiqil Ied. Ihkaam Al Ahkam Syarhu Umdat Al Ahkaam, Tahqiqi Ahmad Muhammad Syakir, cetakan kedua tahun 1407H, Dar aalam Al Kutub, Bairut. Hal 2/8.
    [6]. Fathul Bari, op.cit. hal 4/127.
    [7]. Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syarhu Al Mumti’ ‘Ala Zaad Al Mustaqni’, Tahqiqi Dr. Sulaiman Aba Khail dan Dr. Khalid Al Musaiqih, cetakan pertama tahun 1416, Muassasah Aasaam, KSA. Hal 6/314.
    [8]. Majmu’ Fatawa op.cit hal 25/134-135.
    [9]. HR Al Bukhari, dalam Shahihnya, kitab Al Shiyaam, no. 1906 (lihat Fathul Bari op.cit hal.4/119) dan Muslim dalam Shahihnya kitab Al Shaum no 2500. Lihat Al Nawawi, Al Minhaaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, tahqiq Al Syaikh Khalil Ma’mun Syaikha, cetakan ketiga tahun 1417, Dar Al Ma’rifah, Bairut hal. 7/190.
    [10]. Lihat Ibnu Al Mulaqqin Al Syafi’i, Al I’laam Bi Fawaa’id Umdat Al Ahkam, tahqiq Abdulaziz Ahmad Al Musyaiqih, cetakan pertama tahun 1417 H, Dar Al ‘Ashimah, KSA. Hal 5/173.
    [11]. Lihat rubrik mabhas Menentukan Ramadhan.
    [12]. Lihat: Majmu’ al-Fatawa op/cit hal. 25/132)
    [13]. Al I’lam Bi Fawaid Umdat AL Ahkam op.cit hal 5/176-177.
    [14]. Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayaatul Muqtashid, cetakan kesepuluh tahun 1408, Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyah, bairut. Hal 1/284
    [15]. Lihat Fathul Bari op.cit hal 4/122. Ibnu Hajar menukil pernyataan Ibnu Abdilbar, bahwa tidak benar (nisbat pendapat ini) kepada Muthorif . juga lihat imam Muhammad bin Ali Al Saukani, Nailul Author min Ahaadits Sayid Al Akhyar Syarh Muntaqa Al Akhbaar, tahqiq Muhammad saalim Haasyim, cetakan pertama tahun 1415H, Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyah, Bairut. Hal 4/204.
    [16]. HR Al Bukhari, dalam Shahihnya Kitab Al Shaum, no 1913, lihat Fathul Bari op.cit hal 4/126 dan juga perhatikan komentar Ibnu Hajar tentang kandungan hadits ini diatas.
    [17]. Lihat pernyataan beliau dalam mabhas menentukan Ramadhan.
    [18]. Majmu’ Fatawa op.cit hal 25/146.
    [19]. Yaitu surat al Isra’ ayat 12 dan Yunus ayat 5
    [20]. Majmu’ Fatawa op.cit 25/166-167

  658. Assalau’alaikum… sebelumnya mohon maaf bila ada yang tidak sependapat dengan saya.

    kita sangat membutuhkan ahli-ahli geografi, astronomi, sejarah, dan iptek lainnya, untuk kemajuan dan menyempurnakan apa yang telah dirintis oleh para pendahulu kita.

    Kalo kita cermati perkembangan iptek, sos bud, hankam, dan tata negara saat Rosulullah SAW bersama al Qur’an muncul, maka itu adalah kemajuan dan pencerahan di zamannya.

    Jika ada yang menyatakan bahwa al Qur’an dan Rosulullah tidak mengajarkan perhitungan, maka itu adalah salah besar. Ayat-ayat astronomi dan perhitungan dalam al Qur’an jelas ada, seperti yang telah diungkap komentator sebelumnya. Namun sudah barang tentu teknologinya belum secanggih seperti saat ini. (Tapi perlu dicatat pada zaman Rosulullah adalah yang terbaru pada saat itu).

    Saat ini manusia sudah bisa mengetahui berapa diameter bumi, matahari, bulan, bahkan planet lainnya. Mengetahui jarak rotasi, revolusi, titik terdekat dan terjauh lintasan planet-planet. Dan pada akhirnya kita menggunakan JAM untuk menentukan waktu, sehingga prediksi mengenai perubahan waktu dapat ditentukan dengan akurat.

    Saya semakin rindu Rasulullah, beliaulah yang mengajarkan kita Dienul ISlam Rahmatan lil ‘alamiin. Setiap Nabi yang diturunkan oleh Allah SWT memberikan pencerahan dan kemajuan peradaban manusia. Kalau kita membaca buku ATLAS PARA NABI, kita akan semakin yakin Allah sebagai Rabb, mengajarkan manusia melalui Nabi dengan perantara KALAM. Setiap Nabi meneruskan, menyempurnakan ajaran-ajaranNya, untuk kerajaan Bumi. Mengapa harus bertahap?? Inilah perlunya pemahaman FIlosofi bahwa di bumi Manusia dibatasi dengan Dimensi Ruang dan Waktu.

    Begitu pentingnya akurasi dalam menentukan waktu, untuk menetapkan berbagai hal yang berkaitan dengan ibadah dan aspek yang terkait dengan ke-umat-an.

    Sama halnya dengan begitu pentingnya diketahui bulan baru sebagai batas berakhirnya bulan lama, sampai-sampai Rasulullah memutuskan untuk menetapkan hilal bulan ramadahan dan hilal syawal dengan kesaksian 1 dan 2 orang laki-laki muslim yang adil. Walaupun sebagian besar tidak melihat hilal tersebut.

    Kerinduan saya kepada Rasulullah, salah satunya ingin bertanya kepada beliau, jika saat itu telah ditemukan perhitungan yang akurat mengenai terjadinya konjungsi (ijtimak) yaitu saat Bumi-Bulan-Matahari berada dalam satu garis lurus dan bulan benar-benar tidak terlihat, lalu mulailah proses pembentukan bulan baru. Pada saat konjungsi adalah 0 derajat, ketika mulai bergeser dari titik 0, jelas itu adalah pergantian/awal bulan. Sama halnya dengan ketika kita membatasi periode lama dengan periode baru melalui satu garis batas yang bernama titik 0, maka bergeser sedikit saja walaupun 1 derajat, itu sudah dikatakan periode baru.
    Jika hal itu dapat diterima, maka teknologi penggunaan JAM sebagai penunjuk waktu pun bisa diterima. Prediksi dan akurasinya juga dapat diterima.

    Jika hal itu tidak diterima, maka penetapan hilal Syawal dan hilal untuk menetapkan Idul Adha pada tahun lalu, ada yang menetapkannya setelah bulan baru yang sudah tua, karena bulan baru muda tidak tampak, dan ada yang sudah menetapkan jauh-jauh hari sebelumnya.

    Memang benar menurut Prof., jika tidak ada kesamaan dalam menetapkan kriteria hilal, maka polemik ini akan terus berlanjut. Saya yaqin Rosululullah sangat tidak mengharapkan ini. Demikian halnya dengan saya. Demikian halnya dengan penetapan kriteria hilal dapat terlihat lebih dari 3 derajat, 4 derajat, atau bahkan ada usulan 5-6 derajat, itu juga akan ada perdebatan, karena disetiap wilayah akan berbeda-beda, terutama di Indonesia yang kecenderungan cuaca berawannya lebih sering. Selain itu bulan baru yang muda sangat halus seperti semburat cahaya tipis setipis sehelai rambut, maka sangat sulit terlihat dengan peralatan atau mata yang tidak terlatih dengan kondisi cuaca di sebagian besar wilayah indonesia yang sering berawan. Tetapi jika cara/metode hisab/perhitungan sama, diameter bumi, bulan, dan mataharinya sama, lalu jika pergeseran bulan lebih dari 0 derajat, itu sudah bisa dikatagorikan bulan baru (NEW MOON), ketentuan sudah dapat diprediksi dengan akurat. Daerah yang pertama kali melewati periode konjungsi otomatis lebih dulu mendapatkan bulan baru/awal bulan.

    Sekali lagi mohon maaf bila ada yang tidak sepakat. Selamat menunaikan ibadah Shaum. Semoga tetap menjaga ukhuwah dan persatuan. Siapa lagi yang menjaga bangsa Indonesia kalo bukan kita sendiri. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Sebaiknya saling memahami. Bagi yang berpatokan pada Arab Saudi pun harus dihargai.

    Wassalam

  659. Bisakah kita menganggap 1 Ramadhan pada tanggal misal 20 Juli 2012, tapi MEMULAI puasa tanggal 2 Ramadhan?????

    #PERTANYAAN

  660. Bisakah kita menganggap 1 Ramadhan pada tanggal 20 Juli 2012, tapi MEMULAI puasa tanggal 2 Ramadhan (21 Juli 2012)?????

    #PERTANYAAN

    • Tidak bisa. Awal Ramadhan = awal mulainya puasa sesuai dengan ketentuan syariah.

      • bukankah 1 ramadhan merupakan awal puasa?????

      • dan coba tanya teman2 bapak di LAPAN awal BULAN Ramadhan tanggal berapa dan awal PUASA tanggal berapa????

      • maaf salah omong 😀

      • 3 komen saya di atas diabaikan saja,,,
        Saya mau tanya:

        -Jika penentuan bulan baru kalender Qomariyah atau Hijriyah didasarkan kepada ketinggian hilal di atas ufuk (tanpa hrs terlihat oleh mata kepala), lalu kenapa setiap bulan Sya’ban yang ketinggian bulan sudah di atas ufuk (konjungsi) tapi tidak terlihat oleh mata besoknya tidak ditetapkan sebagai tanggal 1 (satu) ?

  661. KUBU IMKANUR RUKYAH DI OSLO TANPA RAMADHAN 1432H

    Saya akan tunjukkan bagaimana cara yang lebih ilmiah dan diakui masyarakat ilmiah dalam menetapkan methode/kriteria yang sahih. Namanya “proof by exhaustion”, methode penyingkiran alternatif lain. Dan yang akan saya singkirkan adalah validitas (kesahihan) kriteria Imkanur Rukyah dan methode rukyat. Dalam kasus, dengan menunjukkan 1 (satu) kasus saja yang membuat Imkanur Rukyah tidak berlaku/gagal, maka kriteria Imkanur Rukyah menjadi tidak sahih. Dan otomatis, kriteria wujudul hilal dan/atau lainnya (selain rukyat dan Imkanur Rukyah) tetap berlaku sampai dibuktikan gagal.

    Methode pengamatan hilal (rukyat) atau turunannya, mempunyai kelemahan. Penampakan bulan tidak mempunyai ritme yang tetap setiap tahunnya. Bulan tidak selalu muncul setiap harinya pada saat yang sama relatif terhadap matahari. Dan juga tidak selalu tenggelam pada waktu yang sama terhadap posisi matahari. Demikian juga benda-benda langit lainnya. Apalagi di wilayah di dekat kutub (utara dan selatan). Pada musim panas, siang hari menjadi lebih panjang. Dan sebaliknya pada musim dingin.

    Pada musim panas, ada masa-masa dimana hilal tidak muncul sama sekali diwilayah ini. Hilal terbenam sebelum magrib. Bulan muncul (sesudah magrib) setelah wujudnya sudah 25% atau 50% atau bahkan mendekati purnama, tergantung bagaimana cara rukyatnya. Dalam kondisi seperti ini methode dengan kriteria rukyat dan Imkanur Rukyah gagal.

    Contohnya adalah kasus Ramadhan tahun 2011 M atau 1432 H lalu di Oslo, ibukota negara nenek moyang Alice Norin.

    Hilal terbentuk pada tanggal 30-Jul-11 jam 20:40 waktu setempat (atau pukul 04:40 WIB tanggal 31 Juli di Indonesia). Tetapi hilal tidak pernah muncul di horizon, karena bulan terbenam 45 menit sebelum magrib.

    Catatan: di Indonesia karena hilal terbentuk bertepatan dengan tanggal 31 Juli 2011 hilal jam 04:40 dan ketika magrib pada tanggal tersebut sudah di atas 6º (atau berapapun) maka tanggal 1 Ramadhan 1432 H dimulai pada saat magrib 31 Juli 2011 dan puasa dimulai tanggal 1 Agustus 2011. Baik kubu hisab dan kubu rukyat punya waktu puasa yang bersamaan.

    Peta visibility hilal tgl 1 Agustus 2011. Di Oslo hilal belum nampak (lha hilal sudah terbenam sebelum magrib kok). Padahal di Indonesia sudah Puasa (1 Ramadhan 1433H).

    Bulan masih tenggelam sebelum magrib sampai tanggal 2-Agustus-11. Jadi belum bisa memenuhi kriteria rukyat atau Imkanur Rukyah. Mau 2º atau apapun tidak bisa, lha sudah di bawah horizon ketika magrib, bagaimana bisa dilihat? Jadi secara rukyat atau Imkanur Rukyah, Oslo belum memasuki 1 Ramadhan, belum boleh puasa!

    Tanggal 5 Agustus 2011, lima (5) hari sesudah Indonsia berpuasa, pada hari ini posisi bulan tertinggi mencapai 3º dimana menurut kriteria Imkanur Rukyah baru bisa dilihat. Sayangnya bulan sudah hampir ½ penuh. Bukan hilal lagi namanya, tetapi qamar. Jadi menurut kubu rukyat dan Imkanur Rukyah bahwa tahun 2011 M atau tahun 1432 H, tidak ada bulan Ramadhan di Oslo dan umat Islam di Oslo serta di wilayah sekitarnya tidak perlu puasa! Alasannya tidak ada hilal, yang ada qamar. Horeeeeee!!!! Alfred Almendingen, Alice Norin, Hasan Tiro, dan kaum muslimin disana bersorak, karena tidak usah berpuasa.

    Kalau ada yang mau pakai kriteria 6º (entah rukyat macam apa), maka yang dilihat adalah bulan menjelang purnama alias badar kamil.

    Bagaimana lebarannya di Oslo? Itu tidak usah dipikirkan. Lha, Ramadhannya tidak ada, bagaimana dengan akhir Ramadhan? Kalau mau dipaksakan, dengan rukyat akan semakin membingungkan.

    Tabel berikut ini bisa lebih menjelaskan lebih detail.

    Kubu Imkanur Rukyah Di Oslo Tanpa Ramadhan 1432H

    Read more: http://ekonomiorangwarasdaninvestasi.blogspot.com/2012/07/oslo-tanpa-ramadhan-musim-panas.html#ixzz1KHfrc9WM

    • Dalam penentuan waktu ibadah, ada masa-masa tidak normal. Bukan hanya dalam penentuan awal bulan, tetapi yang lebih sering adalah penentuan waktu shalat. Apakah kemudian tidak ada Ramadhan karena tidak mungkin ada rukyat atau dalam kasus waktu shalat tidak ada shalat isya atau shubuh karena tidak akhir syafat dan tidak ada awal fajar? Dalam kondisi seperti itu, waktu normal dan aderah normal disekitarnya bisa dijadikan rujukan. Jadi, kondisi tidak normal itu bukan masalah serius.

      • dan maka itu kita menggunakan perhitungan

      • Maka, saya menganjurkan mereka untuk mengacu kepada jam saja. Sama dengan yang terjadi di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Setiap shalat tak perlu lagi melihat posisi matahari. Cukup melihat jam tangan, atau jam dinding atau jam HP. Bahwa shalat Subuh di wilayah tropis adalah sekitar jam 4 sampai jam 5 pagi. Duhurnya, antara jam 12 sampai jam 3 siang. Asharnya jam 3 sampai jam 6 sore. Maghrib antara jam 6 sampai jam 7 petang. Dan Isya’ antara jam 7 sampai menjelang subuh.

        Pertanyaannya adalah: bagaimana dengan musim panas yang waktu siangnya bisa jauh lebih panjang? Bisa saja, Maghrib baru masuk pukul 10 malam. Atau di tempat yang lebih utara lagi bisa jam 11 atau 12 malam. Atau, bahkan tidak tenggelam? Saya menganjurkan kepada kawan-kawan saya itu agar tidak mempersoalkan matahari lokal. Yang harus dilihat adalah matahari tropis, di garis bujur yang sama. Karena, di garis bujur yang sama itu semua kota di berbagai negara pasti memiliki jam yang sama. Cuma berbeda posisi mataharinya. Yang dijadikan patokan adalah kota di negara tropis dimana matahari bergerak secara seimbang, pada kawasan 23,5 derajat lintang utara, dan 23,5 derajat lintang selatan.

        Contoh gampangnya begini. Jika di Surabaya sedang jam 12 siang, maka kota-kota di garis bujur yang sama adalah jam 12 siang juga. Di bagian utara adalah kota-kota di Cina, Mongolia, dan Rusia, semua yang segaris bujur sedang berada di jam 12 siang. Demikian pula di belahan selatan, mulai dari pantai barat Australia sampai ke Antartika. Bedanya, ketika di belahan utara Bumi sedang Musim Panas, maka di belahan selatan sedang musim dingin.

        Yang di utara siangnya lebih panjang, sedangkan yang di selatan malamnya lebih panjang. Tapi semua kawasan yang segaris dengan Surabaya itu berada di jam 12 siang. Meskipun di belahan selatan sedang puncak musim dingin, dan langitnya gelap seperti malam hari, substansinya kawasan itu sedang berada di siang hari. Jadi, kalau mau shalat Duhur, tidak usah menunggu matahari musim panas yang baru datang beberapa bulan lagi. Laksanakan saja shalat Duhur pada ‘malam hari’ itu. Karena, sebenarnya, meskipun langit sedang petang, sesungguhnya itu adalah jam 12 siang..!

        Demikian pula, pada saat tengah malam di Surabaya. Katakanlah sedang jam 12 malam. Kawasan-kawasan yang sedang mengalami puncak musim panas, pasti sedang terang benderang. Kalau Anda ingin shalat Tahajud, Anda tidak perlu menunggu sampai mataharinya tenggelam di musim dingin yang baru akan datang beberapa bulan lagi. Lakukan saja shalat Tahajud di ‘siang hari’ itu. Karena sesungguhnya, itu adalah jam 12 malam, cuma sedang dihadiri oleh matahari. Sehingga, terjadilah shalat Tahajud di siang hari, Duhur di malam hari..!

        http://www.facebook.com/notes/agus-mustofa/tafakur-ramadan-8/10150947833216837

      • Ass wr wb.

        Berikut ini adalah komentar saya pada artikel ” Tahajud siang hari, duhur malam hari” dlm blog http://www.catatanagusmustofa.wordpress.com.

        Ass wr wb.
        Pak Agus Mustofa Yth., saya memahaminya dari sisi lain, yaitu bahwa semua tempat dipermukaan bumi ini mempunyai kodrat masing2 sehingga jumlah jam dalam satu hari berbeda karena yang dinamakan “satu hari” adalah sejak terbitnya matahari hingga saat terbenamnya matahari sesuai gerak semu matahari akibat rotasi bumi.
        Oleh karena itu pedoman jadwal sholat dan puasa menurut pemahaman saya adalah tetap mengacu pada posisi matahari sesua dalil syar’i.
        Sebagai contoh, untuk wilayah yang paling ekstrim dimana siang dan malamnya sama-sama panjang waktunya (lebih kurang 4320 jam = setengah tahun) mempunyai kodrat sendiri yaitu “satu hari” + “satu malam” = 1 tahun sehingga umat muslim yg bermukim disana hanya sekali sholat fardhu 5 waktu dalam satu tahun.
        Sedangkan mengenai puasa, karena utk berpuasa selama 4320 jam adalah hal yg “berat” atau “sulit”, maka sesuai Al Qur’an mereka berhak tidak puasa dan hanya membayar fidyah.
        Oleh karena itu menurut yang saya pahami, tahajud siang hari, dhuhur malam hari dan puasa malam hari adalah tidak mengikuti Al Qur’an dan Hadist.
        Wass wr wb.

      • ‘’… Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al Qur’an…’’ [QS. Muzzammil: 20].

      • “…..Dalam kondisi seperti itu, waktu normal dan aderah normal disekitarnya bisa dijadikan rujukan. Jadi, kondisi tidak normal itu bukan masalah serius.”

        @Pak Djamaluddin: bukannya itu bertentangan dengan Hadits yang menyatakan bahwa berpuasalah ketika melihat hilal,,

        dan kalau di Oslo tidak melihat hilal maka maka benar kalau tidak ada Ramadhan pada saat itu kalau berpegang pada Ru’yat maupun Imkanur Ru’yat,,

      • Perintah puasa ada di QS.2:183-189. Bila menyaksikan masuknya Ramadhan, maka perpuasalah. Bagaimana menentukan Ramadhan? Hadits Nabi memberikan operasionalnya dengan rukyat. Tetapi ayat-yat lain di dalam Al-Quran mengisyaratkan alternatif cara penentuan. https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/28/hisab-dan-rukyat-setara-astronomi-menguak-isyarat-lengkap-dalam-al-quran-tentang-penentuan-awal-ramadhan-syawal-dan-dzulhijjah/

      • tapi dari data diatas Oslo tidak dapat melihat hilal ketika menggunakan Ru’yat maupun Imkanur Ru’yat jadi akan terjadi masalah, yaitu tidak ada Ramadhan karena tidak dapat melihat HILAL,,,,

      • menurut saya wujudul hilal bisa digunakan untuk membuat kalender dan menentukan awal bulan Ramadhan “Lebih Baik” daripada Imkanur Ru’yat,,,,
        Karena:
        “Jika garis pemisah antara akhir bulan dan awal bulan adalah titik nol, maka bila bergeser walaupun hanya 1 derajat maka itulah awal bulan. Sebagaimana yang telah kita ketahui dalam pelajaran geografi SMA (SMApun telah dipelajari) bahwa saat konjungsi/ijtima’ itu adalah bentuk bulan baru “NEW” saat ini bulan benar-benar tidak terlihat. Naah… kapan bisa teramatinya ini yang menjadi masalah. Akan tetapi bila kita berpatokan pada awal bulannya, dan para ahli sudah dapat memprediksinya dengan akurat, tentu akan mudah ditentukan jauh sebelum “bulan baru”itu dapat terlihat.”

        Ini sebenarnya hanya masalah “Lebih Baik” yang mana antara Wujudul Hilal dan Imkanur Ru’yat

    • Ass wr wb.

      Pak IIKKI,

      “Penampakan bulan tidak mempunyai ritme yang tetap setiap tahunnya. Bulan tidak selalu muncul setiap harinya pada saat yang sama relatif terhadap matahari. Dan juga tidak selalu tenggelam pada waktu yang sama terhadap posisi matahari”.
      Hal itu saya pahami sebagai “kodrat” Allah SWT yg pasti, krn itu jika iptek berusaha untuk menetapkan kepastiannya harus dilakukan riset yg sangat panjang.

      Kalau kemudian ternyata dalil syar’i menetapkan “bulan baru” ditandai dengan “penampakan hilal” yg oleh iptek belum bisa ditetapkan kepastiannya, maka hisab atas penampakan hilal juga tidak bisa menghasilkan ketetapan yg pasti. Ini berarti kriteria apapun yg digunakan dlm metode2 hisab yg ada juga tidak bisa mermberikan ketetapan yg pasti mengenai penampakan hilal.

      Kesimpulannya, dengan banyaknya kriteria metode hisab yg ada, sebagai ilmuwan yg arif tidak bisa “fanatik” pada satu kriteria saja, melainkan harus bijaksana dimana kepastian penampakan hilal harus dilakukan berdasar “rukyat” sebagai pembuktian atas prediksi dr setiap kriteria metode hisab yg ada.
      “Proof by exhaustion”, methode penyingkiran alternatif lain dimana yang akan disingkirkan adalah methode rukyat, adalah tindakan “putus asa” dlm usaha mencermati “penampakan hilal” yg berujung pada sikap “mengabaikan” ketentuan Allah SWT.

      Wass wr wb.

  662. Mohon maaf bila tidak sepakat..

    Bagi saya pribadi, dalam memahami hadist ” Berpuasalah kamu ketika melihat hilal” adalah “berpuasalah kamu ketika melihat awal bulan”.

    Yang terpenting disini adalah ‘awal bulan’nya, bukan ‘melihat’nya. Karena pada zaman itu penglihatan masih menjadi patokan, dan perhitungan yang akurat belum ditemukan. Ketika astronomi dan geografi telah berkembang pesat, dan kaum muslimin pun telah tersebar di seluluh dunia, maka perlu konsep dan metode yang bisa menyelesaikan permasalahan pergantian awal bulan itu.

    Kita sangat membutuhkan para ahli astronomi, geografi, matematik, juga ahli agama yang bisa berkolaborasi agar bisa menghasilkan patokan-patokan waktu yang bisa dipakai umat sesuai dengan letak geografisnya.

    Kalo kita terus-terusan berdebat kusir, tentu tidak akan menghasilkan karya agung untuk diwariskan pada anak cucu kita. Ya ga, sodara-sodara??

    Sebagai pertimbangan ada pemikiran logis dari komentator sebelumnya yang saya juga sependapat, yaitu; Jika garis pemisah antara akhir bulan dan awal bulan adalah titik nol, maka bila bergeser walaupun hanya 1 derajat maka itulah awal bulan. Sebagaimana yang telah kita ketahui dalam pelajaran geografi SMA (SMApun telah dipelajari) bahwa saat konjungsi/ijtima’ itu adalah bentuk bulan baru “NEW” saat ini bulan benar-benar tidak terlihat. Naah… kapan bisa teramatinya ini yang menjadi masalah. Akan tetapi bila kita berpatokan pada awal bulannya, dan para ahli sudah dapat memprediksinya dengan akurat, tentu akan mudah ditentukan jauh sebelum “bulan baru”itu dapat terlihat. Entah mengapa walau saat ini pemikiran tersebut belum bisa sepenuhnya diterima, saya yaqin suatu saat dapat disepakati.

    Salam Hangat..

    • mohon maaf tapi saya sepakat dengan mas aris 🙂

    • Ass wr wb.

      Memang benar Tori Newmoon ada di buku pelajaran geografi dan astronomi, tetapi teori itu “tidak Islami” krn tdk sejalan dg dalil syar’i.

      Teori Astronomi ttg “bulan baru” yg Islami adalah :

      Hadist Riwayat Bukhari, Muslim no.656 berbunyi : Abu Hurairah r.a. berkata : Nabi SAW bersabda : Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berhari rayalah karena melihat hilal, maka jika tersembunyi daripadamu maka cukupkan bilangan Syakban tiga puluh hari.
      Kesimpulannya, awal puasa adalah awal bulan Ramadhan yaitu esok hari setelah akhir bulan Syakban dimana akhir bulan Syakban bisa di hari ke 29 dan bisa pula di hari ke 30 tergantung penampakan hilal.
      Bila pada hari ke 29 bln Syakban saat magrib sudah terlihat hilal, maka akhir bulan Syakban adalah hari ke 29 dan awal Ramadhan adalah esok harinya.
      Sedangkan bila pada hari ke 29 saat magrib tidak terlihat hilal, maka akhir bulan Syakban adalah hari ke 30 (“cukupkan bilangan Syakban tiga pulubh hari”) dan awal Ramadhan adalah esok harinya.
      Jadi isyarat Allah SWT ttg awal bulan hijriyah yang disampaikan melalui Nabi Muhamad SAW berupa H.R.Bukhari, Muslim no.656 tersebut diatas bukan sekedar dalil syar’i tetapi justru merupakan sumber dari segala sumber Ilmu Astronomi Islam.

      Wass wr wb.

    • Ass wr wb.

      Teori Newmoon yg mengatakan bahwa konjungsi/ijtimak merupakan “akhir bulan” shg “bulan baru” dimulai pd detik pertama setelah itu, padahal saat itu masih dlm keadaan “bulan mati” adalah tidak sejalan dg Hadist Riwayat Bukhari, Muslim no.656 yg merupakan Teori Astronomi Islami ttg “bulan baru” yg menjelaskan bahwa “akhir bulan” adalah saat berakhirnya “bulan mati” dan beberapa saat setelah itu barulah dimulai “bulan baru” yg ditandai dengan adanya “penampakan hilal”.

      Wass wr wb.

      • Assalamu’alaikum wr.wb.

        Sangat menghargai apa yang telah diuraikan mas bambang dan komentator yg senada dengan itu.

        Saat konjungsi/ijtima’ adalah bulan mati. setelah bergeser maka mulailah ‘bulan baru’. Saya ingat Prof tdjamaludin mengatakan bahwa salah satu kesulitan melihat penampakan hilal, walaupun dengan alat adalah karena panjang gelombang cahaya hilal dengan cahaya senja sama, sebab kedua cahaya tersebut sama-sama berasal dari cahaya matahari. Selain itu jika pengamatan hanya skup lokal dengan kondisi iklim yang hampir merata maka bila hilal tertutup mendung, maka tetap akan sulit terlihat. Dan pernah terjadi pada tahun 2012 (tahun yang diamati), sholat ied ternyata dilakukan setelah hilal tua muncul (seharusnya tanggal 2 syawal). Naah.. inilah yang membuat kita sangat membutuhkan para ahli untuk mengadakan riset panjang agar dapat menetapkan pergantian bulan komariah dengan tepat, sebagaimana kita bisa menetapkan pergantian jam, juga tahun komariah. Agar saat menetapkan awal bulan tidak terjadi kerancuan, ketidak konsistenan, suatu saat tanggal 1 terjadi saat hilal 3 derajat, satu saat tanggal 1 terjadi saat 6,2 derajat. Makanya dalam al Quran ayat-ayat astronomi dan perhitungan pergiliran siang dan malam sangat jelas, karena sangat penting. Allah SWT sangat teliti dalam seluruh penciptaan mahluknya. Bahkan dalam tubuh tumbuhan pun ada keberaturan dan ketelitian .. Subhanllah… sangat diperhatikanNya.

        Kami juga tidak meragukan HR Bukhari yang sering sekali dijelaskan dengan gamblang dan perfect., tapi dalam memahaminya agak berbeda. Suatu saat bila gedung-gedung pencakar langit, teknologi pencahayaan semakin canggih, polusi semakin tinggi, saya yaqin metode hisab ini sangat dibutuhkan, terutama untuk muslimin/at di wilayah-wilayah yang sangat sulit melihat penampakan hilal. Selain itu teknologi yang canggih sudah dapat memetakan peredaran planet-planet, sehingga bisa diprediksi the Next periode-nya. Tapi tetap perlu ada riset panjang untuk pencatatan dalam kurun periode minimal 10 tahun memahami sifat hilal yang bisa tampak oleh mata manusia.
        Bumi Allah sangat luas bagi makhluk kecil bernama manusia, sehingga manusia bisa tersebar di seluruh belahan bumi dengan kondisi geografis yang berbeda.
        Wallahu ‘alam bishshowab.

        Sekali lagi mohon maaf bila tidak sependapat, mohon dimengerti.
        Salam Hangat

        Wassalam

      • Ass wr wb.

        Mas Aris, mengenai “suatu saat tanggal 1 terjadi saat hilal 3 derajat, satu saat tanggal 1 terjadi saat 6,2 derajat”, itu adalah kodrat karena wilayah yg pertama kali melihat hilal (ILDL) setiap bulan selalu berubah yaitu bergeser ke timur, sedangkan dlm satu hari satu malam pergerakan bulan sudah mencapai lebih kurang 12 derajat. Jadi Indonesia dan semua wilayah dipermukaan bumi setiap bulan tidak akan melihat hilal pd derajat ketinggian yg sama melainkan selalu berubah pada derajat ketinggian antara lebih besar dr 0 derajat dan lebih kecil dr 12 derajat tergantung letak ILDL pada bulan itu.
        Saya sependapat bahwa memang perlu diadakan riset panjang untuk memberikan kepastian ttg penampakan hilal terutama derajat ketinggiannya di wilayah ILDL shg bisa dijadikan patokan untuk wilayah2 lain dipermukaan bumi. Hanya saja yg saya khawatirkan adalah kemungkinan bahwa derajat ketinggian penampakan hilal setiap bulan di wilayah ILDL tsb juga tidak tetap (“dinamis”).

        Sedangkan mengenai “melihat” penampakan hilal, saya juga sependapat bahwa kemampuan “melhat” penampakan hilal telah berproses dr hanya dg mata telanjang hingga sekarang dg teropong mutakhir dan kemungkinan dimasa datang akan ditemukan alat yg lebih canggih sehingga bisa menembus “persembunyian” hilal.
        H.R.Bukhari,Muslim berkenanan juga mengisyaratkan bahwa………maka jika “tersembunyi” daripadamu maka cukupkan bilangan Syakban tiga puluh hari…………………
        Artinya, meskipun sudah ada hilal tetapi jika masih “tersembunyi” maka belum bisa dikatakan telah masuk awal bulan.

        Wass wr wb.

  663. Assalamu’alaikum..

    Alhamdulillaah… walaupun ada perbedaan dalam memahami hilal awal bulan, tapi kita tetap ada satu kesamaan pendapat, yaitu penting dilakukan riset untuk mengatasi permasalahan ini. Trims atas perhatian dan tanggapannya.

    Tentang derajat ketinggian dan pergeseran, juga letak geografis permukaan bumi, justru itulah yang menyebabkan pentingnya hisab.
    Saya pribadi sangat memahami keyakinan mas Bambang dan juga sodara2 yg lainnya.

    Keterangan2 mas Bambang , terutama prof Tdjamaludin, membuat sy yaqin begitu pentingnya hisab. Ada juga dalil hadist yang digunakan pengguna ru’yah dan juga pengguna hisab; ” Rasulullah bersabda,’Jika kalian melihat hilal, maka shaumlah kalian. Dan jika kalian melihat hilal(syawal), maka berbukalah kalian. Jika awan menyelimuti kalian, maka hendaklah kalian menghitungnya.” (HR Bukhari{no:1900}, Muslim {no1797} dari Ibnu Umar, dan ada beberapa yang senada dengan ini dg sanad yang berbeda.

    Juga dalam Al Qur’an yang mengisyaratkan umat islam untuk menghisab, agar kita tahu perhitungan waktu, mengetahui bilangan tahun dari pergeseran matahari dan bulan. Mungkin sudah banyak yang mengetahuinya, a.l.: QS Yunus:5, Al Israa’:12, Al An’am 96. Juga sejak jaman dulu sudah banyak ulama-ulama yang membolehkan hisab termasuk jg Muhammad Rasyid Ridha, Musthafa Ahmad AzZarqa, Yusuf alQordhowi, juga KH Ahmad Dahlan. Dengan metode hisab ini, kelemahan dalam pengamatan hilal dapat diminimalisir. Mudah-mudahan akan pula ditemukan teropong yang bisa secara langsung mengamati hilal yang tertutup benda-benda yang menyelimuti atmosfir bumi, agar kita dapat lebih yakin dalam menetapkan awal bulan.

    Ketika diantara kita ada yang baru melaksanakan shaum atau shalat ied saat malamnya baru melihat hilal diatas ufuk dengan ketinggian 6-12 derajat (tampak hilal tua) tentu dengan keyakinan bahwa besok baru awal bulan, siapa yang bisa melarang? Khilafiyah sudah ada dalam sejarah penentuan awal bulan.

    Tapi saat kita tahu berdasarkan hisab, hilal sudah Wujud (belum bisa teramati kita, namun kita sudah mendengar kabar dari saudara kita laki-laki muslim yang adil dengan posisi geografis yang berbeda bahwa hilal sudah terlihat dan kita bisa mendpat kabar dengan cepat dalam hitungan detik kabar tersebut sudah sampai) dan kita yaqin itu adalah benar. Apakah kita harus menundanya sampai 24 jam?? Tentu akan ada perang di bathin kita jika kita menundanya sampai esok hari, “Ini sudah tanggal 2, bukan tanggal 1.”

    Nah begitulah, mas. Pernah kita shaum lebih dahulu dan shalat Ied lebih dahulu, kita selalu menghormati sodara-sodara kita yang belum melaksanakan. Kita tidak memukul bedug, mengganggu saudara kita yang belum melaksanakannya, dan kita bersilaturahim pada keesokan harinya. Jika ada saudara kita yang tidak mengerti, Mohon maaf yang sebesar-besarnya.

    Together we’re stronger
    Wassalam

    • NB: oh iya… maaf mas, sbetulnya saya perempuan.

    • Ass wr wb.

      Mbak Aris, maaf juga atas kesalahan saya menyebut “mas”.

      Mengenai …………….Tapi saat kita tahu berdasarkan hisab, hilal sudah Wujud (belum bisa teramati kita, namun kita sudah mendengar kabar dari saudara kita laki-laki muslim yang adil dengan posisi geografis yang berbeda bahwa hilal sudah terlihat dan kita bisa mendpat kabar dengan cepat dalam hitungan detik kabar tersebut sudah sampai) dan kita yaqin itu adalah benar. Apakah kita harus menundanya sampai 24 jam?? Tentu akan ada perang di bathin kita jika kita menundanya sampai esok hari, “Ini sudah tanggal 2, bukan tanggal 1.”………………..

      Jika penampakan hilal sdh terjadi di wilayah ILDL, maka karena adanya konvensi internasional yg menetapkan IDL (International Date Line = garis perubahan hari dan tanggal internasional) pd bujur 180 derajat, maka hari dan tgl dimulainya “awal bulan” di wilayah lain dipermukaan bumi ini belum tentu sama dg wilayah ILDL, yaitu :
      1. Utk wilayah dr ILDL ke barat hingga IDL, hari dan tanggal
      dimulainya awal bulan sama dengan ILDL.
      2. Utk wilayah dr ILDL ke timur hingga IDL, hari dan tanggal
      dimulainya awal bulan lebih lambat satu hari dari ILDL.

      Wass wr wb.

      • @mas bambang :
        ada kesalahan redaksional seharusnya ada kata “agak” dengan kata lain tidak terlalu berbeda.

        ILDL penting disepakati untuk menetapkan garis tanggal hijriah. Jika diteruskan akan bertambah panjang pembahasannya. Sudah banyak ahli falak dan ru’yah terutama yang memakai metode imkanu ru’yah yang sangat faham tentang ini. Pada akhirnya harus disepakati visibilitas/penampakan hilal yang tertangkap oleh penglihatan, kembali pada kiteria irtifa’, sudut elongasi dsb., yang sampai saat ini masih ada perdebatan.

        Tetap membutuhkan saling pengertian diantara kita, karena masing-masing memiliki dasar yang saya fikir tidak menyalahi aturan. Karena perbedaan mindset maka tidak bisa salah satu memaksakan kehendaknya karena masalah keyakinan dalam menggunakan metode dan pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan penetapan awal bulan ini.

        Saya sependapat dengan mas iikkii. kasus di Oslo adalah salah satu contoh, juga saudara-saudara kita di finlandia, dan beberapa belahan bumi lainnya. Tapi memang tetap perlu dilakukan riset panjang untuk menetapkan awal bulan supaya bisa tenang dalam melaksanakan ibadah, tidak ada kekhawatiran/was-was, awal bulan koq bulan sabitnya besar? tampaknya ini bulan sabit tua/akhir (waning crescent). Sementara bulan sabit muda cahayanya sangat tipis dan belum terlalu terang. Selain itu dapat kita amati saat pertengahan bulan (bulan purnama) bagaimana bentuk bulannya.
        Kita sangat membutuhkan ahli seperti Prof tdjamaludin, beliau sangat faham dalam perhitungan. Posisi geografis, peredaran sideris dan sinodis bulan, dsb.

        Trims atas perhatian dan tanggapannya. Selamat menunaikan ibadah puasa. Salam damai. Semoga kita semua mendapat berkah Allah SWT. Amiin

      • Ass wr wb.
        Mbak Aris, mengenai kasus di Oslo, Finlandia dll, itu juga kodrat Allah SWT. Semua tempat dipermukaan bumi ini mempunyai kodrat masing2 dimana jumlah jam pada siang hari dan malam hari tidak sama disemua tempat. Bahkan di wilayah2 ekstrim, siang harinya dan malam harinya = 1/2 tahun (1/2 x revolusi bumi) sehingga sehari-semalam = satu tahun (satu revolusi bumi) atau dengan kata lain bahwa ditempat tersebut selama setahun matahari terbit dan terbenam hanya sekali sehingga sholat fardhu yg 5 waktu hanya kita lakukan masing2 satu kali dlm setahun.
        Jadi kandungan Al Qur’an dan Hadist (dalil syar’i) adalah universal dan fleksibel dapat diterapkan di mana saja diseluruh jagad raya ini disesuaikan dengan kodrat masing2.
        Dengan demikian, dengan wawasan global kita tidak perlu risau kalau ada perbedaan cara penerapan dalil syar’i diantara tempat2 di seluruh permukaan bumi ini karena itu sudah sesuai dengan kodrat masing2.
        Senang dapat tukar pendapat dg mbak dan selamat menunaikan ibadah puasa juga.
        Wass wr wb.

      • Assalamu’alaikum wr. wb.

        saya punya pertanyaan, kalau di Oslo tidak dapat melihat bulan bagaimana pemecahan masalahnya???

        1. Tidak usah puasa
        2. Mengikuti negara lain
        3. buat jawaban sendiri

        Wasslamu’alaikum wr. wb.

      • Ass wr wb.
        Pak mirzaislamblog, jawabannya adalah yg no.3 yaitu buat jawaban sendiri, karena untuk kasus Oslo ini sebaiknya dilakukan penelitian yg seksama terhadap pergerakan bulan disana. Jika sudah diketahui siklus pergerakan bulan (kodratnya), gunakan AL Qur’an an Hadist untuk mengambil sikap.
        Contoh untuk wilayah2 ekstrim yg siang harinya dan malam harinya = 1/2 tahun (1/2 x revolusi bumi) sehingga satu hari (sehari-semalam) = satu tahun (satu revolusi bumi) atau dengan kata lain bahwa ditempat tersebut selama setahun matahari terbit dan terbenam hanya sekali. Karena untuk berpuasa selama setengah tahun berturut-turut umat muslim marasa “berat” dan “sulit”, maka dalil syar’i menyebutkan boleh tidak berpuasa tetapi harus membayar fidyah.
        Wass wr wb.

  664. Kalu pemahaman soal melihat hilal diterjemahkan begini gimana: ada hadist yang supaya kita belajar berkuda, gulat dam memanah, nah kudanya ganti mobil atau pesawat. memanahnya ganti menembak dg senapan atau yg lebih canggih (unttuk tentara). kalau melihat hilal dihitung secara astronomi saja karena sekarang ilmunya sudah sangat cukup apa masih kurang? kalau saya koq mikirnya ya sudah jaman modern dan sudah ada ilmunya, kita kan diminta untuk “membaca” atau belajar juga tho? kalau yang beda sehari kan ya sama aja seperti pakai tanggalan biasa..

  665. 1. jika ketinggian hilal > 6* maka gunakan Imkanur Rukyat
    2. jika ketinggian hilal < 6* maka gunakan Wujudul Hilal

    pertimbangan:
    1. menggunakan Imkanur Rukyat
    a. “Berpuasalah kamu karena melihat dia [hilal] dan berbukalah kamu karena melihat dia [hilal].”

    b. dengan derajat 6* lebih mendekati kreteria astronomi untuk bisa melihat hilal dengan jelas tanpa keraguan sehingga tidak menimbulkan polemik

    2. menggunakan Wujudul Hilal
    a. “Jika kamu melihat dia (hilal) maka berpuasalah kamu, dan jika kamu melihat dia (hilal) maka berbukalah, jika pandangan kamu terhalang mendung maka perkirakanlah.”

    b. kreteria WH memastikan terlihatnya hilal muncul di 180* bujur barat meskipun belum terlihat di tempat lain sehingga lebih cocok dipakai untuk rukyat global atau kalender internasional

    meskipun begitu ini tetap tidak bisa digunakan untuk membuat kalender, namun bisa dipakai untuk sementara waktu,,

    from: mas Sterie

  666. Ass wr wb.
    Mengenai QS. Al Baqarah: 185 yang berisi perintah melaksanakan puasa pada saat menyaksikan datangnya syahru Ramadhan, berdasarkan “hirarki” dalil syar’i, saya memahaminya sebagai “peraturan umum” yang masih memerlukan penjelasan rinci terutama ttg “kapan” syahru Ramadhan itu dimulai.
    Dan dalil syar’i yg menjelaskan “kapan” syahru Ramadhan itu dimulai adalah H.R.Bukhiari,Muslim yang memberi petunjuk bahwa awal syahru Ramadhan adalah pada akhir syahru Sya’ban, bisa pada hari ke 29 dan bisa pada hari ke 30, yang ditandai dengan “penampakan hilal”.
    Dengan demikian QS Al Baqarah 185 dan HR Bukhari,Muslim tsb tidak dapat ditempatkan pada posisi yang saling bertentangan, melainkan merupakan satu paket perintah dan petunjuk dimana QS Al Baqarah 185 adalah sebagai “peraturan umum” dan HR Bukhari,Muslim tsb sebagai “petunjuk teknis”nya.
    Oleh karena itu, jika ada metode hisab yg hanya menggunakan QS Al Baqarah 185 dan “mengabaikan” HR Bukhari,Muslim tsb bahkan memilih menggunakan “petunjuk teknis” DILUAR dalil syar’i,. sama artinya menggunakan dalil syar’i yg “tidak utuh”.
    Kalau sudah disediakan yang UTUH mengapa memilih yang TIDAK UTUH.
    Wass wr wb.

    • “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” – (QS.10:5)

  667. apakah postingan saya diatas membahas tentang surat al-baqarah????

  668. Kenapa Muhammadiyah menggunakan metode Hisab ? Karena Zaman Modern sekarang tidak bisa disamakan pd zaman rasulullah Saw.

    Jika kita mengacu pada hadist :

    No. Hadist: 1774

    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ

    Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami Malik dari ‘Abdullah bin Dinar dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Satu bulan itu berjumlah dua puluh sembilan malam (hari) maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlahnya menjadi tiga puluh”. ( HR.Bukhari )

    Jelas hadist diatas sudah tidak sesuai dengan zaman modern sekarang , walaupun hadist itu shahih , tetapi rasulullah saw juga bersabda :

    No. Hadist: 1780

    حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ قَيْسٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ

    Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu’bah telah menceritakan kepada kami Al Aswad bin Qais telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Amru bahwa dia mendengar Ibnu’Umar radliallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kita ini adalah ummat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung satu bulan itu jumlah harinya segini dan segini, yaitu sekali berjumlah dua puluh sembilan dan sekali berikutnya tiga puluh hari”. (HR.Bukhari)

    rasulullah saw berkata jujur dengan polos , bahwa zaman beliau itu zaman yg ummi=buta huruf artinya jaman masih banyak kebodohan , tidak secanggih teknologi sekarang ini . jadi Hadist tidak bisa mentah2 diartikan begitu saja tanpa dipertimbangkan dengan kondisi modern, itulah fungsinya muhammadiyah sbgai gerakan tajdid pembaharuan.

  669. dalam ilmu falak astronomi zaman rasulullah saw Belum bisa dibuktikan dengan teknologi, karena waktu itu masih zaman ummi, tp setelah era teknologi modern Hisab ternyata bisa dibuktikan oleh team ahli astronomi , dan semua ahli astronomi justru menganjurkan HISAB karena tingkat akurasinya lebih tinggi dibanding rukyat yg kadang banyak kesulitan , dan jumlah 1 bulan itu tidak kurang dari 29 hari, walapun kita berbeda dalam metode hisab dan rukyat,terkadang mereka ada yg puasa penuh 29 hari , terkadang mereka yg menggunakan rukyat puasa penuh menggenapkan 30 hari, itu jg benar tdk bertentangan, karena 1 bulan tdk kurang 29 hari. sesuai sabda rasulullah saw :

    No. Hadist: 1777

    حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آلَى مِنْ نِسَائِهِ شَهْرًا فَلَمَّا مَضَى تِسْعَةٌ وَعِشْرُونَ يَوْمًا غَدَا أَوْ رَاحَ فَقِيلَ لَهُ إِنَّكَ حَلَفْتَ أَنْ لَا تَدْخُلَ شَهْرًا فَقَالَ إِنَّ الشَّهْرَ يَكُونُ تِسْعَةً وَعِشْرِينَ يَوْمًا

    Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim dari Ibnu Juraij dari Yahya biun ‘Abdullah bin Shayfiy dari ‘Ikrimah bin ‘Abdurrahman dari Ummu Salamah radliallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersumpah untuk tidak mendatangi para isteri Beliau selama satu bulan. Ketika telah melewati dua puluh sembilan hari, Beliau keluar untuk mendatangi mereka pada pagi hari atau siang hari. Lalu dikatakan kepada Beliau; “Lho, baginda telah bersumpah untuk tidak mendatangi mereka selama sebulan. Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Satu bulan itu bisa jadi berjumlah dua puluh sembilan hari”. (HR.Bukhari)

  670. Ass Wr wb.
    Dengan menggunakan mapping zone cressent visibility disertai pemahaman ILDL, ternyata semua kandungan Al Qur’an dan Hadist tentang bulan2 hijriyah memang benar adanya.
    1. ILDL adalah wilayah dimana hilal pertamakali dilihat dipermukaan
    bumi ini.
    2. Awal bulan hijriyah dimulai setelah hari ke 29 bulan hijriyah
    sebelumnya utk wilayah disebelah “barat” ILDL hingga IDL (garis
    tanggal internasional di bujur 180 derajat).
    Sedangkan untuk wilayah disebelah “timur” ILDL hingga IDL awal
    bulan hijriyah dimulai pd hari berikutnya.
    3. Jumlah hari dalam setiap bulan hijriyah juga tidak seragam, yaitu :
    a. 29 hari untuk wilayah dr ILDL bulan hijriyah berjalan “kebarat”
    hingga wilayah ILDL bulan hijriyah yang lalu
    b. 30 hari untuk wilayah dr ILDL bulan hijriyah berjalan “ketimur”
    hingga wilayah ILDL bulan hijriyah yang lalu.
    Jadi meskipun Rasulullah SAW berkata jujur dengan polos , bahwa zaman beliau itu zaman yg ummi=buta huruf artinya jaman masih banyak kebodohan, namun yang disampaikan (Al Qur’an dan Hadist) adalah petunjuk di Allah SWT yg tidak diragukan kebenarannya bagi umat Islam yang ber-IMAN / haqqulyaqin.
    Wass wr wb.

  671. lucu, kok sesama muslim saling2 gontok2an…??? tanya kenapa?

    • sok aja “Tahlilan” diusik pasti rame misalnya yg tahlilan tdk mementingkan persatuan karena “tahlilan” hanya dijalankan oleh sgelintir ummat Islam di dunia. Kalo tak diusik damai damai aja kan?
      begitu pun soal perbedaan penetapan awal bulan, dari dulu juga sering berbeda adem ajah, sekarang2 ini ajah pada rame, jadi gontok gontokan siapa yg salah coba ????????????

  672. Memang betul P T.Djamaludin , banyak yang ahli hisab tidak ahli ilmu falaq atau ilmu astronomi , ya begitu jadinya ada hisab yang anti rukyat , padahal hisab dan rukyat kedudukannya sejajar

  673. Buktinya Muhammadiyah kompak kok dengan negara Arab dan bahkan Malaysia, hehe.. Sudahlah, buang faham kuno itu, ini jaman tehnologi canggih.. Prediksi secara Astronomi Sudah bisa menentukan posisi Hilal secara akurat.. Di dalam QS Yaasiin ayat 40 sama sekali tidak berselisih dengan temuan sains. Terlebih lagi secara saintis, kita semua memahami bahwa bulan memang bergerak pada garis edarnya mengelilingi bumi, dan matahari bergerak pada garis edarnya mengeliilingi pusat galaksi. Jadi, kedua-duanya memang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk bergerak di garis edarnya masing-masing. So, Jangan sampai lebaran kali ini akibat gara-gara kebodohan pemerintah, si Hilal jadi kambing congek yang membuat Indonesia jadi bahan tertawaan negara OKI dan gulai lontong pun jadi basi.. ;D

  674. Wahai saudaraku, untuk apa berdebat dalam hal isbat dan hisab agama itu merupakan keyakinan kalau kita yakin muhammadiyah benar ya ikuti, kalau merasa NU benar ya ikuti. semua tergantung hubungan kita sama yang maha kuasa, Pemerintah punya kewajiban untuk memimpin umatnya namun ya harus dilihat aspek apa yang pemerintah gunakan. jangan hanya melihat Organisasi. sekarang kita lihat Agama kita sudah terpecah-pecah dengan banyaknya kelompok coba ini yang di satukan menjadi satu. Walau kita lihat perhitungan Muhammadiyah untuk beberapa tahun ini bisa dibilang sukses namun kita wajib melihat hilal. nah yang jadi pertanyaan kalau hilal tidak kelihatan bagaimana ?

  675. Dengarkan doa,ku ..Ya Allah…!
    Ya..Allah Tuhanku..aku mau salat dzuhur, matahari sudah melewati kepala,..tapi kok masih jam 9 pagi..padahal engkau tau ,ini jam mahal baru di beli, buatan made in japan yang satu buatan amerika,.. tidak mungkin rusak….jam ini dibuat berdasarkan hisab yang sangat hakiki, sangat teliti ,sangat akurat.. tidak mungkin salah, ..jadi engkau yang harus mengeser mataharimu ke timur,.. agar sesuai dengan jam ini ..ya Tuhanku… apakah mereka benar,..Engkau Tuhan yang jadul ,Rasulmu gaptek dan ayat-ayatmu tidak sesuai jaman, Ya … Tuhanku…sekarang, sekarang manusia sudah canggih sudah pinter sanggat jenius,..mereka bisa tau dimanapun kau sembunyikan bulan, mereka sudah faham dimanpun kau letakan matahari,..jadi untuk apa benda – benda kuno itu kau pamerkan,..buanglah… ,agar engkau di hormati manusia dan mereka bisa berdamai

  676. Buktinya Hari Penetapan dr Muhamadiyah sama dgn di Banyak Negara, berarti metoda mrk yg paling banyak dianut di dunia

  677. Zaman skrg dgn banyaknya peralatan canggih mestinya pergerakan bulan sdh bisa DIUKUR, DIHITUNG & DIRAMAL. Seorg Professor Astronomi mestinya/wajib bisa membimbing umat mayoritas, bukan mengikut umat mayoritas. Liat aja, penetapan Muhamadiyah kah atau penetapan Non Muhamadiyah yg paling banyak dirayakan umat islam sedunia

    • Jangan hanya melihat hasilnya, karena pada kasus lain bisa saja berbeda. Sebagian besar negara mengikuti Arab Saudi yang menggunakan rukyatul hilal setempat, tanpa memperhitungkan hasil hisab. Kesamaan itu hanyalah kebetulan saja.

  678. Tulisan yg sgt bgs pak Tdjamaluddin, smg ALLAH SWT. mmbrikan kbrkhan hidup tuk bpk. Amin. Tuk smua kmentator yg pro atau yg kontra dgn tulisan pak tdjamaluddin…yuk….kita gunakan bahasa yg berakhlaq. ini tulisan ilmiah skl, tanggapi dengan ilmiah pula. jk ditanggapi dgn saling emosi, malu…krn tulisan ini jg dilihat oleh orang Non-Muslim. Namun sebagai bentuk tanggung jawab lebih, bagaimana jk pak tdjamaluddin melalui instansinya memfasilitasi musyawarah bersama tuk “mengompakkan dasar penentuan puasa dan hari raya” jk dasar penentuannya tlh disepakati mk InsyaALLAH puasa dan lebaranyapun berbarengan…..sy membyayangkan aaahhh…betapa indahnya…jk itu tjd

  679. Prof. T Djamalludin dan depag TERBELENGGU imkam rukyat
    metode baru “MENGHAPUS RUKYAT MENGABAIKAN SAKSI-SAKSI YG DISUMPAH”

    Pemerintah Abaikan Saksi Hilal di
    Cakung meski telah Disumpah
    JAKARTA (voa-islam.com) – Pemerintah
    akhirnya menetapkan 1 Ramadan 1434
    Hijriah jatuh pada Rabu 10 Juli 2013.
    Keputusan ini disampaikan Menteri
    Agama Suryadharma Ali setelah
    menggelar sidang Isbat di gedung
    Kementerian Agama, Jakarta, Selasa
    malam 8 Juli 2013.
    “Dengan mengucap
    Bismillahirohmanirohim, kami tetapkan
    bahwa 1 Ramadan 1434 Hijriah
    bertepatan dengan hari Rabu 10 Juli
    2013,” ucap Menteri Agama Suryadharma
    Ali.
    Seperti diprediksi sebelumnya oleh
    Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din
    Syamsudin, meskipun sejumlah saksi
    telah melihat hilal di Cakung dan para
    saksi tersebut telah disumpah, tetap saja
    diabaikan.
    Nanti kalau ada yang
    mengaku menyaksikan ada
    hilal tidak akan diterima, dulu
    juga begitu…
    “Nanti kalau ada yang mengaku
    menyaksikan ada hilal tidak akan
    diterima, dulu juga begitu, ada dua orang
    menyaksikan hilal tidak diterima juga,”
    kata Din Syamsudin saat menggelar
    jumpa pers di gedung PP
    Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat,
    Senin (8/7/2013).
    Untuk diketahui, berdasarkan rukyat
    yang dilakukan di Cakung, hilal sudah
    terlihat. Saksi-saksi diantaranya H.M.
    Labib, S.Pdi (30 th), ustadz Nabil M (27
    Th) serta ustadz Afriyano (35.Th) pada
    jam 17.52 WIB selama 1 menit 30 detik
    dengan tinggi Hilal 2,55 derajat pada
    posisi kiri atas matahari dan telah diambil
    sumpah oleh Ketua Pengadilan Agama
    Jakarta Timur, Drs. Amril L Mawardi, SH,
    MA. [Widad/dbs]

  680. yg mau hisab ataupun rukyat, tolong konsisten donk, kalo nentuin waktu puasanya pake rukyat sebaiknya nentuin waktu sholat juga pake rukyat jangan lihat jam atau jadwal waktu sholat, hehehehe

  681. […] Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah! (sumber: Muhammadiyah terbelenggu wujudul hilal) […]

  682. disaat islam yang satunya menunggu hasil rukyat ( sambil nonton TV, ada yang pakai sarung sambil bawa teropong walau teropong pinjaman) oleh tim rukyat kementrian agama, namun ada umat islam lainnya yang sudah tahu hasil sidang itsbat tersebut bahwa 1 ramadhan jatuh pada tanggal 10 juli 2013.
    bahkan 1 syawal hasil sidang itsbat besok hari rabu 7 agustus 2013 juga sudah diketahui akan jatuh pada hari kamis 8 agustus 2013, hal ini karena tinggi hillal diatas 3 derajat (sudah wujud ).
    selain itu gerhana bulan yang akan terjadi dibulan2 kedepan juga sudah berhasil diketahui.
    Kesimpulannya : orang yang memiliki ilmu (diantaranya ilmu hisab) diberi kedudukan yang lebih tinggi beberapa derajat oleh Allah SWT. Buktinya prediksi bahwa akan ada umat islam yang akan mengumumkan hasil sidang itsbat (versi pemerintah) bahwa 1 ramadhan jatuh pada rabu 10 juli 2013 sudah diketahui jauh hari terbukti benar.

    • satu lagi terlewat om, disaat kebanyakan orang memiliki kalender yang ‘Idul Fitrinya meragukan karena tanda merahnya 2 hari ada sebagian orang yg mantap ‘Idul Fitrinya tidak meragukan karena jauh jauh hari kalendernya hanya 1 hari berwarna merah. Mereka bisa menyiapkan hidangan pd malam harinya dengan penuh keyakinan pula, tidak khawatir ketupatnya akan basi karena ragu idul fitrinya ga jadi ” maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan ?” he..he…

  683. Selama Agama di perhitungkan oleh barang dunia maka sampai kapanpun akan terjadi perbedaan, tetapi anda yang katanya profesor itu malah menyulut perpecahan umat Islam, sy ragu jangan2 anda hanya penyusup yang ingin menghancurkan Islam ?????????????????????

  684. Assalamu alaikum pak Djamaludin yang sangat pintar, terpintar di jagat raya,Selama ini alam telah membuktikan, bahwa cara yang dipakai oleh Muhammadiyah dalam menentukan tanggal dan bulan islam selalu benar. Tadi malam, 10 Juli 2013 Bulan sabit bertengger dengan gagahnya dan sudah tinggi di ufuk barat selama lebih dari 2 jam.., begitu juga tahun2 sebelumnya, jadi siapa yang terbukti salah? perhitungan Muhammadiyah atau Pemerintah yang menetapkan 1 ramadhan 1434H pada hari selasa 10 Juli 2013 (1 ramadhan padahal bulan sudah 3 malam??)

    • Ayo belajar astronomi. Pada saat maghrib 8 Juli 2013 tinggi bulan kurang dari 1 derajat. Pada maghrib 10 Juli 2013, tingginya sekitar 24 derajat dan akan terbenam sekitar 96 menit (kurang dari 2 jam). Itu bulan tanggal berapa? Itu bulan malam ke-2, bukan malam ke-3.

  685. 11. Masalah Hisab Dan Ru’yah
    اﻟﺼﻮم واﻟﻔﻄﺮ ﺑﺎﻟﺮؤﻳﺔ وﻻ ﻣﺎﻧﻊ ﺑﺎﻟﺤﺴﺎب. ﻟﺤﺪﻳﺚ : ﺻﻮﻣﻮا ﻟﺮؤﻳﺘﻪ
    واﻓﻄﺮوا ﻟﺮؤﻳﺘﻪ وان ﻏﺒﻲ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻓﺎآﻤﻠﻮا ﻋﺪة ﺷﻌﺒﺎن ﺛﻼﺛﻴﻦ. (رواﻩ
    اﻟﺒﺨﺎري). وﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : هﻮاﻟﺬى ﺟﻌﻞ اﻟﺸﻤﺲ ﺿﻴﺎء واﻟﻘﻤﺮ ﻧﻮرا
    وﻗﺪرﻩ ﻣﻨﺎزل ﻟﺘﻌﻠﻤﻮا ﻋﺪداﻟﺴﻨﻴﻦ واﻟﺤﺴﺎب. (ﻳﻮﻧﺲ : 5).
    Berpuasa dan Id Fitrah itu dengan ru’yah dan tidak berhalangan dengan hisab.
    Menilik hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah saw bersabda:
    ”Berpuasalah karena melihat tanggal dan berbukalah karena melihatnya. Maka
    bilamana tidak terlihat olehmu, maka sempurnakan bilangan bulan sya’ban tiga
    puluh hari. “Dialah yang membuat matahari bersinar dan bulan bercahaya serta
    menentukan gugus manazil-manazilnya agar kamu sekalian mengerti bilangan
    tahun dan hisab.” (Al-Quran surat Yunus ayat 5).
    اذا اﺛﺒﺖ اﻟﺤﺴﺎﺑﻌﺪم وﺟﻮد اﻟﻬﻼل او وﺟﻮدﻩ ﻣﻊ ﻋﺪم اﻣﻜﺎن اﻟﺮؤﻳﺔ,
    ورأى اﻟﻤﺮء اﻳﺎﻩ ﻓﻲ اﻟﻠﻴﻠﺔ ﻧﻔﺴﻬﺎ, ﻓﺎﻳﻬﻤﺎ اﻟﻤﻌﺘﺒﺮ ؟ ﻗﺮر ﻣﺠﻠﺲ
    اﻟﺘﺮﺟﻴﺢ أنّ اﻟﻤﻌﺘﺒﺮ هﻮ اﻟﺮؤﻳﺔ 150
    ﻟﻤﺎ روي ﻋﻦ أﺑﻰ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل: ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ
    ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ : ﺻﻮﻣﻮا ﻟﺮؤﻳﺘﻪ واﻓﻄﺮوا ﻟﺮؤﻳﺘﻪ ﻓﺈن ﻏﺒﻰ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻓﺄآﻤﻠﻮا
    ﻋﺪة ﺷﻌﺒﺎن ﺛﻼﺛﻴﻦ. ( رواﻩاﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ).
    Apabila ahli hisab menetapkan bahwa bulan belum tampak (tanggal) atau sudah
    wujud tetapi tidak kelihatan, padahal kenyataan ada orang yang melihat pada
    malam itu juga; manakah yang mu’tabar. Majlis Tarjih memutuskan bahwa
    ru’yahlah yang mu’tabar. Menilik hadits dari Abu Hurairah r.a. yang berkata
    bahwa Rasulullah bersabda:”Berpuasalah karena kamu melihat tanggal dan
    berbukalah (berlebaranlah) karena kamu melihat tanggal. Bila kamu tertutup oleh
    mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban 30 hari.”(Diriwayatkan
    oleh Bukhari dan Muslim).

    sumber:
    http://www.muhammadiyah.or.id/muhfile/download/fatwa_putusan_wacana_tarjih/hpt_muhammadiyah.pdf (hal.149-150)

  686. HILAL TIPIS BISA DI LIHAT
    TAFAKUR RAMADAN (12)
    20 Juli 2013 pukul 6:21

    ~ REKOR MELIHAT HILAL ~

    REKOR melihat hilal paling tipis bukan dilakukan oleh para perukyat hilal yang muslim, melainkan oleh para Astrofotografer non muslim. Motivasi mereka, tentu saja bukan untuk menjadi ‘petugas rukyat’ yang andal dalam menetapkan awal bulan Ramadan atau Syawal, melainkan karena menerima tantangan untuk memecahkan rekor dalam ajang Astrofotografi dunia.

    Adalah Thierry Legault, Astrofotografer asal Perancis yang berhasil memotret bulan sabit tertipis dalam sejarah manusia. Ia memotret bulan sabit itu pada tanggal 8 Juli 2013 baru lalu, persis saat bulan sedang beralih dari Syakban menuju Ramadan. Yakni, di sekitar pk. 07:14 GMT. Sedangkan Astrofotografer lainnya adalah Martin Elsässer dari Jerman.

    Agaknya bukan sebuah kebetulan, Legault memecahkan rekor di saat-saat umat Islam seluruh dunia sedang ‘heboh’ menetapkan awal bulan suci Ramadan. Karena dalam website-nya, ia menuliskan keterangan bahwa peralihan posisi bulan itu adalah penanda datangnya bulan suci Ramadan bagi umat Islam. Yang pasti, dia tahu bahwa saat-saat seperti itu adalah momen kontroversial.

    Di sejumlah negara, ada yang menetapkan tanggal 9 Juli 2013 sebagai awal Ramadan, dan lainnya menetapkan pada tanggal 10 Juli 2013, dengan alasan hilal tidak terlihat. Maka, tantangan memecahkan rekor pun dimulai. Bukan membuktikan hilal di sekitar matahari tenggelam, melainkan di sekitar peristiwa konjungsi alias ijtimak. Kenapa tidak di sekitar matahari tenggelam? Bagi seorang fotografer profesional, saat-saat menjelang maghrib itu kurang menantang, karena cuaca sudah mulai meredup. Apalagi, jika usia hilal sudah beberapa jam, pasti akan dengan mudah tertangkap oleh kamera mereka dari tempat yang tepat.

    Yang paling menantang justru adalah di sekitar konjungsi atau ijtimak, yang terjadi di pagi atau siang hari. Saat itu, cahaya matahari masih sedemikian kuatnya. Sehingga cahaya latar langit di sekitar hilal itu sedemikian tingginya. Diinformasikan oleh Legault, cahaya latar di langit pada waktu itu sekitar 400 kali dibanding cahaya obyek (hilal), jika dilihat dalam parameter inframerah. Atau, sekitar 1000 kali obyek jika dilihat dalam parameter cahaya tampak. Tentu, ini tidak akan bisa diamati dengan menggunakan mata telanjang. Karena, pasti sangat menyilaukan mata kita.

    Tetapi, justru disitulah tantangannya. Dengan menggunakan sistem peralatan fotografinya, Legault berhasil mengabadikan hilal super tipis – hampir nol – yang hanya berusia beberapa menit setelah konjungsi. Berbeda dengan hilal sore hari yang ‘telentang’, bentuk sabit yang dipotretnya ‘telungkup’ karena pemotretannya dilakukan pada pagi hari, dimana posisi semu matahari berada di atas bulan. Lebih detil, silakan kunjungi website: http://legault.perso.sfr.fr/new_moon_2013july8.html. Atau website lainnya: http://www.mondatlas.de/other/martinel/sicheln2008/mai/mosi20080505.html.

    Karya fenomenal ini, tentu saja sangat menarik perhatian kita. Khususnya, karena tahun ini terjadi perbedaan penetapan awal bulan Ramadan antara penganut hisab dan rukyat di Indonesia. Para penganut hisab meyakini awal Ramadan jatuh pada 9 Juli 2013 lewat perhitungan, sedangkan penganut rukyat menetapkan 10 Juli 2013 dengan alasan hilal tidak kelihatan di tanggal 8 Juli 2013.

    Secara empiris, karya Legault ini telah mematahkan Imkan Rukyat yang memasang kriteria 2 derajat dan usia bulan 8 jam agar bisa dilihat mata. Dengan sederhana Legault telah membuktikan bahwa usia hilal yang beberapa menit pun sudah bisa dipotret. Yang jika diterjemahkan ke dalam ketinggian hilal di atas horison, sudah hampir nol derajat. Dan kalau dikonkretkan lebih jauh, bisa menjadi sebuah simulasi ijtimak menjelang maghrib, sebagai penanda datangnya Ramadan. Atau, dalam istilah rukyat bil ‘ilmi dikenal sebagai Ijtimak Qablal Ghurub (IQG).

    Tanpa harus berpikir kalah dan menang antara pihak-pihak yang berkontroversi, kabar ini tentu sangat menggembirakan bagi umat Islam. Dan diharapkan akan menjadi jalan untuk mendekatkan hasil hisab dan rukyat. Tentu saja, jika para pengguna metode rukyat cukup berbesar hati menggunakan teknologi ini. Misalnya, tahun depan pemerintah Indonesia mengundang Thierry Legault dan sejumlah Astrofotografer untuk datang ke Indonesia, dan meminta mereka menjadi bagian dari tim rukyat. Tugasnya adalah membuktikan apakah hilal memang bisa dilihat dan dipotret jika ketinggiannya di bawah 2 derajat saat usianya di bawah 8 jam. Atau, sebenarnya, boleh juga rukyatul hilal itu dilakukan di luar bulan Ramadan sebagai uji coba.

    Kebetulan, tahun 2014 ijtimak bulan Syakban akan terjadi pada 27 Juni, pk.15:09 wib. Dan maghribnya pk. 17.48 wib. Jadi usia hilal tidak akan sampai 3 jam, dengan ketinggian hanya sekitar 0,5 derajat di atas horison. Sudah pasti tidak akan kelihatan oleh mata telanjang, dikarenakan lemahnya cahaya hilal yang sangat tipis. Tetapi, akan cukup kelihatan dan bisa diabadikan dalam bentuk foto atau video, jika menggunakan teknologi mereka.

    Logikanya, kalau memotret hilal beberapa menit setelah ijtimak saja bisa, apalagi memotret hilal yang sudah berusia beberapa jam. Itupun, dalam suasana langit yang sudah jauh lebih redup dibandingkan siang hari seperti yang terjadi tanggal 8 Juli 2013 tersebut. Tentu, akan jauh lebih mudah. Fakta ini benar-benar sangat menggembirakan dan memberikan harapan yang besar untuk menyelesaikan kontroversi yang berlarut-larut di Indonesia, yang mana sudah tidak kelihatan ujung pangkalnya.

    Jika ini bisa dilakukan, maka hasil perhitungan dan hasil rukyat akan bertemu di titik yang sama. Dan ini menjadi tafsir yang holistik dari ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang al ahillah (hilal-hilal) sebagai penanda waktu. QS. Al Baqarah (2): 189. ‘’Mereka bertanya kepadamu tentang al ahillah (hilal-hilal). Katakanlah: hilal-hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji…’’

    Sungguh menarik, di dalam Al Qur’an Allah tidak pernah menyebut bulan sabit dalam bentuk tunggal al hilal, melainkan dalam bentuk jamak ‘al ahillah’, untuk menjadi pedoman bagi perhitungan penanggalan hijriyah. Ini menunjukkan umat Islam dimotivasi untuk memahami pergerakan bulan secara utuh, sejak sesaat setelah konjungsi sampai konjungsi kembali, dimana bulan akan berdinamika menjadi hilal-hilal dalam berbagai fasenya. Dan karenanya, fase-fase bulan sabit itu bisa digunakan untuk menetapkan kalender yang valid dan berlaku untuk semua, seperti halnya menetapkan waktu-waktu shalat. Tidak ada bedanya lagi antara hisab dan rukyat..!

    Akhirnya, saya berharap Ramadan kali ini kita betul-betul memperoleh pelajaran berharga dari perbedaan penetapan awal Ramadan. Allah telah menunjukkan ayat-ayat-Nya di alam semesta, dengan memunculkan karya Thierry Legault sebagai pembelajaran bersama. Saya berharap akan bermunculan para Astrofotografer lokal dan muslim, sehingga tahun depan kita tidak harus mengundang Legault dan kawan-kawannya untuk mengajari kita melakukan rukyatul hilal di Indonesia. Karena, memang seharusnya itu bisa dilakukan oleh orang-orang kita sendiri. Man jadda fa wajada – barangsiapa berusaha sungguh-sungguh, insya Allah dia bakal memperolehnya. Wallahu a’lam bissawab.

    (NB: Serial Tafakur Ramadan ini ditulis untuk koran Kaltim Post – Grup Jawa Pos. Dan diunggah di FB untuk memberi manfaat lebih luas.)

    • Assalamu’alaikum wr.wb.

      Berikut ini adalah comen saya menanggapi tulisan Bapak Agus Mustofa yang berjudul “Rekor melihat hilal” pada Blog http://www.catatanagusmustofa.wordpress.com.

      Assalamu’alaikum wr.wb.

      Mengenai Thierry Legault, Astrofotografer asal Perancis yang berhasil memotret bulan sabit tertipis dalam sejarah manusia. Ia memotret bulan sabit itu pada tanggal 8 Juli 2013 baru lalu, persis saat bulan sedang beralih dari Syakban menuju Ramadan. Yakni, di sekitar pk. 07:14 GMT. (Sebelumnya pernah juga dilakukan oleh Astrofotografer lainnya yaitu Martin Elsässer dari Jerman), memang berhasil memecahkan rekor di saat-saat umat Islam seluruh dunia sedang ‘heboh’ menetapkan awal bulan suci Ramadan.

      Namun demikian ada yg perlu dicermati, yaitu bahwa kedua orang tersebut menganut “versi” konjungsi geosentris, padahal konjungsi itu ada 3 (tiga) versi yaitu :

      1. Konjungsi toposentris yg terjadi sebelum konjungsi geosentris, dimana keterlihatan hilal muda dapat diamati (dirukyat) di wilayah yang pertama kali melihat hilal tsb yaitu wilayah yang pada saat konjungsi tersebut berada pada waktu subuh, sehingga menurut versi ini pergantian hari (termasuk dimulainya awal bulan qomariah) terjadi pada saat subuh.

      2. Konjungsi geosentris, dimana keterlihatan hilal muda dapat diamati (dirukyat) di wilayah yang pertama kali melihat hilal tsb yaitu wilayah yang pada saat konjungsi tersebut berada pada waktu dhuhur, sehingga menurut versi ini pergantian hari (termasuk dimulainya awal bulan qomariah) terjadi pada saat dhuhur.

      3. Konjungsi toposentris yg terjadi sesudah konjungsi geosentris, dimana keterlihatan hilal muda dapat diamati (dirukyat) di wilayah yang pertama kali melihat hilal tsb yaitu wilayah yang pada saat konjungsi tersebut berada pada waktu magrib, sehingga menurut versi ini pergantian hari (termasuk dimulainya awal bulan qomariah) terjadi pada saat magrib.

      Jika dicermati, penetapan awal bulan qomariah berdasarkan ketiga versi konjungsi tersebut semuanya memenuhi dalil syar’i termasuk kedua hadist sbb. :

      1. Hadist Riwayat Bukhari, Muslim no.653 :
      Abdullah bin Umar r.a. berkata : Rasulullah ketika menyebut Ramadan bersabda : Jangan puasa sehingga kalian melihat hilal (bulan sabit) dan jangan berhari raya sehingga melihat hilal, maka jika tertutup awan, maka perkirakanlah.

      2. Hadist Riwayat Bukhari, Muslim no.656 :
      Abu Hurairah r.a. berkata : Nabi saw. bersabda : Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berhari rayalah kalian karena melihat hilal, maka jika tersembunyi daripadamu maka cukupkan bilangan Syakban tiga puluh hari

      Namun demikian awal bulan qomariah akan berbeda waktunya, karena berdasarkan versi 1 dimulai saat subuh, versi 2 dimulai saat dhuhur dan versi 3 dimulai saat magrib, sesuai dengan waktu pertamakali terlihatnya hilal muda yaitu beberapa detik setelah konjungsi.

      Dari ketiga versi tersebut, yang dianut oleh umat muslim selama ini adalah versi 3 yaitu yang menetapkan awal bulan qomariah dan juga pergantian hari dimulai saat magrib, sehingga pengamatan (rukyat) dilakukan pada hari ke 29 bulan berjalan saat magrib.

      Oleh karena itu karena menurut versi ini hilal muda baru akan dapat dilihat setelah magrib yaitu setelah “konjungsi toposentris sesudah konjungsi geosentris”. Dengan demikian maka hilal2 yang terlihat sebelum konjungsi toposentris ini adalah masih merupakan hilal tua yg tidak dapat dijadikan pedoman sebagai awal bulan qomariah.

      Jadi seberapapun hebatnya rekor pengamatan hilal, jika dilakukan sebelum magrib (sebelum “konjungsi toposentris sesudah konjungsi geosentris”) seperti yg dilakukan oleh Thierry Legault dan Martin Elsässer, maka hilal yang dilihat itu adalah hilal tua, bukan hilal muda yang dapat dipedomani sebagai awal bulan qomariah.

      Wassalamu’alaikum wr.wb.

      Posted by Bambang Supriadi | 23/07/2013, 06:17

      Wassalamu’alaikum wr.wb.

    • Assalamu’alaikum wr.wb.

      Berikut ini adalah lanjutan comen saya menanggapi tulisan Bapak Agus Mustofa yang berjudul “Rekor melihat hilal” pada Blog http://www.catatanagusmustofa.wordpress.com.

      Assalamualaikum wr.wb.

      Dan mengenai pernyataan bahwa secara empiris, karya Legault ini telah mematahkan Imkan Rukyat yang memasang kriteria 2 derajat dan usia bulan 8 jam agar bisa dilihat mata. Dengan sederhana Legault telah membuktikan bahwa usia hilal yang beberapa menit pun sudah bisa dipotret. Yang jika diterjemahkan ke dalam ketinggian hilal di atas horison, sudah hampir nol derajat. Dan kalau dikonkretkan lebih jauh, bisa menjadi sebuah simulasi ijtimak menjelang maghrib, sebagai penanda datangnya Ramadan. Atau, dalam istilah rukyat bil ‘ilmi dikenal sebagai Ijtimak Qablal Ghurub (IQG), saya memahaminya juga dari sisi bahwa konjungsi itu tidak hanya saat konjungsi geosentris (Ijtimak) saja, melainkan ada pula konjungsi toposentris.

      Jika dicermati lebih jauh, karena konjungsi toposentris itu merupakan saat dimana pusat matahari dan pusat bulan berada pada satu bidang dengan tempat pengamatan dimuka bumi, maka sejatinya konjungsi toposentris itu berlangsung secara berkelanjutan sejak dari posisi pusat matahari dan pusat bulan berada satu bidang dengan tempat pengamatan dimuka bumi saat subuh, hingga ke posisi pusat matahari dan pusat bulan berada pada satu bidang dengan tempat pengamatan dimuka bumi saat magrib.
      Dan ini berarti bahwa konjungsi geosentris (Ijtimak} adalah juga merupakan konjungsi toposentris yaitu saat posisi pusat matahari dan pusat bumi berada pada satu bidang dengan tempat pengamatan dimuka bumi saat dhuhur sekaligus berada satu bidang dengan pusat bumi.

      Dengan demikian yang saya pahami adalah bahwa jika dihubungkan dengan “dalil syar’i tentang penetapan awal bulan qomariah”, maka yang dinamakan konjungsi itu sesungguhnya bukanlah konjungsi geosentris (ijtimak) yg hanya berlangsung “sesaat” saja, melainkan konjungsi toposentris yang berlangsung sejak dari posisi pusat matahari dan pusat bulan berada satu bidang dengan tempat pengamatan dimuka bumi saat subuh, hingga ke posisi pusat matahari dan pusat bulan berada pada satu bidang dengan tempat pengamatan dimuka bumi saat magrib.

      Oleh karena itu, hilal muda yang dijadikan pertanda masuknya awal bulan qomariah adalah yang teramati sesaat setelah berakhirnya konjungsi toposentris yaitu sesaat setelah posisi pusat matahari dan pusat bulan berada pada satu bidang dengan tempat pengamatan dimuka bumi saat magrib. Dan hilal-hilal yang teramati sebelum itu adalah merupakan “hilal tua” yang menjadi pertanda akan berakhirnya bulan qomariah yg sedang berjalan.

      Subhanallah, disinilah letak olah pikir genius dari Nabi Muhammad SAW yang terkandung dalam HR Bukhari, Muslim no. 653 s.d 656.

      Kesimpulannya, Ijtimak Qablal Ghurub (IQG) yang menganggap bahwa konjungsi itu hanya yang terjadi pada saat konjungsi geosentris saja, tidak dapat digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan awal bulan qomariah karena hilal yang teramati sesaat setelah konjungsi geosentris (Ijtimak) bukanlah hilal muda melainkan “hilal tua” yang menjadi pertanda akan berakhirnya bulan qomariah yg sedang berjalan.

      Wassalamu’alaikum wr.wb.

      Posted by Bambang Supriadi | 24/07/2013, 06:03

      Wassalamu’alaikum wr.wb.

      • Bapak Bambang Supriadi penganut hisab atau rukyat atau hisab rukyat?

      • Assalamu’alaikum wr.wb.
        Saya memahami Hadist Nabi Muhamad SAW ttg awal bulan qomariah bahwa untuk menentukan awal bulan qomariah harus dengan rukyat pada saat langit tidak tertutup awan, sedangkan pd saat langit tertutup awan maka boleh dipedomani awal bulan qomariah yg ditentukan berdasarkan hisab.
        Wassalamu’alaikum wr.wb.

  687. masih ribut toh, sudahlah, cukuplah kita berdebat masih ada yang harus dipikirkan oleh umat Muhammad. Bukan hanya penentuan tanggal mari kita pererat silaturahmi.

    • memikirkan sesuatu itu pasti berdebat juga bung. kalo anda ga mau berdebat minggir jauh-jauh jadi biksu sekalian. Biar Allah yg menilai mana yg bersungguh sungguh mencari kebenaran mana yang hanya sekedar terdorong nafsu dan emosi. Ambil yg ada manfaatnya buang jauh-jauh yg tidak ada manfaatnya. Kita punya hati dan akal. Lanjutkan berdebat..!!!

  688. hisab kok metode lama, yang metode lama itu ya rukyat to, sholat aja pake hisab padahal zaman Rasul pakai rukyat.

  689. Tuan T.Djamaluddin tampak berusaha menyamarkan akar permasalahan yaitu perhitungan (hisab) dan rukyat (penglihatan), dari tulisannya sendiri pun terlihat jelas yang jadi akar masalah adalah hisab dan rukyat…. Tuan T.Djamaluddin sendiri terlihat jelas sebagai pengamal rukyat atau hisab rukyat. Soal hisab rukyat yang berusaha menggabungkan kedua metode tersebut menurut saya termasuk metode rukyat juga, karena tetap menjadikan penampakan hilal yang mungkin terlihat oleh mata sebagai penentunya.

      • Pak Prof. Thomas, boleh tahu berapa biaya yg dibutuhkan untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal tahun 2013 ini? Menteri Agama melaporkan bahwa biaya sidang isbat saja Rp 300 Juta lebih. Sayangnya beliau belum melaporkan biaya yg dipakai oleh tiap lembaga riset negara seperti LAPAN, BMKG, dst. Berapa juga biaya untuk belanja teropong, dst.

        Terakhir saya mau bertanya. Benar bahwa ada dalil yg menguatkan tentang metode rukyat, pertanyaannya adakah dalil yg menguatkan bahwa penentuan lebaran perlu memakai uang rakyat (pajak)? Pernahkah Rosululloh menentukan lebaran dg meminta uang dari umat muslim? Setahu saya, tugas Rosululloh itu diantaranya sbg uswatul khasanah atau suri tauladan yg baik.

      • Terkait dengan anggaran, semuanya sudah ada aturan yang mengontrol akuntabilitasnya. Besarnya dalam batasan yang wajar dalam pelaksanaan tugas fungsi Kementerian Agama RI, yang salah satunya mewadahi semua kepentingan ummat. Sidang itsbat diperlukan oleh para pengamal rukyat dan sekaligus sebagai forum musyawarah pengamal rukyat dan pengamal hisab. Mengupayakan persatuan ummat adalah pokok ajaran Islam yang dicontohkan Rasul dan kini sedang diupayakan Kementerian Agama RI.

  690. Perbedaan mendasar antara Muhammadiyah dan ormas pengikut metode IR itu bukan pd parameter hilalnya, tapi pd mau tidaknya menentukan lebaran pd H-1. Muhammadiyah menolak menentukan lebaran H-1 karena itu justru akan memecah belah umat Islam Indonesia dan akan menyerap biaya yg besar serta tidak praktis. Muhammadiyah lebih suka menentukan lebaran jauh-jauh hari agar persiapan lebaran bisa lebih matang dan lebaran bisa dilaksanakan secara lebih khusyu’. Selama penentuan lebaran masih pd H-1, apa pun itu metode yg diterapkan, saya cukup yakin bahwa Muhammadiyah akan menolaknya. Penetapan lebaran jauh-jauh hari bagi Muhammadiyah sudah bersifat mutlak. Itu diyakininya sbg ijtihad, sama dg keyakinan bahwa Alloh swt itu satu. 

    Itulah cara Muhammadiyah dalam memahami Islam. Itu pulalah cara kerja dan cara berfikir Muhammadiyah, ormas yg telah berusia 1 abad lebih, dg ratusan ribu amal usaha dari sekolah, universitas, rumah sakit, dst. Tanpa cara kerja dan cara berfikir seperti itu, mustahil Muhammadiyah mampu melahirkan karya-karya tersebut. 

  691. Justru menurut saya di sinilah keunikan dari Muhammadiyah. Meski ada yg menilai bahwa metode perhitungan kalender hijriyahnya usang dan terbelenggu oleh pendekatan wujudul hilal, namun terus mampu mengembangkan amal usahanya, dari sekolah, universitas, rumah sakit, dst. Mungkin itu bisa terjadi lantaran metode yg usang itu. Jadi, bagi yg merasa sdh menerapkan metode yg lebih canggih dan modern, mari sama-sama berjuang mengabdikan diri utk kemajuan bangsa. Jangan hanya bangga dg jargon penyatuan umat dg metode modern, tapi buktikan bahwa itu semua mampu memajukan bangsa. Mari berfastabiqul khoirot.

  692. Muhammadiyah mungkin saja sengaja “membelenggu” dirinya dengan wujudul hilal karena itu merupakan kebutuhan untuk bisa menentukan lebaran jauh-jauh hari. Itu wajar. Di sisi lain, Bp Prof Thomas dan ormas lain juga “membelenggu” diri Bp dan diri mereka dengan imkanurrukyat karena itu kebutuhan Bp dan kelompok yg sepemahaman dg Bp, yang memang senang memutuskan pd H-1. Jadi dalam posisi itu, baik Muhammadiyah, Bp Prof. Thomas, maupun ormas lain sesungguhnya sama-sama “terbelenggu”.

    Bedanya, Muhammadiyah benar-benar melakukan itu secara MANDIRI, tanpa memakai UANG NEGARA sepeser pun. Muhammadiyah juga melakukan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya, tidak memaksakan untuk orang di luar Muhammadiyah. Sedang Bapak Prof. Thomas dan ormas pengikut Imkanurrukyat justru sebaliknya, melakukan itu dengan memakai UANG NEGARA yg mana uang tersebut sesungguhnya berasal dari pajak rakyat Indonesia, termasuk di antaranya dari pajak jutaan warga Muhammadiyah dan warga yg beragama bukan Islam. Apakah Bapak Prof. Thomas tidak malu selalu menyerang dan menyalahkan pihak yg justru turut membiayai proyek Imkanurrukyat itu? Justru, seharusnya Bp berterima kasih dg Muhammadiyah karena tidak pernah menyerang Bapak namun tetap turut serta membiayai proyek Bp tersebut, melalui pembayaran pajak negara, meski Muhammadiyah sudah punya metode penentuan lebaran sendiri. Muhammadiyah juga tetap menghormati posisi Bapak dan ormas yg sepemahaman dg Bp.

    • Salah besar kalau mengatakan imkan rukyat harus H-1. Imkanrukyat adalah metode hisab juga yang bisa dihitung oleh siapa pun untuk waktu ribuan tahun ke depan (Baca: https://tdjamaluddin.wordpress.com/2013/07/29/ayo-belajar-hisab-imkan-rukyat-kasus-syawal-1434/). Hanya bedanya, kalau WH pasti akan berbeda dengan hasil rukyat kalau bulan rendah, sedangkan imkan rukyat akan sejalan dengan hasil rukyat. Nah, kalau hasil hisab (IR) akan sama dengan hasil rukyat, itsbat (penetapan) akan lebih sederhana, tanpa perlu biaya. Itsbat (seperti di Mesir) cukup dihadiri wakil pemerintah (di Indonesia Menteri Agama), wakil ulama, dan wakil pakar atsronomi.

    • “Bedanya, Muhammadiyah benar-benar melakukan itu secara MANDIRI, tanpa memakai UANG NEGARA sepeser pun. Muhammadiyah juga melakukan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya, tidak memaksakan untuk orang di luar Muhammadiyah. Sedang Bapak Prof. Thomas dan ormas pengikut Imkanurrukyat justru sebaliknya, melakukan itu dengan memakai UANG NEGARA yg mana uang tersebut sesungguhnya berasal dari pajak rakyat Indonesia, termasuk di antaranya dari pajak jutaan warga Muhammadiyah dan warga yg beragama bukan Islam. Apakah Bapak Prof. Thomas tidak malu selalu menyerang dan menyalahkan pihak yg justru turut membiayai proyek Imkanurrukyat itu? Justru, seharusnya Bp berterima kasih dg Muhammadiyah karena tidak pernah menyerang Bapak namun tetap turut serta membiayai proyek Bp tersebut, melalui pembayaran pajak negara, meski Muhammadiyah sudah punya metode penentuan lebaran sendiri. Muhammadiyah juga tetap menghormati posisi Bapak dan ormas yg sepemahaman dg Bp.”

      komen gak nyambung blas!

      pak nasdin, gak usah bayar pajak aja pak, biar gak sakit hati.

  693. Baik Muhammadiyah, Bp Prof. Thomas dan ormas-ormas lain sebenarnya sama-sama terbelenggu dengan caranya, karena itu merupakan keyakinan. Bedanya Bp Prof Thomas dan ormas-ormas yg sepandangan dengannya menggunakan UANG NEGARA untuk menjalankan keyakinannya itu. Uang negara itu berasal dari pajak rakyat, termasuk dari warga Muhammadiyah dan umat non Islam. Sementara Muhammadiyah mampu menjalankan keyakinannya itu secara mandiri, tanpa membebani uang negara. Bisakah rakyat Indonesia berfikir atas realitas itu?

  694. […] Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah! (Sumber: Metode Hisab Wujudul Hilal ‘ala Muhammadiyah yang Sudah Usang) […]

  695. […] Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah! (Sumber: Metode Hisab Wujudul Hilal ‘ala Muhammadiyah yang Sudah Usang) […]

  696. Saya warga Muhammadiyah yang sebenarnya ingin sekali adanya penyatuan. Baru2 ini ada usulan untuk penetapan bulan bersama umat Islam di seluruh dunia yang salah satu kriterianya adalah wujudul hilal.
    Tetapi walau bagaimanapun, selagi saya masih haqqul yakin dengan adanya konjungsi sebelum maghrib, maka saya yakini itu adalah bulan baru. Berapapun derajatnya, itu adalah bulan baru. Karena saya pernah baca suatu artikel bahwa menurut astronomi bulan tidak akan pernah terlihat dibawah 4 derajat. Jika memang ada pernyataan agar persyarikatan kami harus mengubah kriteria kami, saya yakin itu akan sulit. Karena kriteria ini mudah dilakukan.

  697. […] Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah! (Sumber: Metode Hisab Wujudul Hilal ‘ala Muhammadiyah yang Sudah Usang) […]

  698. […] Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah! (Sumber: Metode Hisab Wujudul Hilal ‘ala Muhammadiyah yang Sudah Usang) […]

  699. […] Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah! (Sumber: Metode Hisab Wujudul Hilal ‘ala Muhammadiyah yang Sudah Usang) […]

  700. Bersatulah wahai saudara2ku. Buat lah satu kesepakatan diantara sesama muslim . jangan mengagung agungkan pendapat . hanya allah lah yang mempunyai kebenaran.

  701. […] Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah! (Sumber: Metode Hisab Wujudul Hilal ‘ala Muhammadiyah yang Sudah Usang) […]

  702. […] Lalu mau kemana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Tetapi juga sama pentingnya adalah demi kemajuan Muhammadiyah sendiri, jangan sampai muncul kesan di komunitas astronomi “Organisasi Islam modern, tetapi kriteria kalendernya usang”. Semoga Muhammadiyah mau berubah! (Sumber: Metode Hisab Wujudul Hilal ‘ala Muhammadiyah yang Sudah Usang) […]

  703. …فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَسُمْهُ

    Asyhadu an-laa ilaaha illaLLah.. (Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah). Saya meyakini Allah meskipun saya tidak melihatnya.

    Dan saya berlindung kepada Allah dari pemuka agama yang menyembunyikan kebenaran dengan dalih menunggu dua derajat.

  704. Heleh.. Enak bgt blng metode muhammadiyah usang, kliatan bgt km org NU yg kolot yg tdk terbuka, tulisan anda sngt memojokkan muhammadiyah, seolah2 muhammadiyah biang kebodohan dan kekakauan, tp bukankah metode NU yg usang?.. Mau menetapkan hari raya aja pake ngintip2 cakrawala pake teropong, beda bgt dgn muhammadiyah, jauh hari sdh bs menentukan kpn awal ramadhan dan hari raya, semoga pikiran anda bs lbh terbuka dan NU bs berubah

    • memang nabi muhammad pakai metode apa?

      menyelisihi nabi muhammad kok bangga?!

      • Setuju….! betul mas Nabi Muhammad metodenya bukan hisab tapi rukyat, kiblat juga ga pake kompas, mau shalat aja ditetapkan pake bayang bayang. berani beraninya Muhammadiyah pake metode hisab, kalo bikin mesjid gunakan kompas, shalat pun cukup lihat jadwal yg telah ditetapkan seumur hidup, dasar ahli bid’ah !!!

  705. Assalamu’alaikum wR wB

    Alhamdulillah… tahun 2015 kita mengawali 1Romadhan bersama-sama… smoga tidak ada lagi cela-mencela antar saudara sesama muslim.. untuk suatu perbedaan kita bisa bermusyawarah…komunikasi itu penting untuk segala urusan, tapi saling memahami, itu jauuuh lebih penting…

    Mohon maaf sebelumnya… saya mengatasnamakan “pribadi”, walaupun banyak sekali kerabat dan sahabat2 saya yang aktif di NU, lulusan Gontor… tapi kita bersyukur punya saudara2 muslim di Muhammadiyah…mereka membuka ‘ide pencerahan’ metode hisab… sehingga kita tidak terbelenggu ‘harus meneropong hilal ‘dadakan’ setiap menjelang 1 Ramadhan dan 1 Syawal….

    Sy sangat bangga terhadap Indonesia yg kini memiliki org2 yg hebat seperti Prof TJ dkk yang bisa mmbuka cakrawala ilmu M,K,G juga astronomi…

    Ketika kriteria pergantian bulan telah bergeser dari >5 derajat menjadi >2 derajat… apakah hilal sudah bisa di amati dengan indera?? Bagaimana jika saat pengamatan tgl 29 sya’ban (menjelang magrib) hilal tidak teramati, lalu dilakukan pengamatan tgl 30 Sya’ban hilal tetap tidak teramati—->kita menggenapkan sya’ban menjadi 30 hari, besoknya 1 Ramadhan,,, walaupun hilal tidak teramati…. Bagaimana JIKA 1 ramadhan ini dihitung secara HISAB ternyata < 2 derajat … tetap kan ituu disebut 'HILAL'?? Kalo begitu jadi rancu donk devinisi hilal itu sendiri…

    Devinisi hilal,, Menentukan jumlah hari 29 atau 30 hari dalam 1 bulan… Lebih akurat dengan Astronomi… bukan berarti menafikan hadist Rosulullah… karena Rosulullah sendiri adalah pencerah dunia IPTEK… bergeser dari melihat hilal dengan 'mata telanjang diatas bukut/ketinggian' menjadi 'menggunakan teropong yang canggih di gedung yang tinggi di atas bukit' laluuu… 'menggunakan satelit dengan melihat perputaran bulan dan bumi' dikukuhkan dengan perhitungan Matematika' …. Itu bukan menyalahi hadist bukan? tidak ada hadist yang rinci bagaimana ilmu astronomi dan matematika… tapi perkembangan IPTEK ketika Rasulullah hadir di muka bumi… ituuu sudah dimulai…

    Terimakasih kepada pemerintah yang dari tahun ke tahun berusaha melakukan pendekatan kpada organisasi2 Islam, untuk ukhuwah Islamiah… Persatuan dan Kesatuan…

    Salam damai…

  706. SAUDARA-SAUDARAKU SESAMA MUSLIM, SEMOGA PERDEBATAN-PERDEBATAN SEPERTI INI DILAKUKAN DENGAN RUANG YANG PAS SEHINGGA TIDAK MEMBINGGUNGKAN SAUDARA-SAUDARA KITA YANG LAIN. HUJATAN DAN SALING MEMOJOKKAN DI RUANG PUBLIK HANYA AKAN MERENDAHKAN MARTABAT KITA SEBAGAI SESAMA MUSLIM

  707. akal/ ilmunya sdh mengakui melihat hilal, mgp 1 ramadhan ataupun 1 dzulhijjah ditunda besoknya..???
    bukankah ini merupakan pengingkaran trhdp akal/ ilmunya sendiri..??

    org yg buta tdk akan bs beribadah jk dipaksakan metode rukyah bil ain maupun apa yg disebut dg imkanu rukyah.
    saya kira metode muhammadiyah adalah solusi yg tepat.

    • Hilal itu adalah fenomena ketampakan, tidak ada wujudnya hilal. Wujudnya adalah bulan. Sedangkan bentuk sabit hanyalah ketampakan, jadi bergantung pada faktor atmosfer, baik dari segi kecerlangannya maupun refraksinya. “Hilal” berwujud hanya bulan sabit di atas menara masjid.

    • metode hisab juga sama mas, orang buta juga gak akan bisa beribadah jika dipaksa menggunakan metode hisab.

      alih-alih menghitung, menulis saja susah!

  708. bodo amat mau menggunkn metode apa dah bukn urusan gw. tapi tolong fikirkan dong Islam agama modern disaat semua kehidupan bisa terjadwal dengan baik. gajian, sekolah anak, penerbangan, meeting bahkan sholat. masa ‘Idul Fitri ga bisa dijadwal dg baik. Untung hidup di Indonesia coba kalau di Suriname (misalnya) Pemerintah hanya menetapkan 1 hari untuk libur “Idul Fitri, mungkin kita bilang “entar saja belum bisa ditentukan selasa atau rabu” dimana rahmatan lil ‘alaminnya malah ganggu jadwal orang lain saja

  709. lucu penentuan hr raya ikut saudi krn ada mekkah, statemen yg lucu , statemen yg tak berdasar pd ilmu

  710. Wow, terima kasih ini adalah sebuah artikel yang sangat bagus dan bermanfaat bagi saya 😀

    • Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, saya menarik semua komentar saya di blog ini, Saya mohon maaf sebesar besarnya kepada bapak T. Djamaludin dan kawan kawan semua, semoga Allah mengampuni segala dosa saya dan kita semua, mari tinggalkan debat, kebenaran hanya milik Allah, jika ada yang tidak sesuai atau bertolak belakang dengan pemahaman kita maka kita kembali ke Al-quran dan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam

  711. […] Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab […]

  712. hay admin :). Saya dari Katadigital ingin berterima kasih kepada anda, karena artikel ini sangat membantu dalam kegiatan saya di dunia blogging wordpress, semua masalah saya sudah teratasi. Sekali lagi terima kasih :).

  713. Bila rukyat diartikan melihat bulan dengan kasat mata, temtu tidak diperlukan ilmu hisab,tapi rukyat diartikan dengan ilmu pengetahuan ,maka ilmu hisab telah menjawab peredaran matahari dan bulan, sehingga ilmuwan bisa mengetahi masuknya bulan baru.
    Jika bulan baru ditandai dengan hilal, maka mumvulnya hilal telah menunjukan adanya bulan baru, karena akurasi perhitungan lebih akurat dari penglihatan mata maka tepatlah sikap mehammadiyah dalam menentukan awal bulan, karena itu tidak tepat kalau muhammadiyah disuruh menyesuaikan, tapu yang lain yang sepantasnya menyesuaikan diri dengan muhammadiyah.

  714. Sebenar nya siapa yg sudah terbelenggu prof…? Ego bapak kemungkinan….

  715. Bagaimana penulis menanggapi kata kata penulis : “Pendapatnya tampak merata di kalangan anggota Muhammadiyah, seolah hisab itu hanya dengan kriteria wujudul hilal.” Dengan QS Albaqoroh :189.” Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa.”

  716. Pak Djamaluddin, mohon share info kriteria berapa derajat hilal pada saat lebaran 1993 & 1994 versi pemerintah (saat itu Muhammadiyah berlebaran sama dg pemerintah). Maturnuwun

    • Pada 29 Ramadhan 1413 = 23 Maret 1993 posisi bulan saat maghrib di bawah ufuk –> Idul Fitri 1413 seragam 25 Maret 1993.
      Pada 29 Ramadhan 1414 = 12 Maret 1994 posisi bulan saat maghrib di bawah ufuk –> Idul Fitri 1414 seragam 14 Maret 1994.

Tinggalkan Balasan ke John Cyclop Batalkan balasan